NovelToon NovelToon

OBSESI SANG PEWARIS

BAB 1 ONE NIGHT STAND

Sudah tiga tahun lamanya William ditinggal oleh Laras, istri tercintanya. Hidup William yang awalnya begitu berwarna, penuh cinta kasih, sekarang menjadi berantakan karena kesalahannya di masa lalu.

Rintik hujan sejak tadi pagi mengguyur Lunar City tanpa henti. Langit menjadi hitam pekat, tapi hal itu tidak membuat para pejuang nafkah mengendorkan semangatnya. Keluarga adalah penyemangat untuk mereka mencari rejeki yang halal.

Beda halnya dengan pria tampan yang sedang berada di dalam mobil keluaran terbaru. Tatapannya begitu kosong menatap ke luar jendela mobil. Dia melihat sepasang kekasih sedang berada di satu payung dan berpelukan mesra membuatnya berdecak sebal. Pandangan matanya tiba-tiba melihat seorang wanita yang sedang berlutut dengan menggendong seekor kucing.

"Hentikan mobilnya, Rama!" perintah William.

Ya, pria itu adalah William Anderson Plowden. Seorang pebisnis muda yang begitu ambisius, arogan dan dingin. Di usia 28 tahun, dirinya sudah dapat mengembangkan perusahaan WR Entertainment menjadi perusahaan terbaik 10 besar seluruh dunia.

WR Entertainment yang awalnya berpusat di Indonesia, sekarang dia alihkan ke Lunar City. Indonesia adalah anak perusahaan pertama yang dikelola langsung oleh Rico, sahabatnya.

William segera keluar, membiarkan dirinya yang sedang memakai jas branded terkena air hujan. Dia berlari mendekati wanita itu tanpa memperhatikan sekitarnya. Fokus dia hanya pada sang wanita berbaju kuning lemon itu.

"Laras!" panggil William dan membalikkan tubuh wanita itu tanpa permisi.

Sang wanita begitu terkejut saat mendapatkan perlakuan tak sopan dari pria asing. Wanita itu menatap aneh pada William sebelum pergi meninggalkannya. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat tingkah aneh pria tampan.

"Tuan muda," panggil Rama dengan membawa payung.

William menatap Rama datar, dirinya merasa dejavu dengan yang terjadi baru saja. Dia mendongakkan kepalanya, memejamkan kedua matanya menyembunyikan manik hitam yang sekarang tidak memancarkan cahaya mempesonanya lagi.

William membiarkan air hujan menerpa wajahnya agar bisa menyembunyikan air mata yang mengalir tanpa diperintah. Sebuah peristiwa yang sama teringat kembali, berputar seperti film yang rusak.

"Rama, besok jadwalku ke Indonesia, bukan?" tanya William masih dengan posisinya mendongakkan kepalanya.

"Iya, Tuan. Anak perusahaan di sana akan mengadakan rapat tahunan," jelas Rama.

"Setelah itu aku akan mengunjungi Memei, tambahkan dijadwalku," ucap William.

"Baik, Tuan."

Setelah memberikan perintah, William kembali berjalan masuk ke dalam mobil dengan baju basahnya. Dia akan berganti baju setelah sampai di perusahaannya yang berjarak tidak jauh lagi.

...****************...

Rama membukakan pintu mobil untuk tuan mudanya setelah sampai di basement perusahaan. William langsung berjalan menuju satu-satunya lift yang langsung menuju ke ruangannya. Sesampai di koridor ruangannya, seorang sekretaris membungkuk hormat di mejanya saat William berjalan melewatinya.

"Bikinkan minuman hangat untuk tuan muda!" perintah Rama saat tiba di depan meja sang sekretaris.

"Baik, Tuan."

Rama langsung masuk ke dalam ruangan William. Dia mendengar suara gemericik air shower. Rama langsung berjalan ke kamar pribadi William yang menjadi satu dengan ruang kerjanya. Rama mengambil satu setel baju casual untuk William dan meletakkannya di atas kasur.

Setelah menyiapkan semuanya, Rama keluar dari kantor tuan mudanya, bersiap mengambil pesanannya untuk William. Rama mengetuk-ngetuk kan tangannya di meja sekretaris saat sang sekretaris belum juga menyelesaikan tugasnya. Hingga Rama sendiri yang memutuskan untuk menyusul ke pantry, bersiap menyembur bawahannya.

