1.
Andre Hermawan, seorang Ceo di sebuah perusahaan ternama di ibukota. Berusaha menguatkan hatinya untuk melamar seorang gadis yang sama sekali tidak dicintainya. Nazhwa Az-zahra namanya, gadis yang telah diamanahkan oleh almarhumah kekasihnya yang bernama Shalwa Az-zahra yang merupakan kakak kandung Nazhwa.
Andre pun menggelar pernikahannya dan Nazhwa dengan sangat meriah, sesuai dengan apa yang sudah ia rancang bersama Shalwa dulu.
Tentu saja Nazhwa sangat bahagia dipersunting oleh laki-laki seperti Andre, sosok laki-laki yang menjadi idaman setiap wanita.
Namun, setelah satu bulan menikah Nazhwa merasakan ada yang aneh pada Andre. Suaminya itu tak pernah menyentuhnya meski mereka tidur diranjang yang sama.
________________
"Mas, tunggu...
Andre yang baru saja keluar dari kamar mandi, menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap wanita yang sudah sebulan ini menjadi istrinya.
"Ada apa?" tanyanya dingin.
Nazhwa melangkah mendekati suaminya, dan berhenti tepat di hadapan laki-laki bertubuh tegap itu. Ia menatap tepat pada kedua mata hitam suaminya. Bibirnya masih bungkam, pertanyaan yang sudah sejak sebulan lalu ingin ia tanyakan entah menguap kemana saat berhadapan dengan laki-laki yang sudah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Nazhwa, kau tahu sendiri aku tidak suka berbasa-basi, jadi cepat katakan apa yang ingin kau katakan." tukas Andre dengan pelan, namun penuh penekanan. Wajahnya datar, tetapi tatapannya begitu tajam.
Perlahan Nazhwa membuka mulutnya. Yah, sudah seharusnya ia bertanya tentang status nya selama ini sebagai istri, namun tak seutuhnya menjadi seorang istri.
"Mas, kita sudah satu bulan menikah, tapi Mas belum pernah menyentuhku. Apakah aku sama sekali tidak menarik dimata Mas, tapi kenapa? Bukankah Mas sendiri yang datang pada kedua orang tuaku, meminta ku untuk menjadi istri Mas, tapi kenapa setelah kita menikah. Mas seperti tidak menganggap aku?"
Andre tertawa hambar mendengar pertanyaan istrinya itu, sambil menggeleng-geleng pelan.
"Apakah nafkah yang aku berikan selama ini masih belum cukup, hum? Sehingga kau menuntut lebih. Aku tidak pernah melarang mu untuk membeli apapun yang kau mau, bahkan setiap minggunya aku juga selalu memberikan uang kepada orang tuamu. Lalu apa lagi?" ucap Andre dengan santainya, kemudian melanjutkan langkahnya melewati Nazhwa yang masih berdiri mematung ditempatnya.
"Mas, kita sudah suami istri. Hubungan kita halal, kita tinggal di satu atap, bahkan kita juga tidur diranjang yang sama. Mas, nafkah seorang istri bukan hanya tentang materi saja. Tapi...
Ucapan Nazhwa terhenti saat Andre kembali berbalik menatapnya dengan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya.
"Tapi apa, huh?" tanya Andre, sambil berjalan mendekati istrinya itu.
"Mas...
Nazhwa memundurkan langkahnya ketika Andre sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan yang seolah ingin membunuhnya.
Namun, dengan cepat Andre menarik pergelangan tangannya, kemudian mencengkeram rahang Nazhwa dengan erat.
"Mas sakit, lepaskan." keluh Nazhwa, namun Andre tak memperdulikan nya.
"Dengar Nazhwa," ucap Andre, sambil memperhatikan penampilan istrinya itu yang berbalut syar'i. "Aku akan memberikan apapun yang kau mau, karena kau adalah istriku. Aku akan memenuhi semua apapun kebutuhan mu, tapi jika yang kau inginkan adalah nafkah batin. Maaf, aku tidak bisa memberikannya, karena aku hanya akan melakukannya dengan wanita yang aku cintai." ucapnya, lalu menghempaskan wajah Nazhwa tanpa perasaan.
Sementara Nazhwa, jantungnya serasa ditusuk ribuan jarum atas penuturan suaminya itu yang begitu menyesakkan dada.
Jika tak ingin memberikan nafkah batin, lalu apa gunanya ia dijadikan istri? Dan jika suaminya mencintai wanita lain, lalu kenapa justru ia diminta menjadi istri?
