NovelToon NovelToon

My Husband Is Not Mine

Chapter 1

Gengs Yang sudah baca Karya Ini gpp Gak usah di Baca lagi ya. Soalnya ini Mimin pisahin biar kalau ada yang Cari Karya Arvan gak ribet nanya2 lagi. Oke 🙏🏻

🌹 **Happy Reading **🌹

Di sebuah Mansion besar di Barcelona City In Spain, terlihat seorang wanita yang tengah bersiap-siap untuk kabur. Dia adalah Jennifer Emilio wanita cantik berusia 21 tahun ini menolak perjodohan atas dirinya dengan pria yang tidak dia kenali.

"Lola makasih ya kamu sudah mau menemaniku untuk pergi jauh dari negara ini," ucapnya pada Asisten yang memang di khususkan untuknya.

Lola tersenyum manis kepada Jennifer yang merupakan majikanya itu, "iya sama-sama Nona, apa pun yang Anda inginkan saya akan berusaha untuk mengikutinya," balasnya dengan tenang.

Padahal sesungguhnya di dalam hatinya sangatlah merasa sangat-sangat gelisah dan khawatir. Dia sangat takut jika aksi mereka ini di ketahui oleh Tuan Jesper yang merupakan kakak dari Jennifer.

Mereka memilih kabur, karna Jennifer yang tidak mau di nikahikan oleh David seorang pria yang datang melamarnya, namun dia sama sekali tidak mengenalinya. Terlebih dari cara bahasanya David terlihatlah sangat Angkuh, yang membuat Jennifer lebih memilih kabur untuk mencari kehidupan baru.

"Kamu sudah siapkan Lola, kita akan pergi sekarang," serunya yang terlihat sudah selesai mengemas barang-barangnya yang penting saja.

Lola menganggukan kepalanya singkat membalas pertanyaan dari Jenni, "sudah Nona, tiketnya juga sudah saya siapkan di atas brangkas sana," tunjuknya pada salah satu meja brangkas milik Jenni.

Jenni tersenyum puas dengan apa yang di lakukan oleh Lola untuknya, karna mereka sudah bersama sedari kecil, itu membuat Jenni sangat-sangat menyayangi Lola bagikan kakanya sendiri.

Bahkan di saat seperti ini saja, Lola dengan patuhnya mengikuti langkah Jenni untuk kabur dari Mansion itu, padahal jelas-jelas mereka belum tau nanti akan seperti apa kehidupanya di Negara milik orang lain.

Yang terpenting sekarang mereka kabur terlebih dahulu agar selamat dari pernikahaan paksa itu.

"Nona, semua sudah siap. Kita tinggal pergi saja sekarang," lirih Lola dengan pelan, mengingat bahwa dirinya harus mengejar pesawat untuk pergi ke Italia negara tetangga yang menjadi tempat tujuanya kali ini.

Mengapa Italia, karna setau Jenni, kakaknya Jesper paling jarang mengunjungi Negara itu, entah kenapa tapi itu yang dia yakini saat ini.

Jika di tanya kemana orang tua Jenni, mereka telah meninggal di saat usia Jenni baru menginjak 15 tahun, sedangkan usia Jesper sudah menginjak 25 tahun.

Usia Jenni dan Jesper memang terpaut sangat jauh, karna penyakit yang di derita mendiang Mamahnya, membuatnya harus melakukan teraphy terlebih dahulu agar bisa memiliki anak kembali.

Mereka meninggal karena sebuah kecelakaan pesawat menuju London dulu, dan Jenazah mereka hingga saat ini masih belum di temukan. Sehingga Jesper dan Jenni hanya mengunjungi tempat kejadian saja ketika hendak berziarah untuk kedua orang tua mereka.

Saat ini Lola tengah mengawasi situasi pada seluruh sudut Mansion itu, "Nona keadaan sudah Aman, ayo cepat kita keluar," ucapnya dengan pelan, membisikan pada Jenni yang setia mengikuti di belakangnya.

Dengan mengendap-ngendap mereka keluar dari Mansion itu, bahkan dengan beraninya mereka memberikan obat tidur pada seluruh scurity dan body guard yanv tengah berjaga, sehingga langkah mereka aman sampai di luar Mansion.

"Huhahahuaha," nafas keduanya yang tidak beraturan karna berlari hingga sempat menahan nafas tadi karna ketakutan.

"Huha, kita berhasil Lola," lirih Jenni pelan sambil mengatur nafasnya yang terdengar seperti balapan itu.

