Pagi itu sama seperti pagi lainnya selama musim panas. Langit selalu cerah dengan awan yang sesekali mengisinya,meninggalkan bayangan teduh di bawahnya. Kotaro pun masih seperti biasa, duduk di bawah pohon apel di atas bukit dekat alun-alun desa, menunggu teman-temannya. Mereka biasa berkumpul di sana untuk membicarakan mimpi mereka. Hal yang mereka inginkan terjadi pada masa yang akan datang.
“Hey bagaimana kalau suatu saat kita bersama-sama pergi keluar desa untuk berpetualang’’, ujar Kotaro.
“Wah ide bagus itu, kita bisa menemukan hal-hal yang baru’’, balas Julianz
“Tapi apa tidak beresiko bepergian tanpa orang dewasa?” Tanya Delila
“Ah kau ini penakut sekali sih” sahut Einz dari kejauhan bersama adiknya yang baru datang ketempat mereka berkumpul.
Disambut gelak tawa oleh semuanya dikarenakan mereka berdua selalu bertengkar satu sama lain. Mereka sudah menjadi sahabat sejak kecil, diantara kedelapan anak itu ada yang bersaudara yaitu Einz dan Ainz, Einz selalu menjaga adik perempuannya ini dari bahaya apapun. Mereka selalu berkumpul setiap minggu pagi untuk sesekali bertemu sapa dan tertawa tanpa menghiraukan masalah pribadi masing-masing orang.
Pada pagi kali ini, Kotaro sedang dilanda masalah dan berniat menceritakan masalahnya, namun setelah semuanya berkumpul, suasana berubah, hati Kotaro yang awalnya dilanda kesedihan perlahan-lahan hilang karena gelak tawa, canda dan cerita yang biasa mereka lakukan itu, seolah menghapus kesedihan yang ada. Namun akhirnya tak ada satupun orang dari ketujuh sahabatnya yang tahu apa yang terjadi pada Kotaro. Pada suatu ketika masalah itu pun mencapai puncaknya, Kotaro pun diusir oleh orang tua kandungnya sendiri dari rumah,
“Keluar kau dari rumah ini, ibu tidak pernah mengajarkan dirimu untuk membangkang perkataan orang tua” kata ibunya dengan nada marah.
“Ibu, sudah tenangkan dirimu dulu, jangan terbawa emosi” balas ayahnya yang ingin menenangkan suasana.
“Apa? Kau ingin mengijinkan anak kita mengalami hal yang sama sepertimu?” Sahut ibunya yang berbalik bertanya pada ayahnya.
Ayah Kotaro pun terdiam dan tak bisa menghalangi apa yang telah dilakukan istrinya terhadap anaknya dan Kotaro pun melesat pergi dari rumahnya. Ketujuh temannya yang mengetahui hal itu pun kaget dan marah besar pada Kotaro dikarenakan tidak memberitahu tentang masalah yang dihadapinya sehingga teman-temannya merasa kesal pada diri sendiri karena bisa membiarkan ini terjadi pada sahabatnya sendiri. Kotaro yang tak ingin teman-temannya seperti itu lalu pergi jauh dari desa.
“Aku sudah mengecewakan ibu, aku tidak boleh membebani sahabatku lagi dengan ini” kata Kotaro sambil berlari keluar dari desa.
Kotaro yang bingung tak tahu harus kemana ditengah jalan dikagetkan oleh sebuah mahluk kecil yang aneh seperti sebuah kristal yang bisa berjalan,
“Huh? Benda apa itu?” sambil bertanya heran pada dirinya sendiri.
Kotaro yang penasaran pun terus mengikutinya dan akhirnya keduanya pun mengarah pada suatu tempat terlarang yaitu, Forest of Illusion. Hutan yang dilarang untuk dimasuki penduduk desa dikarenakan banyaknya bandit yang berkeliaran dan sekaligus menjadi sarang bandit yang terkenal kejam.
Selain itu sering terjadi kejadian misterius yang diluar akal sehat didalam hutan tersebut, ketika masuk sekali saja kedalam hutan tersebut, tak akan bisa kembali dikarenakan sekeliling hutan disetiap sudutnya terlihat sama, oleh karena itu ketua suku desa Brahm melarang untuk masuk ke hutan tersebut.
Seorang warga melihat Kotaro yang hendak masuk lebih dalam kearah hutan tersebut lalu berteriak
"Hey Kotaro, mau kemana kau? tempat itu tidak boleh dimasuki"
"Tolong jangan ganggu aku dulu" jawabnya sambil berteriak
Orang itu langsung berlari untuk melaporkan hal tersebut kepada ketua suku desa, yang dimana langsung dibarengi oleh sebagian warga desa untuk mencegah Kotaro. Beritanya terdengar sampai ke telinga orang tua Kotaro. Sehentak mereka berdua bergegas meluncur ketempat kejadian.