Sungguh, ini begitu mengejutkan bagi Nazhwa. Ia berpikir saat Andre datang melamarnya, laki-laki itu akan membimbing nya menuju surga. Namun kenyataan yang ia dapati hari ini bagai bom bardir yang tepat mengenai dadanya.
Sakit, begitulah yang ia rasakan. Bahkan lebih sakit dari penyakit yang menggerogoti tubuhnya selama tiga tahun terakhir. Kenyataan tak sesuai harapannya. Ternyata pernikahannya ini bukanlah jalan menuju surga impiannya.
"Asal kau tau Nazhwa, aku tidak benar-benar ingin menikahimu. Aku terpaksa melakukan nya!" teriak Andre bagai orang yang frustasi.
"Apa kau pikir aku tidak tersiksa dengan semua ini, huh!" Andre kembali mendekati Nazhwa, lalu mencengkram kedua bahu Nazhwa dengan sedikit mengguncang nya.
"Aku tersiksa menikah dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai." ucapnya dengan nada yang ditekan.
Andre menatap kedua mata istrinya yang kini sudah berderai air mata. Ada rasa tak tega telah membuat wanita sebaik Nazhwa menangis. Namun, inilah kebenarannya, semua harus diungkapkan agar Nazhwa tak lagi menuntut nafkah batin darinya.
"Jika ada wanita lain yang Mas cintai, lalu kenapa aku yang Mas jadikan istri, kenapa Mas?" tanya Nazhwa dengan lirih. Suaranya terdengar serak, bahkan nyaris tak dapat bersuara.
"Karena aku sudah terlanjur berjanji pada almarhumah Kakakmu, Shalwa, untuk menikahimu." dan tentu saja jawaban itu hanya mampu Andre ucapkan dalam hati.
"Kau tidak perlu tau apa alasanku." ucap Andre, kemudian melepaskan cengkeraman nya dari kedua bahu Nazhwa. "Kau terima saja nasibmu menjadi istriku. Nikmati segala fasilitas yang aku berikan. Tapi jangan pernah menuntut lebih dari itu, ingat itu!" ucapnya lagi seraya menunjuk tepat diwajah Nazhwa, lalu segera keluar dari kamarnya itu.
Di luar kamar, Andre bersandar pada dinding kamarnya. Ia juga menangis, hatinya juga sakit harus menyakiti istrinya sendiri. Nazhwa adalah amanah yang dititipkan oleh almarhum kekasihnya yang meninggal dunia karena kecelakaan. Namun, bukannya menjaga dan menyayangi Nazhwa seperti yang Shalwa amanahkan, justru ia malah menyakiti adik kesayangan almarhumah kekasihnya dengan mengatakan mencintai wanita lain.
"Shalwa, hukum saja aku yang tidak bisa menjalankan amanahmu. Aku tidak bisa membagi cintaku untukmu, bahkan pada adikmu sendiri. Aku tidak bisa, Shalwa." ucap Andre dengan terisak, ia memegangi dadanya yang bergemuruh.
Sepeninggalan Andre, Nazhwa seketika ambruk diatas lantai. Air matanya tak hentinya mengalir, memikirkan nasib pernikahannya yang tak sesuai dengan apa yang diimpikannya.
"Ya Allah, kenapa ini harus terjadi padaku. Engkau adalah saksi dimana aku sangat bahagia saat sebuah pinangan datang untukku. Di saat itu pula aku bersumpah pada diriku sendiri, akan mengabdikan sisa hidupku pada suamiku. Namun apa yang aku dapati ini Ya Allah. Aku malu jika suatu saat akan menghadapmu dengan keadaan tubuh ini yang masih suci tak tersentuh, padahal aku adalah seorang istri." ucap Nazhwa disela-sela isak nya.
Beberapa saat kemudian, Nazhwa mengusap air matanya lalu beranjak dari atas lantai. Hari ini ia akan kembali menemui dokter pribadinya setelah terakhir kali sebulan lalu melakukan chek up.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Note Author:
Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada menyadari bahwa dia sangat berarti bagimu, tetapi kamu tidak berarti apa-apa baginya. Jika kamu menyukai sesuatu, biarkan saja. Jika kembali kepadamu, itu milikmu. Jika tidak, berarti memang bukan milikmu. Terkadang apa yang sudah kita korbankan belum tentu dihargai, dan jika kesabaran tak cukup untuk menyadarkan, mungkin kehilangan akan menyandarkan nya. Ada saatnya dalam hidup kita harus memilih untuk membalik halaman, menulis buku lain atau menutupnya.
