NovelToon NovelToon

DOSEN DUDA

DOSEN DUDA

"papa, Abel mau ikut ke sekolah."

Namanya Argantara, kalau di kampus yang lama biasanya dipanggang pak Arga.  Tapi kali ini Arga dapat tugas di kampus baru. Hari ini dia baru mau berangkat, tapi sang anak sudah merajuk ingin ikut. 

Ya, Arga bukannya masih bujang.  Dia sudah pernah menikah dengan sahabatnya sendiri, hingga memiliki anak, tapi istrinya meninggal ketika melahirkan Abel.  Namanya Keira. 

Arga baru saja selesai makan.  Dia makan dengan cepat karena dia tahu Abel akan seperti ini, hampir setiap pagi.   Tapi dia terlambat.  Abel sudah bangun dan lari ke ruang makan. Abel masih berusia lima tahu, menginjak enam. 

"Emm," Arga bingung mau menjawab apa.  Kalau tak dibolehkan, anak ini bisa menangis hampir seharian.  Nanti ujungnya sakit.  Arga tak tega. 

"Kan Abel belum mandi.  Baru bangun.  Nanti kalau ikut papa, mahasiswa yang diajar papa bau, gimana? Gak kasihan sama kakak-kakaknya?"

Arga menghela nafas lega.  Untung ada ibunya, neneknya Abel yang sangat membantu Arga untuk menjaga Abel.  Kalau tidak, dia tak tahu harus bagaimana.  Arga hanya tinggal dengan ibunya, ayahnya sudah lama meninggal.  Kakek dan nenek Abel dari istrinya ada di luar kota.  Kadang mereka sayang untuk menjenguk.  Arga juga mempekerjakan satu babysister untuk membantu ibunya mengurus Abel. 

"Iya tuh bener kata nenek.  Gimana hayo?" Arga menunduk dan mengusap pipi anaknya yang cantik itu. 

"Mandi dulu gimana?" Tanya Arga menatap mamanya.  Dia sedang merencanakan sesuatu dengan sang mama.

"Iya.  Yuk mandi sebentar." Kata mamanya Arga kepada sang cucu.

"Tapi jangan ditinggal ya abelnya papa.  Awas saja kalau papa tinggalin Abel.  Abel marah sama papa.  Abel gak mau jadi anak papa."

"Ok.  Gak akan ditinggal."

Arga sudah janji kepada Abel.  Tapi dia harus segera ke kampus.  Arga pergi dengan mobilnya.  Dia meninggalkan Abel yang sedang mandi. 

***

"Ayo nenek, cepat."

Abel sedang mandi bantu neneknya.  Dia sudah meminta kepada neneknya untuk cepat.  Neneknya sedang memakaikan baju untuk Abel. 

"Iya sayang, sebentar.  Pelan-pelan.  Papa pasti nunggu kok nanti."

Neneknya mencoba menenangkan Abel.  Sampai selesai, bahkan rambut Abel yang biasanya suka minta dia ikat dua pun kali ini tak sempat.  Abel langsung lari ke depan. 

"Papa Abel sudah siap."

Tadi Arga bilang dia akan menunggu di ruang tamu.  Abel lari ke ruang tamu.  Tapi begitu dia sampai, Abel tak melihat papanya disana. 

"Papa, papa ninggalin Abel ya?"

Abel menangis mencari papanya.  Dia sampai ke luar rumah, membuka pintu rumah, mendorongnya dengan susah payah.  Sang nenek pun menyusul Abel.

"Mobil papa sudah tidak ada. Papa bohong, papa ninggalin Abel.  Katanya mau nungguin Abel."

Abel tak henti menangis mencari mobil papanya. Nenek Abel keluar, dia mendekati Abel dan mencoba menenangkannya. 

"Sayang, kata papa, papanya sudah terlambat.  Disuruh nyusul sama nenek abelnya ke kampus.  Jangan menangis ya.  Yuk susul papa."

"Bener nenek?"

Abel senang sekali mendengar ucapan neneknya.  Neneknya mengangguk.  Dia memanggil supir untuk memanaskan mobilnya. Neneknya ke dalam rumah dulu untuk mengambil tasnya.  Abel menunggu di depan. 

"Mau diikat tidak rambutnya Abel?"

"Tidak usah nenek.  Papa pasti sudah nunggu Abel disana."

Abel menolak.  Neneknya pun mengangguk.  Mereka masuk ke dalam mobil.  Duduk di belakang.  Supir menjalankan mobilnya ke kampus Arga.