Lola juga terlihat melakukan hal yang sama dengan apa yang di lakukan oleh Jenni, "iya Nona, kita berhasil dan selamat." balasnya dengan gembira, karena berhasil mengelabui seluruh anggota keluarga serta pekerja di dalam Mansion besar ini.

"Ayo Nona, kita pergi sekarang! Sebelum mereka melihat kita," ajak Lola dengan menarik tangan Jenni yang masih terdiam memandang sedih ke arah Mansion itu.

"Nona," tegur Lola pada Jenni yang tak kunjung bergerak mengikutinya.

Jenni tersadar dari lamunanya, lalu tersenyum tipis membalas panggilan dari Lola, "iya Lola maaf, aku hanya sedang berfikir saja, apakah Kakak akan baik-baik saja nanti ketika aku meninggalkanya seperti ini," lirihnya pelan, mengingat jika dia pergi nanti, Jesper kakaknya akan sendiri tanpa siapa pun.

Mengingat Jesper yang sudah berusia 31 tahun namun masih juga belum menikah. Entah kenapa dia memilih sendiri, namun itu membuat hati Jenni saat ini takut untuk melangkah pergi.

Lola yang melihat ekspresi wajah Jenni itu mengerti apa yang di rasakan oleh majikanya satu ini. "Nona, keputusan semua ada di tangan Anda, jika Nona memilih tinggal maka Nona harus mau menikah dengan Tuan David, karena bukankah Anda tau Nona jika Tuan Jesper tidak akan pernah mau membatalkanya." imbuh Lola yang membuat Jenni semakin merasakan dilema saat ini.

Dengan memjamkan matanya perlahan, Jenni akhirnya meyakinkan dirinya untuk melangkah pergi dari Mansion meninggalkan kakaknya seorang diri.

"Selamat tinggal Kakak, aku mencintaimu." Gumamnya dalam hati sambil menatap Mansion itu dari luar.

Lalu detik kemudian dia mengikuti langkah dari Lola untuk memasuki sebuah Taxi yang akan mengantarkan mereka ke Josep Tarradellas Barcelona–El Prat Airport untuk melakukan penerbangan ke Italia, sebagai negara baru mereka untuk memulai kehidupan.

Jenni lagi-lagi menarik nafasnya dalam-dalam, sembil menatap ke arah jalan raya dari jendela taxi itu. "Tuhan, lindunginlah kakak ku selalu, dia baik Tuhan, hanya saja dia sedikit keras kepala untuk menuruti keingananku. Jangan sakiti dia Tuhan, jangan hukum dia, kakak hanya mencoba menjadi orang tua yang baik untuk ku. Kali ini aku akan pergi sementara, bukan untuk selamanya. Jika kakak sudah menolaknya, maka aku akan kembali." gumamnya dalam hati dengan rasa sakit yang mengahampirinya.

Hingga tidak terasa air matanya jatuh mengingat masa kecilnya yang bahagia bersama dengan kakaknya tanpa orang tua yang menemaninya.

"Maafkan Jenni kak, tapi Jenni harus melakukan ini, hiskk,," tangisnya dengan pelan menatap jalan dengan pandangan tang kosong.

Lola yang melihat Jenni kembali menangis itu, hanya mampu menguatkan dan mengusap pundak Jenni dengan pelan. "Kita berdoa saja, semuanya kan baik-baik saja nanti. Percayalah Tuhan akan melindungi Tuan Jesper, walaupun kita jauh darinya nanti." Seru Lola dengan lembut, memberikan kekuatan pada Majikan yang saat ini sudah seperti adik dan sahabatnya itu.

Jenni membalas tatapan Lola dengan tersenyum di dalam tangisnya, "terima kasih ya Lola, kamu sudah mau menemaniku hingga saat ini, aku gak tau jika kamu gak ada bagaimana nasibku nantinya," tangisnya semakin pecah ketika dia membawa Lola ke dalam pelukanya.

"Sama-sama, mulai sekarang kita akan bersama untuk menghadapi kerasnya hidup di luar sana Oke, kamu jangan cengeng." Lirihnya pelan menepuk lembut punggu Jenni yang terlihat lemah saat ini.

"Itu pasti," jawab Jenni dengan penuh keyakinan, bahwa langkahnya ini tidak akan salah.