Belum sampai di pantry, dirinya berpapasan dengan sang sekretaris. Tanpa banyak bicara, dia mengambil nampan dan membawanya ke ruangan William. Diletakkan minuman hangat itu di meja William sampai dirinya mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka dan tertutup.

"Jadwalku hari ini apa?" tanya William yang mulai duduk di kursi kerjanya.

"Tidak ada, Tuan," jawab Rama setelah memeriksa jadwal William di iPhone nya.

"Kamu bisa kembali ke mansion dulu kak. Aku ingin ke bar," perintah William.

"Baik, Tuan."

...****************...

Mobil sport baru saja memasuki parkiran sebuah club ternama. William baru saja tiba di sebuah 99's Black Club yang merupakan milik rekan bisnisnya. Disini dia sudah menjadi pelanggan VVIP, dirinya sudah memiliki ruangan dan kamar sendiri.

William langsung masuk ke dalam, suara hingar bingar mulai terdengar. Seperti biasa, dirinya langsung menuju ke ruangan pribadi. Di mana, di sana sudah menunggu teman-temannya.

"Yo! si tuan muda yang jarang nimbrung," sapa salah satu temannya.

Tidak ada jawaban dari William, pria itu langsung duduk di sofa. Melihat siapa yang datang, para wanita berjalan mendekatinya tapi ketika William mengeluarkan pistol eagle nya membuat para wanita itu menghentikan langkahnya.

Semua yang melihatnya langsung tertawa. William mengambil segelas minuman beralkohol lalu meneguknya dengan sekali teguk.

"Aku pergi dulu, kalian nikmati saja sepuasnya. Tagihan masukkan ke rekeningku," ucap William berdiri dan menyambar pistolnya.

Dia berjalan keluar ruangan dan menuju ke lantai tempat dimana kamar presidential untuknya berada.

...****************...

Sedangkan di ruangan yang berbeda, di 99's Black Club dua orang wanita sedang menikmati dunia malamnya. Beberapa botol wine ternama disajikan di atas meja mereka.

"No ... no ... no, kamu tidak bisa minum lagi. Kadar alkoholmu itu rendah," seorang wanita berambut pendek mengambil gelas yang hendak diteguk oleh wanita berambut panjang dengan pakaian seksinya.

"Hik ... aku belum mabuk sayang, hik ...," jawab wanita berambut panjang yang jelas-jelas sudah mabuk.

"Aku akan telepon Lea untuk menjemputmu disini."

"Tak perlu. Kamu pesankan kamar presidential untukku. Aku yang akan menghubungi Lea dan menunggu di kamar."

Wanita berambut panjang itu bergaya seperti mengusir dengan kepala yang sudah disanggah di atas meja. Kepalanya terasa pening dan berputar-putar.

"Baiklah. Setelah ini aku tinggal buat kencan buta yah. Jangan lupa telepon Lea," wanita berambut pendek itu keluar dari ruangannya untuk memesan kamar.

Tak berapa lama, wanita berambut pendek kembali ke ruangan. Dilihat teman sekaligus sahabatnya itu sudah tepar di atas sofa dengan memeluk ponselnya. Gelengan kepala dia berikan melihat tingkah sang sahabat itu.

"Beb, ini kartu kuncinya. Apa aku harus mengantarmu ke kamar? Kamu sudah menghubungi Lea, bukan?" pertanyaan yang membombardir.

"Sudah dan tolong antar sampai ke lift aja yah."

...****************...

William baru saja selesai mandi. Dia berjalan ke arah balkon kamar dengan kursi tunggal dan sebuah meja kayu yang di atasnya terdapat banyak minuman beralkohol.

William mengernyitkan keningnya saat tiba-tiba tubuhnya terasa panas. Dadanya kembang kempis untuk mengatur nafas yang mulai memburu.

"Sialan! Siapa yang berani memberikan obat perangsang?" batin William.

Saat William sedang mati-matian mengendalikan dirinya yang terbakar gairah, terdengar pintu kamar dibuka. William bersembunyi di balik tembok dan keningnya mengernyit saat aroma jasmine itu tercium.

"Sialan! Siapa lagi yang masuk ke dalam kamar? Aroma jasmine ini mengingatkanku dengan Laras," batin William begitu frustasi.

Bruk!

Seseorang jatuh terjerembab di atas lantai, tepat di samping William berdiri. Pria itu terbelalak terkejut saat seorang wanitalah yang masuk ke dalam kamarnya.

