NovelToon NovelToon

Ayah Untuk Anakku

BAB 1

AYAH DARI ANAKKU

5 tahun lalu

"A-aku hamil," ucapku dengan bibir bergetar. Ku remas kuat-kuat rok abu-abu yang menutupi bagian bawah baju putih kukenakan berstempel SMA.

Ya, aku masih sekolah dengan umurku 17 tahun. Duduk di kelas 12. Tak pernah terbayangkan nasibku akan seperti ini. Benar-benar hamil.

"Apa? Kau serius?" Arav pria bertastus pacarku itu terlihat terkejut. Raut wajahnya berubah seketika, terdiam beberapa saat lalu Ia mengusap wajahnya kasar kala aku menganggukkan kepalaku. Dialah bapak dari calon anak yang aku kandung ini, hubungan terlarang kami lakukan selama pacaran.

Dan Arav sudah berjanji sebelum melakukan itu dia akan bertanggung jawab, membawaku ke rumahnya untuk di perkenalkan.

"Jangan bercanda, ini tidak lucu!" Arav merapatkan giginya, raut wajahnya berubah menatap tajam kearahku.

Ku gelengkan wajah ini cepat-cepat membantah.

"Tidak, aku a-aku tidak berbohong," kataku sedikit gugup, bukan karena aku ragu seperti orang ketahuan berbohong melainkan aku sedang takut menatap wajah Arav begitu menyeramkan.

Tatapan matanya begitu marah. Kenapa? Bukankah ini yang dia mau. Aku mengandung anaknya dan kami akan hidup bahagia selamanya.

"Ini anak kamu Arav!" Lanjutku sedikit menekankan kata-kataku berusaha memberanikan diri.

Saat ini kami berada di atas gedung sekolah yang bertingkat 3. Sengaja aku mengajak Arav ke tempat ini agar tidak ada orang yang tau apa yang kami bicarakan. Mengingat tempat ini jarang di kunjungi siswa.

"Gugurkan anak itu!"

Deg!

'Apa!' Jantungku hampir saja berhenti berdetak, aku terkejut bukan main mendengar tuturan kata barusan keluar dari mulutnya itu.

"A-apa yang kamu katakan Arav," aku terdiam untuk beberapa saat.

"Ini anak kamu, darah daging kamu sendiri. Bahkan dia belum lahir ke dunia ini dan kamu ingin melenyapkanya," seruku tak terima.

Serasa oksigen udara ini mau habis.

Bagaimana bisa dia berpikir seperti itu setelah apa yang ia lakukan. Aku kira dia akan senang dengan apa yang aku katakan barusan. Karena dialah yang merayuku agar mau melepaskan kehormatanku untuknya. Dengan berjanji akan menikahiku kalau sampai aku hamil saat masih sekolah.

Dia bahkan menginginkan aku hamil supaya ada alasan bagi dia untuk menikahiku. Ya, aku dan Arav bagaikan langit dan bumi tidak sepadan sama sekali.

Dia terlahir dari keluarga ternama dan terkemuka di negara ini, sedangkan aku hanya seorang anak petani dari kampung.

Entah berkah dari mana aku bisa mendapatkan biayanya siswa hingga bisa sekolah di sekolah terkenal ini yang kebanyakan adalah anak orang kaya.

"Gue enggak mau anak itu Bict! Gue enggak mau keluarga geu sampai tau apalagi sampai mencoreng nama baik keluarga gue. Gugurkan anak itu, terlebih gue enggak yakin bahwa anak itu anak gue, bisa aja itu anak laki-laki yang tidur sama lo. Bukankah kita hanya melakukannya beberapa kali, bagaimana bisa lo langsung hamil," sahut Arav.

Rasanya bagaikan ditusuk seribu jarum sampai ke ulu hati mendengar tuturan, Arav barusan. Aku membeku beberapa saat mendengarkan ini. Sakit, sakit sekali.