**To be continue. **

Jangan lupa Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya😘😘

Terima kasih🙏🏻🙏🏻

Follow IG Author @Andrieta_Rendra

Chapter 2

🌹 **Happy Reading **🌹

Setelah melakukan perjalanan yang cukup melelahka, Saat ini Jennifer dan Lola sudah berada di Italia, " Nona, ayo sekarang kita ke apartemen yang sudah Lola sediakan sebelumnya.

Jenni membalasnya dengan sebuah senyuman indah. "Ayo La, aku juga udah capek banget nih," sahutnya yang kini sudah sangat merasakan lelah yang hakiki.

Dengan segera Lola mencari sebuah taxi yang akan mengantar mereka ke apartemen yang sudah di beli sebelumnya. "Ke jalan Sssss ya pak," seru Lola dengan berani.

Bahkan Jenni saja sampai memandang kagum ke arah Lola yang begitu beraninya menyapa dan berhadapan dengan orang-orang baru, tidak sepertinya yang masih saja merasakan takut tidak beralasan.

Karna sedari kecil kehidupanya selalu di bayang-bayangi oleh ke posesifan kakaknya itu.

"Lola," panggilnya pelan pada sahabatnya itu yang sedang memejamkan matanya saat ini.

"Iya Non," Sahut Lola yang mendengar majikanya memanggil namanya itu.

Jenni mendadak kesal karna mendengar temannya itu masih saja memanggilnya dengan Nona. "Lola, aku gak mau berteman lagi sama kamu, jika kamu masih memanggilku dengan Nona," ancamnya yang langsung mendapatkan sebuah pelukan hangat dari sahabatnya itu.

Dengan merengkuh tubuh sahabatnnya itu, Lola tersenyum bahagia. "Jangan gitu dony No, eh salah Jenni, nanti kamu akan kehilangan loh kalo aku gak di sini bersama dengan kamu." jawab Lola dengan terkekeh.

Namun Jenni merasakan gejolak lain di hatinya, dia marasakan jika akan ada suatu bahaya yang sangat-sangat berbahaya saat ini.

Entah mungkin hanya perasaanya saja, atau bagaimana dia juga tidak mengerti cara mengekspresikanya.

"Ya ampun, iya-iya aku gak akan ngomong gitu lagi deh, kamu kan sangat berharga bagiku, jadi mana mungkin aku berani ninggalin kamu." Sahut Jenni yang niatanya tadi hanya bercanda kini merasakan aneh sendiri pada jantungnya. "Semoga ini hanya perasaanku saja," gumamnya dalam hati, dengan perasaan was-was.

Dan tak lama kemudian taxi itu kini berhenti di sebuah bangunan besar apartemen yang cukup mewah, "ayo Jen," ajak Lola yang saat ini tengah menarik tangan Jenni agar berjalan lebih cepat, karna mereka harus menyebrang di sebuah jalan yang ramai.

"Iya-iya sabar dong, ini juga udah cepat," Balasnya dengan memperbaiki barang-barangnya yang saat ini sedikit berantakan.

Bahkan dia tidak menyadari jika saat ini dia tengah berada di tengah jalan, hingga dia menjatuhkan ponselnya, dan melepaskan gengaman tangan Lola yang menariknya, "tunggu Lola, ponsel aku." Ucapnya kembali ke tengau jalan di saat menyadari ponselnya terjatuh.

Lola yang melihat Jenni dengan berani melepaskan tanganya dan belari ke tengah jalan itu langsung berteriak ketakutan, pasalnya Jenni belum pernah menyebrang sendiri tanpa bantuan orang lain. "Jennifer," teriaknya ketika melihat sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju ke arah Jenni yang saat ini tengah berlutut dan terkejut melihat mobil yang datang.

Hingga dengan cepat Lola mendorong tubuh Jenni ke pinggir dan membiarkan dirinya ke tabrak mobil itu.

"Aaaaaaarrrgggghhhhh," teriak Lola dengan kencang.

Buggghhhhhhh mobil itu menghantamnya dengan sangat keras hingga dirinya sempat terpental beberapa Centi menter.

Sedangkan Jennifer sudah duluan pingsan karna kepalanya yang terebetur trotoar jalan hingga mengeluarkan darah segar dari kepalanya itu.

Orang yang menabrak Lola, saat ini segera keluar dari mobilnya untuk mengecek keadaan mereka. "Bagaimana keadaan mereka?" tanyanya seseorang itu dengan dingin.

"Masih hidup Lord, apa kita harus segera membawa mereka ke rumah?" tanya Asisten pribadinya yang merasa bersalah, karna dirinya lah yang menabrak wanita ini.