2.
Nazhwa bertekad untuk bisa sembuh, setidaknya bisa bertahan hidup sampai bisa meluluhkan hati suaminya. Namun jika tidak bisa, tak ada pula yang bisa ia lakukan selain memasrahkan semua jalan hidup nya pada Allah semata. Termasuk penyakit yang dideritanya saat ini.
Penyakit ginjal yang dideritanya hanya dokter pribadinya yang tahu. Bahkan kedua orangtuanya pun tidak ada yang mengetahui tentang penyakitnya itu.
Setelah memasukkan berkas catatan medis nya kedalam tas, Nazhwa pun bergegas keluar dari kamar. Saking terburu-buru nya, ia tak melihat keberadaan suaminya yang bersandar pada dinding kamar.
Sementara Andre sendiri, hanya bisa menatap nanar langkah Nazhwa yang kini sudah hilang dibalik tembok pembatas ruangan, tanpa berniat untuk mengejar atau sekedar bertanya kemana istrinya itu akan pergi.
_____________
"Nazhwa, penyakit ginjal yang kamu derita saat ini sudah terbilang cukup parah. Namun, pemantauan dan pengobatan yang cermat dapat membantu memperlambat perkembangan gagal ginjal. Pada saat yang sama, diperlukan kesiapan untuk melakukan transplantasi ginjal atau melakukan dialisis jika terjadi gagal ginjal. Lakukan konsultasi secara teratur untuk memantau kondisi secara rutin."
Nazhwa menatap seorang dokter wanita dihadapannya yang ia perkirakan seumuran dengan almarhumah kakaknya, dengan lekat. Semantara sang dokter sibuk menjelaskan tentang penyakit yang dideritanya dan apa saja yang perlu dilakukannya sebagai upaya pencegahan agar penyakitnya itu tidak semakin parah.
"Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar penyakit ginjal tidak semakin parah. Yang pertama diet, tapi hal ini harus dikonsultasikan dulu pada ahli gizi untuk menentukan diet yang cocok bagi pasien penderita ginjal. Yang kedua, merubah pola hidup seperti berolahraga sekitar 30 menit sehari, setidaknya 5 hari dalam seminggu. Minum semua obat yang diresepkan oleh dokter sesuai dengan petunjuk. Rajin konsultasi dengan dokter untuk melaporkan jika ada keluhan baru yang terjadi."
Nazhwa hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti. Namun, ia sendiri tidak tahu apakah ia bisa menjalaninya atau tidak, karena suasana hatinya yang kini sedang tidak baik-baik saja.
Tatapannya masih menatap dokter pribadinya itu yang sudah menanganinya selama tiga tahun terakhir. Dokter wanita yang bernama Heni Asmiati itu sudah seperti saudara bagi Nazhwa, karena hanya pada dokter Heni tempat ia mencurahkan keluh kesah tentang penyakitnya selain kepada Allah.
Usai menjelaskan pada Nazhwa, dokter Heni pun terdiam, ia juga menatap wajah Nazhwa yang terlihat sedikit pucat, dengan lekat.
"Kalau boleh tau, kenapa sebulan ini kamu tidak pernah datang berkonsultasi lagi. Apa ada masalah?" tanya dokter Heni kemudian.
Nazhwa menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada masalah, Dok. Alhamdulillah semuanya baik-baik saja." jawab Nazhwa dengan masih tersenyum.
"Sebenarnya sebulan lalu aku sudah menikah, tapi maaf aku tidak mengundang Dokter Heni... " sambungnya kemudian menundukkan kepalanya.
Dokter Heni menghela nafasnya sambil mengangkat sebelah alisnya. "Yah, aku mengerti. Karena kamu tidak ingin keluarga kamu tahu kalau aku adalah Dokter pribadimu." ucap dokter Heni.
Nazhwa mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Tapi sampai kapan kamu akan menyembunyikan penyakit kamu? Cepat atau lambat mereka pasti akan tahu, dan jangan membuat keluargamu menyesal karena terlambat mengetahuinya, apalagi sekarang kamu sudah punya suami." ujar dokter Heni.
"Nazhwa, penyakit ginjal yang kamu derita sudah stadium 4, dan tahapan ini sudah lumayan parah. Wajah kamu juga terlihat pucat." ucapnya lagi memperingati.
