Gadis polos berusia 13 tahun yang baru duduk di bangku SMP kelas 2 itu, sedang termangu dan duduk di sudut kamar, dia memeluk kedua lututnya. Nama gadis itu adalah, Bianca Ayu Dewi.
Air matanya berderai menangis, terlihat sesak dadanya setelah mendengar sang pujaan hati yang bernama Rama akan menikah dengan wanita lain di bulan depan.
Pacarnya yang bernama Rama Aditya Putra, bulan depan akan menikah dengan wanita teman kerjanya yang bernama Siska.
Rama usianya baru menginjak 25 tahun, dan calon dari Rama yang akan dia nikahi usianya, terpaut 3 tahun yaitu 22 tahun.
Bianca baru menjalin hubungan dengan Rama sekitar enam bulan. Rama sudah bekerja sedangkan Bianca, masih duduk di bangku SMP kelas 2.
Anak seusia dia masih polos dan senang bermain. Tapi karena perhatian yang lebih dari Rama kepada Bianca, menjadikan Bianca di mabuk kepayang. Rama adalah cinta pertama Bianca.
Dari mulai bayar SPP, keperluan alat sekolah dan antar jemput sekolah, selalu di jemput oleh Rama, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Bianca selalu berpura-pura kepada kedua orang tuanya, dia ke sekolah dengan berjalan kaki atau di jemput teman di seberang jalan dengan memakai motor. Kebetulan jarak rumah ke sekolah dekat
\*\*\*\*\*
Bianca anak manja, mau pergi sekolah pun terkadang masih di suapin Ibunya.
Orang tua dari Bianca cukup sederhana, Bapaknya hanya seorang karyawan biasa, sedangkan Ibunya, hanya berjualan sayuran di pasar tradisional.
Bianca hari itu sakit, nampak terlihat mukanya pucat pasi. Dia memegang perutnya, seakan mual dan kepalanya terasa pusing.
"Bu, hari ini aku tidak sekolah ya, pusing," ucap Bianca kepada Ibunya itu.
Ibunya Bianca yang bernama Bu Astri, terlihat sangat khawatir, lalu dia memberikan obat kepada anaknya itu.
Ibu Astri memutuskan untuk tidak berjualan ke pasar karena mengkhawatirkan keadaan anaknya itu.
"Nggak apa-apa Bu, kalau mau ke pasar pergi saja, aku hanya pusing biasa ko," jawabnya.
"Bener kamu tidak apa-apa, kalau Ibu tinggal?" tanya Ibu, sambil membelai rambut Bianca.
Bianca menganggukkan kepalanya, dan tersenyum tipis.
"Nggak apa-apa, Merry sama Kakaknya mau datang kesini," ucapnya.
Ibu pun meninggalkan Bianca untuk pergi ke pasar berjualan.
*****
Jam menunjukkan pukul sebelas siang, teman sekolah dari Bianca datang ke rumah dia temani Kakaknya, yang bernama Febry. kedekatan mereka sangat akrab.
Mereka berteman dari sejak SD, satu kelas. Kedekatan keluarga dari Bianca dan temannya itu yang bernama Merry cukup dekat.
"Kak Febry apa kabar," Bianca mengulurkan tangannya, kepada Febry Kakak dari Merry itu.
Febry tinggal di kota Medan setelah menikah, dia baru menikah 3 bulan, kebetulan dia sedang berlibur ke rumah Ibunya yang sekarang berada di Jakarta.
Febri terlihat penasaran dengan sakit yang di derita Bianca, karena dia dari pertama datang, Bianca terlihat bolak-balik ke kamar mandi dan muntah, peluh bercucuran. Dan memegang perut terus.
"Kamu sudah minum obat apa, ?"tanya Febry, menatap lekat kepada Bianca.
"Obat masuk angin," jawabnya polos.
"Sudah ke dokter?" sambung lagi Febry.