"Bawa mereka ke rumah sakit sekarang!" Perintah pria itu tegas menandakan bahwa dia bukalah seorang pria yang lari dari tanggung jawabnya.

"Baik Lord," jawab Robert Asisten Arvan.

Ya, pria itu bernama Arvan Varizal Manopo, yang merupakan pengusaha terkaya di Dunia sekaligus penguasa kerajaan bisnis Dunia.

Siapa yang tidak mengenalinya, pria yang berusia 30 tahun ini, adalah seorang pria yang sangat sukses dengan segala kemurahan hatinya.

Selama perjalanan, Arvan tak henti-hentinya memandang ke arah wajah Jenni, senyum tipis muncul dari sudut bibirnya. "Menarik." Gumamnya dalam hati.

Sesampainya di Rumah Sakit dengan cepat Robert langsung memanggil seluruh staf rumah sakit yang merupakan milik tuanya itu.

"Cepat selamatkan kedua nyawa ini! Jika tidak nyawa kalian yang akan menggantikanya." Ancamanya yang paling berbahaya.

Dengan meneguk salivanya kasar, para staf rumah sakit itu meangguk patuj akan perintah Robert yang merupakan tangan kanan dari Arvan itu.

Dan setelah itu, para staf membawa kedua korban itu ke dalam ruangan yang berbeda.

Robert yang mengikuti dan menunggu korban Lola, sedangkan Arvan dengan santai menunggu Jenni yang saat ini sudah selesai di tangani.

Karna memang lukanya hanyalah luka kecil, sehingga dirinya hanya perlu mendapatkan sedikit obeservasi saja.

"Eeengguhhh," leguhanya yang menandakan jika dia sudah sadar dari pingsanya.

Arvan yang melihat wanita itu sudah sadar, kini mendekat ke arahnya. "Aku di mana?" Tanyanya bingung, namun belum menyadari sosok pria yang berada satu ruangan denganya.

Bahkan Arvan sampai menaikan alisnya sebelah, melihat wanita yang sama sekali tidak menganggap keberadaanya.

Di saat Arvan ingin membuka suaranya, Jenni teringat akan sesuatu dan segera berlari keluar ruangan. "Lola,,kamu dimana hisk,,hikss Lola," tangisnya ketika mengingat sahabatnya yang tertabrak tadi menggantikan dirinya.

Dia berlari ke menuju bagian administrasi mencari data korban kecelakaan tadi. "Permisi sus, tadi ada korban kecelakaan tadi di bawa kemana?" Tanyanya langsung to the point dengan tangisan yang sudah tak mampi terbendung lagi.

Bahkan dia sama sekali tidak menyadari jika sedari tadi Arvan mengikutinya.

"Dia masih berada di ruangan ICU Nona, di sebelah sana," tunjuk suster itu, menunjuka ruangan tempat Lola berada.

Dengan segera Jenni langsung berlari ke arah ruangan itu, dia ingin segera mengetahui bagaimana keadaan dari sahabatnya itu.

"Lolaaaa,, hisskk,,hiskk, Lola," tangisnya berdiri di depan pintu ruangan itu sambil menggedor-gedornya.

Beruntung pemilik rumah sakit tengah bersama denganya saat ini, jadi beberapa staf yang lewat hanya membiarkanya saja tanpa berani menegurnya.

Bahkan Robert sampai memberikan sebuah kode kepada Arvan untuk menunggu perintah selanjutnya, namun Arvan hanya memberikan Kode agar Robert tidak melakukak apa pun untuk saat ini.

Cklllleekkkk. Pintu ruangan itu terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang di yakini sebagai Dokternya keluar dari ruanganya itu.

"Dok,,dok bagaimana keadaan teman saya Dok?" Hiskk,,hisk dia baik-baik saja kan Dok, dia baik kan," ucapnya penuh harapan, berharap jika Lola baik-baik saja saat ini.

Namun Dokter itu tidak menjawab pertanyaan Jenni, Dokter wanita itu malah terdiam tanpa berani membuka suaranya.

Jenni yang merasa tidak mendapatkan respon jawaban dari Dokter itu, kini memaksa menerobos masuk untuk melihat keadaan sahabatnya itu.

Tapi langkahnya terhenti karna Robert menarik tangan Jenni untuk menghentikanya. "Tenangkan dirimu Nona, biarkan Dokter menjawabnya terlebih dahulu." seru Robert dengan tenang.