Nazhwa dengan cepat membuka tas nya kemudian mengambil cermin kecil dan melihat wajahnya. Benar saja, wajahnya memang terlihat sedikit pucat.
"Dok, kalau aku melakukan pengobatan yang rutin. Aku bisa sembuh kan?" tanya Nazhwa dengan masih menatap wajahnya di pantulan cermin.
"Atas izin Allah, In Sya Allah kamu bisa sembuh dengan menjalani pengobatan yang teratur. Tapi alangkah lebih baik jika kamu beritahukan keluarga kamu, aku yakin mereka pasti akan menyemangati kamu. Dan dengan begitu, itu bisa menjadi motivasi kamu untuk bisa lebih semangat berjuang untuk sembuh." jawab dokter Heni, yang berujung saran.
Nazhwa hanya bisa menghela nafasnya, rasanya belum siap untuk memberitahu pada keluarganya tentang penyakit ginjal yang dideritanya ini. Sejak awal ia memang tidak ingin keluarganya tahu dan menjadi beban pikiran keluarga. Nazhwa bertekad untuk tetap merahasiakan penyakitnya sampai waktunya nanti ia bisa sembuh atau tidak.
Setelah mendapatkan resep obatnya, Nazhwa pun berpamitan pada dokter Heni untuk pulang.
Sementara itu, Andre yang saat ini masih berada dirumah. Kini bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Namun, hari ini terasa berbeda karena tidak ada Nazhwa yang terus mengekor dibelakangnya, memperingatinya ini dan itu.
'Mas, bekalnya sudah aku siapkan, jangan lupa dibawa. Nanti saat waktu nya makan siang, Mas harus makan jangan sampai telat. Sebelum berangkat jangan lupa berdoa, terus bawa mobilnya jangan ngebut.'
Sejenak Andre menatap dirinya di pantulan cermin sambil kedua tangannya memasangkan dasi dikerah kemejanya.
"Ya Allah, aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Tidak seharusnya aku mengatakan hal itu pada Nazhwa, seharusnya aku diam saja. Pasti saat ini dia benar-benar terluka, tapi apa yang harus aku lakukan, aku sama sekali tidak mencintainya. Hanya ada satu wanita yang hingga saat ini masih bertahta di hatiku, namun dia sudah lebih dulu menghadap mu dan meninggalkan sebuah amanah yang sangat sulit bagiku." gumamnya.
Setelah selesai memasang dasi, Andre berbalik kemudian melangkah ke arah sofa di mana tas kerjanya nya berada. Sekali lagi ia termangu karena biasanya disamping tas kerjanya itu terdapat bekal yang selalu disiapkan oleh Nazhwa sebelum ia berangkat ke kantor. Namun, hari ini ia tak mendapati ada kotak makannya itu.
"Ya sudahlah, biar nanti aku pesan makan diluar saja." ucapnya sedikit mendesah, kemudian meraih tas kerjanya lalu segera keluar dari kamar.
Meski hari ini ia sempat bersitegang dengan Nazhwa, namun ia tetap melakukan apa yang selalu diperingati oleh istrinya itu.
Di saat kendaraan yang lain saling berlomba untuk mencapai tempat tujuan mereka, Andre justru melajukan mobilnya dengan pelan seperti apa yang selalu dikatakan oleh Nazhwa.
Sesampainya di kantor, Andre langsung menemui sekretarisnya dan memintanya untuk memesan makanan untuk makan siangnya nanti.
"Nanti tolong pesankan makan siang untukku." perintah Andre pada sekertaris nya.
"Tapi maaf, Pak. Tadi Bu Nazhwa telepon, katanya untuk makan siang Pak Andre nanti Bu Nazhwa yang akan bawakan." ucap sekertaris wanita muda yang bernama Nanda itu.
"Huh, apa? Kapan dia menelpon?" tanya Andre dengan ekpresi terkejut, ia pikir hari ini tak akan memakan masakan Nazhwa setelah apa yang terjadi tadi pagi.
"Baru sekitar lima belas menit yang lalu, Pak." jawab sekertaris Nanda.
Andre menanggapinya dengan senyuman kecut, kemudian ia bergegas masuk kedalam ruangannya dengan perasaan yang gamang. Ada perasaan bersalah terhadap istrinya itu, namun itu ia lakukan agar Nazhwa tak terus menuntut lebih padanya.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Note Author:
Jangan mengeluh. Nikmati lelahmu dengan banyak bersyukur meski hati meminta untuk menyerah, karena sesuatu yang indah itu hadir karena adanya perjuangan.