"Belum, tapi aku belum datang bulan, dan bawaannya Ingin tidur." jawabnya.
Entah mengapa Febry seakan menebak, dan di hinggapi rasa curiga. Bianca itu sedang hamil karena dari tanda-tanda yang dia lihat.
Dan sebelumnya adik dari Febry yaitu Merry, pernah bercerita jika hubungan pacaran Bianca dengan Rama cukup dekat dan mereka selalu mencuri waktu untuk pergi berdua di saat pulang sekolah, dengan alasan kerja kelompok.
Kebetulan Febry bawa alat test pack, karena dia pengantin baru yang ingin segera mempunyai momongan. Jadi alat tersebut dia bawa di tas untuk jaga-jaga jika dia telat datang bulan bisa ngecek.
*****
Tanpa pikir panjang Febry menyuruh Bianca untuk membuang air kecil ke kamar mandi, dengan di ikuti oleh Febry.
Lalu setelah Bianca keluar dari kamar mandi dan membawa urine yang berada di dalam wadah, Febri memasukkan alat test pack tersebut kedalam wadah yang berisi urine dari Bianca.
Beberapa menit kemudian.
"Ya ampun, apa aku tidak salah lihat!" gumam hati Febry. Karena hasil dari test pack tersebut bergaris dua dan nampak berwarna merah.
Febry terkejut, dia tahu Bianca masih belia, dan dia sangat polos. Dia berpikir bisa-bisanya dia sampai menyerahkan kesuciannya, sedangkan dia masih duduk di bangku SMP kelas dua.
Dengan penuh keberanian akhirnya Febry bertanya kepada Bianca, dan dia juga menganggap anak itu seperti adiknya sendiri.
"Kamu sudah lama pacaran dengan Rama?" tanya Febry cukup berhati-hati ketika bertanya kepada Bianca.
"Sudah hampir lima bulan," jawabnya.
"Maaf, hubungan Bianca mungkin terlalu jauh ya, dengan Rama, dan sudah..." Febry tidak meneruskan bicaranya.
Nampak Bianca terlihat heran.
"Memangnya kenapa," dia tersipu malu.
"Kalian sudah melakukan hal yang jauh ya, saat pacaran," Febry menatap anak itu seakan ingin meneteskan air mata.
"Maksud Kakak, apa..? kalau pacaran ya, biasa saja jalan-jalan, dan makan. Cuma itu!" Bianca terlihat berbohong dan menahan malu.
"Ini...ini apa, jawab jujur sama Kakak, dan lihat mata Kakak. Kamu jangan bohong sama
Kakak," Febri memperlihatkan alat test pack yang sudah bergaris dua.
Nampak Febry menetes kan air mata. Bulir putih yang dia tahan akhirnya tumpah juga menetes basah di pipinya.
Bianca tertunduk
"Ini artinya apa Kak?" ucap gadis polos itu.
"Kamu hamil !" Febry seakan tidak bisa membendung air matanya. karena dia di hinggapi rasa tidak percaya, anak yang polos, lugu, dan baru menginjak usia 13 tahun sudah hamil. Dan dia sendiri tidak tahu apa arti dari test pack yang bergaris merah dua.
"Kamu hamil Bianca!" dengan spontan Merry teman sekolah dari Bianca atau adik dari Febry terbelalak matanya. Dia pun seakan tidak percaya apa yang baru saja dia dengar dari mulut Kakaknya dan melihat test pack yang sudah bergaris dua berwarna merah.
"Mama kamu pulang jam berapa? biar Kakak nanti yang bilang sama Mamamu," ucap Febry.
"Tapi...Kak," Bianca tidak meneruskan bicaranya, dia tertunduk dan air mata menetes dari ujung matanya.
"Tapi apa? kamu takut sama Mamamu?" tanya Febry.
Bianca menganggukkan kepalanya.
"Pokonya Bima, harus tanggung jawab. Atas semua ini!" Febry terlihat dari raut mukanya menahan amarah dan kesal.