Sesuatu di bawah sana semakin terasa sesak dan meminta untuk dituntaskan. Selama tiga tahun senjatanya begitu nyaman tertidur tidak ada yang mengusiknya.

William terbelalak saat wanita itu berdiri dan melempar sepatu heelsnya ke sembarang arah. Wanita dengan surai panjang itu langsung melemparkan tubuhnya ke atas kasur dengan posisi terlentang tanpa pertahanan. William yang memperhatikan semuanya, menggeram kesal.

William berjalan mendekat lalu menindih wanita itu. Sinar lampu yang temaram tidak mengurangi penglihatan William tentang betapa cantiknya wanita yang sedang berada di bawah kungkungannya.

"Hmm ... kamu siapa?" tanya wanita itu.

"Justru aku yang bertanya seperti itu. Ini adalah kamarku, tapi sekarang hal ini tidak penting! Kamu harus bertanggung jawab!"

...****************...

William lalu merebahkan tubuhnya di samping sang wanita sedangkan wanita itu langsung tertidur karena kelelahan. William tatap wajah cantik sang wanita, merapikan rambutnya yang berantakan akibat permainan panas mereka.

William baru tersadar kalau dirinya mengeluarkan benihnya di dalam inti sang wanita. Tapi masa bodoh dengan itu, toh teman kencannya itu sudah tidak virgin lagi. Jadi, dia sudah pasti tahu apa yang harus dilakukannya.

...****************...

"Uuuh~ kenapa masih terasa sakit yah?" lirih wanita yang menjadi teman bermain William.

"Sialan! Ini pasti pengaruh alkohol," wanita itu memijat keningnya dan menatap ke arah samping.

Matanya terbelalak terkejut saat melihat siapa yang menjadi teman one night standnya. Wanita itu menatap ke sekeliling, mencari bajunya. Ketika melihat keadaan kasur dan pakaian mereka berdua, wanita itu berdecih, sungguh permainan yang sangat panas.

Wanita itu lalu beranjak dari kasur dengan perlahan agar tidak membangunkan William. Seorang pengusaha muda sukses yang namanya selalu muncul di majalah bisnis. Siapapun pasti mengenal sosok William.

Sialnya, wanita itu malah menjadi teman one night stand dari seorang William. Semoga saja William tidak mencari identitasnya.

Wanita itu mengikat rambutnya dengan mencepol ke atas. Lalu memungut bajunya dan memakainya. Bersyukur walaupun permainan mereka panas, William tidak asal merobek bajunya.

"Astaga! Kenapa aku bisa lupa?" ujar wanita itu lalu berjalan ke luar kamar dengan membawa ponsel dan dompetnya juga, tidak meninggalkan jejak apapun.

.

.

.

~ To Be Continue ~

IG @hana_ryuuga

Hi, terus dukung cerita author dengan vote, komen, favorite dan hadiah semampunya. Jangan lupa ⭐5 nya 😘

BAB 2 PIL KONTRASEPSI

"Kenapa aku bisa lupa? Damn it!" wanita itu langsung pergi meninggalkan William.

Saat menutup pintu, dia keluarkan kartu kunci kamarnya dan menyandingkan dengan nomor kamar William. Keningnya berkerut saat nomor itu jelas-jelas berbeda.

"Shiit! Kenapa bisa aku sampai salah kamar. Alkohol sialan!" rutuk wanita itu lalu mengeluarkan ponselnya.

"Lea, kamu dimana?" tanya wanita itu.

"Saya di kamar Nona. Tadi saya menghubungi Nona tidak ada jawaban, jadi saya bertanya pada nona Lexi," jawab seseorang di seberang sana.

"Keluarlah! Aku tunggu di basement."

Setelah mengatakan itu, wanita tadi langsung mengakhiri panggilannya dan berjalan menuju basement.

"Selamat dini hari nona Meyrin," sapa seorang wanita sedikit menyindir.

"Lea, ayah sudah pulang belum?" tanya wanita yang menjadi teman ONS William dan ternyata bernama Meyrin.

"Belum, Nona. Tapi kalau boleh tahu, tadi nona ada dimana?" tanya Lea menatap curiga kepada nona mudanya.

"Bertemu teman," jawab Meyrin sekenanya lalu berjalan masuk ke dalam mobil.

Sedangkan Lea berjalan masuk ke kursi kemudi dan mulai melajukan kendaraan beroda empat itu. Meyrin menatap jam digital yang ada di layar ponselnya, pukul 03.00 dini hari.

