Ida meminta kepada anaknya Meysa untuk tetap tinggal di rumah mereka setelah menikah dengan Yuda. Karena Ida tak ingin hidup sendirian saja.
"Meysa-Yuda, Ibu minta kalian tetap tinggal di sini ya. Karena ibu nggak mau kesepian seorang diri," ucap Ida seraya menatap memohon kearah Meysa dan Yuda.
"Bagaimana, Mas Yuda? apakah kamu bersedia tetap tinggal di sini?" tanya Meysa meminta persetujuan.
"Iya sudah, nggak apa-apa. Lagi pula memang kasihan juga jika ibumu tinggal sendirian," Yuda menyetujui kemauan ibu mertuanya dan istrinya.
Hingga saat itu keduanya tinggal di rumah Ida. Akan tetapi Meysa yang memang wanita karier tetap saja bekerja karena memang ia tidak bisa meninggalkan perusahaan almarhum ayahnya.
Meysa sebenarnya masih sangat muda karena ia baru berumur dua puluh lima tahun, tapi ia harus menggantikan posisi almarhum ayahnya sejak ayahnya meninggal satu tahun yang lalu.
Sementara Yuda lebih tua selisih tiga tahun dengan Meysa yakni dua puluh delapan tahun.
Yuda bekerja di sebuah perusahaan tetapi ia hanya sebagai staf biasa. Keberuntungan sedang berpihak pada Yuda, karena pada saat ia mewakili kantornya untuk menawarkan kerjasama di perusahaan Meysa, ia pun langsung di sukai oleh Meysa walaupun ia hanya pegawai biasa.
Sore menjelang, keduanya telah pulang dari kerja dan membawa suatu kejutan untuk Bu Ida.
"Happy birthday to you happy birthday to you happy birthday happy birthday happy birthday to you,"
"Ibu, selamat ulang tahun ya. Panjang umur murah rezeki selalu. Intinya soa yang terbaik untuk ibu."
Meysa memberikan kejutan berupa kue ulang tahun dan beberapa kado untuk hadiah ulang tahun ibunya yang ke empat puluh dua tahun.
Sejenak ibunya meniup lilin dan ia merasa terharu dengan kejutan yang diberikan oleh anak dan menantunya.
"Ternyata ibunya Meysa masih sangat muda, pantas saja wajahnya awet muda. Kenapa juga ibu tidak menikah lagi ya? padahal kan masih muda begini," Yuda tak sadar di dalam hatinya diam-diam telah mengagumi ibu mertuanya sendiri.
Malam menjelang, waktunya untuk semua orang istirahat. Tetapi tidak bagi Bu Ida, ia gelisah sekali. Apa lagi di saat ia sedang gelisah, tak sengaja ia mendengar suara khas dia insan yang sedang melakukan ritual penyatuan tubuh di kamar sebelah yakni kamar anaknya.
Bu Ida melangkah keluar dari kamarnya, dan ia pun melangkah tepat di depan pintu kamar anaknya yang kebetulan terbuka sedikit.
Entah kenapa ia ingin melihat aktifitas yang sedang dilakukan anak dan menantunya. Setelah itu ia kembali ke dalam kamarnya sendiri.
"Sialan, kenapa pula aku kok melihat mereka sedang melakukan penyatuan tubuh? heran juga kenapa pula Meysa tak menutup pintu kamarnya? Ih..Meysa-Yuda, kenapa juga kalian tak bisa mengerem bunyi mulut kalian itu! tahu begini sebelum mereka tinggal di sini, aku buat kamar mereka supaya kedap suara," batin Bu Ida uring-uringan setelah melihat akan hal itu.
"Astaga, aku tak bisa tidur seperti ini. Gara-gara melihat itu."
Bu Ida mencoba untuk memejamkan matanya, tetapi ia tak bisa tidur. Pikirkan ia traveling membayangkan dirinya yang sedang bercinta dengan Yuda.
Karena rasa resah gelisahnya itu, beberapa menit kemudian ia memutuskan untuk ke dapur untuk sejenak membuat mie instan karena kebetulan ia meras lapar. Ia tak mau mengganggu waktu tidur asisten rumah tangganya, hingga ia ke dapur sendiri.