"Kamu jahat Arav, jelas-jelas ini anak kamu. Kamu lupa sebelum kita melakukan itu apa yang kamu katakan hah, kamu berjanji akan tanggung jawab tapi sekarang dia sudah ada dan kamu ingin mengingkari janjimu sendiri!"

Ku kuatkan dada ini terasa amat sesak, air mata yang aku bendun pun lolos begitu saja membasahi pipiku.

"Dasar bodoh, gue hanya berpura-pura dan lo anggap serius. Ck! Mulai sekarang kita putus dan jangan pernah temui gue lagi, gugurkan anak itu jangan harap lo bisa merusak nama baik keluarga gue!! Gue sangat yakin bahwa anak yang lo kandung itu bukan anak gue, lo pasti menjual tubuh lo supaya bisa nikah sama gue kan, jangan mimpi!" Tegas Arav dengan rahang mengeras lalu berlalu begitulah saja meninggalku yang sudah berlinang air mata.

Jadi begini akhirnya ....

Seketika tubuhku langsung lemas dan tunduk di lantai.

"Aaagggrrrr .... dasar bodoh bodoh!"

Aku merutuki diriku sendiri, bisa bisanya aku kemakan omongan Arav. Brens**.

Aku membencimu Arav hik .... bedebah sialan. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu padahal jelas-jelas ini adalah anaknya.

Aku benci dirimu Arav aku benci hik ... hik ....

Benar benar malang.

Kau berhasil Arav, kau berhasil membuatku hancur masa depanku, kau pantas dapat penghargaan.

***

5 tahun kemudian

Manila, suasana sana kota terlihat begitu dingin akibat faktor perubahan iklim cuaca, orang-orang begitu ramai berlalu lalangnya memadati ibukota. Apalagi pagi ini, senin. Hari dimana kembalinya berkutik dengan pekerjaan.

Tak luput dengan diriku sendiri, yang sedang buru-buru membenahi pakaian seorang bocah 4 tahun berada di depanku. Aku berjongkong menyamakan tubuhku dengannya agar kami setara.

Bocah itu mengerucutkan bibirnya terus sejak dari tadi, seperti kebiasaannya pasti ada sesuatu yang tidak beres. Ku hela nafasku sedikit panjang lalu memfokuskan menatap manik-manik matanya yang agak kebiruan.

"Bilang sama Mommy, ada apa hem? Mau minta belikan mainan baru lagi?" tanyaku pada bocah 4 tahun itu bernama Dion.

Ya, Dion adalah anakku. Dengan segenap perjuangan aku membesarkannya hingga sampai ke titik ini. Aku bersyukur kepada Tuhan walaupun Dion hidup tanpa ayah. Sebisa mungkin aku berusaha menjadi Ibu yang baik dan juga ayah baginya. Agar dia tidak merasa kekurangan kasih sayang.

Mengingat ini membuat hatiku sakit, selalu kepikiran tentang ayahnya, yang tega mencampak kan kami berdua.

Dion menaikkan kepalanya menatap ke arahku ada raut kesedihan terpancar jelas dimatanya.

Kemudian bocah 4 tahun ini menggelengkan kepalanya membantah ucapanku tadi.

"Dion endak mau di titip ke daycare lagi, Dion mau ikut Mommy aja, bantu Mommy kelja, bial banyak uang," ucap Dion membuatku terdiam beberapa saat.

Ku kerutkan keningku dalam. Kenapa dengan Dion, tidak biasanya dia berbicara seperti ini.

"Teman-teman di daycare selalu mengejek Dion, meleka bilang Dion anak tidak punya Ayah, dan juga meleka mengejek Mommy, Dion endak suka jadi Dion memukul meleka, sampai meleka menangis," Dion menarik panjang nafasnya.

"Ibu Deri memalahi Dion, padahal kan meleka duluan yang mengejek Dion," sambung Dion menundukkan kembali kepalanya menatap ke bawah.

Terlihat beberapa tetesan air mata menetes di pipi merahnya, ya Tuhan Dion menangis, aku terpaku sejenak.