Bianca anak kedua, sang Kakak yang bernama Tyanca, berada di kota Bandung.
Dia sudah menikah dan mempunyai anak satu seorang perempuan.
Febry dan Tyanca bersahabat sejak masih di bangku TK. Jadi kedekatan Bianca dan Merry sang adik dari Febry, menambah erat hubungannya keluarga mereka.
Bianca menghela napas panjang.
"Bima mau menikah bulan depan," ucap Bianca lirih dan terisak tangis.
Febry mengepalkan tangannya.
"Sialan!" decak Febry, dia sangat memperdulikan Bianca seperti adik kandungnya sendiri.
Terlihat Merry memandangi sahabatnya itu. Gadis polos yang masih berusia 13 tahun itu, nampak dalam hatinya sedang berpikir. Kenapa sahabatnya itu bisa hamil, sedangkan dia baru kelas dua SMP, dan nanti gimana dengan sekolahnya.
Febry memandangi adiknya yang sedang menatap lekat kepada Bianca, tapi pandangannya kosong.
"Hussstt... jangan berpikir yang aneh-aneh. Kamu jangan bilang ke teman-teman sekolah Bianca hamil ya, awas!" ancam Kakaknya itu.
Merry hanya cengengesan tersenyum tipis.
"Kak, jadi gimana, kita tunggu Mamanya Bianca, datang saja sepulang kerja. Kalau di tinggal sendiri kasihan, takut bunuh diri atau dia akan menggurkan kandungannya," Merry berbisik pelan lekat ke kuping sang kakak.
"Shitttt... ngomong apa kamu!" Febry melotot ke arah Merry sang adik.
Sang adik yang terlihat polos hanya tertawa cengengesan.
Mama baru pulang.
Hujan turun cukup deras sekali, jam menunjukkan pukul lima sore. Nampak Bianca sedang berselimut di kursi sofa. Sedangkan Febry dan Merry sedang asik memainkan gawainya.
"Mama kamu, kira-kira datang jam berapa ya?" tanya Merry, seakan gelisah. Dia nampak ingin segera pulang ke rumah karena sudah terlalu lama tinggal di rumahnya Bianca.
"Biasanya jam segini sudah pulang ko," jawabnya sambil melihat ke arah kaca jendela, yang tertutup percikan air hujan.
Sang Kakak Febry memandangi adiknya, dia mengedipkan matanya, seakan memberi tanda bahwa adiknya, jangan banyak bertanya.
Merry pun, menundukkan kepalanya.
*****
Tokk...
Tokk...
Tokk...
Terdengar pintu depan di ketuk beberapa kali, yang berada di dalam rumah, otomatis pandangannya, semua menengok ke arah pintu.
"Nah, mungkin itu Mama kamu," ucap Merry.
"Biar aku saja, yang membuka pintunya" Febry dengan cepat berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
Kreekkkk..
Suara pintu terdengar sangat pelan, karena tertutup dengan suara hujan lebat dari arah luar.
"Tante..." Febry terlihat meringis, ketika melihat Mamanya dari Bianca, bajunya basah kuyup dan badannya terlihat menggigil, kedua tangannya direngkuhkan ke dadanya.
"Febry, sudah lama datang, Nak?" tanya Mamanya Bianca, dia tersenyum lebar, walaupun keadaan dingin menghinggapinya.
"Sudah, Tante." jawabnya tersenyum.
"Tante, ganti baju dulu ya, dingin," jawab Mamanya Bianca, dia pun berlalu dari hadapan Febry.
Ketika berjalan melewati anaknya yaitu Bianca, Mama Astri melirik ke arah Bianca.
"Masih sakit Nak?" tanya Mamanya, Astri penuh perhatian.
Bianca menganggukkan kepalanya.
"Mama, ganti baju dulu ya," ucapnya.
