"mbak Mei, semua sudah siap, sudah bisa di buka warungnya?" kata Yuni
"iya buka dong, aku mau lanjutin masak lauk dulu, kalian buka warung dan jaga ya," kata Wulan yang tersenyum dari dapur
dia sedang membuat telur dadar sayur dan lauk daging empal yang sangat di sukai pelanggan nasi pecel miliknya.
tak lama para pelanggan mulai berdatangan, dan warung sangat laris saat sarapan seperti ini.
Mei ke depan membawa lauk untuk sekalian membantu kedua karyawannya.
Yuni dan Wenda, dua gadis yang sudah dua tahun ini menemani Meidina menjalankan warung nasi miliknya.
meski warung sederhana yang di buka di depan rumah warisan kakek dan neneknya.
tapi warung itu sangat ramai karena suasana asri di tempat itu menambah kesan rumahan, "mbak Mei makin cantik saja, boleh dong kalau mau jadi Suaminya," kata seorang pemuda yang terkenal baik di desanya itu.
"mas Adit bisa saja, orang banyak yang menyukai kenapa mengatakan pada saya," jawab Mei tersenyum sopan.
"karena aku berencana ingin menggemukan badan setelah menikah, dan memiliki istri pintar masak itu kan enak," kata pria itu tertawa.
"mas Adit seperti tak ada orang lain saja," jawab Mei
ya siapa yang tak kenal pemilik warung "bismillah" itu, meski penampilan Meidina yang cantik dengan kulit sawo matang.
tapi dia memiliki sedikit kekurangan, dia memiliki cacat di bagian kaki kanannya, yang membuatnya tak bisa berjalan normal.
ya dia waktu kecil pernah mengalami kecelakaan besar, dan setelah itu dia tinggal bersama kakek neneknya hingga keduanya sudah berpulang.
"aduh mas Adit ini, padahal ada Yuni dan Wenda loh disini, tapi yang kelihatan cuma mbak Mei saja," kata Yuni tertawa.
"aduh kalian berdua mah tukang Gonta ganti cowok," jawab pria itu
dari kejauhan tampak ada seseorang yang memperhatikan warung itu.
"bos dia disana," kata salah satu pria yang duduk di samping kursi pengemudi mobil itu.
"si brengsek itu hidup enak sepertinya, dan meninggalkan masalah besar untuk kita, bereskan," perintah pria itu.
"tapi bos, sepertinya tunggu dulu, sebaiknya jangan di warung itu, kasihan bos yang punya orangnya tak sempurna," kata salah satu anak buahnya.
tapi tanpa bicara, pria yang di panggil bos itu keluar sambil memakai penutup wajah.
"hei bangsat!!" bentaknya.
Adit menoleh dan berusaha lari, tapi dia tak bisa, dia langsung di banting ke atas Meja kayu itu hingga hancur.
"AAAA!!!" teriak ketiga wanita itu.
banyak warga yang menonton, mereka juga tak berani menolong karena Adit yang terkenal pintar berkelahi saja kalah.
Adit sudah muntah darah, tapi pria itu tak berhenti, tanpa di duga Mei yang melihat itu ingin menolong pelanggannya yang bisa mati.
dia mengambil air yang ada di tong yang di gunakan untuk mencuci piring.
dia menguyur pria itu dengan air kotor yang bercampur dengan semuanya.
"lepaskan!!" teriak Mei tak kenal takut.
pria itu melihat Mei yang masih memegang tong air itu, "dasar wanita sialan, kamu mau mati!!"
pria itu ingin mencekik Mei saat Adit memeluk kaki pria itu, "maafkan saya bos, saya tau saya salah tapi tolong jangan melukainya,"
tanpa di duga, dia di tendang dengan keras, pria itu menonjok tiang di samping Mei dengan keras.
hingga membuat tiang itu retak, "seharusnya kamu jangan ikut campur,"
pria itu menatap mata gadis itu yang tidak terlihat ketakutan sedikit pun, dia pun langsung menyeret Adit dan membawanya masuk kedalam mobil.
Mei terduduk lemas, bagaimana bisa ada orang yang sekejam itu, para warga pun menolong Mei.
warung wanita itu sudah hancur berantakan, "mbak Mei tak apa-apa, kok ya ada orang sekejam itu,"
"memang mbak Mei tak tau jika Adit itu menjadi incaran beberapa geng akhir-akhir ini," kata seorang Pamong desa yang menyaksikan semuanya.
"saya tak tau pak, saya hanya ingin membantunya, karena dia pelanggan saya," saut Mei.