"Sayang?" Panggilku lembut menyentuh pipi Dion menghapus air matanya itu.

"Maafkan Mommy ya, jangan ambil hati perkataan mereka ya. Nanti Mommy akan berbicara pada Ibu Deri untuk memperingati teman teman kamu supaya tidak menganggu anak Mommy lagi.

Tapi untuk sekarang Dion harus ke tempat bermain di daycare ya, Mommy janji nanti siang Mommy akan mengajak Dion keliling taman bermain ya, tapi Dion harus mau di titipkan sama Ibu Deri, orang-orang kantor Mommy melarang membawa anak ikut kerja sayang,"

Dion kembali menundukkan kepalanya. Aku tau perasaan Dion, jelas dia tidak nyaman di daycare. Apalagi semua anak yang ada di daycare selalu di jemput ayah sama Ibunya ketika pulang ataupun jam makan siang, hanya Dion saja yang di jemput oleh ibunya seorang diri. Tanpa ada sosok kehadiran ayah.

Tapi aku harus buat apa, gajiku hanya cukup untuk menyewa apartemen kecil serta buat makan kami sehari-sehari aku tidak punya uang untuk menyewakan pengasuh pribadi untuk Dion agar dia merasa sedikit nyaman. Belum lagi uang titip Dion ke daycare.

"Kamu mau ya, Mommy tidak punya pilihan lain nak," tuturku lagi lembut, kuharap Dion mengerti, sungguh aku tidak punya pilihan lain.

Akhirnya Dion menaikkan pandangan matanya menatap wajahku, tak lama ia menganggu setuju.

"Tapi Mommy janji siang nanti kita jalan-jalan ya," katanya.

Aku tersenyum senang, mengacak ngemas rambut Dion, "Ia sayang. Mommy janji, ayo nanti Mommy telat ke kantor," ajakku.

Terhadap aku buru-buru merapikan rambut Dion lagi.

Ibu Deri adalah kepala pengurus daycare. Orangnya sedikit jutek terhadap orang-orang sepertiku tapi walaupun demikian dia punya perasaan sayang terhadap anak kecil. Aku tidak bisa menegurnya, takutnya nanti dia tidak mau menerima Dion lagi.

Lalu kemana lagi aku harus menitipkan Dion.

Karena daycare Ibu Deri satu-satunya penitipan anak yang dekat dengan kantor tempat aku bekerja.

Aku bekerja di perusahaan Leon grup sebagai cleaning servis, aku tidak punya ijazah cukup bagus untuk bekerja sebagai karyawan, sma saja aku tidak tamat. Karena saat aku hamil Dion aku sudah memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahku lagi.

Masih bersyukur aku bisa diterima kerja di perusahaan sebesar ini. Itu semua berkat Arya. Ya, dia Arya merupakan satu-satunya teman yang paling baik yang aku miliki. Kami sudah berteman sejak sd.

Awalnya Arya hendak menempatkan aku sebagai salah satu karyawan di perusahaan temannya, namun aku menolak. Mengingat Arya sudah banyak membantuku, bahkan semua mainan mewah di rumah Arya yang belikan untuk Dion.

Jadi aku sudah putuskan tidak mau lagi menyusahkannya.

Beberapa bulan ini juga Arya tidak ada di Ibu kota, dia pergi ke paris dalam perjalanan bisnisnya. Sehingga membuat Dion kerap kali bertanya kepadaku kapan Arya pulang. Mereka sudah sangat dekat sejak kecil.

Bahkan hampir setiap malam Arya selalu menyisakan waktu melakukan video call agar bisa melihat Dion. Setidaknya itu bisa membuat Dion rasa rindu anak itu berkurang.

"Tunggu Mommy ya sarang, Mommy akan segera menjemputmu dalam beberapa jam lagi," ucapku mengecup kening Dion lembut setelah sesaat kami tiba di daycare.

"Iya Mommy," sahut Dion sembari mengangguk mantap.

