NovelToon NovelToon

Beautiful Villaines

Bab 1. Beginning

"Atas nama Putra Mahkota, aku menjatuhi Roxana Adelaide dan keluarganya dengan hukuman penggal!” Suara lantang seorang pria seketika membekukan penjuru aula istana dengan atmosfer penuh ketegangan yang menyergap setiap bulu roma. Pria itu adalah Liam Demente de Dias, Putra Mahkota sekaligus tirani kejam berdarah dingin.

Roxana Adelaide, seorang penjahat yang melakukan percobaan pembunuhan kepada Putri Mahkota tiba-tiba tertawa nyaring hingga pusat atensi tertuju kepadanya. Penampilannya yang lusuh dipenuhi bercak darah dan gaunnya yang compang-camping terlihat begitu memprihatinkan sekaligus menyeramkan dalam waktu bersamaan.

Konon, Roxana telah lama memendam rasa kepada Liam hingga terobsesi menjadikan Putra Mahkota tersebut sebagai miliknya. Hal itulah yang membuatnya nekad membubuhkan racun di minuman teh milik Putri Mahkota meskipun usahanya sia-sia dan kini ia yang harus bersiap menerima hukuman.

“Sangat lucu. Bukan aku yang memberikan racun pada minuman itu.” Roxana berdalih dengan posisi bersimpuh dan kedua tangan disergap di belakang oleh seorang prajurit, “Bahkan wanita sialan itu masih berdiri dengan tidak tahu malunya di sampingmu. Ah! Aku jadi benar-benar ingin membunuhnya,” geramnya rendah dengan sorot mata tajam dipenuhi dendam kepada seorang wanita cantik yang kini berdiri di samping Liam.

Catherine de Jolla, Putri Mahkota sekaligus korban percobaan pembunuhan yang dilakukan Roxana seketika bergidik ngeri dengan raut wajah memucat. Jemari lentiknya gemetar dengan netra berusaha menghindar dari tatapan tajam Roxana yang seakan mengulitinya sampai ke tulang. Catherine dikenal sebagai Putri Mahkota berhati lembut dan baik hati. Tentu saja ia tidak tahan dengan pemandangan mengerikan seperti saat ini.

Namun, tiba-tiba ia merasakan sentuhan hangat dari tangan Liam yang menggenggam punggung tangannya yang tengah gemetar ketakutan. Pangeran itu menatapnya dengan ekspresi begitu dalam, “Kondisimu sepertinya masih belum cukup stabil setelah meminum racun.”

Catherine menggeleng pelan seraya memaksa bibirnya untuk tersenyum, “Jangan hiraukan saya, Your Highness.”

“Ouh, sungguh mengharukan. Apa kalian sedang memainkan pertunjukan sang Dewi cinta Aphrodite dan Adonis? Atau kisah cinta Eros dan Psyche?" Roxana tertawa sumbang.

"Tutup mulutmu, Bedebah!" Liam telah habis kesabaran.

"Bukankah sebentar lagi kau juga akan menutup mulutku untuk selamanya? Namun, penjahat ini tetap tidak menyesal. Keyakinanku tetap sama jika wanita sialan di sampingmu itu tidak pantas menjadi Putri Mahkota." Roxana tertawa lepas, sama sekali tidak ada raut penyesalan yang terlihat di wajahnya.

Dibandingkan penyesalan, justru tampak selaksa kemarahan yang membuncah di riak-riak manik mata wanita tersebut. Penjahat itu masih tetap angkuh dan tidak mengakui kesalahannya meskipun di detik-detik terakhir kehidupannya.

Liam mengerutkan kening dan ingin segera menghabisi nyawa penjahat terkutuk tersebut, “Cepat penggal dan jadikan kepalanya sebagai pajangan di depan pintu gerbang istana!”

“Baik, Your Highness!”

Pedang seorang prajurit yang berdiri di belakang Roxana seketika terayun di udara dan bersiap memisahkan kepala dari sang badan.

“CUT!”

Terdengar aba-aba dari seorang sutradara yang disusul dengan suara tepukan clapper board, pertanda syuting telah selesai. Ya, baru saja yang terjadi adalah adegan syuting drama fantasy historical berjudul 'The Villain's Dead' yang tamat dengan meninggalnya tokoh pemeran antagonis.