****
Melihat Mamanya Bianca, dalam keadaan capek dan terlihat lelah. Febry seakan mengurungkan niatnya untuk bicara masalah kehamilan dari Bianca.
"Aku kasihan melihat Mama Astri, kalau bicara masalah kehamilannya," gumam hati Febry..
Febry tahu keadaan kondisi keluarga Bianca. Orang tua Bianca, sangat memanjakan anaknya itu, dan segala sesuatu yang di inginkan oleh anaknya pasti akan di turuti atau di kabulkan oleh Mamanya.
Nanti jika Febry berbicara kepada Mamanya Bianca, takut dia terluka dan sedih. Apalagi Rama, yang menghamili anaknya itu, bulan depan akan menikah dengan wanita lain, ini akan menyayat hati Mamanya itu.
*****
"Ayo, kita makan." Mamanya Bianca, setelah beres mandi ternyata sudah menyiapkan makan di meja makan.
Merry bersama Bianca kemudian melangkahkan kakinya ke tempat meja makan, di ikuti oleh Febry.
"Silahkan makan," Mama Astri, membuka tudung saji, terlihat ada sayur asem, ayam goreng dan sambel. Dan ada beberapa mangga yang terlihat rasanya asam.
Febry bersama Merry, terlihat makan dengan lahapnya, sedangkan Bianca terlihat sedang memotong buah mangga.yang terlihat rasanya asam.
Mama Astri, terlihat heran dengan anaknya itu, karena dari raut mukanya, dia tidak meringis menahan rasa asam.
"Nak, ini mangga asam loh, rasanya," ucap Mama Astri.
Tapi Bianca seakan tidak merasakan rasa yang asam, dari buah mangga tersebut. Dia begitu menikmati rasa asam buah mangga tersebut.
"Nanti kamu sakit perut Nak, apalagi cuaca di luar sedang hujan lebat," sambung Mama lagi.
Bianca hanya tersenyum tipis.
*****
Febry hanya menatap Bianca, dalam hatinya dia berkata. "Anak, Mama, lagi hamil. Jadi tidak merasakan asam dari rasa mangga tersebut,"
Febry kemudian, menghampiri Mama Astri, yang sedang berlalu ke dapur. Sedangkan Bianca dan Merry, berlalu ke ruang depan.
Febry menghela napas panjang, sebelum dia bercerita kepada Mamanya Bianca, tentang kehamilan anaknya itu.
"Tante, biar aku bantu, cuci piringnya," Febry terlihat ingin membantu.
"Sudah duduk saja sana, biar Tante yang ngerjain semua," terlihat Mama Astri, tidak mau di bantu.
Akhirnya Febry duduk di kursi yang ada di dapur.
"Aku mulai dari mana ya, mau memberi tahu masalah, Bianca kepada Mamanya," gumam hati Febry.
*****
"Akhhhh.., capek juga," Mamanya Bianca, terlihat sudah membereskan piring kotornya. Dia duduk di pinggir Febry, dari raut mukanya dia terlihat ngantuk dan ingin beristirahat.
Kemudian Febry menarik napas, dan membuangnya secara perlahan. Febry lalu menceritakan semuanya apa yang terjadi yang menimpa Bianca, anak dari Mamanya tersebut, Febri juga nampak mengelus-elus bahu Mama Astri.
*****
Air mata mengalir dengan deras, dari mata sang Mama, ketika mendengar kabar tersebut. Suara tangisan dari Mana Astri seakan tidak terdengar, karena bunyi hujan diluar yang cukup lebat.
Mama Astri menatap anaknya dari jauh, yang sedang tertawa lebar melihat tayangan televisi. Anak itu seakan tidak ada salah atau beban, padahal di dalam perutnya dia sedang mengandung di luar nikah.
Teringat baru kemarin, anaknya minta di buatkan susu, dan minta di suapin. Tapi faktanya nanti Bianca, juga akan berlaku demikian kepada anaknya karena sebentar lagi dia akan menjadi Mama, dari anaknya.