Setelahnya aku pamit kepada ibu Deri, lalu gegas melangkah pergi menuju kantor. Aku sudah telat 10 menit, ku harap aku aman kali ini dari amukan Bu Sarah, kepala hrd.

Tinnn ....

Tinnn ....

"Ahhh!"

Namun karena kurang hati-hati saat kaki ini melangkah saat menyebrang jalan hampir nyaris saja tertabrak mobil tepat didepan kantor tempat aku bekerja.

"Hahhhh ....." Aku menghirup rakus-rakus udara oksigen yang ada, rasa takut membuatku gugup. Dengan tangan yang reflek menutup mata, kubuka perlahan-lahan.

"Apa kau baik-baik saja?" Suara baristo laki-laki terdengar di daun telingaku.

"Hampir saja," gumamku kemudia mencoba melirik ke sumber suara.

Degggg .....

"A-Arav!"

Bersambung .....

BAB 2

AYAH DARI ANAKKU

"Lisa kamu kenapa? Kamu habis darimana? Hei .... Lari seperti orang di kejar setan, waktu masuk masih tersisa 10 menit lagi dan kami berlari seperti orang kesetanan?" Celutus Chesa menangkap tubuhku yang sedang berlari terburu.

Saat kakiku berhasil masuk kedalam kantor dengan langkah seribu, banyak pertanyaan yang di lontarkan Chesa kepadaku namun tak satupun otakku menanggapinya.

Kutarik kuat-kuat oksigen yang ada, dengan nafas berpacu kuda mengebu-ngebu. Pikiranku tertuju pada sosok laki-laki yang aku temui tadi.

"Arav!" Gumamku

"Gak, gak mungkin, itu gak mungkin dia, aku sudah berada sejauh ini tidak mungkin bertemu dengan dia lagi kan, a-aku pasti salah orang," lanjutku lagi, otakku sungguh tidak bisa berpikir jernih.

Bagaimana bisa, bagaimana bisa Arav berada di Manila. Ini sungguh tidak mungkin.

"Hei, kau bicara apa? Arav, siapa Arav? Kau kenapa sebenarnya Lisa, hei. Jawab pertanyaanku!" Tukas Chesa memegang bahuku dengan kedua tangannya dan mengoyangkanya kuat.

Alhasil membuat pikiranku kembali tersadar. "Chesa," gumamku.

"Iya ini aku, kau kenapa? Apa ada seseorang yang menganggumu, katakan kepadaku siapa dia biar aku hajar." Chesa menatap girang, ada raut kekhawatiran dimatanya dan itu terlihat sangat jelas.

"Tidak, bukan apa-apa. A-aku hanya takut terlambat." Sebuah senyuman kuulas kepadanya.

"Takut terlambat?" Chesa mengerugkan kenangnya.

"Ini masih ada 10 menit lagi sebelum bekerja tidak perlu terburu-buru seperti itu, seperti orang di kerja setan saja," lanjut Chesa menghela nafas lega, "Kau membuatku khawatir Lisa Salsabila,

" lanjutnya.

Chesa adalah teman baikku selama di kantor, hanya dengannya aku selalu menghabiskan waktu. Kami sangat akrab bahkan aku sudah menganggap dia sebagai kakakku sendiri.

"Hehehe maafkan aku---"

"Kalian berdua kenapa masih disini!"

Suaraku terpotong begitu cepat saat secara tiba-tiba, hingga membuat aku dan chesa secara bersamaan menghadap ke sumber arah suara.

"Bu Imelda," gumamku bersamaan dengan Chesa.

Bu Imelda adalah ketua ob di perusahaan ini, dia yang bertanggung jawab atas semua masalah ob dan kebersihan seluruh ruangan kantor ini. Orangnya sangat tegas dan keras, terlebih dia sangat tidak suka kepadaku. Karena aku berkerja melalui orang dalam, siapa lagi kalau bukan Arya.

"Presdir baru sudah datang dan kalian masih bersantai disini! Apa kalian pikir ini kantor keluargamu!" Sentak Bu Ilmeda berhasil membuatku dan Chesa membulatkan mata.