Para kru bertepuk tangan dan terlihat puas dengan rekaman terakhir yang diberikan oleh para pemain. Perjuangan panjang mereka selama jalannya proses syuting kini benar-benar telah berakhir.

"Kerja bagus, Liora." Seorang wanita muda bertubuh mungil dan berambut pendek sedang tersenyum cerah. Dia adalah Eva, menejer aktris.

"Yeah, bisakah kau membantu mengangkat bawahan gaun super duper berat ini? Aku tidak ingin sebulir keringatku menetes hanya karena mengangkatnya. Ugh! Mengapa orang zaman dahulu harus membuat pakaian merepotkan seperti ini?" Liora mengeluh dengan helaan napas panjang. Dia adalah aktris cantik yang memerankan tokoh Putri Mahkota dalam syuting tersebut.

"Aku sudah menyiapkan pakaianmu di ruang ganti. Pakaian hangat yang cocok untuk musim dingin." Eva tersenyum lebar sembari membantu mengangkat gaun Liora dan berjalan menuju dress room.

Liora tiba-tiba menghentikan langkah hingga membuat Eva hampir terjungkal, “What?” desinya rendah sembari melengok ke belakang, “aku ingin memakai pakaian seksi agar bisa memperlihatkan lekukan tubuhku yang indah dan menawan ini,” imbuhnya narsistik.

“Kau akan terkena flu jika terus menerus memakai pakaian seksi di musim dingin seperti ini. Aku tidak ingin pekerjaanmu jadi berantakan karena hal itu juga akan merepotkanku.” Eva menjawab lempeng.

“Ck! Menyebalkan sekali. Aku tidak menyangka jika seorang yang menyebalkan sepertimu bisa menjadi menejerku," gerutu Liora tidak mau kalah sembari kembali berjalan diikuti Eva di belakang.

Eva tidak dapat menahan bola matanya untuk tidak berputar ke atas, “Justru aku yang tidak menyangka jika seorang dengan perangai suka mengeluh sepertimu bisa memainkan peran Putri Mahkota yang baik hati dan kalem dengan begitu sempurna.”

Kening Liora berkerut samar saat merasakan percikan api pertikaian yang sengaja disulut oleh menejernya, “Apa kau ingin dipecat? Bagaimana bisa seorang menejer begitu berani mengolok majikannya?"

“Kau yang merengek dan terus memaksaku untuk menjadi menejermu jika kau lupa.” Eva menutup pintu dress room saat mereka telah sampai. Menejer itu kemudian mengambil pakaian yang telah disiapkan untuk Liora.

“Ya, itu karena ….” Liora tiba-tiba terdiam seraya menipiskan bibir. Suaranya mendadak berubah menjadi 1/10 desibel lebih kecil dari sebelumnya.

“Karena …?” Eva terus menyerang.

Liora membuang napas kasar, “Karena hanya kau sahabat yang paling bisa diandalkan,” cicitnya dengan suara hampir tertelan sebelum kembali mempertahankan keangkuhan, “apa kau puas?”

Eva tersenyum puas saat jemarinya menarik turun resleting gaun Liora untuk membantu menanggalkan gaun itu sebelum hanya tersisa bra hitam dan g-string senada di tubuh aktris cantik tersebut, “Maka dari itu jangan membuatku kesal karena aku sudah kebosanan sejak tadi menunggumu hingga selesai syuting.”

"Kebosanan?" Liora menggelincirkan senyuman miring. Tampaknya pertarungan sengit di antara dua wanita itu masih belum sepenuhnya berakhir. “Di mana letak kebosanan itu saat tadi kau begitu lekat menatap Max, aktor yang bermain sebagai Putra Mahkota denganku? Bagaimana ini, dramanya sudah berakhir dan kau tidak bisa melihatnya lagi.”

“A-apa?” Terdengar getaran di nada suara Eva pertanda Liora telah berhasil menyerangnya dengan sesuatu bernama Max tersebut.

“Dia adalah aktor yang terkenal playboy. Aku hanya tidak ingin kau terluka, Eva.”

“Shut up!” Eva meninggikan suara. Sesuatu tentang Max adalah hal yang sensitif dan tabu karena pria itu adalah cinta pertamanya. Ya, cinta pertama yang sulit dilupakan.