"mbak sekarang gimana, meja sudah hancur, dan beberapa piring pecah juga," kata Yuni yang terlihat sangat ketakutan.
bahkan Wenda juga sama seperti Yuni, "kita libur dulu, dan besok kita tetap jualan jika kalian tak enak badan bisa libur, biar saya yang jualan sendiri, karena kita kemungkinan untuk sementara tak bisa menyediakan tempat ketika pembeli makan di sini,"
"iya mbak, terus semua nasi dan lauknya gimana mbak, sudah terlanjur di masak banyak," kata Yuni yang merasa sayang.
"sudah, kalian bisa pulang duluan," kata Mei yang tersenyum ke arah kedua orang itu.
keduanya pulang ke rumah masing-masing setelah membantu membersihkan semua kekacauan itu.
"sepertinya hari ini rezeki saudara-saudara ku yang tidak mampu." kata Mei yang tak kenal membuang makanan.
dia langsung membungkus dagangannya yang sudah siap tadi, sekitar jadi empat puluh lima bungkus nasi.
dia pun membawanya dengan motor dan membagikannya pada orang-orang yang bekerja di jalan.
dia selalu di ajari untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan.
terlebih semua harta yang di tinggalkan sang kakek juga cukup banyak.
sedang di sebuah gudang terbengkalai, pemuda yang tadi sudah tak berdaya.
kini sedang di ikat di sebuah tiang, bahkan pemuda itu di guyur dengan air dingin.
"kamu sudah sadar sialan," kata pria bertato yang sudah duduk di depannya dengan tatapan dingin.
pria itu tak mengira jika usaha miliknya hampir hancur karena anak buahnya itu.
"maafkan aku bos, seharusnya aku aku tak menjebak mu," kata Adit yang sudah merasakan tubuhnya yang hancur.
"aku tak mau mendengarkan ucapan omong kosong mu, dimana barang itu?" tanya pria itu.
"aku sudah menjualnya,dan uangnya aku gunakan untuk membantu warga desa," jawab Adit.
"brengsek, beraninya kamu Adit!!" bentak sosok pria itu.
Adit terlihat sudah tidak berdaya, "sudah, sekarang begini saja ambil semua harta yang Adit miliki, jika perlu jual kedua adiknya untuk mengantikan barang itu,"
"tolong jangan bos, aku akan menggantinya, tapi jangan sentuh kedua adikku," mohon pria itu
"aku hanya ingin uang ku kembali jadi aku tak perduli."
pria itu memberikan kode untuk semua anak buahnya melakukan perintahnya.
"bos mau kemana?"
"aku akan pergi, kalian lakukan tugas masing-masing, ingat bagaimana pun aku ingin jika dia mengembalikan uang ku,"
"baiklah bos, kami mengerti," jawab topan.
pria itu mengendarai motor miliknya, dia kembali ke warung makan tadi, dia menaruh sebuah kotak yang berukuran sebesar batu bata di rak sepatu.
setelah itu dia pun pergi saat memastikan semuanya aman, tapi saat ingin meninggalkan rumah itu, dia melihat gadis itu baru pulang.
jadi dia mengurungkan niatnya, dan melihat apa gadis itu menemukan kardus yang dia tinggalkan.
ternyata gadis itu tau dan mengambilnya, setelah itu dia pun membawanya masuk kedalam rumah.
"syukurlah, setidaknya itu bisa membantunya untuk berjualan dan membeli barang yang tidak karena ku tadi," gumamnya.
Deni, Lukman, Iwan dan Fery datang ke rumah Adit yang ada di desa itu, mereka tak menemukan apapun kecuali uang sisa penjualan nark*** yang di simpan di sebuah koper di atas lemari.
Deni mengambil foto yang ada di dinding, "ada dua tugas lagi," kata Deni menunjukkan foto di tangannya.
"baiklah, ayo kita jemput mereka," kata Iwan menyeringai.
mereka pun berangkat menuju ke sekolah menegak kejuruan di kota, ternyata dari pengintaian selama ini.
kedua adik dari Adit itu tak akan pulang selama Adit belum menjemput mereka.
terlihat dua orang gadis sedang duduk di halte sebuah bus, kelima orang itu langsung turun dan meringkus kedua gadis itu dan membiusnya.
"hei kalian penculik," kata beberapa orang yang ingin menolong.
tapi mereka malah di tembak tanpa pandang bulu, mobil Jeep itu langsung pergi.
ada yang memfoto plat nomor mobil itu tapi percuma orang itu plat nomor palsu.
mereka sampai di sebuah rumah bordil, seorang wanita tersenyum melihat dua gadis yang di bawa oleh anak buah bos besar.