"Wahai anak muda, hentikan langkahmu, tempat itu tidak boleh kau datangi" ucap ketua suku
Namun tak digubris oleh Kotaro, karena Ia fokus mencari makhluk misterius tersebut. Namun langkahnya langsung terhenti ketika mendengar suara teriakan dari ayahnya yang menyuruhnya untuk berhenti. Sempat berhenti sejenak, Ia pun tetap melanjutkan perjalanan yang dari awal sudah membuatnya penasaran.
"Ayah? Kenapa ayah tidak menghentikannya?" tanya ibunya
"Dia anak dari kalian berdua??" sambut ketua suku
Ayahnya yang terdiam karena kaget melihat sekilas mahluk misterius yang dikejar Kotaro itu seperti sosok yang tidak asing baginya.
"Mengapa kau diam saja, kalian kan tahu apa konsekuensinya melanggar perintah dari raja??"
"Aku harap ada penjelasan untuk ini"ucapnya geram sambil berbalik masuk kedalam desa
Sementara itu Kotaro yang sudah masuk terlalu dalam baru menyadari tindakan bodohnya itu.
“Hah hah hah, ini dimana?”
Mencoba berlari ke segala arah berharap menemukan jalan keluar namun tidak membuahkan hasil. Berlindung di bawah pohon sambil memeluk lututnya, sekujur tubuhnya pun sudah tidak bisa menahan rasa takut, takut akan kematian, kehilangan keluarga, sahabat-sahabatnya yang ia tinggalkan diluar sana.
“Tidak ada jalan keluarnya, semua terlihat sama saja, apa aku akan terjebak disini selamanya?” kata Kotaro dengan
nada pesimis dan takut.
“Disini sunyi, tidak ada orang lain, apakah aku akan mati disini? Tidaaak….”
“Ayah, ibu, teman-teman, tolong aku.” Sambil berurai air mata.
Setelah berjam-jam hanya merenungi kesalahannya di dalam hutan. Kotaro pun akhirnya sekali lagi bertekad untuk
keluar dari hutan tersebut demi sahabat-sahabatnya yang menunggu diluar sana. Di dalam perjalanan pun sekali lagi ia melihat mahluk kecil yang dikejarnya itu, merasa kesal oleh mahluk tersebut, mengejar dan berniat ingin menangkapnya.
Namun keberuntungan tidak berpihak pada Kotaro, pada saat hampir berhasil menangkap mahluk aneh itu, Ia bertemu dengan sekelompok bandit ditengah jalan yang rumornya sangat kejam. Situasi ini semakin sulit dan membuat Ia kehilangan semangat hidupnya untuk yang kesekian kalinya. Dipenuhi rasa putus asa, sambil
berlari dari kejaran para bandit yang ingin membunuhnya. Kotaro yang hanya bisa berlari tanpa mengenal arah pun sampai pada sebuah jalan buntu yang ditutupi oleh tebing yang sangat tinggi.
“Bos, akhirnya kita dapat mangsa baru setelah sekian lama makan makanan yang tidak jelas” ujar salah satu dari bandit tersebut.
“Iya, orang ini terlihat cukup lezat walau dagingnya tidak cukup banyak” balas bos bandit tersebut.
Merasa terpojok, Kotaro mengambil tindakan yang sangat beresiko yaitu melawan bandit-bandit tersebut, namun apa daya segala cara telah dipakai untuk membela diri dari melempar batu, memukul dengan
batang pohon yang ada. Kotaro akhirnya pasrah dipukuli dan dianiaya oleh bandit tersebut, dengan penuh luka disekujur tubuh mangsanya, sang bandit ingin membunuh Kotaro.
Saat pedang yang menjadi senjata para bandit-bandit tersebut dihunuskan ke dada Kotaro, tiba-tiba udara sekitar menjadi dingin dan para bandit tersebut dalam sekejap berubah menjadi es. Kotaro yang dikagetkan oleh hal tersebut pun bingung dengan apa yang terjadi, setelah melihat sekelilingnya. Kemudian Ia dikejutkan kembali dengan suara misterius yang memanggil-manggil namanya, sehentak Kotaro berdiri dan menoleh kekanan dan kiri namun tak seorangpun ia temukan, seperti seolah hutan inilah yang memanggilnya.
“Kotaroo..” suara misterius yang menyelimuti telinganya
“Kotaroo..” suara itu semakin jelas terdengar di telinganya.
“Kotaroo..” seolah suara itu akan memangsanya.
Beberapa saat kemudian, muncullah mahluk kecil aneh yang berbentuk kristal yang dikejarnya waktu itu tepat dihadapannya. Mahluk itu pun memperkenalkan dirinya dan menceritakan bahwa ialah yang telah membantu mengalahkan bandit-bandit tersebut.
“Namaku Aoyanagi, aku adalah Zephyr yang terdampar di desamu ratusan tahun yang lalu, saat Zinc Stone menghantam wilayah ini” kata mahluk kecil berwarna biru tersebut.