**To be continue. **

Jangan lupa Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya😘😘

Terima kasih🙏🏻🙏🏻

Follow IG Author @Andrieta_Rendra

Chapter 3

🌹 **Happy Reading **🌹

Plaaakkkk dengan berani Jenni menampar Robert tanpa ragu.

"Tenang, anda bilang tenang Tuan? Apakah anda Bodoh ha?" bentaknya yang benar-benar tidak terima jika pria asing di depanya ini mengatur dirinya dengan se enaknya saja.

Robert terdiam dengan memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan wanita ini.

"Jika yang di dalam sana adalah Sahabat yang telah memberikan kehidupanya kepada Anda apakah Anda akan bisa tenang ha," teriaknya lagi tepat di hadapan wajah Robert.

Namun dia masih belum menyadari sosok Arvan yang tengah tersenyum tipis melihat sikap dari wanita ini, tidak ada satupun orang yang berani menyentuh Robert, namun dia dengan berani malah menamparnya.

Beruntung Robert masih bisa menahan amarahnya saat ini, jika tidak maka habislah wanita asing ini sekarang.

Mengingat bahwa memang Robertlah yang bersalah, itulah sebebanya dia masih memberikan sebuah toleransi kepada Jenni.

Dokter wanita itu yang melihat keadaan sudah tidak terkendali, kini mulai memberanikan diri membuka suaranya.

"Nona, teman anda mengalami pecahanya pembuluh darah yang berada di kepalanya, dan itu menyebabkan sebuah pembengkaka otak yang sangat serius, kami harus segera mengoperasinya nona." Ungkap Dokter itu, menjelaskan tentang bagaimana keadaan Lola saat ini.

Deeeeggg bagaikan mimpi di siang bolong, rasanya seperti di hujani seribu petir yang sangat berbahaya.

"Oooperasi Dok?" Tanyanya meyakinkan lagi jika Dokter itu tidak salah dalam mengatakan hal ini.

Dan Dokter itu kembali menganggukan kepalannya pelan, dia tau apa yang sedang di rasakan oleh Jenni saat ini.

Bugghhhhhh Jenni terduduk lemas, tidak tau mau berkata apa lagi, "ini semua salahku, ya Tuhan apa yang harus ku lakukan, mengapa Lola, kenapa bukan aku Hisk,,hiskk," lirihnya merasakan tangisnya yang tak berujung.

Dia bingung apa yang harus dia lakukan saat ini, di negara baru seperti ini dimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk membayar operasi Lola, "Dokter, berapa banyak biayanya Dok?"tanyanya pelan, karna ragu mendengar nominal yang akan di sebutkan nanti.

"Soal biaya, saya tidak mengetahuinya Nona, anda boleh menanyakanya ke bagian administrasi." Timpal Dokter itu lagi.

Membuat Jenni terdiam seketika, dia tau pasti biaya yang di butuhkan akan sangat-sangat besar.

Karna tak mendapatkan respon pertanyaan lagi, Dokter itu berpamitan karna harus menangani pasien yang lainya.

Jenni yang menyadari kepergian Dokter itu kini melangkah masuk ke dalam ruangan ICU itu untuk melihat keadaan sahabatnya.

"Lola," panggilanya pelan ketika melihat wanita yang kuat seperti Lola, kini harus terbaring lemah dengan seluruh alat yang menopang kehidupanya.

"Hissk,,hisskk, Lola," panggilnya lagi dengan air mata yang tidak berhenti.

"Lola,,hisskk, bangunn,,bangun! Kamu jangan seperti ini,, kalo kamu seperti ini, bagaimana aku hidup di negara orang ini sendiri,, kamu janji akan menemani ku dalam keadaan apa pun, tapi kenapa kamu tidur,huee,,hisskk, jangan seperti ini ku mohon Lola, jangan seperti ini." ucapnya frustasi, dia bingung harus berbuat apa saat ini. Dia tidak memiliki uang sama sekali untuk menolong sahabatnya itu.

"Tolong kasih tau aku Lola, bagaimana caranya aku mendapatkan uang saat ini? Lola aku gak tau mau dapat uang di mana? Hiskk,,hisskk kamu jangan membuatku seperti orang gila Lola, please bangun,, kita cari uang sama-sama, kita berjuang hidup sama-sama kan janjinya kemarin, jadi aku mohon bangunn,, bangunnn," teriaknya sambil mengguncang-guncang tubuh Lola yang sama sekali tidak meresponya.

