NovelToon NovelToon

Greatest Husband

Kematian

"Sudah ditakdirkan manusia dan siluman tidak akan mungkin berjodoh. Tidak akan dapat bersama,"

Bayangan seseorang wanita yang tengah memakai pakaian merah terlihat. Benar-benar terlihat cantik, rambut yang ditata indah. Putri seorang bangsawan yang akan dikirim ke istana, sebagai selir sang kaisar.

Wanita yang terdiam dengan raut wajah tanpa ekspresi. Menyembunyikan bekas luka cambukan di balik jubah indahnya. Tidak boleh menangis, tepatnya tidak diijinkan menangis.

Usia yang masih terlalu muda, 15 tahun. Namun pada masa itu merupakan usia yang wajar untuk memiliki keturunan. Alunan musik, para dayang, semua dipersiapkan untuk menyambut selir yang langsung diangkat mendapatkan gelar tertinggi. Selir tingkat pertama dengan posisi langsung berada di bawah Ratu.

Namun setetes air mata gadis cantik dalam tandu itu mengalir, rambut panjangnya tertata berhiaskan emas. Cincin giok hitam terpasang di jari telunjuknya. Hadiah dari sang kekasih yang memintanya untuk menunggu.

Hingga gerbang besar istana terbuka. Tandu diturunkan tepat di hadapan tangga yang begitu tinggi. Ukiran naga berada tepat di tengahnya. Seorang pria memakai pakaian kaisar, berada di atasnya. Tersenyum mendapati akhirnya wanita ini tunduk padanya. Wanita yang pada awalnya menolak menjadi salah satu selirnya.

Sang wanita melangkah dengan kaki gemetar, tangannya mengepal memberanikan diri. Berlutut memberi hormat di hadapan sang kaisar.

"Sebelum hamba memasuki istana dan resmi menjadi seorang selir. Hamba ingin mempersembahkan sebuah tarian untuk menyenangkan hati yang Mulia," ucapnya, masih berlutut di bawah tangga. Jemari tangannya mengepal air matanya tidak henti-hentinya mengalir. Muak dengan kehidupan ini.

"Kamu pasti sangat senang akan menjadi selir kesayanganku bukan? Silahkan," perintah sang kaisar.

Wanita yang mulai menari dengan kakinya yang lemah, setelah berlutut berjam-jam di altar leluhur. Sedikit pakaiannya tersingkap terdapat banyak bekas luka disana. Semua terjadi hanya karena dirinya tidak ingin masuk ke istana. Seluruh tubuhnya dipukuli ayahnya, dipaksa berlutut oleh ibunya, berharap putrinya tersadar dari pengaruh kekasih yang hanya menemuinya setiap malam. Terkena bujuk mantra siluman? Semua orang membicarakannya.

Namun tidak? Apa ini sihir? Entahlah, hati gadis itu terasa sakit, bergerak menari gaun panjangnya melambai. Wajah dingin tanpa ekspresi, meraih pedang dari salah seorang kasim. Melakukan tarian pedang, gerakan lincah namun anggun. Segalanya masih diingat olehnya. Seorang kekasih yang menangkapnya kala jatuh dari tembok tinggi rumahnya, memakan apel diatas pohon bersamanya, saling berpegangan tangan, mengajarinya banyak hal menarik.

"Aku mencintaimu...maaf,"

Hingga pada akhir tariannya.

Srak!

Wanita itu menusuk jantungnya sendiri, darah keluar dari mulutnya, mungkin luka robekan yang juga mencapai paru-parunya. Senyuman samar terlihat di tubuhnya yang roboh.

"Nona Fu!" teriak orang-orang dalam kepanikan. Darah mengotori cincin giok hitam pemberian kekasihnya.

"Sudah aku bilang sejak dulu manusia dan siluman tidak ditakdirkan bersama. Tapi pada akhirnya aku tetap hanya dapat mencintaimu," gumamnya tersenyum dengan air mata mengalir. Napas yang mulai menghilang meninggalkan tubuh tanpa jiwa di dalamnya. Darahnya membasahi tubuhnya, yang kini telah mendingin.

Puluhan bulu berwarna hitam entah muncul dari mana. Terjatuh perlahan menampakkan sinar kebiruan, seakan sang pemuda mengetahui kematian kekasihnya. Namun tidak dapat berbuat apapun.