“Zinc Stone?” Tanya Kotaro
“Iya, batu asal mula aku dilahirkan” jawabnya
Kotaro pun terdiam sejenak, sambil melihat kearah para bandit yang telah membeku dan tak bernyawa.
“Akulah yang membantumu mengalahkan mereka semua, itu adalah sebagian dari jurus yang kumiliki” sambut Aoyanagi yang melihat Kotaro terkejut akan kejadian tersebut.
Walaupun sudah mendengar penjelasan dari Aoyanagi, Ia masih belum paham akan kejadian barusan. Aoyanagi pun menawarkan pada Kotaro untuk ikut kedunianya. Kotaro pun menolak karena ingin segera pulang kerumahnya untuk bertemu keluarga dan sahabatnya.
"Apa kau tidak ingin mempunyai kekuatan lebih?"
"Maksudmu aku bisa melakukan hal tersebut?"
"Tentu saja, jika kau menyentuh apa yang ada dibalik topiku"
Cahaya terang terpancar sesaat setelah Kotaro menyentuh bagian yang disebutkan oleh Aoyanagi. Yang dimana Aoyanagi mentransfer kekuatan miliknya kepada Kotaro.
"Hey aku bisa mengeluarkan es sepertimu"
"Sudah kukatakan bukan, tapi kau masih butuh latihan yang panjang untuk menguasainya"
"Kalau yang seperti ini sih kecil, lihat saja"
Kotaro yang mengarahkan jarinya kesebongkah batu untuk dihancurkan pun meleset dan jadi bahan tertawaan Aoyanagi.
"Sudah kubilang, ini tidak mudah, ayo ikut aku untuk latihan menguasai kekuatan tersebut"
Kotaro akhirnya setuju dan Aoyanagi mengajaknya masuk ketempat yang lebih dalam di hutan tersebut dan sampailah mereka di sebuah hutan namun sisi hutan tersebut terlihat berbeda dari hutan tempatnya berada, yaitu Lilian Forest. Disisi hutan itu terdapat sebuah pintu bernama Gate of Sirians, yang menghubungkan dunia nyata dengan dunia lain yang disebut Otherworld. Saat mereka memasuki pintu tersebut, sampailah Kotaro di sebuah kota yang bernama Town of Beginning.
Ayah Kotaro yang dari kejauhan pun tersenyum ketika melihay cahaya yang sangat besar yang berasal dari hutan yang dimasuk oleh Kotaro.
Disaat Kotaro memasuki Gate of Sirians untuk menuju ke Otherworld, terlihat sebuah mahluk sedang mengawasi mereka dari belakang. Tiga tahun kemudian di desa Brahm, setelah Kotaro memasuki Otherworld bersama Aoyanagi, suasana di desa ternyata tak seperti dahulu, situasi desa yang mencekam dikarenakan sudah tidak lagi dalam kawasan perlindungan Raja Zurk, pemimpin kota Einsville, mengakibatkan banyaknya para bandit dan penjahat-penjahat yang menyerang desa, merampok harta dan kekayaan penduduk desa bahkan banyaknya korban yang berjatuhan, ini akibat dari kelalaian dari ketua suku yang membiarkan seorang penduduk dari desanya yang melanggar aturan memasuki hutan terlarang tersebut.
Setiap tujuh hari sekali, ketua suku desa Brahm harus mengumpulkan harta kekayaan mereka untuk diberikan kepada bandit-bandit tersebut, jika tidak atau kurang dari jumlah yang telah ditentukan untuk di kirim, para bandit tersebut akan menghilangkan satu nyawa dari penduduk desa Brahm sebagai tumbal. Julianz, Einz, Ainz, Dantes, Sataru, Freyla dan Delila yang tak tahan melihat kejadian ini terus-menerus menimpa desanya, mereka bertujuh pergi menemui Raja Zurk untuk meminta prajurit Einzville melindungi desa mereka dari serangan para bandit, namun saat berada di pintu gerbang istana, mereka tidak diberi masuk oleh penjaga pintu dikarenakan tidak memiliki izin untuk bertemu raja.
“Ijinkan kami masuk, kami ingin menemui sang raja..!” ucap Dantes dengan lantangnya kepada prajurit penjang gerbang.
“Tidak bisa, kalian tidak boleh masuk karena tidak memiliki izin untuk bertemu Raja” balas prajurit tersebut.
“Tolong kami, ada sesuatu yang harus kami diskusikan kepada raja” sambut Delila dan Freyla dengan bersama-sama.
“Iya, ini kejadian yang sangat genting” balas Julianz.