"Aku tidak melihatnya! Aku hanya melihatmu saat syuting tadi. Berhentilah berbicara tentangnya karena aku sama sekali tidak tertarik dengannya." Eva melempar asal pakaian yang akan dikenakan oleh Liora, "Pakai sendiri pakaianmu dan aku akan menunggumu di dalam mobil," tandasnya sembari melenggang pergi.

"Hey, kau merajuk?"

Tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara pintu ditutup dengan sedikit kasar oleh Eva.

"Tenanglah karena aku akan mengenalkanmu pada pria yang lebih baik nanti." Liora meninggikan suara sembari mengambil stelan pakaian formal untuk dikenakan dengan sudut bibir berkedut, tersenyum penuh kemenangan.

Kedua wanita itu memang telah bersahabat sejak lama. Mereka tidak pernah berhenti bertengkar laksana Tom and Jerry. Pertarungan sengit di antara mereka adalah hal yang lumrah terjadi seperti seorang manusia yang sedang bernapas.

\~\~\~

Sebuah Cadillac Escalade hitam melaju mulus di tengah jalanan Kota London. Sinar terik matahari perlahan meredup untuk menyambut langit senja yang akan menjadi pengiring mobil tersebut.

Di dalam kabin belakang mobil berinterior mewah serta didominasi warna cream itu, sedang terduduk Liora yang menjulurkan kaki pada penyangga di bagian bawah kursi dengan kelopak mata terpejam. Aktris cantik itu merasa kelelahan karena akivitasnya yang sangat padat.

Eva yang mengemudikan mobil di bangku depan diam-diam melirikkan ekor mata pada kaca spion untuk melihat Liora di belakang, "Kau hanya memiliki waktu tidur dua jam. Sebentar lagi kau harus makan malam bersama kru film yang akan kau bintangi selanjutnya. Sinopsis tentang kisah cinta seorang guru dan muridnya. Kau sudah menandatangani itu dan kuharap kau bisa bekerjasama dengan baik kali ini. Jangan membuat skandal dan jangan membuat masalah, mengerti?"

“….” Tidak ada tanggapan.

"Aku juga sudah mengatasi beberapa artikel yang terus menulis berita tentangmu. Mereka tidak akan lagi berulah untuk sementara waktu selama kau tidak membuat skandal baru."

“….” Masih tidak ada tanggapan.

"Setelah ini kau juga harus—"

"Bukankah kau bilang waktu istirahatku hanya dua jam?" Liora menyela dengan mata terpejam, "Karena harus mendengar ocehanmu yang tiada henti waktuku jadi berkurang 15 menit 1 picodetik."

"Aku hanya tidak ingin kau membuat masalah lagi."

Pasalnya, Eva tahu betul jika Liora suka membuat masalah dengan berbagai skandal. Terakhir kali Liora menghina seorang aktor pendatang baru dengan sebutan impoten hingga para haters menghujatnya.

"Ya-ya! Tapi siapa aktor yang akan bermain peran denganku di film itu? Apakah sudah ditetapkan? Apakah dia tampan? Aku tidak ingin beradu peran dengan aktor yang wajahnya seperti cumi-cumi."

Dan, Eva juga tahu jika Liora hanya menyukai seorang pria berparas rupawan. Ia tidak senang dengan pemandangan apapun yang tidak elok dan tidak sedap dipandang. Terakhir kali ia menyuruh Eva mengganti warna lipstiknya hanya karena tidak sesuai dengan warna wallpaper dinding yang ada di lokasi syuting.

"Gavin Stanley, aktor papan atas yang baru saja memenangkan ajang Top Model and Superstar karena wajah dan tubuhnya yang sempurna. Survei membuktikan jika dia memiliki penggemar paling tinggi di kalangan para aktor dan presentase haters paling sedikit."

Liora manggut-manggut, tanpa minat. Meskipun ia sangat suka dengan keindahan visual, tetapi terlalu sering melihat pria tampan terkadang juga bisa membuatnya bosan. Terlebih, masih belum ada sosok pria yang berhasil menggetarkan hatinya.

"Omong-omong tentang haters, meski kau memiliki banyak, tetapi penggemarmu juga tidak kalah banyak. Akhir-akhir ini respon netizen cukup baik. Mereka berkomentar positif di postingan instakilogram terakhirmu. Hal itu cukup berguna untuk mengubur skandal 'pria impoten' yang kau buat."