*

Puluhan prajurit berkumpul di depan sebuah gua dipimpin seorang cenayang. Pintu depan gua disegel kertas mantra, seorang pemuda ada di dalamnya dalam keadaan terluka parah."Fu," gumamnya, dengan air mata yang mengalir."Fu! Jangan mati!" teriaknya dalam tangisan.

"Ini hari ke 99 dari pertapaannya. Pertapaannya sudah diganggu! Dia tidak mempunyai kemampuan sihir! Lemah seperti manusia biasa! Ikuti perintah kaisar! Bakar!" perintah sang cenayang.

Jerami, kayu bakar, bahkan bubuk mesiu yang didapatkan dari negeri lain digunakan prajurit. Api dinyalakan, gua terbakar hebat, tubuh siluman yang baru gagal dalam pertapaannya itu perlahan terlalap api.

Mata yang terpejam berusaha tersenyum.

Bulu-bulu hitam yang melayang terlepas dari sayapnya. Menggunakan energi terakhirnya, hingga sampai ke tubuh kekasihnya, seolah ingin mengatakan perpisahan. Mungkin ratusan tahun jiwanya akan tersegel.

"Jika ada kesempatan kedua, menguasai dunia, menjadi kaisar akan menjadi tujuanku. Agar tidak ada yang menghalangi kita untuk bersama..."

Bulu-bulu yang menghilang kala mencapai tubuh kekasihnya. Hujan salju pertama musim itu mulai turun, janji adalah sebuah janji. Hingga mungkin membutuhkan waktu ratusan tahun, agar mendapatkan kesempatan memenuhi janjinya.

*

Saat ini, 500 tahun kemudian.

Seorang pemuda bernama Kara tersenyum-senyum sendiri memakai earphonenya. Matanya menelisik menatap seorang kakek tua yang telah usai menceritakan cerita sedih jaman dahulu.

"Lepas earphonemu! Ini cerita nyata!" ucap kakek tua yang merupakan paman jauhnya. Seorang cenayang yang usianya mungkin sudah sekitar 90 tahun.

"Iya! Iya! Paman begitu berisik! Siluman? Hantu? Semuanya tidak pernah ada! Itu semua hanya mitologi! Ini sudah 2022 kita harus rasional! Cerita Youtuber tentang kasus kriminal lebih menarik!" kesal Kara, menatap tajam ke arah pamannya yang dianggap kolot.

Paman Shim menghela napas kasar. Mulai bangkit berjalan menggunakan tongkatnya. Sebuah tongkat yang terbuat dari kayu mahoni.

"Jaga dirimu baik-baik. Paman dengar harga saham perusahaan ayahmu anjlok. Dia orang yang akan melakukan apapun demi uang," gumam sang paman melangkah pergi, dibantu seorang perawat. Paman yang paling menyayanginya, tinggal terpisah dengannya.

Kara kembali menggunakan earphonenya, mendengarkan musik sambil membaca komik. Anak bungsu dari tiga bersaudara yang tidak memiliki keahlian sama sekali. Mungkin hanya wajah tampan saja yang merupakan kelebihannya.

Memiliki dua orang kakak yang sempurna dari segala sisi, membuat hidupnya terlalu santai. Dihina oleh ayahnya merupakan hal yang biasa baginya, menjadi benalu keluarga yang bahagia. Bahkan sudah berusia 28 tahun namun belum juga berhasil menempuh pendidikan S1, hanya bermain-main di kampus. Tidak pintar sama sekali, menjadi mahasiswa abadi.

Namun hidup bukan soal kesenangan saja bukan?

Ada kalanya dirinya diharuskan berkorban untuk keluarganya. Seperti malam ini, ayahnya mengundang keluarga Murren yang memiliki status lebih tinggi dari keluarganya.

Kara diam-diam menjalin hubungan kasih dengan Sonya Murren, anak luar keluarga Murren, hanya seorang anak dari wanita penghibur. Wanita cantik, yang berprofesi sebagai model, mata Kara sesekali melirik ke arah kekasih yang disembunyikannya.

Bukan hanya Sonya Murren yang hadir, kedua orang tua mereka dan juga hadir, serta Shui Murren, sang anak kandung. Kakak dari Sonya Murren.

Wanita yang hanya duduk di kursi roda, anak dari sang istri sah. Wanita kaku yang hanya fokus mengurus perusahaan keluarganya. Tidak peduli pada apapun lagi.