Tak ada reaksi apapun dari prajurit itu, walaupun begitu mereka tetap memohon dan mendesak untuk bertemu sang raja karena ada hal yang ingin disampaikan namun tetap berujung sia-sia. Meskipun begitu mereka menunggu didepan istana sampai sang raja keluar dan mau mendengarkan cerita mereka, hari demi hari mereka lewati di depan istana raja, tak satupun prajurit yang bergetar hatinya untuk membiarkan mereka masuk, sang raja yang tak tahan istananya dikotori oleh penduduk desa, akhirnya menerima mereka masuk untuk bertemu dengannya.
“Silahkan masuk, ini perintah raja, kalian sudah diperbolehkan masuk atas izin raja” ucap prajurit tersebut seolah mengagetkan Julianz dan yang lainnya.
Mereka akhirnya masuk ke dalam istana dan menuju ruangan sang raja, namun saat mereka hendak berbicara untuk menjelaskan situasi desanya yang diserang bandit, raja sudah menolak segala permintaan apapun tekait dengan desa Brahm, mereka yang tercengang melihat raut wajah sang raja yang penuh amarah karena kelalaian penduduk desa yang melanggar aturan yang sudah disepakati sejak dulu, tidak mau membantu dalam bentuk apapun.
“Apa kalian tidak tahu perjanjiannya? Kata sang raja mengawali pembicaraan mereka.
“YA, KAMI TAHU” serentak jawaban dari anak-anak itu dengan lantang.
“Lalu, untuk apa kalian datang kemari? Kalian seharusnya sudah tahu jawabannya” balas sang raja.
“Tapi kan, ini situasinya berbeda, kejadiannya bukan disengaja atau berniat melanggar” sambut Freyla membela kesalahan sahabatnya tersebut
“Tidak, peraturan tetap peraturan, tidak ada toleransi terhadap pelanggaran perjanjian yang sudah terjadi berpuluh tahun lamanya” jawab raja sambil menyuruh prajuritnya untuk menyeret anak-anak itu keluar
Wajah putus asa tergambar dari raut wajah mereka, tak mampu berkata apa-apa lagi, Dantes yang kesal akan perilaku rajanya itu akhirnya mulai geram dan mengancam akan balas dendam terhadap para bandit dan sang raja, Dantes adalah salah seorang dari ketujuh sahabat Kotaro, pria yang berambut merah ini adalah yang paling cepat terbawa emosi, sifatnya urak-urakan, sembrono namun sebenarnya memiliki hati yang baik.
Melihat Dantes yang seperti itu, Ainz pun tak mampu menahan air matanya lagi, frustasi akan masa depan desanya, keluarganya dan sahabat-sahabatnya, Ainz yang sekarang berusia 18 tahun ini merupakan anggota yang paling muda dari yang lainnya, Julianz yang kesal pun menyuruh Dantes untuk tenang agar situasi tidak semakin rumit, namun Dantes yang sudah terbawa amarah pun malah melawan semua perkataan yang dilontarkan Julianz kepadanya, perbedatan pun tak bisa dihindari lagi, saling salah-menyalahkan, melempar tanggung jawab pun dimulai.
“Dantes, diam! Jangan memperkeruh suasana dengan ucapanmu” teriak Julianz kepadanya.
“Apa? Sekarang bagaimana? Pasrah dengan kejadian ini? Kembali pulang dengan tangan kosong? balas Dantes.
“Tentu saja tidak, kita cari jalan lain” kata Julianz
“Jalan lain? Apa kau gila? Raja sudah tidak mau membantu desa kita lagi”
“Ini semua gara-gara Kotaro, seenaknya memasuki wilayah terlarang itu, padahal Ia sudah tahu akibatnya bila memasuki wilayah itu” kata Dantes dengan geram.
Dantes yang mulai menyebut nama Kotaro sebagai akar dari kejadian ini pun seketika membuat Delila dan Freyla menampar mereka berdua untuk menghentikan perlakuan bodoh tersebut, kejadian ini membuat Ainz semakin tak bisa menahan air matanya yang berjatuhan, Einz sang kakak, merangkul adiknya untuk tidak sedih lagi.
“Sudah Ainz, jangan menangis terus, kita bisa menyelesaikan masalah ini” ucap Einz pada adiknya yang sedang sedih.
Sataru yang terlihat diam seolah tak mau berkomentar akan kejadian ini tiba-tiba mengajak mereka untuk pulang untuk istirahat.
Sementara itu Kotaro yang berada di Otherworld sedang berlatih sangat giat untuk memperdalam kekuatan yang dimilikinya. Dimulai dari latihan menembakkan es hingga mengeluarkan es berbentuk perisai sebagai bentuk pertahanan.
"Sudah cukup lama kita berlatih, namun masih ada yang kurang" kata Aoyanagi
"Apa ini semua belum cukup bagimu??"
Sesaat setelah itu terdengar suara teriakan minta tolong dari kejauhan. Terlihat sesosok dari ras yang berbeda dari mereka berdua sedang dalam bahaya. Kedua mahluk tersebut sedang bertarung namun salah satu pihak sedang terpojok dan hendak kalah.