"Hm, aku hanya harus mengubur skandal itu dengan prestasi. Apa kau lupa jika aku adalah Liora Belladonna, aktris paling cantik dan bersinar di muka bumi ini. Ouh, Eva! Diamlah karena aku benar-benar ingin beristirahat."

Dia juga begitu narsistik, Eva membatin.

\~\~\~

Bab 2. Time Travel

Liora Belladonna.

Sosok aktris cantik dan berbakat yang digilai sebagian besar pria maupun wanita di penjuru negeri. Sejak pertama kemunculannya di layar kaca, ia selalu menjadi sorotan dan pusat perhatian. Berbagai penghargaan berhasil didapatkan hingga membuatnya terus bersinar dan popularitasnya tidak pernah memudar.

Penggemar? Jangan tanya!

Tentu saja penggemar Liora tersebar di seluruh dunia. Aktris cantik itu juga sering menghiasi sampul majalah ternama seperti Vogeu, Elly, Forbus, Days, dan masih banyak lagi. Dengan kecantikan dan kekayaan yang melimpah, Liora seolah menjadi Ratu kehidupan sosial yang setiap gerak-geriknya menjadi santapan hangat oleh para paparazi.

Namun, di balik kesuksesan dan jutaan penggemar yang dimilikinya, Liora juga memiliki haters yang selalu berusaha menjatuhkannya. Terlebih, saat mulut ajaibnya yang sering keceplosan karena mengeluarkan apa yang ada di otak. Terakhir kali ia pernah menghina seorang aktor pendatang baru dengan sebutan impoten karena aktor itu berusaha menyentuhnya.

Jacob Balgamot, seorang aktor pendatang baru yang terkenal sebagai cassanova kelas kakap dan menggoda wanita mana pun yang dilihat. Saat itu, Jacob mendekati Liora dan berpura-pura tidak sengaja menyentuh bokongnya. Liora menjadi sangat murka hingga mengatainya pria impoten dan menyemburnya dengan berbagai kalimat pedas lainnya.

Menghirup aroma cuan, Paparazi yang merekam hal itu sontak dengan sengaja menyebarkan video rekaman, tetapi dengan bagian Jacob yang menyentuh bokong Liora diedit dan dipotong. Apa? Ya, itu semua karena permintaan Jacob sendiri yang menyuap mereka demi kelanjutan karirnya. Aktor biadab memang!

Hingga akhirnya, hanya Liora yang mendapat serangan dari para netizen yang baik dan budiman beserta penggemar fanatik aktor culas dan mesum tersebut. Itu adalah skandal terakhir yang dibuat dan membuat Eva cukup kerepotan menanganinya.

Namun, semua masalah itu tidak pernah bisa menjatuhkan seorang Liora Belladonna. Menjadi sebatang kara sejak kecil dan tinggal di panti asuhan hingga menjelma sebagai Ratu kehidupan sosial tentu bukan usaha yang mudah untuk dilewati. Liora memang memiliki kisah masa lalu yang pelik dan menyakitkan. Namun, karena itulah Liora bisa se-kaya dan se-terkenal saat ini.

Yeah! Dia adalah Liora Belladonna.

Dan kini, kita kembali pada situasi di dalam mobil. Langit senja yang menembus kaca mobil berangsur meredup demi menyambut sang rembulan yang bertugas menggelapkan malam. Liora mengistirahatkan perasaan dan pikiran yang lelah menjadi kosong.

Akan tetapi, sebuah keanehan bagai kekuatan magis tiba-tiba terjadi. Seperti saat ini!

Suasana dalam sekejap menjadi begitu gelap.

Sangat gelap.

Gulita.

Dan, sepi.

Tirai mata Liora terasa begitu berat untuk dibuka. Sangat sulit. Apa yang terjadi? Bukankah sebelumnya ia hanya sedang berisitirahat di dalam mobil? Apa karena ia yang begitu kelelahan karena telah bekerja keras seharian?

Tidak hanya itu! Liora juga tidak bisa mengeluarkan suara dan merasa sangat sulit bergerak seolah semua susunan syaraf yang ada di tubuhnya bukan miliknya. Apakah Liora mengalami sleep paralysis atau ketindihan?

'Uaa ... aahhh!' Suara Liora benar-benar tidak bisa keluar dan hanya tersangkut di kerongkongan.

'Apa yang terjadi padaku?’ Liora berusaha keras menggerakkan tubuh meskipun tidak berhasil.