Mengapa kakinya dapat lumpuh? Ada rumor yang menyebutkan karena sebuah penyakit aneh yang tidak dapat disembuhkan hingga kini.

Atmaja Murren, ayah dari Sonya dan Shui memulai pembicaraannya.

"Jadi ini yang namanya Kara? Calon menantuku benar-bebar tampan. Shui apa kamu menyukainya? Dia akan menjadi suami yang baik untukmu," ucap sang ayah pada anak kesayangannya.

Semua orang terdiam membulatkan matanya. Termasuk Kara, jemari tangannya mengepal. Mengapa harus dijodohkan dengan Shui? Yang dicintainya adalah Sonya.

Farhan (ayah Kara) tertawa."Tentu saja, mereka akan cocok. Walaupun Kara belum lulus S1 tapi dia akan setia, seumur hidupnya akan menjaga Shui dengan baik,"

Brak!

Kesal? Tentu saja, pemuda yang sudah tidak tahan lagi menggebrak mejanya."Ayah ingin menikahkan aku dengan wanita lumpuh?! Wanita menjijikkan yang mungkin memakai Pampers dewasa! Jika menikah dengan wanita seperti ini, aku harus mengurusnya buang air kecil dan bahkan buang air besar! Apa ayah ingin menghancurkan hidup putra ayah sendiri!" bentaknya.

Shui yang mendengar semuanya, meletakkan garpu dan pisaunya. Menghentikan makannya sejenak. Sudah diduga olehnya ini akan terjadi. Tidak menyadari, senyuman diam-diam menyungging di wajah Sonya. Benar-benar pria bodoh yang dimanfaatkan untuk menyakiti hati kakaknya.

Mendekati Kara begitu mendengar perjodohan kakaknya. Dan benar saja, pria itu menolak untuk menikah dengan wanita lumpuh.

Plak!

Suara tamparan terdengar, tamparan yang dilayangkan Farhan pada putranya."Kamu anak tidak berguna! Lihat kakak-kakakmu! Defan menjadi dokter spesialis memiliki rumah sakit sendiri, Karrel membantu ayah di perusahaan! Kamu apa?! Usia sudah 28 tahun. Tapi lulus kuliah saja belum. Seharusnya kamu bersyukur dan kagum pada Shui! Dia memimpin Murren Group di usia muda!"

"Tapi tetap saja hanya wanita cacat! Aku tidak akan menikah dengannya! Kenapa tidak dengan Sonya saja! Dia sempurna dan lebih cantik! Aku mencintainya!" teriakannya menggema.

"Cukup! Kembali ke kamarmu!" bentak Farhan, menatap tajam pada putranya.

"Wanita cacat! Sampai matipun aku tidak akan mencintai atau menikah denganmu!" cibir Kara, berjalan pergi ke lantai dua.

Jemari tangan Shui mengepal tertunduk seorang diri. Menatap ayahnya dan Farhan yang tertawa, seakan tidak mempedulikan segalanya. Suami yang tidak mencintainya, sudah diduga olehnya. Semua pria sama saja.

Seekor burung gagak, bertengger di atas pohon, pertanda kematian yang akan segera terjadi. Bagaikan menantikan bau bangkai yang akan tercium menyengat.

Rusak

Pemuda yang melangkah cepat, jemari tangannya mengepal. Tidak dapat menerima pernikahannya dengan sang wanita cacat.

Hingga pada akhirnya melangkah menuju kamarnya, mengunci pintu dari dalam."Agghh!" teriak sang anak bungsu yang terbiasa di manjakan, menangis terisak.

Yang dicintainya adalah Sonya, bukan Shui yang cacat. Bahkan dirinya untuk pertama kalinya berhubungan dengan wanita, melakukan hubungan layaknya suami-istri hanya dengan kekasihnya Sonya.

Kekecewaan? Segalanya berkumpul menjadi satu. Tetap tinggal di kamar, walaupun ayahnya mengetuk pintu dengan kencang terdengar murka. Kakak-kakaknya yang sempurna, mungkin karena itulah ayahnya mengorbankan dirinya hanya demi bisnis.

Shui, berusia 25 tahun, merupakan Direktur Utama Murren Group. Wanita yang tegas, tidak ada yang berani mendekatinya. Wanita dengan reputasi buruk di dunia bisnis. Cacat, keras kepala, itulah Shui Murren. Sangat berbeda dengan Sonya Murren, adik beda ibunya.