3.
Sebelumnya...
Sepulangnya dari rumah sakit, Nazhwa merasa bersalah saat mendapati suaminya sudah tak berada dirumah. Yah saat ini Andre pasti sudah berangkat ke kantor dan ia tidak membuatkan suaminya itu bekal makan siang.
"Seharusnya aku pergi kerumah sakit setelah Mas Andre berangkat ke kantor. Lihat sekarang, aku absen satu hari akan tugasku sebagai istri." ucapnya lemah kemudian berjalan menuju dapur.
Nazhwa dengan cekatan memasak untuk makan siang Andre, dan sebelumnya ia sudah menelpon sekertaris Nanda, memberitahunya kalau ia akan mengantarkan makan siang untuk suaminya.
Setelah semua masakannya telah siap, Nazhwa bergegas berangkat ke kantor Andre menggunakan mobil pemberian suaminya itu sehari setelah pernikahan.
______________
Setelah memarkirkan mobilnya di pelataran kantor, Nazhwa bergegas turun dari mobilnya dan melangkah memasuki bangunan perusahaan milik suaminya itu. Dan seperti biasa selama satu bulan ini sekertaris Nanda akan menunggunya di lobi setiap kali ia mengatakan akan datang ke kantor.
"Selamat siang, Bu Nazhwa. Mari saya antar ke ruangan Pak Andre, kebetulan pak Andre baru saja kembali ke ruangannya sehabis meeting." ucap sekertaris Nanda seraya mengembangkan senyum tipis di bibirnya.
Nazhwa pun mengangguk serta membalas senyuman gadis muda yang berprofesi sebagai sekertaris suaminya,
meski begitu tak pernah membuat Nazhwa merasa khawatir karena sekertaris Nanda terbilang gadis yang sopan dan selalu menjaga penampilannya. Yah seperti yang selalu Nazhwa lihat selama satu bulan menjadi istri Andre, sekertaris Nanda selalu bersikap sopan dan berpakaian tertutup meski tak mengenakan hijab.
Saat berada di dalam lift, ponsel sekertaris Nanda berdering. Ia pun segera mengangkat panggilan itu serta mengaktifkan speaker nya.
"Nanda, kamu dimana? Ini sudah hampir lewat jam makan siang. Sepertinya istri saya tidak akan datang, jadi tolong kamu pesankan makan siang untuk saya." ucap Andre diujung telepon.
Sekertaris Nanda hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan bosnya itu, kemudian menyodorkan ponselnya pada Nazhwa.
"Silahkan, Bu Nazhwa saja yang jawab." ucap sekertaris Nanda setengah berbisik.
Nazhwa pun mengangguk, lalu mencondongkan sedikit kepalanya kemudian berkata.
"Tunggu sebentar lagi, makan siang akan segera datang." ucap Nazhwa kemudian langsung mematikan sambungan telepon itu.
Sementara Andre di ruangannya merasa bingung sambil menatap layar ponselnya, karena yang ia dengar adalah suara Nazhwa bukannya suara sekertaris Nanda.
"Aneh, apa karena aku merasa bersalah sehingga di mana-mana aku mendengar suara Nazhwa. Ah enggak, apa yang aku katakan tadi pagi itu gak salah, memang sudah seharusnya aku jujur kalau aku tidak mencintainya." gumamnya kemudian meletakkan ponsel dimeja lalu mengusap wajahnya.
"Tapi entah sampai kapan aku akan menyembunyikan kebenaran bahwa aku menikahi Nazhwa karena amanah dari almarhumah kakaknya sendiri." sambungnya dalam hati.
"Ah sudahlah, jika waktunya sudah tepat, aku akan mengatakan yang sejujurnya pada Nazhwa. Dan jika dia tidak terima dengan alasanku menikahinya, terserah asalkan dia tidak meminta cerai. Karena hal itu sangat berat ku lakukan. Sama beratnya saat aku menikahinya seperti yang diamanahkan oleh Shalwa." gumamnya kemudian membenarkan posisi duduknya lalu membuka laci meja kerjanya mengeluarkan foto almarhumah kekasihnya dari dalam sana.
Dengan lembut ia mengusap wajah Shalwa dengan ibu jarinya. Matanya berkaca-kaca, serta ingatannya menerawang jauh pada 6 bulan lalu di mana saat sebelum Shalwa menghembuskan nafas terakhir nya.