"Nah itu dia, hey Kotaro ayo kita tolong dia"
Aoyanagi dan Kotaro yang bergegas menuju tempat tersebut berhasil menggagal serangan mematikan dari salah satu pihak.
"Hmm? Dragoon menyerang Elf? Kalian sedang latihan ya?"
"Bukan, dia sedang berencana membunuhku" jawab Elf tersebut
"Ha? apa maksudmu??"
"Ceritanya nanti saja, cepat kalahkan dia"
Pertarungan antara Kotaro dan salah satu dari ras Dragoon pun dimulai. Serangan demi serangan terus dilancarkan oleh pihak Dragoon yang dimana Kotaro masih belum mengerti duduk permasalahannya dimana jadinya hanya bisa bertahan. Belum tahu yang mana yang benar dan harus dibela, Kotaro terus menghindar sambil menganalisis situasi disekitar. Seperti hutan yang terbakar, pohon yang tumbang serta luka tebasan dari senjata yang dipakai Dragoon tersebut telah meninggalkan luka pada lengan si Elf.
"Ok sekarang aku mengerti, hey naga sialan, bersiap untuk menerima kekalahanmu"
Disisi yang lain. pada hari ketujuh, hari dimana waktunya mengumpulkan barang-barang mereka untuk diberikan kepada bandit malam nanti, mereka bertujuh yang berniat untuk mengakhiri semua ini akhirnya menyusun rencana untuk membuat bandit-bandit tersebut berhenti menyerang desa dengan cara mengalahkan mereka.
Pada siang hari, Julianz dan teman-temannya berkeliling desa untuk mengumpulkan semua penduduk di alun-alun desa karena ada yang mau mereka sampaikan terkait penyerangan para bandit, setelah semuanya berkumpul, Julianz menjelaskan kepada semua halayak bagaimana cara untuk menghentikan kejadian yang menghantui desanya ini.
“Kepada semuanya, kami mempunyai rencana untuk menghentikan mimpi buruk yang selama ini kita alami” teriak Julianz
“Ya, kami berencana untuk melawan penindasan yang telah dilakukan oleh bandit-bandit tersebut terhadap desa kita” sambut Freyla
“Kita harus bekerja sama untuk mengalahkan para bandit itu agar tidak memasuki desa kita lagi” sambung Julianz kepada warga desa.
“Kami butuh kekompakkan kalian untuk menangani masalah ini agar tidak terus berlarut”
Penduduk yang kaget akan penjelasan dari Julianz dan Freyla pun tertawa, karena tidak mungkin orang selemah mereka bisa melawan para bandit yang menggunakan senjata tajam, semakin banyak penduduk yang tertawa, semakin geram pula Dantes yang tidak menyangka desanya ternyata kumpulan dari pengecut, Ia pun langsung berteriak dan menghina penduduk desa.
“Hey kalian para pengecut, inikah jawaban kalian sebagai penduduk desa Brahm?
“Hanya ini kah andil kalian dalam melindungi desa?”
“Tidak bisakah kalian memperjuangkan desa kalian?”
“Apakah desa kita selemah ini?”
“Jika benar, kalian semua pengecut tidak mau memperjuangkan desa tempat kalian dilahirkan”
Tak terima dengan perkataan Dantes, para penduduk pun marah dan terbawa emosi untuk bertarung, melihat ini Julianz dan teman-temannya pun tersenyum, seolah perkataan Dantes tadi mendorong dan membangkitkan semangat penduduk desa.
Sementara itu pertarungan sengit antara Kotaro dan ras Dragoon terjadi, saling balas membalas serangan yang membuat Aoyanagi kagum pada bakat seorang anak yang ditemukannya tiga tahun lalu. Tak mau menyianyakan pertarungan ini, Ia pun sekaligus menganggap bahwa ini adalah latihan yang sesungguhnya. Karena dari awal Ia hanya dilatih oleh Aoyanagi berhadapan dengan benda mati.
Jurus demi jurus yang telah didapat dari Aoyanagi pun satu persatu Ia luncurkan, dari mulai mengeluarkan Ice Saber sebagai senjata jarak dekat, hingga Rain of Dawn jurus tingkat tinggi yang digunakan sebagai serangan jarak jauhpun dengan mudah Ia kuasai. Dragoon yang baru pertama kali melihat serangan seperti itu pun dibuat kewalahan oleh Kotaro. Sabetan pedang es milik Kotaro berkali-kali mendarat di kulit keras milik sang naga yang akhirnya mengeluarkan cipratan darah yang cukup banyak.
Melihat musuhnya yang sudah kewalahan dan mulai kehabisan tenaga untuk bertarung, dengan senyum tipisnya Kotaro berencana menghabisi musuhnya dengan serangan pamungkas terakhir yaitu Dash & Slash.