"Ke kampus yang dulu, nek?"

"Bukan.  Pak supir gak tahu?"

Supirnya tak tahu alamat kampus baru tempat Arga mengajar.  Nenek juga tak tahu.  Nenek mencoba menelpon Arya berkali-kali. 

***

Arga sudah sampai di kampus.  Dia memarkirkan mobilnya di depan kampus, tempat parkir mobil dan motor yang lain juga. Arga masuk ke ruang dekan dulu, baru dia diberitahu ruang kelas tempat dia mengajar juga diberikan. Jadwalnya. 

"Baik pak.  Terima kasih.  Saya bisa sendiri."

"Maaf ya pak.  Saya ada rapat dengan kepala yayasan diluar atau tanya ke mahasiswa yang lain saja.  Minta tolong mereka."

Tadinya dekan mau mengantar Arga sampai ke kelas tempat dia mengajar.  Tapi dia lupa ada meeting.  Akhirnya tak jadi.  Arga pun tak masalah dengan itu.  Dia jalan sambil melihat-lihat.  Di kampus itu juga ada denah.  Arga memotretnya untuk jaga-jaga. 

"Desain komunikasi visual, ruang dua."

Arga melihat denahnya lagi.  Dia menelusuri apa yang ada di denah. Naik tangga sampai ke ruang ujung. 

Bruk!

Sampai ada mahasiswi yang lari.  Arga baru mau masuk kelas.  Dia tak sengaja bertabrakan dengan mahasiswi itu.  Namanya Keira. 

"Kalau jalan pakai mata dong."

Keira malah marah-marah kepada Arga. Keira tak tahu kalau Arga adalah dosen tamu yang menggantikan dosen desain komunikasi visual. Sebenarnya juga bukan salah Arga. Dia sudah sampai di depan kelas duluan. Mau masuk ke kelas lebih dulu. Keira yang takut telat lari, dia main serobot, mau masuk dan menabrak Arga.

"Tidak sopan sekali untuk seorang mahasiswi. Pasti mahasiswi yang bandel."

Arga geleng kepala melihat Keira memarahi dia. Dia tak memperdulikannya. Dia tak mau kesan pertama masuk terlihat galak. Apa lagi bertengkar dengan mahasiswi seperti Keira.

Keira duduk di kursinya. Arga pun berjalan masuk setelah Keira masuk tadi. Arga berdiri di depan kelas dan memperkenalkan dirinya.

"Selamat siang semuanya."

Hari sudah jam sembilan. Jadi pantaskan disebut siang. Semua mahasiswa yang ada di dalam kelas pun membalas sapaan Arga. Termasuk Keira.

"Kok suara pak Hardi beda?"

Keira bingung. Pak Hardi itu dosennya yang galak. Keira yang sedang mengambil laporan di tasnya mendongak melihat ke depan. Dia melihat Arga yang tadi dia maki berdiri di depan.

"Ngapain tuh orang disana? Kurang kerjaan mahasiswa baru apa? Gak tahu saja kalau pak Hardi galak."

"Saya argantara, dosen pengganti pak Hardi karena beliau sedang sakit. Semoga kalian bisa menerima saya sebagai dosen sementara disini dan kita bisa bekerja sama juga belajar bersama dengan baik."

"Hah?"

Keira kaget. Dia dosen. Mampus Keira tadi. Sudah dia harus mengumpulkan tugas, ke pak Hardi yang diabaikan di depan saja susah. Apalagi ini, dia maki tadi.

Keira mencoba menutupi wajahnya sepanjang kelas. Sampai selesai kelas. Kelas hampir bubar.

"Maaf sebelumnya, siapa disini yang bernama Keira putri?"

"Dia pak."

Mereka menunjuk ke belakang. Tempat Keira duduk. Keira mengangkat tangannya sambil menutupi mukanya dengan map.

"Saya diminta pak Hardi untuk mengecek laporan kamu? Mana?"

"Yang lainnya, silakan kalau mau istirahat."

Semua mahasiswa yang tak berkepentingan pun pergi. Kecuali keira. Keira turun dan menemui Arga. Dia menggeleng.

"Apa?"

"Pak, maaf. Laporannya belum selesai."

Arga tak paham apa yang dimaksud keira. Keira berbohong, padahal laporan yang dia pegang dan dia gunakan untuk menutupi wajahnya itu tak lain laporan tugasnya.

"Tunggu, itu apa?"

Salahnya Keira, dia menghadapkan judulnya ke depan dan Arga melihatnya.