'Evaaaa! Kau di mana? Apa kau tidak ada di sini? Apa aku terkena santet? Kuyakin haters dari aktor mesum itu yang menyantetku! Atau jangan-jangan kau yang menyantetku, Eva? Maafkan atas semua dosa-dosaku! Huwaaaa!' Jeritan itu tetap tidak bisa keluar dari mulut Liora.

'Siapapun tolong aku! Tolong!' Liora tetap berusaha menjerit dan bergerak meskipun usahanya tetap tidak berguna.

Samar-samar terdapat sebuah cahaya putih yang amat terang dan menyilaukan mata. Mengerjap-ngerjap silau, pupil Liora mengangkap bayangan dari sebuah ruang kosong yang terasa begitu hampa. Apakah itu nirwana? Atau justru neraka karena dosa-dosa Liora kepada Eva?

Tak lama, Liora melihat sosok wanita yang sedang berdiri membelakanginya di ujung ruang hampa tersebut. Wanita itu berambut kusut berwarna pirang kemerahan dan bergaun panjang lusuh dipenuhi bercak darah. Siapa dia? Apakah dia hantu?

'Hallo! Apa kau bisa membantuku keluar dari sini?' Liora mencoba mengajak berbicara wanita tersebut.

“….” Tidak ada jawaban dan membuat wanita itu terkesan misterius.

'Hey! Mengapa diam saja? Kau bukan hantu, 'kan? Katakan sesuatu! Jangan membuatku merinding disco!' Liora terus berusaha mengajak bicara karena tidak ada lagi yang bisa ia lakukan.

'Aku bisa membantumu asal kau melakukan sesuatu untukku.' Wanita itu akhirnya menjawab dengan suara yang terdengar begitu dalam hingga suasana mendadak menjadi begitu dingin.

Liora berbinar senang saat mendapatkan harapan, 'Apa yang harus kulakukan? Kumohon bantu aku, wahai wanita misterius!'

'Jagalah keluargaku dan biarkan aku hidup.' Wanita itu kembali menjawab dengan permintaan yang terdengar amat pilu.

Liora mengernyit bingung, 'Keluarga? Membiarkanmu hidup? Apa maksudnya?'

Samar-samar cahaya putih yang menyilaukan mata itu meredup bersamaan dengan sosok wanita misterius yang perlahan menghilang seperti kepulan asap yang menguap.

Liora sontak menjadi panik saat ditinggalkan sendirian, 'Tunggu dulu! Jangan pergi, wahai wanita misterius! Jangan per—'

"LADY! SADARLAH!" Suara pekikan seorang wanita tiba-tiba terdengar begitu mengejutkan.

Tirai mata Liora terbuka sempurna dengan napas tersengal-sengal. Ya, Liora kini telah berhasil membuka tirai matanya dan tersadar sepenuhnya. Ia juga sudah bisa menggerakkan tubuh dan beranjak terduduk dari tidurnya.

Dilirikkan ekor mata pada sumber suara seorang wanita yang sebelumnya Liora dengar. Ia melihat sosok wanita muda berpakaian maid berwarna hitam putih yang tampak begitu khawatir saat melihatnya.

"Syukurlah Lady sadar setelah mengigau cukup lama. Saya akan memanggil Tuan dan Nyonya." Wanita itu tampak berkaca-kaca kemudian dengan cepat berbalik dan berlari terbirit-birit.

Liora membeku di tempat, "Siapa dia? Aneh sekali." Sebelah tangan Liora kemudian terangkat untuk memijit pelipis yang terasa begitu pening. Terlebih, saat ia melihat dirinya sendiri sedang terduduk di atas tempat tidur dengan sekeliling yang tampak begitu asing.

Pemandangan pertama yang Liora dapatkan adalah sebuah langit-langit dengan ukiran artistik yang begitu detail dan berseni tinggi. Sebuah ukiran Cupid dan awan-awan seperti istana Eropa zaman pertengahan. Dilihat dari mana pun, kamar ini bukanlah kamar Liora yang berdesain modern penuh teknologi canggih.

“Bukankah sebelumnya aku berada di dalam mobil untuk beristirahat sebentar?” Liora bermonolog dengan pandangan yang masih sibuk berkeliling. "Astaga! Apakah aku masih terkena santet, sihir, guna-guna, atau semacamnya?" Liora tiba-tiba mendelik dan panik.