Pada saat ia di dapur, Yuda pun melangkah ke dapur hanya dengan mengenakan celana boxernya saja tanpa memakai baju. Ia pikir malam hari takkan ada orang yang melihatnya hanya memakai boxer saja.
Ia ingin minum tetapi air di kamar habis hingga ia memutuskan ke dapur tanpa membangunkan istrinya.
"Ibu, kok malam-malam ada di dapur?" sapa Yuda sudah kepalanh tanggung ibu mertuanya melihatnya.
"Iya, Yuda. Kamu juga, ada apa ke dapur? apa lapar juga? mau ibu buatkan mie sekalian? mana Meysa kok tidak ikut ke dapur?" serentetan pertanyaan keluar dari mulut Bu Ida.
"Meysa tidur, Bu."
"Hem, pasti kecapaian ya dengan pertempuran tadi? Yuda, seharusnya kalau kamu tidur jangan lupa pintu di kunci, jangan seperti tadi terbuka lebar dan apa lagi suara kalian itu keras sekali hingga terdengar dari kamar ibu," tegur Bu Ida tanpa ada rasa sungkan.
"Astaga, jadi ibu ..
"Ya, ibu melihat semuanya. Gara-gara kalian ibu jadi tak bisa tidur seperti ini," ucapnya jujur.
Yuda duduk di hadapan ibu mertuanya, matanya tak sengaja melihat ke arah dua benda kenyal yang ada di dada Bu Ida yang sedikit terlihat. Dan juga sesekali matanya melihat ke arah pahanya yang terlihat karena Bu Ida mengenakan baju tidur hanya se batas atas lutut.
"Kenapa Yuda, kenapa kamu menatap ibu seperti itu?" tanya Bu Ida mulai merasakan tatapan nakal Yuda.
"Nggak kok, Bu."
Yuda bangkit dari duduknya, dan terlihat sekali sesuatu di balik celana boxernya yang begitu menonjol. Entah setan dari mana, Bu Ida menghampiri Yuda.
"Yuda, ternyata kamu belum pintar dalam bercinta ya? tadi ibu melihat gayamu itu itu saja. Mau nggak ibu ajarin, pastinya ibu lebih berbakat dari pada kamu dan Meysa."
"Yuk ikut ibu, biar ibu tunjukkan gaya yang hot dan berbagai macam gaya supaya kamu pintar membuat Meysa mencapai puncak."
Yuda hanya diam saja bagaik kerbau di cucuk hidungnya pada saat Bu Ida menggandeng tangannya mengajaknya ke kamar tamu. Dan terjadilah apa yang seharusnya tidak terjadi antara ibu mertua dengan menantunya.
Pergulatan hebat terjadi diantara keduanya di kamar tamu tersebut tanpa ada yang tahu. Bahkan Yuda sangat puas dan sangat menikmatinya, begitu pula dengan Bu Ida yang memang sudah lama tak merasakan hal itu.
"Yuda, terima kasih ya. Kamu telah memberikan apa yang selama ini rusak ibu dapatkan sejak suami ibu meninggal," ucapnya seraya mengusap benda tumpul milik Yuda."
"Sama-sama, Bu. Ibu juga begitu lihai ternyata ibu pintar juga ya bermain di ranjang. Kenapa ibu tidak menikah lagi saja jika ibu masih normal dan kerap menginginkan hal ini?" tanya Yuda dengan beraninya.
"Hem, nggak lah. Entah kenapa ibu tidak ingin menikah lagi. Ya sudah kamu cepat kembali ke kamarmu sana, ibu khawatir Meysa bangun dan mencari dirimu," perintah Bu Ida.
Saat itu juga Yuda pun keluar dari kamar tamu secara mengendap-endap, setelah beberapa detik barulah Bu Ida keluar dari kamar tamu itu.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang melihatnya, yakni si bibi yang kebetulan terbangun.
"Astaghfirullah aladzim, apa aku nggak salah lihat ya? untuk apa Nyonya Ida dan Den Yuda di kamar tamu?" Bibi berkali-kali mengucek matanya dan mencubit lengannya sendiri.