"Sini. Kamu?"

Arga mengambil laporan Keira dengan paksa. Dia kaget melihat wajah Keira. Keira cengengesan di depan Arga.

KABUR DARI DOSEN KILLER

"pak, saya kebelet. Saya mau buang air kecil, saya ke toilet ya pak.  Nanti saya buang air kecil disini kan gak lucu pak."

Keira hanya beralasan saja untuk kabur dari Arga.  Dia lari keluar dari ruangan.  Arga tak henti geleng kepala melihat tingkah keira.  Bahkan namanya sama dengan mendiang mantan istrinya.  Tapi perilakunya sangat beda. Keiranya sangat manis dan pintar.  Mahasiswi yang baik dulu.  Arga membawa filenya.  Dia ke ruang dosen.  Ada meja yang disiapkan untuk Arga.  Arga akan memeriksanya disana. 

***

Keira tak ke toilet.  Dia malah pergi ke kantin.  Perutnya keroncongan.  Dia lapar, tadi pagi tak sempat makan.  Karena kabur dari Arga dia tak lihat jalanan yang dia lewati tak lihat kanan dan kiri. 

Abel juga baru sampai disana.  Dia lari-larian mencari papanya.  Neneknya yang dibelakang yang kewalahan mengejar Abel. 

"Sayang, Abel.  Jangan lari-larian.  Nanti kalau jatuh bagaimana? Nenek tidak bisa lari."

Nenek Abel menyerah. Dia berhenti.  Nafasnya sesak.  Dug! Abel malah bertabrakan dengan keira.  Untung Keira cepat tanggap.  Dia menunduk dan menahan tangan abelnya yang mau jatuh. 

"Aduh, sayang kamu gak apa-apa? Maaf ya tadi kakak dikejar dosen galak."

Keira berlutut dan memeriksa seluruh badan Abel.  Abel mengangguk kepada Keira.  Neneknya menyusul di belakang. 

"Maaf ya kakak.  Abelnya nabrak kakak."

Neneknya abel yang minta maaf.  Keira mengangguk, namanya Abel.  Nenek Abel terlihat sesak nafas. Keira yang melihat itu jadi khawatir. 

"Ibu, ibu gak apa-apa.  Duduk istirahat dulu.  Ibu sesak nafas ya?"

Keira membantu nenek Abel untuk duduk.  Dia juga mengandeng Abel agar tidak hilang di kampus yang luas ini. 

"Saya kejar cucu saya.  Dia mau cari papanya yang ngajar disini.  Jadi saya sedikit sesak nafas."

"Ibu duduk disini, saya belikan minum dulu ya.  Cucunya biar sama saya, nanti saya antar ke sini.  Sekalian nanti cari papanya. Gimana ibu? Atau mau ke ruang rawat di kampus saja?"

Nenek Abel tak mau.  Keira bertukar nomor telepon dengan neneknya Abel agar lebih mudah berkomunikasi nanti.  Dia mengajak Abel ke kantin.

"Yuk sayang, belikan nenek kamu minum dulu.  Besok-besok, gak boleh gitu.  Kasihan kan neneknya jadi capek kejar kamu dan sesak nafas.  Kamu gak sayang sama nenek kamu?"

"Maaf ya nenek.  Abel kan mau cari papa."

Abel meminta maaf kepada neneknya.  Neneknya mengangguk saja.  Keira dan Abel ke kantin bersama. Abel digandeng Keira. Abel menggoyang-goyangkan tangan Keira. Abel seperti senang sekali. Keira yang melihat Abel yang cantik dan menggemaskan pun akhirnya ikut senang.

Mereka ke kantin dan membeli minuman. Juga cemilan untuk dirinya sendiri dan Abel.

"Abel mau minum atau mau makan apa? Mau jajan apa?"

Abel yang pendek tak sampai ke atas. Melihat ke atas. Keira pun menggendong Abel. Abel menunjuk banyak ciki. Setelah itu Keira membayar semuanya. Mereka kembali ke nenek mereka.

"Ibu ini minum dulu."

Keira memberikan air mineral kepada nenek Abel. Nenek Abel istirahat sambil minum. Abel juga minum susu kotak dan juga cikinya. Keira ikut istirahat disana dan makan disana juga.

"Kei, siapa? Anak sama ibu mertua Lo?"

Salah satu teman keira tak sengaja lewat didepan keira. Mereka memang suka bercanda. Keira hanya menggeleng.

"Gak masuk ke kelas, Ra?"