"Tunggu! Tenang ... tenang! Aku tidak boleh panik karena stress dapat mengakibatkan penuaan dini. Aku tidak ingin terlihat jelek di depan kamera." Liora beranjak berdiri sembari mengambil napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan, melakukan tekhnik relaksasi. Langkahnya kemudian berjalan mondar-mandir sembari menggigit salah satu ujung jarinya dengan wajah yang terlihat gusar, "Pasti Eva yang membawaku ke mari karena syuting drama historical itu ternyata belum berakhir. Ya, sepertinya itu yang terjadi. Aku harus keluar dan mencari Eva untuk meminta penjelasan," imbuh Liora berpikir positif.

BRAKH!

Pintu kamar klasik dan asing itu tiba-tiba terbuka dan memperlihatkan seorang wanita berusia separuh abad yang tetap terlihat cantik, pria yang juga berusia separuh abad bertubuh kekar dan berkumis tebal, serta wanita berpakaian maid hitam putih sebelumnya yang berdiri di belakang.

"Oh, putriku! Kau benar-benar sudah bangun, Nak!" Wanita berusia separuh abad yang tetap cantik menghambur dan memeluk Liora erat-erat.

"Maafkan kami yang tidak bisa menjagamu." Pria separuh abad bertubuh kekar mengelus pucuk rambut Liora dengan tatapan dipenuhi kekhawatiran.

"Hiks ... hiks ...." Wanita berpakaian maid hitam putih menangis terisak.

Liora semakin mengernyit bingung kala tidak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini. "Sebenarnya drama apa yang sedang kumainkan? Apakah syutingnya sudah dimulai?"

Mereka yang mendengarnya sontak melebarkan mata dan saling melempar pandangan sebelum kembali memusatkan perhatian kepada Liora.

"Mengapa diam saja? Bukankah kita sedang syuting? Siapa kalian?"

"Huwaaaaa! Ladyyy!" Wanita berpakaian maid hitam putih menangis semakin menjadi.

"Apakah kau tidak mengingat kami? Cepat panggil dokter keluarga, Anne!" Pria separuh abad memberikan perintah kepada maid yang sejak tadi sibuk menangis.

“Bagaimana ini bisa terjadi? Andai saja waktu itu kau tidak jatuh di sungai maka kemalangan ini tidak akan menimpamu.” Wanita separuh abad terisak diguyur penyesalan.

"Jatuh ke sungai? Siapa? Aku?"

Pria separuh abad mengangguk dengan tatapan nanar dan sekujur tubuh gemetar, “Benar. Kau sudah tidak sadarkan diri selama satu minggu karena jatuh dari sungai.”

"A-apa?" Liora terkesiap. Kepalanya semakin berdenyut pening. Ia benar-benar tidak mengerti dengan situasi di luar nalar yang tiba-tiba saja menimpanya bagai badai dahsyat yang menerjang hidupnya.

Kegilaan macam apa ini? Jika dibilang syuting, di mana pun tidak ada kamera yang tersembunyi. Jika dibilang hanya mimpi, anehnya semua terasa nyata sekali. Terlebih, Liora sama sekali tidak mengenal mereka semua.

Dilangkahkan kaki Liora menuju sebuah cermin berbingkai emas yang ada di sudut ruang. Dilihatnya pantulan dirinya sendiri di depan cermin dengan sekujur tubuh yang sontak membeku. "Apa-apaan ini? Siapa wanita di dalam cermin itu?"

\~\~\~

Bab 3. Roxana Adelaide

Apakah kalian percaya dengan sesuatu yang berkaitan dengan hal magis, supranatural, sihir, atau semacamnya? Jika hal-hal seperti itu sungguh nyata adanya, bukankah kehidupan kita akan terasa lebih mudah dan tidak membosankan? Hm, mungkin saja!

Akan tetapi, bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Kehidupan kita mendadak terasa amat mengerikan hingga semua berjalan tidak semestinya. Dan, itulah yang kembali dialami oleh Liora.

Keanehan kembali terjadi dan memporak-porandakan akal sehat Liora. Sekujur tubuhnya membeku hingga kelopak matanya tidak mampu berkedip sedetik pun. Bagaimana tidak? Di pantulan cermin berbingkai emas yang ada di hadapannya saat ini … bukan wajah miliknya yang terlihat. Namun, wajah seorang wanita asing yang entah siapa sang empunya.