Bagian intinya masih terasa sakit padahal ini bukan pertama kali bagi Meyrin melakukan hubungan intim. Wanita itu memijat keningnya, berharap tidak ada yang tumbuh dalam dirinya.

"Berhenti di apotek dulu," perintah Meyrin.

"Baik, Nona."

Mobil itu berbelok di pertigaan lalu berhenti tepat di sebuah apotek. Meyrin langsung keluar dari mobil dan masuk ke dalam apotek. Tak lupa wanita itu memakai masker wajah. Lea yang melihat tingkah nona mudanya itu hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Kak, tolong pil kontrasepsi darurat satu saja. Sekalian sama air ini," ujar Meyrin lalu mengeluarkan dompetnya.

"Total 50 kak," kata penjaga apotek sambil menyerahkan sekantong plastik yang berisi sebutir pil kontrasepsi dan satu botol air mineral.

Meyrin menyerahkan satu lembar uang 100, "kembaliannya untuk kakak saja."

Setelah mengatakan itu, Meyrin berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil. Tanpa banyak bicara, dia minum sebutir pil itu dan meneguk air mineralnya.

Pasalnya Meyrin lupa kalau minggu ini dia masuk masa subur. Sedangkan tadi dia bercinta begitu panasnya dengan pebisnis muda yang digandrungi oleh semua wanita di Lunar City. Wanita itu berdo'a agar tidak terlambat untuk meminum pil. Berharap agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak tumbuh dalam tubuhnya.

"Nona, kita pulang kemana?" tanya Lea yang fokusnya masih ke jalan raya.

"Pulang ke hotel dekat bandara saja. Barang-barangku sudah siap semua?" tanya Meyrin.

"Sudah, Nona. Nanti saya akan menyuruh kepala pelayan untuk membawanya ke hotel."

"Oke, lakukan seperti biasanya. Jadwal penerbangan bisa ditunda sore saja?" tanya Meyrin.

"Jika mau menunda jadwal penerbangan dari pagi ke sore, saya sarankan ambil di tengah yaitu siang hari. Soalnya menurut Capt Mario akan ada turbulensi ringan," terang Lea yang merupakan asisten pribadi sekaligus pengawal Meyrin.

"Siang saja. Aku mau tidur dulu. Badanku rasanya remuk semua."

"Baik, Nona."

...****************...

Meyrin yang tertidur tidak menyadari kalau mobil mereka sudah tiba di basement hotel. Lea keluar dari mobil dan berjalan ke sisi pintu mobil belakang.

"Nona Meyrin, kita sudah sampai," ucap Lea saat pintu mobil sudah terbuka.

Meyrin tidak bergeming. Lea yang sudah paham akan kebiasaan susah bangun nona mudanya itu menghembuskan nafas panjangnya. Dia lalu membungkukkan badannya dan sedikit masuk ke dalam mobil, bersiap menggendong nona mudanya ke kamar presidential milik Meyrin.

Bagi Lea yang memiliki tubuh yang kekar bukan hal sulit menggendong nona mudanya sampai ke kamar. Bahkan saat masuk ke dalam lift tidak ada hambatan bagi Lea.

Lift itu berhenti di lantai 50. Lea segera menuju berjalan masuk. Lantai ini sudah di rombak layaknya sebuah rumah, lebih tepatnya rumah pribadi nona Meyrin. Di lantai ini hanya ada dua kamar, ruang tamu, serta dapur. Setiap Meyrin melakukan perjalanan bisnis, dia akan memilih untuk tinggal disini karena jaraknya yang begitu dekat dengan bandara.

Lea menuju ke kamar utama, lalu membaringkan nona mudanya dengan perlahan di atas ranjang. Dia tarik selimut itu hingga menutupi sampai ke batas leher. Tidak lupa, gorden jendela kamar ditutupnya karena tadi sudah ada pesan kalau nona mudanya akan berangkat pada siang hari.

Setelah dirasa tugasnya selesai, Lea keluar dari kamar dan menuju ke ruang tamu. Dia merebahkan tubuhnya di atas sofa bed dan menyalakan televisi. Ditatapnya jam dinding yang sekarang menunjukkan pukul 04.00 dini hari.

"Hah~" hembusan nafas panjang keluar dari bibir Lea.