Sejak percintaan saat itu, hubungan antara Yuda dan ibu mertuanya semakin lengket saja.
"Meysa, ini kan hari libur. Ibi pinjam suamimu sebentar boleh nggak?" tanya Bu Ida melirik ke arah Yuda sejenak di sela sarapan.
"Pinjam, kaya barang saja? aku tahu maksud ibu, ingin minta Mas Yuda menjadi sopir ibu kan?" ucap Meysa terkekeh.
"Iya benar sekali, anak ibu memang pintar." Puji Bu Ida seraya mengacungkan kedua ibu jarinya ke arah Meysa.
"Ya tahu lah, bukannya sudah sering ibu pergi di temani Mas Yuda kan? memangnya ibu mau kemana?" tanya Meysa menyelidik.
"Hem, ibu akan jenguk teman yang kebetulan sedang sakit. Sekalian belanja bulanan juga, biar kamu itu tak kecapean. Ibu nggak tega loh, melihatmu sudah lelah bekerja lalu lelah belanja. Sementara ibu kan tidak melakukan aktifitas apapun di rumah," ucap Bu Ida berbohong.
"Hem, baiklah kalau begitu. Mas Yuda mau kan temani ibu? aku juga entah kenapa akhir-akhir ini gampang sekali lelah," ucap Meysa.
"Baiklah, sayang. Apa sih yang nggak buat ibu mertuaku yang super baik ini," canda Yuda terkekeh.
"Meysa, jika kamu merasa kurang sehat sebaiknya kamu ke dokter. Biar Yuda antar kamu dulu ke dokter bagaimana, setelah itu baru antar ibu," saran Bu Ida.
"Nggak usah, bu. Aku cuma butuh istirahat saja, toh di bawa tidur juga nanti rasa lelahnya hilang," ucap Meysa.
Tak berapa lama acara sarapan telah selesai. Dan Yuda segera ke garasi mobilnya untuk memanasi terlebih dahulu mobilnya.
Sementara bibi sedang membereskan meja makan. Ia ingin sekali bicara pada Meysa tapi bingung cara penyampaiannya.
"Aku kasihan lihat Non Meysa., tapi aku bingung bagaimana cara ngomongnya ke Non Meysa. Tentang apa yang telah aku lihat beberapa hari ini."
"Aku juga ragu jika Non Meysa akan percaya dengan perkataanku ya? secara aku cuma asisten rumah tangga. Dan....aa... pusing juga aku kalau ingat akan hal ini."
"Tetapi ada perasaan bersalah jika ingat semua ini. Serasa aku menyembunyikan bangkai."
Terus saja bibi mengoceh sendiri di dalam hatinya seraya merapikan meja makan. Sementara saat ini Bu Ida telah pergi bersama Yuda. Dan Meysa sama sekali tidak ada rasa curiga pada ibu dan suaminya, ia malah langsung masuk ke kamarnya dan beristirahat.
"Bu, pasti sudah kepengen ya?" canda Yuda melirik genit dari kaca spion.
"Hhee kamu pintar sekali, tahu saja jika ibu sudah menginginkan benda tumpul milikmu yang super gede dan nikmat itu," ucap Bu Ida tanpa ada rasa malu.
"Hem, kita mau kemana nech Bu?" tanya Yuda.
"Haduh...kok masih saja tanya mau kemana? yang jelas ya ke hotel lah sayang," ucap Bu Ida kesal dengan pertanyaan Yuda.
"Bu, jangan cemberut begitu..Apa ibu mau lekas tua?" goda Yuda.
Tak berapa lama, mereka telah sampai di sebuah hotel. Tapi Bu Ira dan Yuda pintar, mereka sengaja menggunakan masker supaya tidak terlihat jelas wajah mereka. Dan Yuda mengenakan topi.
Saat itu juga mereka check on hotel. Dan melakukan hal yang sering mereka lakukan selama ini. Dari awal Yuda tinggal di rumah Bu Ida. Entah bagaimana hingga kini mereka sering melakukan hubungan terlarang ini.
Keduanya benar-benar telah hilang akal. Dan hanya memikirkan kesenangan kepuasan mereka saja. Tanpa mereka memikirkan sebab dan akibatnya.