"kalian mau menjualnya berapa?"
"tanya sama bos besar sendiri, tentu kamu tau harga yang pantas," kata Deni santai.
wanita itu sudah langsung menelpon dan memberikan harga yang sangat fantastis karena kedua gadis itu sangat cantik.
sedang Adit sudah di gantung terbalik, pria itu sudah babak belur hancur di tangan pria kejam itu
"salah mu sendiri, berani mengusik ku, sebelum mati ingat nama ini ya pria sialan, Javis Priyambudi," kata Javis menyeringai.
dia mengambil pistol miliknya dan langsung membunuhnya seketika, "mampus kau,"
pria itu bersiul dan langsung pergi begitu saja, dan itu akan di bereskan oleh anak buahnya.
Javis memutuskan untuk pulang, dia tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana, bahkan mungkin orang tak akan menyangka jika di dalam rumah itu ada banyak uang dan perhiasan.
ya para warga hanya tau jika itu adalah rumah bekas kepala desa yang kini di tinggali oleh putra tunggalnya.
Javis Priyambudi, seorang pria yang di kenal sangat baik dan ramah, menyimpan sejuta kejutan di balik wajahnya.
dan keenam orang yang tinggal bersamanya juga bukan orang sembarangan yang bisa di ganggu.
mereka di kenal sebagai anak buah Jarvis yang sangat setia, rumah bergaya Jawa joglo lama itu memiliki kamar banyak itulah kenapa dia tak masalah.
dia memilih mandi untuk membersihkan semua darah yang menempel pada tubuhnya.
setelah mandi, Jarvis duduk di teras rumah sambil menikmati kopi dan rokok.
perpaduan yang sangat serasi, pria itu duduk santai, menikmati angin sore.
beberapa warga lewat, "selamat sore mas, aduh kebetulan ada di rumah," kata dua pemuda yang datang membawa map berwarna merah.
"sore, ada apa ini, kok sepertinya ada yang penting?" tanya Javis tersenyum.
"ini mas Javis, Tarang taruna di sini akan mengadakan acara tujuh belas Agustus, kamu butuh dana cukup besar, jadi kami memutuskan berkeliling mencari donatur," kata salah satu pemuda.
"jadi..."
"ya jika mas Jarvis berkenan boleh menyumbang tak perlu banyak-banyak mas, seikhlasnya saja," jawab pemuda yang lain.
"kalian amanah tidak?" tanya Javis tersenyum mencari dompetnya.
"insyaallah kami amanah mas, karena kami menulis semua hasil donasi yang di berikan," kata kedua pemuda itu yang membuat Javis terkekeh.
kedua pemuda itu kaget saat Javis membuka dompetnya, pasalnya dompet pria itu begitu tebal dan banyak uang pecahan seratus ribu.
padahal habis ini bekerja sebagai tengkulak dan petani biasa, tapi kekayaan yang di miliki kadang di luar nalar.
pria itu memberikan Lina ratus ribu untuk acara desa itu, di tahun dua ribuan uang sebanyak itu bisa membeli hadiah yang cukup banyak untuk acara panjat pinang.
"kebetulan sekali, aku mau tau lomba panjat pinang akan di adakan dimana, dan lomba yang lainnya juga?" tanya Javis.
"lomba akan di lakukan di lapangan desa, dan untuk beberapa lomba di adakan di sungai besar di sampingnya.
"menang ada lomba lain?"
"iya dong mas, seperti gepuk bantal di adakan di atas sungai," kata salah satu pemuda.
"ya sudah nanti kita lihat saja, apa aku bisa ikut lomba, karena seperti yang kalian tau kegiatan ku banyak,"
"ya sebisa mungkin di sempatkan ya mas, ada nasi pecel dan Bali mbak Meidina loh, gratis lagi karena mbak Mei yang menjamin semua konsumsi untuk panitia," kata salah satu pemuda
"bener itu mas, jadi jangan terlewat ya," mereka pun pamit.
Javis bingung kenapa semua orang begitu suka makan di warung gadis itu.
"aku jadi penasaran dengan wanita itu," gumam Javis.
tak lama rombongan dari ketiga truk itu datang, mereka juga sudah menaruh semu jagung yang baru di kulak di gudang untuk di jemur.
"semuanya beres?"