#FLASHBACK ON
"Andre, kalau hari ini adalah hari terakhir kita. Apa yang bakal kamu lakuin?" tanya Shalwa
Andre yang tengah fokus pada jalanan di depannya menoleh menatap kekasihnya itu yang juga sedang menatapnya dengan tersenyum jahil.
"Maksudnya?" Andre balik bertanya.
"Maksudnya, kalau seandainya hari ini kita bakalan mati, hal terkahir apa yang bakal kamu lakukan atau kamu inginkan?" ujar Shalwa mengulang pertanyaan.
"Em, yang bakal aku lakukan adalah menikahi kamu hari ini juga." jawab Andre sekenanya.
"Yah tapi gimana caranya aku nikahin kamu? Sampai hari ini pun kamu belum mau bawa aku bertemu orangtua kamu. Padahal aku serius mau nikahin kamu." sambung Andre.
Shalwa tersenyum getir kemudian mengalihkan tatapannya pada jalanan didepannya.
"Ndre, kamu mau tau gak apa yang aku minta jika hari ini adalah hari terakhir aku."
"Kamu mau minta apa memang nya? Em, pasti sama kan kayak aku? Kita menikah hari ini juga." terka Andre.
Shalwa menggeleng pelan sembari terkekeh. "Mana tau kita, Ndre, kalau mau mati hari ini. Nikah juga gak bisa asal aja gitu. Tapi kalau hari ini beneran hari terakhir aku, aku mau minta satu hal dari kamu." ujarnya sambil melirik Andre sekilas.
"Yang aku minta, kamu tetap jadi bagian keluarga aku walaupun aku udah gak ada." sambungnya yang membuat Andre mengernyit bingung, namun beberapa saat kemudian ia terkekeh.
"Ada-ada aja kamu, Sha. Gimana bisa aku tetap jadi bagian keluarga kamu kalau kamunya udah gak ada." kekeh Andre.
"Bisalah, aku kan punya adik, kamu bisa nikahin dia kalau aku udah gak ada." tukas Shalwa, dan Andre pun seketika menghentikan laju mobilnya.
"Tuh kan, kamu itu beneran serius gak sih sama aku? Kamu gak pernah mau bawa aku bertemu keluarga kamu, dan sekarang kamu juga baru bilang kalau kamu itu punya adik. Why, Sha? Dan apa yang kamu bilang tadi, please Shalwa jangan ngada-ngada kalau ngomong, kalau itu jadi kenyataan gimana coba?" kesal Andre.
"Udah ah gak usah kaget gitu. Nanti kalau udah waktunya kamu juga bakalan ketemu sama mereka, ayo gih jalan lagi entar telat loh sampai kantor nya." ucap Shalwa. "Dan yang tadi aku cuma bercanda aja kok."
Dengan perasaan sedikit kesal, Andre pun kembali melajukan mobilnya dengan kecepetan penuh yang membuat Shalwa berteriak histeris. Namun, Andre tak memperdulikan nya.
Andre terus melajukan mobilnya dengan kencang hingga tak memperhatikan keadaan sekitar, padahal jalanan begitu padat, namun Andre dengan lihainya menyalip kendaraan di depannya.
"Ndre, udah stop kamu bisa bikin aku mati jantungan." teriak Shalwa, namun Andre seolah tak mendengar nya.
Teriakan Shalwa yang sangat nyaring tak mampu menghentikan Andre yang terus melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Hingga saat mendekati lampu lalu lintas Andre mengerem mobilnya, namun sayangnya mobilnya tak berhenti yang membuat Andre terkejut, mau tidak mau ia membunyikan klaksonnya agar pengendara didepannya memberinya jalan.
Namun usaha Andre yang terus membunyikan klaksonnya tak membuahkan hasil, malah membuat pengendara lainnya marah.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Note Author:
Berfikir sebelum berucap, itulah yang biasa dilakukan oleh orang yang bijaksana. Yang sejatinya akan berkata "hati-hati dengan kata-kata, karena perkataan adalah doa". Hal ini tampaknya hampir disadari oleh semua orang, meski kenyataannya banyak yang hanya sekedar tahu dan tidak menerapkannya. Kita sudah sering mendengar kata bahwa jangan berkata sembarangan, apa pun itu keadaannya. Mau bercanda atau serius, Tuhan Maha Mendengar setiap ucapan. Diyakini, setiap perkataan adalah doa. Oleh sebab itu berkatalah yang baik-baik agar selalu datang kebaikan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!