Dua jam kemudian....
"Bu, kue apem ibu benar-benar enak sekali. Bentuknya juga sangat mantap, kental empuk dan rasanya...."
"Hem...masa sih? apa bedanya kue apem ibu dengan kue apem Meysa?" tanya Bu Ida seraya terus saja memainkan benda tumpul milik Yuda.
"Punya Meysa kecil sedangkan punya ibu besar. Terus rasanya lebih menggigit. Jika benda tumpulku di masukkan ke kue apem ibu, serasa di gigit-gigit hemmm begitu dech."
Mendengar pujian dari Yuda membuat Ibu Ida senang. Dan tiba-tiba ia menginginkan lagi, bahkan tidak sungkan melahap benda tumpul yang besar milik Yuda itu dan memakan nya bagai makan permen lollipop.
Yuda merasakan sensasi yang luar bisa dengan perlakuan yang diberikan oleh Bu Ida. Hal ini hanya ia rasakan jika sedang bermain dengan Bu Ida.
Karena selama bersama dengan Meysa, ia tak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu. Meysa selalu menolak jika di minta melakukan hal itu dengan Aksan jijik dan kadang sampai muntah. Hingga percintaan mereka terasa monoton.
Setelah cukup lama Bu Ida dan Yuda bermain kembali, mereka memutuskan untuk segera pulang karena tak ingin sampai Meysa curiga.
"Yuda, terima kasih ya. Kamu telah memberikan apa yang selama ini tidak ibu dapatkan. Ingat baik-baik ya, jangan sampai Meysa tahu hal ini karena itu bisa menjadi bomerang bagi kita berdua," pesan Bu Ida pada saat menyudahi percintaan mereka.
Keduanya merasakan puas karena bermain tidak cuma satu atau dua kali.
"Iya, Ibu mertuaku tersayang. Ini akan menjadi rahasia kita berdua," ucap Yuda.
Dan pada saat itu juga mereka segera meninggalkan hotel tersebut. Sementara di rumah, Meysa sudah terbangun dari tidurnya. Itupun karena ada tamu yakni teman ibunya.
"Loh, ibu bilang katanya pergi menjenguk temannya yang sakit. Tetapi ibu tak mengatakan teman yang mana, Tante," ucap Meysa heran.
"Setahu Tante, diantara kami tidak ada yang sakit sama sekali. Justru Tante datang kemari ingin menawarkan ibumu ikut arisan nggak? dari tadi Tante sudah sekali menghubungi nomor ponsel ibumu."
"Lagi pula, Tante juga sudah tanya teman-teman yang lain tapi ibumu tidak ada di rumah mereka. Karena jika diantara kami ada yang sakit pasti kdmi beramai-ramai jenguk."
"Hem, sejak kamu tinggal di sini kalau tidak salah. Ibumu itu jarang sekali loh, kumpul-kumpul lagi dengan kami. Entah ada apa dengan ibumu, tidak seperti dulu. Ia yang selalu semangat ajak pertemuan."
"Sekarang kalau di ajak kumpul bareng pasti ada saja alasannya. Ya sudah Tante pamit pulang, mau ke rumah teman yang lain. Nanti kamu sampaikan saja pada ibumu jika Tante datang ya."
Setelah mengatakan banyak hal, Tante Rika pergi begitu saja. Ia bahkan tidak memberimu kesempatan pada Meysa untuk berkata apa lagi bertanya.
"Aneh, padahal selama ini jika ibu pergi selalu mengatakan akan bertemu dengan teman-temannya. Lantas jika ibu tak pergi bersama teman-temannya, ia pergi kemana ya?"
"Jika aku tanya pada ibu secara langsung pasti ibu akan marah dan tersinggung. Dan kesannya aku ini curiga dan tidak percaya padanya. Sebenarnya aku memang tidak percaya padanya? gara-gara ucapan Tante Rika barusan."
"Sebaiknya nanti aku tanyakan hal ini pada Mas Yuda saja yang selalu menjadi sopir Ibu jika ibu pergi."