Lea kemudian membuka kemeja hitamnya dan menyisakan tank top crop warna hitam. Kemudian dia memejamkan kedua matanya, merilekskan sebelum beberapa jam kemudian harus bangun dan kembali ke aktivitasnya.

...****************...

Pukul 10 pagi, Lea masuk ke kamar utama, dimana nona mudanya masih tidur dengan lelap. Bahkan ketika samar-samar cahaya matahari masuk ke dalam ruangan tidak mempengaruhinya.

Sudah tiga tahun lamanya Lea berada disisi nona mudanya, jadi dia sangat hafal betul kebiasaan sang nona. Bahkan ketika penyakit susah bangunnya sang nona kambuh, dia punya cara ampuh agar Meyrin segera bangun.

Lea berjalan ke arah jendela kamar dan mulai menarik tuas gorden untuk membuka tirainya. Seketika sinar matahari masuk ke dalam ruangan membuat Meyrin menggeliat lalu menarik selimut menutupi mukanya.

Lea hanya tersenyum geli melihat nona mudanya yang sudah berumur 27 tahun tapi tingkahnya seperti anak umur 13 tahun. Lea berjalan mendekati ranjang Meyrin, menarik selimut, sayangnya genggaman tangan nona mudanya sangat kuat.

"Nona, ayah Anda baru saja menghub—"

"Apa? Ayah? Dimana?" tanya Meyrin langsung bangun dari tidurnya.

"Ayah anda masih di London," jawab Lea sekenanya.

"Leeaaa ..." kesal Meyrin.

Meyrin memajukan bibirnya dua sampai tiga sentimeter ke depan, cemberut. Selama tiga tahun bersama Lea, bodyguard nya sangat tahu betul kelemahan seorang Meyrin.

Tidak perlu menyebut nama ayahnya, cukup mengatakan kalau sang ayah sedang mencari dirinya sudah pasti membuat seorang Meyrin ketakutan.

Meyrin terlentang dengan kedua tangannya dibuka lebar-lebar, menatap langit kamar. Pandangannya menerawang, pikirannya kembali terbayang peristiwa dua tahun yang lalu. Hembusan nafas panjang Meyrin berikan saat teringat peristiwa yang membuatnya diantara hidup dan mati bersama sang ayah.

"Nona," panggil Lea sambil melambai-lambaikan tangannya di wajah cantik Meyrin.

"Iya," Meyrin lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi.

Sekitar 30 menit, Meyrin keluar dari kamar. Aroma rempah-rempah khas masakan yang dibuat bodyguard pribadinya mulai tercium. Meyrin segera menuju ke dapur dan benar saja, dilihatnya Lea yang sedang masak menyiapkan sarapannya yang terlambat.

"Masakanmu mempunyai ciri khas dan selalu menggugah selera makanku. Tapi, masakan bunda dan ibu yang paling nikmat," ucap Meyrin yang sudah duduk di meja makan.

"Terima kasih, Nona."

Lea langsung menyajikan omelet dan sosis serta segelas jus juga susu di meja makan untuk nona mudanya.

"Oya Lea, Ken kapan kembali?" tanya Meyrin sambil mulai menikmati sarapan pagi menjelang siangnya.

"Besok pesawatnya akan tiba di bandara Angel, LA Nona," jawab Lea lugas.

"Oke. Apa barang-barangku sudah tiba?" Meyrin memilih meminum susu.

"Sudah sejak pukul 7 tadi."

"Oke, kita berangkat setelah aku selesai ganti baju."

"Oya Nona, ini ada kiriman dari Tuan Daniel Arlington," Lea menyerahkan sebuah map cokelat.

"Oke. Oya, apa sudah dapat jawaban dari keluarga Plowden?" tanya Meyrin menatap Lea dengan serius.

"Belum ada balasan sama sekali, Nona."

Mendengar jawaban yang mengecewakan, Meyrin langsung masuk ke kamar dengan membawa map dari penguasa no 1 di negara LA.

~ To Be Continue ~

...****************...

Hi, terus dukung cerita author dengan vote, komen, favorite dan hadiah semampunya. Jangan lupa ⭐5 nya 😘

BAB 3 PERTEMUAN

Meyrin mengeluarkan isi map itu dan membaca sekilas lalu dimasukkannya kembali. Dimasukkannya map itu ke dalam tas kerjanya bersama laptop dan dokumen yang lain. Setelahnya dia berjalan menuju walk in closet nya.