Jenni yang sudah tidak tahan lagi melihat kondisi sahabatnya itu, kini memilih berlari keluar untuk menenangkan dirinya, dan memilih duduk di taman rumah sakit itu. "Hissk,,hiskk, aku harus apa Tuhan,, aku harus apa," lirihnya pelan tanpa tau apa yang harus di lakukan saat ini.

Arvan yang sedari tadi melihat sikap dan prilaku wanita ini akhirnya memilih untuk menjalankan rencanya. Dia berjalan menghampiri Jenni yang saat ini sedang menangis. "Aku bisa membantumu keluar dari masalah ini," serunya tiba-tiba, yang sontak mengejutkan Jenni.

"Siapa anda?" tanyanya ketus sambil mengusap air matanya dengan menggunakan lenganya.

Arvan tersenyum sinis mendengar nada dingin dari wanita di hadapanya ini. Lalu detik kemudian dia mengulurkan tanganya untuk berkenalan.

"Aku Arvan," balasnya memperkenalkan dirinya.

Jenni yang melihat juluran tangan Arvan itu merasakan ragu untuk menjabatnya kemabali, hingga membuat Arvan kesal karna menunggu terlalu lama. "Tenang aku bukan orang jahat, aku hanya akan memberikanmu sebuah penawaran yang sangat menarik, yaitu simbosismutualisme," lirihnya pelan menatap serius ke arah Jenni.

"Siapa nama kamu?" tanyanya lagi, karna tidak mendapatka respon apa pun dari wanita ini.

"Jennifer," jawabnya dengan ragu.

Arvan langsung mengingat nama itu dengan baik, "Jennifer, so jadi sekarang kamu sedang membutuhkan uang untuk membayar biaya Operasi Sahabat kamu itu?"Tanyanya kembali, yang hanya mendapatkan jawaban dengan anggukan singkat dari Jenni.

Arvan menghembuskan nafasnya kasar, karna baru kali ini dia bicara dengan wanita yang sama sekali tidak ingin merseponya, padahal di luar sana begitu banyak wanita yang sangat ingin mendapatkan senyumanya saja harus rela mengantri, ini bahkan di ajak bicara saja seperti sangat susah sekali mengeluarkan suaranya. Benar-benar menarik menurutnya.

"Lalu apa yang mau kamu lakukan untuk mendapatkan uang itu," Lagi-lagi Arvan bertanya pada Jenni yang kini malah mengalihkan pandangnya ke depan dengan tatapan kosong.

"Apa pun itu, bahkan nyawaku sendiri akan aku korban kan jika perlu." balasnya dengan penuh keyakinan, yang semakin membuat Arvan tertarik ke dalam jeratanya.

"Aku akan membantu mu dengan sebuah syarat," Ujarnya mulai memberikan sebuah penawaran yang menguntungkan.

Jenni langsung menoleh dan menatap ke arah Arvan dengan pandangan meneliti, "apa yang sebenarnya anda inginkan Tuan?" tanya Jenni yang sepertinya sudah mengerti jika Arvan saat ini tidak mungkin memberikan sebuah bantun dengan cuma-cuma.

"Good Girl, ternyata kamu begitu pintar untuk memahami maksudku," balas Arvan dengan tersenyum puas, karna ternyata wanita ini bukanlah wanita bodoh yang tidak memiliki pendidikanya.

Jenni benar-benar malas meladeni pria asing ini, bukan saatnya untuk mengobrol santai pada saat, pria ini benar-benar sudah mengambil waktu berharganya.

"Cukup Tuan, jika sudah tidak ada kepentingan lagi, maka saya pamit. Masih banyak hal penting lebih berguna yang harus saya kerjakan di bandingkan saya harus mengobrol dengan Anda saat ini. Saya permisi." Pamitnya dengan wajah yang sangat-sangat tidak bersahabat.

"Aku bisa saja memerintahkan kepada seluruh staf untuk mencabut seluruh alat bantu oeranafasan teman kamu itu, jika kamu tidak mau menurutiku saat ini," ancamnya penuh dengan senyuman penuh kemenangan karna melihat Jenni yang kembali duduk ke tempat semula.

"Apa yang anda inginkan sebenenarnya Tuan," tanyanya sekali lagi, yang muak melihat pria asing di hadapanya ini.

**To be continue. **

Jangan lupa Like,Komen,Hadiah,Dukungan dan Votenya ya semua para pembaca yang terhormat, biar Mimin lebih rajin lagi Updatenya😘😘

Terima kasih🙏🏻🙏🏻

Follow IG Author @Andrieta_Rendra

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!