*****
Pikiran dari Mama Astri berkecamuk
Papa dari Bianca, sedang pergi keluar kota. Dia seakan tidak sanggup jika nanti berbicara kepada sang suami.
Suaminya takut marah besar, meskipun sosok suaminya, lelaki yang terlihat berani karena mempunyai badan yang tinggi, besar. Tapi hatinya dan sifatnya lemah seperti wanita tidak bisa tegas dan marah.
Mama Astri juga sangat memikirkan perasaan Tyanca, Kakak dari Bianca jika tahu hal ini seperti apa reaksinya. Apalagi keluarga besar dari Mama Astri dan sang suami Papa Hardian.
Mungkin mereka akan menyalahkan kedua orang tuanya, yang tidak bisa mendidik anaknya, sampai terjadi hamil diluar nikah.
Mungkin Mamanya Bianca lebih ke berani menghadapi masalah di banding sang suami. Dia pekerja keras, yang hidupnya di pasar, melayani pembeli dan jika datang barang yaitu sayuran untuk di jual dari mobil box, dia yang bantu mengangkutnya.
Hidupnya tidak pernah mengeluh, cenderung terhadap suami selalu berani menyampaikan pendapat, mungkin berbanding terbalik dengan sang suami.
*****
Febry mencoba menyabarkan hati Mamanya Bianca.
"Sabar, Tante," mungkin hanya kata sabar yang di ucapkan oleh Febry.
Dia tidak berhak mencampuri urusan keluarga dari Bianca, karena dia bukan siapa-siapa.
Febry hanya sahabat dari Kakaknya Bianca.
Dia pun tidak tahu, sang Kakak dari Bianca setelah tahu adiknya hamil diluar nikah. Apalagi Rama, bulan depan akan menikah dengan orang lain, pasti hati sang Kakak sangat terpukul.
Febry tahu, sifat dari Tyanca, dia sosok yang keras kepala, dan pemarah. Pasti jika tahu persoalan yang menimpa adiknya sekarang yang sangat rumit, dan pilu dia akan marah besar, pasti dia dari Bandung akan pergi ke Jakarta untuk melabrak Rama, yang sudah menodai adiknya itu.
******
"Tante, tidak tahu harus bicara apa sama Bianca," Mamanya Bianca terlihat ingin memarahi anaknya itu, mukanya pucat.
Muka Mamanya, yang terlihat capek karena seharian bekerja, berubah menjadi warna merah karena menahan kesal dan amarah yang terpendam.
Febry, hanya mengelus dada, dia pun tidak mau meninggalkan Bianca begitu saja, takut Mamanya tidak sadar dan kalap memarahinya, apalagi keadaan diluar sedang hujan deras.
Hati Mama, sedih.
Mamanya Bianca, kemudian menghampiri anaknya. Febri berusaha menyabarkan Mamanya Bianca. Jangan sampai emosi menghadapi anaknya, yang sedang di rundung masalah tersulut.
"Mah sini, duduk dekat Bianca," ucap anak itu, seakan tidak ada rasa berdosa.
Sang Mama, hanya termangu berdiri. badannya seakan tidak bisa bergerak.
Matanya melotot ke arah anaknya itu, kemudian dia membuang napas kasar.
"Bianca, ikut Mama ke kamar. Mama mau bicara!" ucapnya, terlihat dari nada suaranya sangat kesal dan memendam rasa kecewa dan emosi yang dalam
"Nanti Mah, lagi seru filmnya," dengan polos, anak itu berkata
"Dengar nggak, Mama ngomong!" nada bicara Mamanya sekarang terdengar sangat kesal.
Akhirnya Bianca pun, berdiri dan berjalan mengikuti Mamanya, yang sudah terlebih dahulu berjalan di hadapannya.
Febry dan Merry saling bertatapan. mereka seakan tahu, pasti Mamanya Bianca, akan memarahi anaknya itu.