Tak butuh waktu lama, Meyrin keluar dari kamarnya dengan kostum airport nya. Rambutnya dibiarkan terurai dengan topi hitam dan masker yang menjadi penutup identitasnya di keramaian. Tidak lupa long coat panjang motif kotak-kotak.

Di ruang tamu, Lea sudah menunggu dengan satu koper besar dan satu tas jinjing. Melihat nona mudanya yang sudah siap, Lea berjalan lebih dulu dengan menyeret koper. Tas jinjing itu diletakkan diatas koper, dekat dengan trolinya.

Lea menekan tombol bergambar mobil di pintu lift, artinya tujuan mereka adalah basement hotel. Meyrin menatap jam digital di ponselnya menunjukkan pukul 11 siang, masih ada waktu satu jam untuk lepas landas.

"Lea, tolong tambahkan jadwalku untuk berkunjung ke pemakaman saat tiba di Indonesia," ujar Meyrin.

"Siap, Nona."

Lea langsung melajukan mobilnya, keluar dari basement menuju Bandara Fu. Meyrin yang hendak menyandarkan punggung tidak jadi karena getaran pada ponselnya. Meyrin langsung menampilkan wajah sumringah saat ada nama Ken disana.

"Hi, Sweetie," sapa Ken saat panggilan video call nya langsung terjawab.

"Ken, aku merindukanmu," ucap manja Meyrin.

"I miss you too, Sweetie. Udah mau berangkat ke Indonesia?" tanya Ken.

"Yes, honey. Kamu jadi menyusul, kan?" tanya Meyrin.

"Sepertinya tidak. Ada sesuatu yang ingin aku persiapkan untukmu."

"Wow, apa itu?" tanya Meyrin antusias.

"Kamu akan tahu setelah pulang dari Indonesia."

"Keeeen ...," rayu Meyrin tapi tak diindahkan oleh Ken.

"I love you, Sweetie. Hati-hati di jalan, aku akan menunggumu di Lunar."

"I love you too, Honey."

Ken lalu mengakhiri panggilan itu. Meyrin tersenyum bahagia saat menerima kabar dari orang yang selalu ada untuknya selama ini. Orang yang begitu sweet dan romantis, membuat dirinya jatuh hati.

Sayangnya, hubungan mereka masih belum di publikasi. Ada sebuah misi yang harus dilakukan oleh Meyrin dan Ken agar hubungan mereka bisa go publik. Ponsel Meyrin kembali berdering, kali ini yang menghubunginya adalah satu-satunya orang tua yang dia punya.

"Halo, Ayah," sapa Meyrin setelah mendekatkan layar ponselnya ke telinga.

"..."

"Sudah Mey baca sekilas. Nanti saat sudah di dalam jet Mey baca semuanya."

"..."

"Baik, Ayah. Mey pasti memenangkan tender ini."

"..."

"Iya, Ayah. Mey pasti mengalahkan William. Ini adalah tender yang sangat menguntungkan bagi kedua perusahaan."

"..."

"I love you and i miss you too, Ayah."

Panggilan berakhir dan Meyrin kembali menyandarkan punggungnya dengan tenang. Dia pejamkan kedua matanya, menyembunyikan manik hitamnya. Pikirannya kembali melayang pada peristiwa dua tahun yang lalu hingga akhirnya dia menjalin sebuah hubungan tanpa status dengan Ken Lian.

Lea membukakan pintu mobil saat tiba di pintu masuk bandara. Beberapa petugas keamanan sudah siap untuk melindungi Meyrin.

Meyrin merapikan penampilannya. Topi hitam yang sedikit diturunkan ke bawah sehingga menghalangi siapapun yang ingin mengintip wajahnya. Masker yang menutup mulut dan hidungnya sehingga wajah dia benar-benar tersembunyi dengan sempurna.

Meyrin keluar dari mobil dengan langkah lebar-lebar. Dia tidak ingin orang lain melihat wajah aslinya. Wanita itu menundukkan kepalanya dan terus berjalan menuju landasan pesawat, tempat jet pribadinya sudah menunggu.

Meyrin langsung mendongakkan kepala saat angin dan terik sinar matahari siang menyengat. Disana terlihat jet pribadinya sedang menunggu dan tanpa banyak acara, Meyrin langsung masuk ke dalam.

...****************...

Pukul 6 petang di Bandara Fu terlihat seseorang dengan pengawalan sederhana sedang memasuki jet pribadinya. Masker wajah tidak lupa untuk menutupi wajah tampannya.