Pernikahan dimana dirinya akan tinggal di rumah Shui Murren. Masuk ke dalam keluarga wanita."Agghh! Br*ngsek! Sialan!" semua tidak dapat diterima oleh Kara.

Hingga sebuah pesan masuk ke handphonenya. Sebuah pesan dari Sonya.

'Aku mencintaimu. Jika kamu benar-benar ingin bersamaku. Kita bunuh diri bersama malam ini. Tunjukan jika perasaan kita nyata,'

Pemuda yang tertunduk diam, membaca isi pesan dari kekasihnya. Air matanya mengalir, mengepalkan tangannya, mengambil keputusan.

Pemuda yang melangkah menuju kamar mandi mengambil cairan pemutih pakaian. Pembuktian cinta, itulah yang akan dilakukannya saat ini.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu terdengar tengah malam."Kara! Kamu harus mengerti Shui wanita yang baik. Kamu hanya harus melayaninya, menikah dengannya besok. Ini demi keluarga kita, saham perusahaan kita menurun drastis. Kapal kargo yang mengangkut produk elektronik tenggelam. Kita sudah habis!" ucap sang ayah.

Kara mengepalkan tangannya, cairan pemutih pakaian masih ada di tangannya, berbicara dengan ayahnya di balik pintu kamar."Lalu kenapa harus aku yang menikahi wanita cacat? Masih ada Defan dan Kerrel! Aku harus menghabiskan hidupku pura-pura tersenyum di hadapannya. Melayani wanita cacat buang air besar! Aku juga harus membersihkan kotorannya!"

"Karena mereka lebih berguna, kakak-kakakmu tidak pernah mengecewakan ayah. Tapi kamu? Tidak pintar sama sekali, tidak tekun, dan mudah dikelabui. Kelebihanmu hanya wajah yang diwariskan dari ibumu. Persiapkan dirimu, besok mau tidak mau kamu akan menikah dengan Shui," Kata-kata dari Farhan meninggalkan pintu kamar putranya yang masih tertutup rapat.

"Sudah aku duga," gumam Kara dalam kamarnya yang gelap. Wajahnya tersenyum, mulai meminum cairan pemutih pakaian.

Cara mati yang benar-benar menyakitkan. Perutnya terasa terbakar, tubuh lemah yang sulit dikendalikan. Setelah ini dirinya dapat bersama Sonya, walaupun di alam lain. Seorang pemuda yang benar-benar naif.

Tapi apa benar? Sonya saat ini tersenyum menunggu balasan dari Kara. Dalam sebuah apartemen yang terlihat mewah.

"Kamu benar-benar mengirimkannya?" tanya Defan (kakak pertama Kara) pada kekasihnya, yang tengah berbaring tanpa sehelai benangpun di sampingnya. Sepasang tubuh yang hanya tertutup selimut putih tebal.

Sonya tertawa kecil, kemudian mengangguk."Jika kakakku Shui menikah dan memiliki keturunan, aku tidak akan mendapatkan warisan apapun. Karena itulah aku mendekati Kara adikmu, saat satu bulan lalu mendengar rencana perjodohan mereka dari ayahmu dan ayahku."

"Pacarku yang pintar, di keluarga kami Kara hanya benalu. Aku berharap dia benar-benar mengikuti saranmu untuk bunuh diri." Devan tersenyum, kembali mendekap tubuh Sonya.

Seorang wanita bodoh yang tidak mengetahui sama sekali, pria yang telah menjadi kekasihnya 6 bulan ini tidak normal sama sekali. Dengan mudah menginginkan kematian adiknya, manipulatif, wajah yang tersenyum, sekali lagi menginginkan tubuh Sonya.

Seorang wanita lugu, yang tidak mengetahui pacarnya yang pandai memasak meletakkan panci di rak paling bawah. Panci yang cukup besar berisikan zat kimia, melarutkan tubuh seseorang yang tidak berarti baginya.

Rupawan, dan pandai menyembunyikan segalanya. Pria yang memiliki napsu yang tinggi. Psiko yang menyembunyikan kepribadian aslinya, hanya tersenyum dan terlihat penyayang.

*

Dan benar saja, malam itu Kara menemui jalan buntu. Akhir dari hidupnya, tepat pukul 00.15 sang ayah kembali mengetuk pintu meyakinkan putra bungsunya. Tapi kali ini tidak ada jawaban sama sekali.