Oh astaga! Bukankah hal itu sungguh konyol dan tidak masuk akal?

Wajah itu … sangat cantik dengan manik mata berwarna emerald yang indah, kulit seputih gading yang bersih tanpa cela, rambut berwarna pirang kemerahan yang kontras dengan kulitnya yang putih, serta tubuh yang begitu menawan dan seksi. Sebenarnya raga milik siapa yang Liora tempati saat ini?

Meskipun Liora juga terlahir dengan paras yang cantik dan rupawan, tetapi penampilan wanita di pantulan cermin saat ini benar-benar tidak nyata. Kecantikannya sungguh tidak sopan hingga menyerupai sebuah ukiran mahakarya dewa. Bahkan, Liora yang pertama kali melihatnya langsung terpana.

“Demi Neptunus, sepertinya aku sudah gila!”

BRUKH!

Liora seketika ambruk terjatuh pingsan lantaran tidak kuat menerima kenyataan.

\~\~\~

Sayup-sayup Liora melihat sebuah bayangan yang sedang berputar layaknya kaset hitam putih. Ruangan megah bernuansa klasik yang tampak seperti aula istana Eropa zaman pertengahan menjadi latarnya. Kerumunan orang-orang berpakaian renaissance yang entah siapa saja mereka. Dan, suasana menegangkan yang begitu terasa kini berlangsung bagaikan pertunjukkan opera.

Di dalam aula istana itu, Liora dapat merasakan jika pusat atensi sedang tertuju kepada seorang pria dan wanita yang berdiri bersebelahan di depan singgasana. Apakah mereka adalah Pangeran dan Putri? Liora juga melihat para prajurit yang mengepung sosok wanita yang tengah bersimpuh di hadapan Pangeran dan Putri seolah usai melakukan sebuah kejahatan.

Tunggu dulu! Pemandangan saat ini … terasa sungguh tidak asing. Liora pernah melihatnya! Tidak … tidak! Liora bahkan pernah mengalaminya. Bukankah itu adalah cuplikan film yang sebelumnya Liora bintangi? Ya, film berjudul ‘The Villainess Dead’ yang akan berakhir di mana penjahat mendapat hukuman mati dari Pangeran yang dicintai.

Namun, penjahat itu … juga terlihat tidak asing bagi Liora. Semua wajah-wajah yang menjadi pemain opera saat ini juga begitu buram, tidak terlihat jelas. Namun, Liora dapat melihat penampilan wanita penjahat itu dari belakang. Rambut kusut berwarna pirang kemerahan, gaun compang camping, dan sekujur tubuh penuh bercak darah pertanda usai menerima siksaan.

Lagi dan lagi Liora merasa de jave! Bukankah itu adalah penampilan wanita misterius yang sebelumnya Liora temui di ruang hampa? Ya, penampilan mereka terlihat sama persis jika dilihat dari belakang.

“Cepat penggal dan jadikan kepalanya sebagai pajangan di depan pintu gerbang istana!” Pangeran yang wajahnya tidak terlihat jelas itu memberikan perintah.

“Baik, Your Highness!”

Pedang seorang prajurit yang berdiri di belakang seketika terayun di udara dan bersiap memisahkan kepala dari badannya.

KREEEEEKK!

Kepala penjahat wanita itu akhirnya terpisah dari lehernya hingga menggelinding di lantai marmer istana. Pembuluh darah karotisnya bercucuran dan terciprat ke mana-mana. Liora yang dapat melihat itu semua sontak memekik terkesiap dengan pupil mata bergetar. Mendadak isi perutnya seolah diaduk-aduk hingga ia merasa mual.

Pertunjukkan opera macam apa ini? Bukankah adegan sadisme dan berdarah-darah seperti itu seharusnya disensor?

Dengan jantung yang masih berpacu dengan cepat, Liora berusaha menajamkan penglihatan untuk melihat wajah dari kepala wanita yang baru saja dipenggal. Di detik itu juga, Liora kembali membulatkan matanya lebar-lebar. Wajah itu … sangat mirip dengan wajah wanita cantik yang sebelumnya ia lihat di cermin. Ya, wajah seorang wanita yang tiba-tiba menjadi raga Liora.