Oh iya sampai lupa. Keira masih ada kelas, mana kelasnya desain komunikasi visual dan yang ngajar Arga lagi.

"Aduh, gimana ini ya. Ibu, ini saya harus masuk kelas. Mau saya temani cari papanya Abel, tapi dosen saya galak."

"Gak apa-apa. Nanti kita cari sendiri saja. Saya telepon papanya Abel supaya jemput ke sini."

"Oh ya sudah. Sayang, sorry ya."

Keira langsung bisa akrab dengan Abel. Dia tos dengan Abel. Keira melambaikan tangan dan lari ke kelasnya. Abel dan neneknya bertanya kepada beberapa mahasiswa yang lewat. Ruang dekannya untuk bertanya dimana Arga mengajat mungkin.

"Itu Bu. Lurus saja. Ujung ruang dekan."

Nenek dan Abel pun kesana. Kali ini Abel berjalan menggandeng neneknya. Dia ingat ucapan Keira. Mereka ke ruang dekan dan tanya dimana Arga. Dekan pun mengantar keduanya ke ruangan Arga.

"Tapi nanti Abel tidak boleh ya ganggu papa yang sedang mengajar. Kalau sudah besar, Abel mau kuliah disini tidak?"

Dekannya malah menggandeng Abel dan mengajak Abel bercanda. Abel mengangguk.

***

"Sudah paling telat mengumpulkan laporan. Sekarang masuk ke kelas saya juga telat. Kamu kebiasaan ya telat?"

Keira baru saja masuk. Padahal dia sudah lari secepat yang dia bisa. Tapi teranyata Arga sudah ada di kelas lebih dulu. Dia langsung kena omel Arga.

"Maaf pak. Tadi kebelet, gak tahan pak panggilan alam. Dari pada saya buang disini panggilan alamnya. Lebih baik Saya buang di toilet kan pak."

"Kamu itu, jorok sekali. Cepat duduk ke tempat kamu."

"Baik pak."

Keira duduk di tempatnya. Dia menaruh tasnya dan membuka materinya, membuka bukunya dan mencatat materi yang diberikan Arga.

Tok

Tok

Sampai suasana mengajar terhenti karena ada yang mengetuk pintunya. Arga menoleh. Itu dekan, dekan datang dengan mamanya dan juga Abel.

"Papa."

Abel berlari dan memeluk papanya. Semua mahasiswa malah jadi berteriak histeris, manis sekali interaksi anak itu dengan dosennya.

"Maaf pak."

Arga meminta maaf kepada dekan. Dekan hanya bilang agar tak mengganggu saja. Arga meminta abel untuk pulang. Tapi dia tak mau pulang.

"Abel kan mau belajar juga papa."

"Tapi kasihan nanti neneknya kecapean kalau nunggu Abel disini sama papa."

Arga mengajak keduanya keluar. Mereka berbicara keluar. Tapi Abel tak mau pulang. Kasihan melihat ibunya capek, hari ini juga babysister Abel libur. Jadi harus ibunya yang berjaga. Dia sedang pulang kampung sebentar.

"Ibu pulang saja deh. Gak apa-apa Abel disini. Tunggu, aku suruh supir kesini."

Arga khawatir kalau ibunya jalan sendiri. Dia menelpon supirnya. Tak lama supirnya sampai. Ibunya Arga pulang, tapi Abel tetap disini. Dia ikut masuk ke ruang kelas.

"Maaf ya mengganggu. Kita mulai lagi kelasnya."

Arga meminta maaf kepada semua mahasiswa. Dia meminta Abel untuk duduk di kursinya. Keira sibuk melihat ponsel. Dia tak tahu kalau Abel itu anaknya Arga.

"Pak, maaf mau tanya. Ibunya dimana?"

"Ibunya, sudah tidak ada. Dia meninggal setelah melahirkan Abel."

"ahh, maaf pak. Kita tidak tahu."

"Gak apa-apa. Kita mulai lagi ya."

Arga kembali mengisi materinya. Semua mahasiswa juga mendengarkan dengan baik. Abel main di meja arga. Dia melirik sekeliling. Abel melihat Keira.

"Kakak."

Abel menunjuk ke arah Keira. Dia kelepasan memanggil keira dengan keras. Keira tahu suara itu. Dia menoleh dan melambaikan tangan kepada Abel.

"Hai sayang."

Semua malah menatap Keira. Arga juga. Bagaimana Abel bisa kenal mahasiswi nakal seperti Keira.