Tak berapa lama, mobil yang ditumpangi oleh Bu Ida dan Yuda telah sampai di pelataran rumah. Bu Ida terlebih dahulu turun dari mobil tersebut, sementara Yuda melajukannya kembali menuju ke garasi mobil.
"Kamu sedang menunggu kepulangan Ibu apa, Meysa?" tanya Bu Ida pada saat melihat Meysa sedang duduk di kursi teras halaman rumah.
"Iya Bu, aku memang menunggu kepulangan ibu," jawab Meysa singkat.
"Kaya nggak biasanya Ibu pergi ditemani oleh Yuda, sampai kamu harus menunggu di teras seperti ini." Bu Ida menjatuhkan pantatnya di kursi samping di mana saat ini Meysa sedang duduk.
"Kalau untuk itu aku sudah tahu, aku menunggu kepulangan Ibu karena tadi ada Tante Rika mencari ibu," ucap Meysa.
"Memangnya kenapa dia mencari ibu, kamu dia sudah punya nomor ponsel ibu kenapa tidak menelpon saja?" ucap Bu Ida.
"Katanya dia sudah berkali-kali menelpon ke nomor ponsel ibu tetapi tidak bisa dihubungi. Tante Rika datang kemari ada urusan dengan ibu ingin menanyakan perihal arisan. Ibu akan ikut lagi atau tidak itu katanya," ucap Meysa menjelaskan tentang kedatangan Tante Rika.
"Ya sudah, nanti Ibu akan menelpon Tante Rika."
Bu Ida banget dari duduknya, ia pun melangkah masuk ke dalam rumah menuju ke kamarnya.
Tak berselang lama datanglah Yuda menghampiri, Meysa. Ia pun mengajak Meysa masuk ke dalam rumah dengan merangkul pundaknya melangkah menuju ke kamar mereka.
"Mas Yuda, aku ingin bertanya sebentar nggak apa-apa kan?" ucap Meysa agak ragu karena melihat Yuda terlihat sangat lelah.
"Katakan saja, ada apa sih?" Yuda membaringkan tubuhnya di ranjang.
"Mas Yuda, sebenarnya tadi itu kalian dari mana sih?" tanya Meysa menyelidik.
"Kenapa kamu bertanya lagi, bukannya pada saat ibu akan pergi ia sudah mengatakan terlebih dahulu ke mana tujuan nya pergi?" Yuda malah balik bertanya.
"Iya Mas, aku tahu pada saat kalian pergi itu, Ibu mengatakan bahwa akan menjenguk temannya yang sakit. Tetapi menurut Tante Rika tidak ada satupun teman ibu yang sakit. Karena jika ada salah satu teman mereka yang sakit pasti semuanya akan beramai-ramai untuk menjenguk," ucap Meysa.
"Aduh mampus aku, jika seperti ini aku harus alasan apa ya?" batin Yuda mulai gelisah dan panik.
"Aku mau tidur, lelah. Kamu tanyakan saja pada ibu karena tadi aku hanya mengantarnya dipikir jalan dan menunggunya di pinggir jalan, tidak ikut masuk ke rumah temannya itu."
Yuda memiringkan tubuhnya hingga kini ia membelakangi Meysa.
Melihat Yuda seperti itu, Meysa tidak berani berkata lagi karena ia tidak ingin terjadi keributan.
"Sepertinya ada yang aneh dengan Mas Yuda, kenapa dia di tanya kok sewot seperti itu," batin Meysa.
Sejenak Meysa mengamati meja, ia tak melihat ada kontak mobil.
"Kebiasaan buruk, pasti kontak mobilnya ditinggal di dalam mobil."
Meysa melangkah keluar dari kamar menunjukkan ke garasi mobil dengan tujuan ingin mengambil kotak mobil tersebut. Tak berapa lama ia telah sampai di garasi. Ia membuka pintu mobilnya dan tak sengaja ia melihat kertas kecil terselip di depan kemudi mobil.
"Apa ini?" Meysa meraihnya dan membukanya, sejenak ia terhenyak kaget.