"Tuan muda, penerbangan kali ini sangat beresiko. Akan ada turbulensi ringan saat melewati perairan Indonesia," jelas seseorang yang berjalan di belakangnya.

"Hn," jawab William sekenanya.

Ya, dialah William Anderson Plowden, pebisnis muda sukses di usianya yang ke 28 tahun. Di belakangnya ada Rama yang selalu setia mengikuti kemanapun William pergi.

Wajah William terlihat kesal karena penerbangannya harus delay. Dia harus menghadiri pertemuan dengan para investor yang tidak bisa ditunda. Tanpa banyak bicara lagi, William berjalan masuk ke dalam jet pribadinya. Bersiap melakukan penerbangan ke Indonesia bersama Capt Juna.

...****************...

Pagi hari di Indonesia. Meyrin baru saja selesai dengan sarapan paginya. Dia kembali memeriksa presentasinya agar saat tampil tidak ada kesalahan sedikitpun. Meyrin juga kembali membaca map cokelat yang diberikan oleh ayahnya. Map yang berisi tentang perusahaan saingan dalam memenangkan tender kali ini.

Meyrin yang sibuk dengan dokumen perusahaan tidak menyadari kehadiran Lea. Meyrin memang tidak akan memasang sikap waspada jika hanya ada dirinya dan sang bodyguard.

"Nona, sudah waktunya kita berangkat," peringat Lea.

Meyrin yang mengenakan setelan kantor serba putih mulai merapikan dokumen-dokumennya dan memasukkan ke dalam tas kerjanya. Dia serahkan tas kerjanya kepada Lea untuk dibawa, sedangkan dirinya sibuk menghafal materi presentasi.

Walaupun Meyrin termasuk orang yang cerdas dan berhasil mendirikan perusahaannya sendiri, tidak menutup rasa gugup saat dirinya akan memperebutkan tender dengan perusahaan yang lainnya.

Berbeda halnya dengan William yang baru saja tiba di bandara Soekarno-Hatta, dirinya langsung berjalan keluar. Di tatapnya jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 7 artinya satu jam lagi pertemuan akan dimulai.

"Tuan muda, ini baju kantornya," sapa Brian saat William berada di depan mobilnya.

"Aku ganti di mobil, setelah itu langsung ke tempat pertemuan," ujar William yang langsung mengambil setelah kantornya dan masuk ke dalam mobil.

...****************...

Pukul 07.15 Meyrin baru tiba di tempat pertemuan. Lea menunjukkan kartu undangannya yang langsung dijawab anggukan kepala dari orang yang berpakaian serba hitam sama seperti dirinya.

"Silakan nona Meyrin, Tuan kami sedang menunggu Anda di ruangannya. Lift ini akan membawa Anda menuju ruangan Tuan. Disana sudah ada orang yang menunggu."

Setelah mengatakan itu, orang tadi menekan tombol lift untuk membawa Meyrin dan Lea ke ruangan sang pimpinan.

"Lea, aku merasakan sesuatu akan terjadi. Tetap waspada," bisik Meyrin.

"Baik, Nona."

Ting!

Pintu lift terbuka dan benar saja, beberapa orang sudah berbaris rapi di samping kanan dan kiri. Mereka memberi hormat saat Meyrin dan Lea berjalan diantar mereka. Di ujung barisan, seorang wanita cantik dengan setelan kantornya yang sangat seksi memberi hormat pada Meyrin.

"Mari Nona, Tuan sudah menunggu di ruangannya," sapa wanita cantik itu.

Meyrin masuk ke dalam ruangan bersama Lea. Sang bodyguard langsung berdiri di ujung ruangan, mengawasi nona mudanya dari kejauhan.

"Selamat datang, Nona Liu Meyrin," sapa pria paruh baya dengan mengulurkan tangannya.

"Terima kasih atas sambutannya, Tuan Steve," Meyrin menyambut uluran tangan itu.

Akan tetapi, ada yang aneh dengan uluran tangan itu. Secara terang-terangan tangan Steve mengelus nakal punggung tangannya membuat Meyrin risih tapi ditahannya.

"Silakan duduk, saya tidak menyangka kalau nona Meyrin adalah wanita yang sangat cantik. Rumor yang beredar terbukti nyatanya," Steve mengelus pipi Meyrin membuat wanita itu merasa jijik.

"Saya bukan siapa-siapa jika dibandingkan dengan tuan Steve."