"HAI SAYANG"

"hai sayang."

Keira tak sengaja menjawab panggilan Abel dengan seperti itu.  Membuat satu kampus menoleh kepada Keira.  Arga apalagi, dia melotot tahu Abel kenal Keira. 

"Abel kenal kakaknya dari mana?"

"Tadi di depan, bantu nenek.  Abel lari, nenek sesak nafas.  Terus kita dibeliin minum. Tapi katanya kakaknya harus masuk ke kelas, ada dosen galak."

Aduh! Mampus Keira.  Ruangan kelas itu tuh, bagian dosen ada dibawah, mahasiswanya di atas, melingkar, seperti stadiun.  Sekali ngomong, dari bawah itu menggema ke atas.  Semua mendengar itu.  Apalagi Arganya.

"Oh, dosen galak?"

Arga tak melepaskan pandangannya dari Keira yang duduk di belakang. Abel malah turun.  Abel meminta izin kepada papanya untuk duduk di samping kakaknya saja. 

"Mau duduk di sana? Abel nanti ganggu tidak?"

"Tidak papa. Janji, kan Abel anak pintar.  Tidak mau ganggu. Ya papa?"

Abel sudah turun dari kursi.  Keira khawatir Abel jalan ke arah dia.  Dia pun berdiri dari kursinya dan mendekati Abel.  Keira memberi kode kepada Arga, kalau dia akan menjaga Abel dengan baik.

"Abel duduk disini ya. Mau bolpoin sama buku?"

Abel mengangguk.  Keira memberikan satu buku dan bolpoin kepada Abel.  Abel diam duduk di sebelah Keira.  Dia ikut mendengarkan papanya yang sedang materi.  Begitu juga dengan Keira. Hingga habis materi hari ini.  Waktunya pulang. 

"Ok, terima kasih untuk hari ini.  Kalau masih ada yang kurang paham, ingin ditanyakan, bisa menemui saya secara pribadi untuk konsultasi soal materi."

"Pak, boleh minta nomer telepon tidak? Buat tanya-tanya dan konsultasi soal pelajaran."

Ada salah satu mahasiswi yang mengangkat tangan.  Dia mahasiswi yang terkenal centil di kampus.  Arga mengangguk. 

"Boleh, tapi tolong chat yang penting ya.  Benar-benar hanya membahas materi kuliah.  Saya catat dipapan tulis. Silakan simpan."

Arga menulis nomernya di papan tulis, yang lain mencatatnya di ponsel.  Tapi Keira tak Sudi menyimpan nomer ponsel Arga. 

"Ok pak.  Sudah."

"Terimakasih ya pak."

Beberapa kompak berseru dan berterima kasih kepada Arga. Mereka pun keluar satu persatu, terakhir kali tinggal Keira. 

"Ini kakak buku dan bolpoinnya."

Abel mengembalikannya.  Keira tersenyum melihat coretan di kertasnya. Arga naik ke atas dan menghampiri Keira yang bersama Abel.

"Maaf ya, buku kamu jadi dicoret-coret Abel.  Abel, jangan gitu lain kali."

"Saya yang minta kok pak.  Bapak itu, gak sama mahasiswinya, sama anaknya yang masih kecil juga galak.  Galaknya dikurangin pak."

"Iya papa."

Abel malah mendukung Keira.   Arga hanya diam dan tersenyum kecut melihat anaknya. 

"Ok, papa minta maaf karena galak.  Tapi bukan papa galak, papa itu tegas."

"Sama saja pak.  Ke anak kecil itu jangan terlalu ditegasi."

"Iya papa."

"Tapi ke mahasiswi yang suka telat mengumpulkan tugas itu harus ditegasi kan?"

Arga balik menyerang Keira.  Keira hanya mengangguk dengan senyum malunya. 

"Keira putri, besok lagi jangan telat datang ke kelas saya.  Saya tidak mau itu.  Tadi saya juga minta maaf, kamu telat karena menolong mama saya dan Abel kan?"

Keira hanya tertawa lagi.  Abel menatap Keira.

"Namanya sama kayak mama, mama Keira ya papa?"

"Hah?"

Keira kaget dia seperti barusan dipanggil seorang anak kecil dengan sebutan, mama Keira.  Dia menatap Arga. 

"Maaf, ibunya Abel juga namanya sama, Keira Dewi."

"Ahh."

Keira bingung harus bagaimana.  Abel menunduk dan tiba-tiba saja menangis.  Keira dan Arga mendengar isak tangis Abel. 