Pelayan menyerahkan kunci cadangan pada tuannya. Perlahan pintu dibuka, bau cairan pemutih pakaian menyengat menusuk hidung.

Tangan Farhan gemetar, menatap tubuh putra bungsunya yang mengeluarkan busa. Tubuh yang sudah hampir kaku.

"Kara! Bangun! Kara!" ucapnya mengguncang tubuh putra bungsunya. Namun tidak ada jawaban. Napas yang diperiksanya telah tidak berhembus lagi.

"Tuan, saya akan menghubungi ambulance!" ucap sang pelayan.

"Tidak! Jangan! Hubungi kakak Shim! Suruh dia kemari secepatnya! Dan tutup mulutmu, tentang kejadian yang kamu lihat hari ini!" perintahnya, masih mendekap tubuh putranya. Mengetahui Kara sudah tidak dapat diselamatkan lagi.

Namun Atmaja Murren akan murka jika mengetahui Shui putri kebanggaannya dipermalukan. Pria yang bunuh diri akibat dipaksa menikah? Rumor akan tersebar dengan cepat. Atmaja Murren benar-bebar akan meratakan keluarganya dengan tanah.

Hingga tepat pukul 2 dini hari, mobil milik Shim berhenti. Pria tua yang berjalan dibantu dengan seorang perawat, membawa tongkat yang terbuat dari kayu mahoni.

Seorang pria tua yang meneteskan air matanya, baru mengetahui tentang kematian keponakannya. Matanya menelisik menatap ke arah adik sepupunya Farhan yang tengah berada di balkon kamar Kara.

Pria tua yang mengerti tentang keserakahan manusia. Cenayang yang membawa bungkusan berisikan kotak jati tua. Entah apa yang ada di dalamnya.

*

Beberapa lilin, wadah dupa aroma tertentu menyebar di seluruh penjuru ruangan. Sesuai keinginan Farhan, menghidupkan putranya kembali bagaimana pun caranya. Itulah tujuannya memanggil Shim. Sepupu sekaligus, cenayang yang memiliki kemampuan tinggi.

Namun malam itu berbeda, seekor burung gagak bertengger di dahan pohon bagaikan mengamati segalanya, mencium aroma bangkai yang menyengat.

Burung gagak yang terbang tinggi tiba-tiba menghilang ditelan sinar kebiruan.

Kara mulai melangkah, menuju tempat pengadilan tentang salah dan benar. Hukuman yang diterima, kelahiran dan kematian. Segalanya berpusat di satu tempat.

Tanah berwarna hitam pekat, melangkah pelan tanpa menggunakan alas kaki. Suara kepakan sayap burung gagak terdengar. Burung yang hinggap pada tangan seorang pemuda rupawan kemudian menghilang.

Pemuda yang tersenyum menatap roh yang berjalan menuju tempat penghukuman.

"Kamu Kara?" tanyanya dari atas cabang pohon yang terlihat sudah terbakar habis, menyisakan cabang pohon yang kehitaman.

Roh Kara mengangguk.

Wajah pemuda rupawan dengan mata berwarna biru itu tersenyum."Apa kamu mau hidup lagi? Orang tuamu sedang memanggil cenayang agar kamu hidup lagi."

"Dengar! Walaupun aku tidak tahu, tapi kehidupan manusia dari tahun ke tahun begitu berat. Ada yang namanya kenaikan harga, bahkan yang aku dengar-dengar jika buang air kecil di dunia manusia harus membayar!" Komat-kamit mulut siluman yang memiliki rantai di lehernya itu berucap.

Kara terdiam, menghela napasnya. Menatap betapa cerewetnya pria yang ada di tempat penyebrangan roh.

"Begini, sebaiknya kamu jangan kembali. Aku mencium bau kematian darimu, karena itu aku mengirim burung gagak kesayanganku untuk mengikutimu. Sangat disayangkan, kekasih yang mengkhianatimu, tidur dengan saudaramu, bahkan merencanakan kematianmu," ucap Junichi, siluman dengan rambut hitam panjang, kuku-kuku beracun kehitaman. Benar-benar siluman gagak yang cerewet.

Kara terdiam sejenak."Sonya membohongiku? Dia tidak mati bersamaku? Aku akan mencabik-cabiknya," ucapnya dengan air mata yang mengalir.