"Kak, aku takut. Ayo, kita pulang saja," Merry mengajak sang Kakak,agar segera pulang.
"Diluar hujan lebat, mana bisa kita pulang. Kamu mau sakit, ada-ada saja, nih, bocah!" Febry mencubit pipi dari Merry sang adik yang terlihat tembem.
Merry perawakannya gemuk, dan dia anak yang polos dan cuek dalam segi penampilan. Tapi dia sangat peduli terhadap Teman-temannya.
*****
Mama memarahi Bianca.
Terdengar dari dalam kamar suara Mamanya Bianca, sedang memarahi anaknya itu.
Bianca dan Mama, terdengar terisak tangis.
"Maafkan aku Mah," ucap Bianca, dia suara tersedu.
"Mama tidak menyangka, kamu bisa berbuat seperti itu. Mama sangat kecewa! kamu melakukannya dimana? Mama tidak habis pikir sama kamu Nak. Kamu anak polos, lugu." ucap Mama seakan menyerang anaknya itu.
"Maafkan, Mah." hanya kata tersebut yang terlontar dari mulut Bianca.
"Mama kecewa sama kamu!" kembali Mamanya menghujani kekesalan yang terasa sesak di dalam hatinya.
*****
Bianca seakan takut oleh Mamanya itu, dia duduk di bawah kasur dan memeluk lututnya. kedua telapak tangannya, dia pakai untuk menutup penuh wajahnya. Dia seperti ketakutan dan akan di pukul oleh Mamanya.
Karena selama ini dia, sangat di sayang dan di manja oleh Mamanya itu. Jadi ketika Mamanya marah dan baru kali ini.
Dia dihinggapi rasa takut yang amat dalam.
***
Dia memejamkan matanya, teringat saat itu, ketika dia dibawa oleh Rama ke sebuah tempat kost-an milik temannya Rama, dia di cumbu dan di rayu oleh Rama.
Saat itu Bianca terbuai bujuk rayu dari Rama. kata-kata manisnya dari mulut Rama, seakan meluluh lantakkan perasaannya, dia baper karena usianya pun masih belia. Jadi Bianca, terhanyut oleh gombalan sang lelaki itu.
Bianca teringat ucapan gombal Rama.
"Sayang, kalau kamu sayang dan cinta sama aku, kamu harus memberikan apa yang aku mau," ucap rayuan gombal dari Rama, kala itu.
Entah kenapa, Bianca saat itu seakan pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa, ketika sang lelaki yang terdengar mengucapkan kata-kata gombal itu, memaksanya untuk menyerahkan keperawanannya untuknya.
Bianca yang polos dan lugu, mau saja melakukan hubungan terlarang itu, dia tidak memikirkan hal buruk kedepannya akan seperti apa, jika dia melakukan hubungan diluar batas bersama lelak itu.
Apalagi Bianca usianya cukup terbilang masih belia dan dia pun belum bisa melakukan apapun atau anak manja.
Sehari-harinya saja dia masih mengandalkan Mamanya untuk melakukan aktivitas.
\*\*\*\*\*
Bianca menutup mata, dia terus-menerus mengingat kejadian waktu itu.
Entah capek atau kondisi badan sedang hamil. Kemudian dia tertidur dalam keadaan kakinya masih memeluk lutut dengan kedua tangannya.
Mamanya Bianca, dihinggapi rasa heran, mengapa tangisan anaknya berhenti. Lalu dia mendekati tubuh anaknya itu, dan perlahan dia menyibakkan rambut anaknya yang terurai panjang. Ternyata Bianca tertidur dengan mata sembab.
Hati Ibu mana yang tidak sakit hatinya melihat sang anak yang polos dan masih di suapi makan, tidur pun masih suka di pinggir Mamanya, saat ini sudah di nodai oleh lelaki.
Mamanya Bianca, menghela napas panjang.