"tentu bos, uangnya akan say taruh di tempat biasa, dan nanti bos bisa hitung," kata Deni.
"baiklah, senang berbisnis dengan mami Citra," kata Javis.
semua anak buahnya masuk kedalam rumah, begitupun dengan dirinya.
setelah menghitung uang, dia akan ke bank di untuk menyimpan semua uang, setelah membaginya dengan rata.
"bos sepertinya anda butuh istri deh, jika tidak rumah ini benar-benar bisa hancur di tangan kita deh," kata Iwan.
"siapa wanita yang pantas untuk bis kota, tak semudah itu mencari wanita yang bisa menjadi Bu bos," kata Deni.
"sudahlah, sebelum diriku, lebih baik kalian duluan saja," kata Javis tertawa.
"maaf deh bos, aku mundur karena aku ingin pensiun saat punya keluarga, apa itu berlebihan bos," tanya pria itu
"tentu saja tidak, akan juga ingin hidup seperti orang normal, dan semakin kesini, kita semakin terpojok karena beberapa polisi mulai curiga?"
"ya bos benar, sebaiknya kita berhenti sebentar untuk menunggu suasana reda, setelah apa yang terjadi kemarin," kata Lukman.
"baiklah kita sepakat,"
Javis melihat beberapa barang di rumah, ternyata mie instans kesukaannya dan telur habis.
"ya Tuhan, kenapa malah habis segala, padahal aku mau buat mie instan," gumamnya.
dia pun mengambil kunci motor Mega pro yang sudah dia miliki dari lama.
dia pun menuju ke toko kelontong yang masih buka, tapi saat dia lewat di tuwangan sawah.
ada beberapa orang yang sedang melakukan begal pada seorang wanita.
dia berhenti dan langsung mendekat ke arah gadis itu, "sayang, kenapa kamu tak menungguku, padahal aku tadi ingin mengantar mu,"
bahkan Javis langsung merangkul gadis itu, tapi tanpa di duga saat gadis itu menoleh membuat Javis kaget.
"sayang kamu terluka," kagetnya melihat wajah Mei yang terluka.
"siapa yang melukainya," marah Javis.
"hentikan, biarkan mereka, mungkin mereka membutuhkan uang," kata Mei menahan Javis yang terlihat marah.
bahkan Mei merasakan remasan di bahunya yang semakin erat, karena pria itu marah.
"jawab!!" bentak Javis yang membuat para pria itu ketakutan.
bahkan gadis di rangkulannya itu juga kaget, "hentikan, mungkin mereka sedang butuh uang,"
"butuh uang untuk keluarganya tak masalah, tapi mereka itu tukang mabuk, pasti uangnya di gunakan untuk mabuk dan main perempuan," kata Javis.
"aduh kebanyakan bacot!!"
salah seorang pria itu ingin menyerang Javis dengan clurit yang dia bawa.
tapi habis menahan tangan pria itu dan memutarnya dengan mudah, bahkan mei bisa dengar suara tulang patah yang begitu membuat ngilu.
"argh.... sakit!!" teriak pria itu kesakitan.
bahkan kini tangannya sudah tak bisa di gerakan dan seperti tak ada daya sama sekali.
melihat temannya seperti itu, membuat salah satu temannya ikut ketakutan dan lari meninggalkan temannya itu.
"hei goblok, ajak teman mu," bentak Javis.
pria itu kembali dan langsung menarik temannya itu pergi, mereka tak menyangka niat hati ingin membegal orang, malah mereka yang di hajar habis.
"maaf ya nona, aku harus berpura-pura menjadi suamimu,"
"terima kasih," kata Mei yang sedikit sedih.
"apa sakit, lagi pula anda mau kemana ini sudah malam nona," kata Javis melihat dan mengusap sudut bibir wanita itu.
"saya mau beli telur, dan terima kasih sudah menolong ku, dan masnya mau kemana?"
"sama, aku mau ke tempat toko yang ada di ujung desa, kalau begitu mari saya antar, kita sekalian saja," ajak Javis.
Mei pun mengangguk, mereka berdua pun saling beriringan menuju ke toko kelontong yang sangat besar itu.
beruntung saat mereka sampai, masih belum tutup, "loh mbak Mei kok bisa bareng sama mas Javis, jangan-jangan kalian pacaran ya," kata pak Eko pemilik toko kelontong itu.
"ya gak papa dong pak, selama mereka sama-sama sendiri, bener gak mbak Mei," kata Bu Eko.