"Tidak! Tidak! Tidak! Roh sepertimu harus tenang di alam baka. Dengar! Jika kamu bangun sekarang, cairan pemutih pakaian akan benar-benar terasa menyakitkan. Kamu ingat detik-detik kematianmu?" tanya Junichi.

Dengan cepat Kara mengangguk, tertunduk mengingat bagaimana menyakitkannya detik-detik sebelum kematiannya.

"Aku akan berbaik hati, aku akan menggantikanmu membalas perbuatan pacarmu. Aku akan mengorbankan hari-hariku dalam kesakitan, mungkin menggantikanmu terbaring di ranjang pasien seumur hidup," lanjut Junichi berpura-pura menangis.

"Kenapa kamu begitu baik?" tanya Kara yang memang memiliki karakter begitu polos.

"Karena aku adalah Junichi, seseorang yang akan menjadi kaisar. Kamu harus mengingat namaku walaupun sudah terlahir kembali. Jika ingin aku menggantikanmu kembali hidup kita harus memiliki perjanjian. Apa yang kamu inginkan?" Junichi kini terlihat lebih serius mendengarkan.

"Aku ingin ayahku kagum padaku." Jawaban dari Kara penuh senyuman. Seorang pemuda yang dimanjakan, namun terlihat benar-benar masih polos.

"Teteskan darahmu pada rantai yang terhubung dengan pohon. Maka aku akan bebas, menggantikanmu untuk hidup di tubuhmu. Aku akan membantumu, bahkan untuk menyingkirkan satu persatu pengacau," bisik Junichi mendekat, memberikan ruang untuk Kara, meneteskan darahnya. Dalam hal ini cairan roh berwarna biru tua.

Rantai yang menjeratnya selama 500 tahun menghilang. Seekor siluman yang tersenyum pada Kara.

"Bereinkarnasilah! Terima hukuman yang harus kamu jalani. Ini kesalahanmu karena menyia-nyiakan hidup..." gumamnya, menatap roh Kara yang berjalan menuju gerbang besar. Sedangkan dirinya perlahan lenyap ditelan sinar kebiruan."Fu...apa kamu sudah terlahir kembali?" gumam sang siluman yang masih merindukan kekasihnya.

*

Perlahan matanya terbuka, memuntahkan gumpalan darah segar. Benar-benar menyakitkan, berada di altar dalam ruangan yang cukup luas. Buku mantra kuno masih dibacakan seng cenayang, sedangkan Farhan tetap diam di samping sepupunya.

"Kalian mau aku hukum penggal?! Cepat bawa aku ke tabib! Dasar budak sialan!" suara memekik dari Junichi yang baru saja terbangun di tubuh Kara.

Karakter yang berbeda, pemuda cerewet yang akan membuat Farhan kehabisan kata-kata. Apa ini efek samping dari dihidupkan kembali setelah ritual aneh?

Awalnya dirinya tidak percaya, tapi mayat itu benar-benar kembali bernapas. Bahkan mengoceh walaupun terus-menerus mengalami muntah darah.

"Bawa aku ke tabib!" teriak Junichi lagi, menyadarkan lamunan tiga orang yang ada di ruangan itu. Dengan cepat membawa tubuh Kara yang seharusnya sudah mati ke tabib. Maaf salah, rumah sakit terdekat mungkin untuk melakukan CT Scan. Apa ada kerusakan otak?

Gagal Fokus

Mata pemuda itu terbuka, sisa-sisa racun masih ada di tubuhnya. Mengendalikan peredaran darahnya sendiri, kembali memuntahkan racun yang bercampur dengan darah. Bagaikan dapat mengendalikan segala zat yang ada ditubuhnya, menyerap racun yang telah bercampur dengan daging-daging di tubuhnya.

Selang infus masih berada di pergelangan tangannya. Beberapa dokter menanganinya, cukup terkejut dengan kondisi pasien yang ada di hadapan mereka. Seharusnya sudah mati atau mengalami cacat permanen.

Tapi kadar racun berangsur berkurang, masih hidup dan bernapas dengan wajah yang benar-benar pucat.

"I...ini keajaiban," gumam sang dokter.

Farhan memasuki ruangan dengan cepat menatap ke arah Kara yang duduk di atas tempat tidur."Kara! Kamu? Dasar bodoh!"

Sang ayah memeluk tubuh putranya, air matanya mengalir. Seorang anak tidak berguna yang hidup kembali.