Dia memeluk erat tubuh anaknya itu, dengan bersimbah air mata. Rasanya rasa kesal dan amarah sirna ketika melihat anaknya yang terlihat lelah, keringat pun bercucuran menetes dari kening anak belia itu.
Sang Mama mengusap lembut kepala sang anak. Dia kembali tersedu menangis. Mamanya Bianca, tetap tidak percaya dengan semua yang terjadi yang menimpa anaknya itu. Mengapa lelaki itu tega melakukan semua ini terhadap anaknya yang usianya masih belia. Mamanya Bianca nggak tahu apa yang nanti akan di ucapkan kepada Bima, yang sudah menodai anaknya itu.
Kemudian sang Mama, mengangkat anaknya, untuk di pindahkan ke kasur.
"Kamu anak manis, anak polos, anak ceria. Mama kecewa dengan kamu, Mama terluka," gumam hati Mamanya Bianca.
\*\*\*\*\*
Mamanya Bianca, seakan menyesali semuanya. Mengapa selama ini membiarkan anaknya untuk pergi sekolah sendiri, padahal jika dia di antar sekolah sama Mamanya mungkin tidak akan terjadi semua yang menimpa sekarang ini.
Pikiran Mama sangat kalut dan seakan tertekan dengan keadaan seperti ini.
Tiba-tiba gawai berbunyi nampak terlihat sang suami menelepon, Mama terlihat ragu untuk mengangkat telepon.
Karena sang Mama sangat lama untuk mengangkat telepon tersebut, akhirnya suaminya mengirimkan pesan kepada istrinya tersebut.
{"Mah, Papa pulang besok pagi. Gimana anak kita sudah tidur belum?"} Papa mau bicara sama dia. Ini Papa udah beliin Tas sekolah buat dia," tulis pesan dari Papanya Bianca.
Pesan tersebut dibaca oleh Mama, dan Mama pun meneteskan air mata, karena anaknya itu, mungkin tidak akan kembali sekolah lagi.
Karena sang anak sekarang sudah berbadan dua, mungkin juga besok hari terakhir sang Mama, akan pamit ke sekolah untuk tidak meneruskan sekolah anaknya tersebut.
"Alasan apa nanti yang akan aku berikan kepada sang guru, bahwa anakku akan keluar atau putus sekolah," gumam hati Mamanya Bianca.
\*\*\*\*\*
Karena pesan sudah dibaca oleh istrinya, sang suami pun mencoba menelepon kembali istrinya itu.
{"Mah, Bianca pasti sudah tidur ya?"} tanya Papa, di sambungan telepon selularnya.
Sangat lama sang istri menjawab, karena suaranya seakan serak untuk berucap. Tangisan dari sang istri dari tadi tak henti berhenti, kemudian Mama Bianca menghela napas secara perlahan.
{"Sud..sudah, Pah,"} terdengar parau suara sang Mama.
Mendengar suara Mama, terdengar parau dan serak, Papanya Bianca, dihinggapi rasa penasaran.
{"Mah, lagi sakit ya? ko, suaranya serak gitu?"}tanya sang suami..
{"Iy...iya, pah!"} sang istri berusaha menutupi kesedihannya dan berbohong terhadap suaminya itu.
{"Sudah makan obat belum?"} sambung lagi sang suami, dihinggapi rasa khawatir yang teramat kepada istrinya.
{"Sudah, Pah,"} ucapnya lirih.
{"Yasudah, besok Papa pulang, mau dibawain oleh-oleh apa? ini Papa bawa oleh-oleh buat anak kita. Tas buat sekolah, kayaknya kalau dia lihat Tasnya, pasti senang dan akan dipakai tiap hari ke sekolah,"} sang Papa, begitu yakin, anaknya nanti akan suka dengan tas yang di belinya dan dipakai tiap hari ke sekolah.
Mendengar ucapan suaminya itu hati sang istri seakan teriris, perih menyayat hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!