“Tidaaaak!” Liora terkesiap hingga mendapatkan kembali kesadarannya. Wanita itu membuka kelopak mata dengan napas tersengal dan degupan jantung yang masih berpacu dengan cepat.

Bagaimana tidak? Baru saja, ia mengalami mimpi buruk yang amat sangat gila.

“Sayangku, akhirnya kau kembali sadar.” Seorang pria berusia separuh abad bertubuh kekar dan berkumis tebal yang sebelumnya Liora temui ternyata sudah berada di samping tempat tidur dan menunggu Liora untuk bangun. Suaranya terdengar sedikit gemetar seolah sedang berusaha untuk tegar.

“Jadi apa yang terjadi pada putriku?” Wanita paruh abad yang masih terlihat cantik bertanya kepada seorang dokter yang sebelumnya memeriksa Liora dengan raut wajah gusar dan khawatir. “Kenapa dia tidak bisa mengingat apapun bahkan dia juga melupakan wajahnya sendiri?” imbuhnya sembari bersandar di pundak suaminya.

“Tuan, Nyonya, setelah saya melakukan pemeriksaan kepada Lady, saya telah mendapatkan kesimpulan untuk diagnosa saat ini, yaitu … amnesia.”

“Amnesia?” Keduanya mengernyit heran. Pasalnya, ini adalah kali pertama mereka mendengar penyakit tersebut.

“Benturan keras yang diterima kepalanya dari bebatuan besar yang ada di sungai saat dia tenggelam bisa menjadi penyebabnya. Amnesia atau hilang ingatan adalah kondisi di mana seseorang tidak bisa mengingat informasi, pengalaman, atau kejadian yang pernah ia alami sebelumnya. Ini adalah kondisi langka yang baru pertama kali saya temui.” Pria paruh baya yang berprofesi sebagai dokter itu menjawab dengan seksama kepada sepasang suami-istri tersebut.

Sedangkan Liora yang terbaring di tempat tidur hanya bergeming, tanpa mengeluarkan sepatah kata. Ia sama sekali tidak mengindahkan mereka bertiga yang sibuk membicarakan tentang kesehatannya. Pikirannya justru terbang mengalana untuk menelaah kembali mimpi gila yang baru saja ia alami.

“Jadi maksudmu, putriku tidak memiliki ingatan apapun tentang kehidupannya selama ini? Bahkan ia juga tidak bisa mengenal kami dan jati dirinya sendiri?” tanya sang pria paruh abad dengan wajah tidak percaya.

Dokter itu mengembuskan napas berat kemudian menundukkan sedikit kepala, “Iya, Tuan,” jawabnya.

Seketika sang wanita paruh abad berhambur lebih dalam ke pelukan suaminya, menangis tersedu dan pilu.

Sedangkan sang pria memeluk pundak istrinya yang bersandar dengan memberikan tatapan tajam kepada sang dokter, penuh kuasa. “Lalu … apakah tidak ada obat untuk menyembuhkannya?” tanyanya kembali.

Dokter itu bergeming untuk sesaat sebelum akhirnya kembali menghela napas berat, “Dasar kesehatan kita saat ini masih belum memiliki obat untuk penyakit langka tersebut, Tuan. Akan tetapi, saya akan mengajukan penelitian kepada Kekaisaran agar bisa segera menemukan obatnya. Saya juga akan meminta bantuan kepada menara sihir. Mereka pasti bersedia membantu.”

Sihir? Apakah di dunia ini juga ada sihir?

Isakan tangis sang wanita paruh baya semakin menjadi, “Lalu apa yang harus kami lakukan?” tanyanya dengan suara yang terdengar teramat pilu.

“Tuan dan Nyonya hanya harus melakukan pendekatan kepada Lady secara bertahap. Dengan itu … saya harap Lady Roxana akan segera pulih.”

Liora yang sejak tadi bergeming dan sibuk dalam lamunan seketika tersadar dan membeliakkan bola matanya. Pandangannya langsung dialihkan kepada dokter yang baru saja memberikan penjelasan kepada pasangan suami-istri tersebut.

“Tunggu! Kau bilang apa tadi? Katakan siapa aku?” Liora bertanya dengan tatapan terkunci dan riak-riak mata bergetar.

“….”

Sedikit ada keheningan untuk sesaat.

Dengan wajah keheranan, dokter itu kembali membuka suara, “Lady, nama Anda adalah Roxana Adelaide.”

\~\~\~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!