"Lancang! Jangan memelukku! Budak sebaiknya kamu ingat statusmu!" bentak Kara tiba-tiba, membuat semua orang terdiam sesaat.

"Apa kita perlu melakukan CT Scan? Otaknya mungkin bermasalah," gumam sang dokter pada perawat di sampingnya.

"Tidak perlu, siang ini pernikahan dengan anak tertua keluarga Murren akan dilakukan. Jika sampai ketahuan putraku mencoba bunuh diri, maka Atmaja tidak akan melepaskanku karena mempermalukan putri kesayangannya." Farhan menghela napas kasar menatap kondisi putranya.

Perlahan pria itu mendekat."Apa ingatanmu hilang? Aku ayahmu. Dengar! Siang ini pulih atau tidak, bagaimana pun kondisimu kamu harus menikah dengan putri tertua keluarga Murren. Layani dia dengan baik."

Kara mengenyitkan keningnya."Kenapa harus? Apa dia putri raja? Anak bangsawan?"

Farhan menepuk dahinya sendiri. Menghela napas berkali-kali. Menghadapi putranya yang mungkin mengalami delusi parah. Menimbalinya? Hanya itulah yang dapat dilakukannya.

"Semacam itu, dia mungkin seperti putri bangsawan. Jika kamu menikah dengannya kamu bisa membeli apa saja. Hanya tinggal menjadi suami yang manis dan baik. Dilayani banyak pelayan, salah maksudku dayang. Kamu mau ya?" pintanya pada putranya.

Kara terdiam sejenak, sedikit melirik ke arah Farhan. Pria ini adalah ayah dari Kara yang asli, dirinya benar-benar tidak mengerti tentang masa saat ini. Rumah berganti dengan tempat yang tinggi. Manusia dapat bergerak dengan cepat mengendarai besi, tanpa perlu belajar ilmu meringankan tubuh.

Menikah dengan putri bangsawan? Mungkin bukan pilihan yang buruk. Dirinya dapat memanfaatkan kekuasaan istrinya. Kemudian menjadi kaisar menguasai seluruh benua. Menemukan tempat Fu terlahir, setelah itu menyingkirkan istrinya yang sudah tidak berguna.

Benar-benar siluman yang licik. Walaupun pada kenyataannya dirinya akan kesulitan mengenali Fu. Bagaimana tidak, ketika manusia bereinkarnasi ke tubuh baru tidak akan memiliki ingatan, wajahnya juga akan berubah.

Bagaimana cara mengenali Fu? Entahlah, dirinya akan memikirkannya nanti. Yang terpenting saat ini, mencari kekuasaan dengan cara apapun.

"Aku setuju, aku akan menikah dengan putri bangsawan." Jawaban darinya penuh senyuman.

Farhan menghela napas kasar, putranya lebih mudah di bujuk ketika kehilangan ingatan."Kamu jalani semua pengobatan dokter, salah maksud ayah tabib. Ayah akan melanjutkan persiapan pernikahanmu untuk siang ini," ucap Farhan segera berlari meninggalkan ruangan.

Bersamaan dengan dokter dan perawat yang meninggalkannya untuk mempersiapkan pemeriksaan lain.

Kara terdiam, menatap ke arah jendela. Hanya sebagian kecil kemampuan yang dimilikinya saat ini. Matanya melirik ke arah vas bunga, sebuah kelopak bunga mawar putih melayang terbang, terjatuh ke jemari tangannya.

Hanya ini kemampuan yang dimilikinya? Bahkan untuk menerbangkan setangkai bunga pun sulit.

Seorang pria tua tiba-tiba masuk."Tuan," ucapnya tertunduk pada Kara.

"Kamu siapa?" satu pertanyaan yang dilayangkan pada Shim.

"Namaku Shim, generasi ke lima dari keluarga Wei. Mengapa anda memutuskan untuk bangkit dalam tubuh keponakanku. Tolong kembali lah! Keponakanku---" Kata-kata Shim disela.

"Keluarga Wei? Rupanya keluarga cenayang yang menyegelku. Kenapa? Sudah merasa bersalah? Aku yang memberi kalian kemampuan sihir. Tapi sebagai imbalannya kalian menyegelku. Hanya tubuh manusia biasa, aku hanya mengambil tubuh keponakanmu atas persetujuannya. Apa aku salah? Seharusnya aku mencungkil jantung seluruh keturunan kalian," ucap Kara, benar-benar terdengar cerewet. Namun, sekelebat bola matanya yang hitam memerah, terlihat mengerikan.