"tidak ada yang mau dengan gadis cacat yang yatim-piatu seperti saya Bu, mereka pasti jijik ya," kata Mei yang tersenyum mendengar candaan Bu Eko.
"jangan menghina dirimu sendiri mbak, kamu cantik di mata orang yang tepat," kata Javis.
"bener tuh mas Javis, tapi anda beli mie instan sebanyak itu?" kaget pak Eko.
pasalnya Javis mengambil empat kardus mie instan, "mas tak baik terlalu banyak makan mie instan loh," kata Mei melihatnya.
"ya mau gimana lagi mbak, daya dan semua anak buah saya laki-laki sendiri yang sibuk, tak bisa memasak, jadi pilihan paling mudah, tenang saya pasti gunakan sayur dan telur juga," kata Javis.
"tetap saja, mau aku buatkan catering, nanti di antar sesuai pesanan," tawar Mei.
"apa itu tak merepotkan?"
"tentu saja tidak, saya pemilik warung makan di bawah pohon di desa ini, jadi sudah sering masak," kata Wulan terkekeh.
"bener tuh mas Javis, masakan mbak Mei itu enak," kata Bu Eko.
"baiklah, nanti saya rundingkan dulu dengan anak buah saya," jawab Javis.
akhirnya mereka selesai belanja, Javis membeli tiga kardus mie dan telur lima kilo.
sedang Mei membawa telur satu krat, Javis tak mengira meski Mei terlihat lemah.
tapi dia tetap wanita kuat, Javis tanpa sadar mengikuti Mei hingga sampai di rumah.
"loh mas Javis, tidak pulang," kata Mei bingung.
"aku ingin memastikan mbak selamat sampai rumah, aku bantu mengangkatnya ya," kata Javis.
Mei ingin menolak, tapi tak bisa karena pria itu sudah mengangkat krat telur itu.
dia membawa belanjaan yang lain, ada gula delapan kilo dan mie telur empat yang ukuran besar.
bahkan di dalam jok motor wanita itu ada penyedap dan lainnya, "mbak masak semua yang di jual sendiri,"
"iya mas, meski punya anak buah, tapi mereka hanya bagian melayani di depan," terang Mei.
"baiklah, mungkin besok saya akan memberi keputusan, kalau begitu saya pulang dulu ya mbak," pamit Javis.
"iya mas, sekali lagi terima kasih ya mas," kata Mei tersenyum.
akhirnya Javis pergi, dia pun mengendarai motornya cukup cepat, dan saat sampai di rumah.
ternyata sudah ada tukang nasi goreng nongkrong di depan rumahnya.
"aje gile, makan nasi goreng nih, gak nungguin?" katanya yang turun dari motor membawa telur kedalam rumah.
Deni langsung bergegas berdiri membawa mie instan itu ke dalam rumah
"di tungguin bos, kami sampai habis dua piring nih," kata Deni yang menaruh belanjaan itu.
"boleh deh tolong pesankan nasi mawut goreng dengan banyak cabe," kata Javis.
"iya bos," jawab Deni.
dia pun langsung memesan di depan, Javis besok akan mulai mengambil catering dari tempat Mei sepertinya.
karena kesehatannya dan seluruh anak buahnya juga penting, dia keluar ke depan dan menunggu.
"besok aku akan mulai mengambil catering dari warung tadi pagi, kalian bisa mengambilnya saat makan siang dan makan malam," kata Javis.
"tapi kalau sarapan bos?" tanya Iwan.
"kita kesana sekalian berangkat kerja, dan kita juga akan sering di sawah, dan beberapa ada yang harus di pabrik kerupuk dan tahu," perintah Javis.
"siap bos, jadi kami ngambilnya sesuai dengan tempat saja," kata pria itu.
"tapi kenapa tiba-tiba bos?" tanya Topan.
"kalian mau mati muda karena makan mie terus, dan masakan kamu juga memperpendek hidup kami, masih mau tanya huh," kata Lukman
"santai bos, aku cuma nanya," kata Topan.
"sudah, bayar gih atau ada yang mau nambah?" tanya Javis yang menikmati pesanannya
"bentar bos masih ada nasi goreng yang akan di tarung di ember, lumayan buat malam nanti nonton bola," kata Ferry.
"jos... doyan Madang Kabeh," kata Javis
setelah selesai, Javis memilih bekerja karena semua pembukuan miliknya sedikit acak-acakan.
setelah selesai bekerja, ternyata di luar masih terdengar suara anak buahnya yang sedang nobar.
Javis memilih tidur dari pada menganggu, karena dia tak suka menonton bola.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!