Ras Dragoon yang sudah mulai merasakan aura yang berbahaya dari Kotaro itu pun langsung bergegas untuk kabur kembali ke pulaunya. Namun Kotaro yang sudah mulai menarik pedangnya dan menggeserkannya ditanah pun langsung merubah hamparan rumput luas menjadi kilauan es batu yang cantik.
Dengan sigap Ia meluncur diatas pijakan es buatannya dan langsung menebas bagian punggung musuhnya, tak cukup sampai disitu tebasan kedua sampai ketujuh pun mengenai tubuh musuhnya. Hingga membentuk lambang salju yang membuat musuhnya membeku kemudian meledak menjadi berkeping-keping tak bersisa.
Pertarungan selesai, dan Kotaro pun langsung menuju kearah ras Elf yang sedang terluka, namun Ia tak menemukannya dimana sejauh mata memandang. Sesaat setelah merasakan keanehan itu terjadi, terdengar didalam telinga Kotaro bahwa seseorang memanggilnya. Suara yang sangat jauh namun terasa dekat itu menyuruh Kotaro untuk pulang karena desanya sedang dalam bahaya. Tak perlu pikir panjang mengenai darimana suara itu berasal, Ia meminta Aoyanagi untuk mengantarnya pulang.
Aoyanagi pun setuju dengan itu dikarenakan janji diantara mereka sudah terpenuhi yaitu membuat Kotaro untuk menjadi kuat dari sebelumnya.
Suasana mencekam di desa Brahm dikarenakan pertempuran yang terjadi antara penduduk desa dengan para bandit-bandit yang berniat merebut desa Brahm untuk dijadikan markas barunya ternyata berujung menyedihkan, kekalahan yang diterima penduduk desa serta akan terjadi pembunuhan terhadap tujuh orang yang telah menentang mereka.
Namun saat para bandit menghunuskan pedangnya hendak membunuh, hawa dingin dari arah hutan seolah menepis serangan tersebut. Dibalik angin putih yang berhembus, terlihat sosok seseorang berbadan tegap, berambut biru, menggunakan jaket yang tak asing lagi bagi para penduduk desa Brahm, dia adalah Kotaro, anak dari pasangan Mako dan Kiriyama yang telah lama hilang karena memasuki hutan terlarang, kembali dan menyelamatkan sahabat-sahabatnya.
“Kotaro??”
“Apakah itu Kotaro????”
“Hey itu Kotaro, bagaimana bisa dia berada disini??”
“Iya seharusnya dia sudah mati sejak lama”
Bermacam-macam kata terlontar kepadanya dari para warga desa, seolah tak percaya apa yang mereka lihat, teman-temannya pun hanya terdiam dan melihat Kotaro menghabisi dan mengusir para bandit tersebut, yang tersisa hanyalah pimpinan mereka, selebihnya telah kabur dari desa, pimpinan tersebut yang marah karena telah dipermalukan oleh seorang pemuda saja, mulai mengeluarkan senjata api dari kantongnya
“Kurang ajar kau anak muda, kau telah mempermalukanku” kata ketua bandit itu.
“Pergi kau dari desa ini, jangan pernah mengacau lagi disini” balas Kotaro
“Jangan macam-macam denganku, aku adalah bandit terkuat di wilayah ini anak muda, jangan sombong karena sudah mengalahkan anak buahku”
Berniat mengancam Kotaro agar menyerah, namun Kotaro membalasnya dengan sedikit senyuman, melihat ekspresi dari Kotaro, Ia sudah tak tahan lagi dan menembakkan peluru kearah Kotaro. Disaat peluru itu berjalan menuju Kotaro, Kotaro hendak menghindar dengan kecepatan supernya namun tidak jadi mengingat sahabat-sahabat yang ada dibelakangnya, merasa tidak ada pilihan lagi, Kotaro pun menunjukkan jarinya kearah peluru tersebut dan mengeluarkan salah satu dari puluhan Ice Spell yang ia miliki, yaitu Ice Time, seketika itu peluru yang mengarah pada dirinya pun berubah menjadi es dan terjatuh.
Melihat kejadian tersebut, seluruh orang yang ada disana tak terkecuali sahabat-sahabatnya dan pemimpin bandit tersebut kaget, hal seperti itu bisa terjadi didunia ini, melihat kesempatan yang terbuka, dengan kekuatannya Kotaro pun segera menghabisi bandit tersebut dengan pukulannya dan pimpinan bandit itu pun melarikan diri. Berkat bantuan dari Kotaro, kemenangan penduduk desa sudah jelas, namun hal itu tak sesuai harapan Kotaro yang berharap penduduk desa senang menerima bantuannya, tidak ada sorakan kemenangan yang ia dengar, melainkan mata kebencian yang tertanam selama tiga tahun menerima siksaan dari para bandit akibat kesalahan Kotaro itu pun sehentak mengagetkannya.