Tangan Shim gemetar."Maaf, tidak seharusnya aku---"

"Aku sudah menjadi bagian dari keluarga kalian. Namaku saat ini bukan Junichi lagi, tapi Kara. Tugasmu hanya melayaniku sebagai seorang budak. Mengerti?" tanyanya tersenyum menyeringai.

"Mengerti, tapi tolong katakan bagaimana keadaan Kara? Kenapa dia tidak bersedia kembali?" tanya sang paman yang putus asa.

"Siapa yang akan kembali, begitu hidup dia akan cacat karena tidak memiliki kemampuan untuk menetralisir racun. Mengetahui perselingkuhan kekasihnya dengan kakaknya sendiri. Benar-benar kehidupan yang berantakan," gumam Kara, menghela napas berkali-kali.

Shim terdiam, air matanya mengalir melewati pipi keriputnya. Dengan cepat diseka olehnya, keponakan yang paling disayangi olehnya. Hanya dapat merelakan kepergiannya. Seorang pemuda lugu yang tidak memiliki ambisi.

Mungkin memiliki sifat bertentangan dengan Junichi. Siluman picik yang akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya.

*

Setelan tuxedo dikenakannya."Pakaian yang aneh? Berlapis-lapis tapi benar-benar ketat," keluhannya hanya dapat bersabar.

"Tuan," Shim tertunduk melangkah ke ruang ganti.

"Aku hanya harus mengatakan bersedia bukan? Itu mudah." Ucap Kara enteng.

"Benar, tapi mohon jangan mempermalukan diri di acara ini. Banyak orang-orang dari kalangan atas yang hadir,"

"Iya! Iya! Ini mudah! Menikahi wanita, menggodanya, kemudian mendapatkan kekuasaan darinya. Mendepaknya setelah aku menjadi kaisar!" suara tawanya terdengar. Benar-benar tidak menyadari jaman kerajaan sudah berakhir. Ini jaman modern, tidak ada yang takluk pada kaisar atau perbudakan lagi.

Shim hanya dapat memijit pelipisnya sendiri. Membiarkan siluman picik ini mengetahui tentang bagaimana berjalannya dunia ini.

Suara alunan musik terdengar. Pernikahan yang tidak dihadiri begitu banyak orang. Hanya keluarga dan relasi bisnis penting, sedangkan setelah ini pesta resepsi tengah menanti.

Sang mempelai pria sudah berada di depan altar. Sedangkan sang mempelai wanita, didorong menggunakan kursi roda oleh Atmaja, menuju altar. Dua orang anak penabur bunga berjalan di depan mereka.

Sang pengantin pria yang rupawan, bersanding dengan pengantin wanita dengan wajah yang ditutupi kain tipis.

Apa yang ada di fikiran Kara? Apa mungkin tegang dengan pernikahannya?

"Apa itu? Apa tandu pengantin? Tapi kenapa bentuknya aneh, tidak megah sama sekali. Apa bangsawan ini jatuh miskin?" Gumamnya dengan suara kecil, untuk pertama kalinya menatap ke arah kursi roda yang dinaiki Shui.

Hingga acara paling menegangkan dimulai.

"Kara Senaida apa kamu bersedia mencintai Shui Murren, dalam sakit maupun sehat. Dalam senang maupun susah hingga maut memisahkan?" ucap sang pendeta.

"Bersedia," jawaban dari Kara, terlihat tersenyum.

"Shui Murren apa kamu bersedia mencintai Kara Senaida, dalam sakit maupun sehat. Dalam senang maupun susah hingga maut memisahkan?" Sang pendeta kembali berucap.

"Bersedia,"

"Bersedia,"

Kedua mempelai berucap bersamaan. Membuat semua orang menertawakan tingkah konyol dari Kara.

"Kenapa semuanya tertawa? Apa yang salah?" gumamnya tidak mengerti. Dirinya hanya diberikan instruksi oleh Shim, harus mengatakan bersedia setiap pendeta bertanya.

Tanpa menyadari pertanyaan yang sebenarnya ditujukan pada pengantin wanita.

Semuda orang benar-benar tertawa dengan kencang."Mungkin mempelai prianya kurang Akua!" teriak salah seorang putra pengusaha.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!