"Abel kenapa?"

"Abel kangen mama kei.  Abel mau peluk mama keira papa."

Arga mendekati Abel.  Dia berlutut di depan Abel.  Menangkup kedua pipi Abel.  Mengusap air matanya.  Arga menatap Keira.  Keira tak tahu harus bagaimana, tapi dia ada satu ide di otak.

"Emm, peluk mama keira yang ini mau?"

Keira tak yakin.  Tapi dia mengatakan itu begitu saja kepada Abel.  Arga kaget mendengarnya.  Abel malah langsung berbalik dan mengangguk. Dia memeluk keira dengan cepat. 

"Abel boleh panggil kakak, mama Keira juga?"

Keira bingung mau jawab apa.  Dia menatap Arga yang masih Jongkong di samping Abel tadi. 

"Gak boleh.  Mama Keira tetap mama Keira.  Dia bukan mamanya Abel, gak boleh panggil orang seperti itu dengan sembarangan.  Tidak sopan.  Ayo kita pulang."

Arga yang tak setuju.  Dia juga tak mau Abel tergantung dengan Keira nanti.  Dia tak mau merepotkan Keira juga, terlebih memberi harapan palsu kepada Abel.  Arga memaksa Abel untuk melepaskan pelukan Abel dengan paksa kepada Keira.  Abel malah semakin menangis.  Keira yang tak tega melihatnya.

"Pak.  Bapak kan dosen, bapak gak tahu sopan santun.  Kasihan Abel.  Kan cuma panggilan saja, gak apa-apa sayang. Panggil kakak  mama Keira gak apa-apa."

Keira juga tak yakin.  Tapi dia kasihan dengan Abel.  Keira memukul lengan Arga dengan keras.

"Lepas gak pak tangan bapak. Berhenti narik Abel. Mau saya laporkan ke komisi perlindungan anak, kalau bapak, bapaknya sendiri menyiksa anaknya sampai menangis."

Arga pun melepaskan tangannya dari Abel. Dia diam saja. Abel tak mau pulang dengan Arga. Terapkan Keira ikut. Keira yang biasanya datang dengan gojek, atau naik bus dan angkutan umum, lumayan pulang gratis nebeng mobil.

"Rumah mama kei dimana?"

Abel duduk di depan. Keira duduk di belakang. Keira menunjukkan rumahnya. Lebih tepatnya kostan dia.

"Nanti kalau sudah pulang ke rumah, cek keadaan neneknya Abel ya. Tadi kan sempat sesak nafas."

Arga terkesan dengan mahasiswinya yang nakal itu. Ada sisi baiknya juga. Abel mengangguk.

"Tadi katanya kamu belikan minuman dan makanan untuk Abel dan mama saya, sebagai gantinya giliran yang saya belikan ya?"

"Iya pak."

Arga tertawa. Tak ada malunya atau basa-basinya, Keira langsung iya saja. Arga berhenti di supermarket lebih dulu. Keira dan Abel turun, Arga mengikuti di belakang mereka. Abel terlihat senang sekali belanja dengan Keira.

"Mama, mama, ini. Ini juga, buat mama. Ini enak mama."

Abel mengambil banyak cemilan untuk Keira. Dia memasukkan ke keranjang terus menerus. Keira cuma traktir sedikit, dia juga tak mau ambil banyak. Tapi Abel malah terus menambahkan.

"Pak, bukan saya loh yang ambil. Tapi Abel."

Keira menoleh kepada Arga yang masih berjalan mengawasi mereka di belakang. Arga mengangguk dan tersenyum.

"Tidak apa-apa. Sini keranjangnya, biar saya yang bawa kan. Kamu bebas belanja sesuka kamu dan Abel. Sebagai ucapan terimakasih saya sudah membuat Abel tersenyum."

Arga mengambil keranjang belanjaannya. Keira hanya tersenyum. Dia belanja lagi. Keira juga meminta Abel untuk membeli apa yang dia suka, untuk dirinya sendiri.

"Mama suka ice cream? Beli ice cream yuk?"

"Boleh."

Mereka ke tempat ice cream. Abel tak sengaja bersebelahan dengan anak laki-laki. Seusia dia.

"Hai cantik."

Keira dan Arga yang mendengar itu terbelalak mendengarnya. Disebelah anak itu seperti ibunya anak laki-laki itu.

"Iya cantik ya anaknya ibu, pak. Kayak mamanya cantik."

"Hah?"

Ibu itu ikut memuji. Dikira keira itu mamanya Abel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!