Teriakan amarah dilontarkan penduduk desa, seolah bertujuan untuk mengusir Kotaro dari desanya, Kotaro yang tak bisa berkata apa-apa pun hanya bisa menunduk dan terdiam, didalam pikirannya, Kotaro mengakui kalau itu emang kesalahannya akan tetapi tidak berfikir akan sejauh ini dampak dari perbuatannya.
“Keluar kau dasar manusia pembawa bencana”
“Iya mati saja kau, untuk apa datang kesini lagi”
“Apa kau tak tahu perbuatanmu? Lihat inilah akibat dari perbuatanmu yang tak berguna itu”
“Jangan berlagak jadi pahlawan disini, ini semua akibat perbuatanmu”
Seolah menyambut teriakan dari penduduk desa, dari belakangnya terdengar suara yang sangat besar, salah satu dari sahabatnya berteriak sekuat tenaga seolah menyuruh Kotaro untuk menjelaskan semuanya.
“KOTAROO…..!!!! Kemari kau!!” teriak Dantes
“Kenapa diam saja? Kenapa? Kenapaaaaaa? Malu atas perbuatanmu? Atau kau malah bangga menjadi pahlawan desa ini? Haaaaa?!!”
“JAWAB KOTAROO..!! jangan diam saja, kami disini butuh jawabanmu sekarang juga!!”
“Maaf! Maafkan aku”
“Haaaaaah! Apa kau bilang???”
“Maaf, semuanya aku minta maaf”
“Maaf katamu? Apakah kau mengerti perasaan kami semua disini hei Kotarooo?”
Dantes, yang darahnya sudah mendidih semenjak diusir dan diabaikan oleh rajanya sendiri akibat perbuatannya itu memaksa Kotaro untuk menjawab semua pertanyaannya, namun setiap pertanyaan yang dilontarkan padanya, yang keluar dari mulut Kotaro hanya kata permohonan maaf, geram akan jawaban itu, Dantes pun tak segan-segan memukul wajah Kotaro berkali-kali.
“Oi Dantes, sudah hentikan, Kotaro sudah menyesali perbuatannya”
“Ia dia juga sudah minta maaf”
“Oi lepaskan aku, amarahku belum reda jika tidak mendapatkan penjelasan darinya, lepaskan aku!” teriak Dantes.
Julianz dan Einz telah menahan Dantes agar tidak berbuat yang lebih jauh lagi, Dantes yang terus berontak agar segera dilepaskan untuk balas dendam terhadap Kotaro pun akhirnya terdiam setelah mendengar teriakan dari Ainz yang menyuruh semuanya untuk diam.
“Aaaa!!!!!
“Kalian semuaaa diaaaaaam!!! teriak Ainz dari belakang
“Sudah cukup, Dante, cukup, jangan ada yang melakukan apa-apa lagi”
Ainz yang tak kuat melihat sahabat-sahabatnya bertengkar terus lagi-lagi meneteskan air matanya, Ainz mengatakan pada Dantes kalau itu bukan kesalahan dari Kotaro semata, semua yang tidak menyadari kesedihan yang dialami Kotaro tiga yang tahun lalu, mengakibatkan Kotaro diusir dan memasuki hutan terlarang tersebut.
Setelah mendengar penjelasan dari Ainz, akhirnya semua pun sadar, untuk tidak egois dan hanya bisa menyalahkan orang lain saja, akan tetapi penduduk desa belum sepenuhnya memaafkan Kotaro dan tidak bisa membiarkan Kotaro untuk tinggal di desanya untuk sementara waktu, sampai mereka benar-benar bisa meghilangkan rasa pedih yang dialaminya sejak Kotaro melanggar peraturan desa.
Berniat menebus semua kesalahanya, Kotaro menerima apapun yang diminta penduduk desa, Kotaro akhirnya meninggalkan desa dan mulai hidup dipadang rumput yang terletak tidak jauh di sebelah utara desa. Hari demi hari yang lewati Kotaro seorang diri, tanpa ada komunikasi dari penduduk desa maupun sahabatnya, membuat Kotaro semakin merasakan kesepian yang mendalam, namun saat Kotaro termenung melihat sekeliling padang rumput, terlihat dari belakang sebuah mahluk kecil yang mendekatinya dan langsung melompat ke pundak Kotaro, kaget dengan hal itu, Kotaro pun menoleh dan melihat partnernya lagi, Aoyanagi.
“Hey, Kotaro, ayo kembali ke Otherworld, disini sudah tidak nyaman lagi.”
“Hey, Kotaro, jawab aku, mereka sudah mengusirmu, tidak menerima kau lagi di desa ini, sudahlah ayo kembali”
“Disana lebih aman dan tenang dari tempatmu ini.”
“Apa kau akan terus termenung seperti ini?”