"Kalau begitu jadilah wanita simpananku. Maka tender ini akan dimenangkan oleh dirimu. Kamu juga akan mendapatkan fasilitas yang tak pernah kamu miliki."

"Apakah tuan Steve tertarik pada saya?" Meyrin menatap balik kearah mata Steve dengan sensual.

"Hahaha.. Siapa yang tidak tertarik dengan wanita secantik ini? Wanita yang menjadi pembicaraan akan sosoknya seperti apa di Lunar City."

"Waah ... saya benar-benar tak percaya ini. Tuan Steve sudah menyelidiki identitas saya," seru Meyrin.

"Kita ini pebisnis, Sayang. Jadi kita harus tahu siapa lawan dan rekan kita, bukan?" Steve mulai melancarkan aksi nakalnya.

Meyrin melirik ke arah Lea yang akan bertindak, tapi dia segera memberi kode untuk tetap di tempat. Lea yang menyadari kode dari sang majikannya, dia kembali di tempat.

Meyrin diam saja saat Steve mengelus pahanya dengan sensual. Mulai mendekati wajah Meyrin tapi wanita itu memalingkan wajahnya hingga ciumannya mendarat di pipi kirinya.

Melihat Meyrin diam saja, Steve semakin menjadi. Dia tidak menyadari bahwa tangan kanan Meyrin sedang bersiap mengeluarkan pisau kecilnya yang selalu menjadi teman dia kemanapun dirinya pergi.

Tangan Steve semakin berani bermain dengan kemeja Meyrin. Membuka satu persatu kancing kemejanya membuat Meyrin mengeratkan genggamannya ada gagang pisau. Saat Meyrin hendak mengeluarkan pisaunya, tiba-tiba ...

Brak!

Suara pintu yang dibuka dengan keras. Semua mata memandang ke arah pintu. Seorang pria tampan dengan setelan jas yang begitu rapi berdiri disana dengan nafas yang terengah-engah.

"Brengsek!" pemuda itu langsung maju ke depan dan menghantam wajah Steve.

Setelah itu, dia buka jasnya dan menyampirkannya di pundak Meyrin. Sebuah senyum tipis Meyrin tampilkan saat menerima perlakuan lembut pria tadi.

"Ayo kita pergi!" ajak pria itu sambil menuntun Meyrin.

"Meyrin! Jika kamu pergi dari sini, saya pastikan perusahaanmu tidak akan mendapatkan tender ini!" ancam Steve sambil memegang pipinya yang berdenyut.

"Ah.. saya lupa untuk mengatakannya. Perusahaan WR Entertainment dari Lunar City juga memundurkan diri dari seleksi tender ini! Selamat pagi!" ucap pria yang tiba-tiba masuk ke dalam.

"Tu.. tunggu dulu tuan Plowden!" cegah Steve saat mendengar nama perusahaan WR Entertainment.

William yang dipanggil tidak peduli lagi. Dia membawa Meyrin keluar dari ruangan itu diikuti Rama, Brian dan Lea. Sebuah senyum kemenangan tersungging di bibir tipis Meyrin. Pasalnya, walaupun dia gagal mendapatkan tender ini, perusahaan saingannya memilih memundurkan diri karena dirinya.

Mereka berlima masuk ke dalam lift, meninggalkan koridor yang awalnya menjadi tempat pertemuan penting. William masih belum melepas pelukannya dari Meyrin. Entah kenapa, pria itu merasa harus melindungi Meyrin, walaupun wanita itu terlihat tidak asing bagi dirinya.

"Terima kasih, Tuan," ucap Meyrin saat mereka tiba di depan lobi.

Meyrin membuka jas William dan menyerahkan kepada pemiliknya. Sekali lagi dirinya mengucapkan terima kasih. Setelahnya, Meyrin mengajak Lea untuk pergi dari sana, meninggalkan William yang terdiam membisu menatap kepergian dirinya.

"Sialan! Kenapa aku bisa lupa?" umpat William tiba-tiba teringat sesuatu.

"Rama! Selidiki wanita itu! Aku mau laporannya hari ini. Brian, kamu kembali ke kantor. Kirim laporan keuangan tiga bulan terakhir ini!" perintah William kepada dua orang kepercayaannya.

~ To Be Continue ~

...****************...

Hi, terus dukung cerita author dengan vote, komen, favorite dan hadiah semampunya. Jangan lupa ⭐5 nya 😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!