"Ini pemesanan kamar hotel tertera per tanggal tadi. Ya ampun, ini milik siapa? karena tidak jelas nama yang ada di kertas ini? apa ini milik ibu, atau ...ah kenapa aku kok berprasangka buruk terhadap suamiku sendiri ya?" batin Meysa.
"Tetapi aku penasaran dengan kertas ini, siapa yang tadi check in hotel?" batin Meysa lagi.
"Aku bingung, ingin bertanya pada ibu atau pada Mas Yuda ya?"
Meysa terus saja gelisah setelah menemukan kertas tersebut. Tetapi ia ragu ingin bertanya pada ibu atau Tidak. Hingga ia mengurungkan niatnya bertanya.
Tetapi ia tak membuang kertas itu, justru ia menyimpannya karena ia akan menyelidiki ke hotel yang tertera di kertas itu.
"Jalan satu-satunya aku tanya saja ke hotel yang tertera di kertas ini. Dari pada aku bertanya pada Ibu atau Mas Yuda," batin Meysa.
Ia pun melangkah kembali ke mobilnya, dan melajukannya arah hotel tersebut. Ia ingin bertanya siapa yang telah check in hotel barusan. Tak berapa lama sampailah Meysa di hotel tersebut.
Ia membawa kertas itu dan menanyakan di bagian resepsionis. Ia sedikit lega pada saat petugas hotel mengatakan bahwa pemesanan hotel atas nama Ida.
"Hem, untung saja bukan Mas Yuda. Mungkin tadi ibu bertemu dengan pacarnya dan ia malu padaku hingga ia berbohong dengan mengatakan akan menjenguk temannya yang sakit."
"Ibu juga tak berani jujur pada Mas Yuda hingga meminta Maaf Yuda menunggu ibu di tepi jalan."
"Kenapa ibu tidak membawa pulang saja pacarnya ke rumah dan mengenalkannya padaku ya?"
"Kenapa pake acara sembunyi-sembunyi seperti ini? padahal aku tidak akan marah jika memang ibu punya pacar atau bahkan ingin menikah dengan pacarnya itu."
Terus saja Meysa menggerutu di dalam hatinya seraya melajukan mobilnya arah pulang.
*******
Malam menjelang, suasana di malem ini terasa begitu dingin apa lagi hujan deras menambah cuaca bertambah dingin.
"Coba ya, dingin seperti ini aku bisa bercinta dengan Yuda," batin Bu Ida membayangkan kebersamaanntq dengan Yuda.
Bu Ida tak bisa tidur, ia memutuskan untuk keluar kamar dan ke dapur. Seperti biasa jika hujan pasti ia akan merasakan lapar. Ia pun berniat ingin membuat mie instan supaya rasa dingin sedikit hildnf jika makan yang hangat-hangat.
Namun Bu Ida harus menelan Salivanya pada saat ia tak sengaja melihat Yuda sedang meremas dua benda kenyal milik Meysa. Sementara Meysa sibuk membuat mie instan.
Bu Ida pun mengurungkan niatnya untuk ke dapur dan pada saat ia membalikkan badannya, justru ia tersandung.
"Aduh..."
Bu Ida tak sengaja merintih kesakitan seraya menutup mulutnya sendiri dengan dua tangannya.
Tetapi Yuda dan Meysa sempat mendengar teriakan Bu Ida. Sontak saja, mereka pun berlari ke sumber suara. Dan mereka mendapati Bu Ida sedang melangkah pergi dengan terseok-seok karena sakit.
"Ibu, apakah ibu tidak apa-apa?" Meysa merasa iba, ia pun mengejar ibunya.
Hingga Bu Ida berhenti sejenak," ibu nggak apa-apa. Tadinya ibu akan membuat mie instan, tetapi melihat keromantisan kalian jadi ibu tidak enak dan mengurungkan niat ibu, tetapi malah tersandung."
"Jadi, tadi Ibu melihat apa yang dilakukan Mas Yuda padaku?" tanya Meysa malu.
"Jelas ibu melihat, seharusnya kamu jangan seperti itu. Karena bisa juga asisten rumah tangga atau tukang kebun bisa melihat hal itu. Apa kalian tidak bisa melakukan itu di dalam kamar saja." Bu Ida kesal ia melanjutkan langkahnya lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!