“Memang benar disini adalah rumahmu, tempatmu dilahirkan dan dibesarkan, namun semuanya telah berubah, ayo Kotaro kita kembali”
Aoyanagi yang kembali dari rumahnya di Otherworld itupun menemui Kotaro untuk mengajaknya tinggal di Otherworld lagi, namun Kotaro hanya terdiam saja seolah tidak mendengar apa-apa, maksud dari Aoyanagi mengajaknya kembali agar Kotaro tidak terus menerus terjerumus dalam kesedihannya, melihat reaksi dari Kotaro yang hanya diam saja, Aoyanagi pun terus menerus membujuknya dan sesekali berusaha membangkitkan semangatnya, diwaktu yang bersamaan terdengar dari kejauhan suara dari kumpulan orang memanggil namanya, mereka adalah ketujuh sahabatnya yang mencari Kotaro untuk mengajaknya kembali ke desa dikarenakan suasana di desa sudah mulai membaik, penduduk desa juga sudah mulai memaafkan Kotaro. Tak sempat bersembunyi, Aoyanagi pun terlihat oleh ketujuh sahabatnya, semua kaget melihat mahluk aneh yang berada di pundak Kotaro.
“Kotaro? Itu apa?” Tanya Freyla si perempuan berkacamata, berambut hijau yang paling dewasa diantara semuanya.
“Iya itu apa Kotaro?” Sambut Einz menmyambung pertanyaan Freyla.
“Ah ini Aoyanagi, dia adalah ras Zephyr dari dunia yang lain, dunia yang berbeda dari kita”
“Dunia yang berbeda dari kita? apa maksudmu?”
“Memangnya ada dunia selain dunia ini?”
Lalu Kotaro pun memperkenalkan Aoyanagi kepada mereka dan menjelaskan semua yang terjadi, apa itu Zephyr, Otherworld dan kekuatan yang ia miliki.
Semua mulai paham posisi Kotaro saat itu dan mereka semua pun meminta maaf kepada Kotaro tak terkecuali Dantes yang merasa bersalah telah memukulnya. Keadaan mulai membaik dan canda tawa pun mulai terjadi lagi, suasana sudah seperti dulu lagi seolah tidak pernah terjadi masalah apapun diantara mereka, Aoyanagi hanya bisa tersenyum melihat semuanya.
Sataru yang terdiam dari awal akhirnya angkat bicara, Ia bertanya kepada Aoyanagi apakah dirinya bisa mendapatkan kekuatan seperti yang dimiliki Kotaro dan Aoyanagi menyambut positif pertanyaan tersebut.
“Hey, bagaimana aku bisa mendapatkan kekuatan seperti yang dimiliki Kotaro saat ini? Tanya pria berambut kuning ini kepada Aoyanagi.
“Eh?”
“Kau menginginkan kekuatan juga Sataru?” Tanya Kotaro kepadanya.
“Tentu saja”
“Kami juga! Serentak semuanya ingin kekuatan yang dimiliki sahabatnya itu.
“Bagaimana Aoyanagi?” Tanya Kotaro kepada partnernya itu
“Yah apa boleh buat, sudah tidak bisa disembunyikan lagi, ini juga tidak apa-apa selama mereka bisa menjaga semua rahasia dari penduduk desa” jawab Aoyanagi.
Kotaro dan Aoyanagi mengajak mereka masuk ke Lilian Forest, namun sebelum memasuki Gate of Sirians, Aoyanagi menjelaskan kepada semuanya bahwa kekuatan yang akan mereka dapat tidak bisa dipilih, melainkan kekuatan dari hati dan imajinasi mereka, bukan kekuatan yang asal-asalan saja. Aoyanagi menyuruh mereka masuk kedalam gua yang terletak di sebelah barat Gate of Sirians, untuk menguji kekuatan hati yang terdapat di dalam tubuh mereka, dengan cara mengimajinasikan sesuatu didalam gua tersebut, mereka akan mendapatkan apa yang mereka pikirkan untuk melewati ujian yang dibuat Aoyanagi didalam gua tersebut.
“Ini mudah, hanya begini saja ternyata”
“Oi Sataru, jangan gegabah, kita tak tahu apa yang ada di dalam gua itu” kata Einz yang terkenal pesimis diantara yang lainnya.
“Badanmu saja yang tinggi dan besar, ternyata nyalimu kecil juga”
“Apa kau bilang??”
“Sudah sudah, jangan bertengkar lagi ah, kalian ini seperti anak kecil saja” sambut perempuan yang selalu memakai bandonya kemanapun Ia pergi itu, dia adalah Delila.
Sataru yang tidak perlu pikir panjang pun langsung memasuki gua tersebut tanpa ragu, namun tak sampai satu jam berlalu Sataru akhirnya menyelesaikan ujian yang dibuat Aoyanagi dan keluar dengan membawa sebuah pedang, kaget dengan kekuatan hati yang dimiliki Sataru dan pedang yang dibawanya, Aoyanagi menjelaskan kepadanya bahwa yang di bawanya itu adalah salah satu dari 7 pedang terkuat, yaitu Gladius, The Swiftest Sword.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!