"Pre-presdir baru," lagi-lagi aku dan Chesa berguma secara bersamaan.

Aku sungguh terkejut dengan apa yang di katakan Bu Ilmelda barusan 'Presdir baru' Apa maksudnya. Bukankah Presdir perusahaan ini pak Irwin sahabat bisnis Arya, dan lagi pak Irwin umurnya sangat muda bagaimana bisa ganti.

"Apa yang kalian tunggu sekarang cepat ke lantai Presdir dan bersihkan ruangan itu sekarang!" Lantang Bu Ilmeda.

Bulu kudukku seketika merinding bukan main tanpa menunggu lagi dan Chesa segera mengambil peralatan yang di butuhkan, tidak banyak karena memang sebagian besar sudah di simpan di setiap lantai masing-masing.

***

"Bu Ilmelda benar-benar menyeramkan kalau lagi marah," cibir Chesa sembari berbisik kepadaku, saat kami berhasil masuk ke dalam lift.

"Diamlah, banyak orang disini nanti ada yang dengar terus di cupui," balasku juga ikut berbisik.

Yang benar saja bagaimana ada yang mendengarnya, mulut para karyawan kantor ini sangat berbisa.

Tak lama pintu lift terbuka menampilkan lantai 40. Aku cukup terkesiap. Sungguh benar, sudah banyak ob yang mulai bekerja membersihkan seluruh sudut secara cepat.

Bahkan beberapa barang diganti baru, seperti sofa, vas bunga dan lainya. Semuanya di ganti baru, aku cukup terheran melihatnya. Padahal semua itu terlihat sangat bagus dan seperti juga barang baru.

"Kau dengar berita pagi ini, pak Irwin dipenjara dan perusahaan ini bangkrut sehingga harus di jual kepada orang lain," ucap salah satu ob yang sedang mengepel lantai.

Sementara aku dan Chesa lagi-lagi dibuat terkejut setengah mati mendengar apa yang di katanya orang itu barusan. Pak irwin di penjara bagaimana bisa, apa dia terlilit hutang, tapi bukanya perusahaan ini baik-baik saja bahkan bertambah maju.

Pikiranku sungguh terganggu sekarang. Bahkan yang tadi berpikir tentang Arav langsung teralihkan dengan berita yang aku dengar barusan. Sembari membersihkan apa yang bisa aku bantu, aku dan Chesa memilih diam mendengar perbincangan mereka.

Karena perbincangan ini sungguh mengejutkan sekali.

"Apakah itu benar, aku kira itu hanya omong kosong, tapi kalau benar bagaimana dengan nasib kita, ya Tuhan,"

"Tentu saja jelas bodoh, apa kamu tidak dengar apa yang dikatakan Bu Imelda tadi, kita membersihkan ruangan ini sebersih mungkin karena menyambut Presdir baru."

"Kau benar!" Timpal ob lainya ikut nimbrung.

"Aku tidak yakin bagaimana nasib kita setelah ini, kita di pecat atau bagaimana. Yang jelas aku mendengar dari para karyawan kalau Presdir baru ini sangat tegas dan sombong, dia tidak akan segan-segan memecat siapa saja yang berbuat kesalahan.

Aku sungguh takut!"

Seketika tubuhku menegang mendengar perbincangan mereka, jika benar adanya bukankah sungguh mengerikan.

Susah payah aku menelas salivanku kuat-kuat.

Arya kenapa kau tidak mengabariku apa-apa, kau berhutang penjelasan kepadaku.

"Lisa, Chesa apa yang kalian lakukan disini? Bukannkah saya menyuruh kalian membersihkan ruangan Presdir!"

Suara Bu Ilmeda untuk kesekian kalinya membuatku tersentak terkejut. Wanita yang umurnya hampir mencapai paruh baya itu selalu saja datang secara tiba-tiba.

"Eh, ba-baik Bu," jawabku dan Chesa.

***

"Kau dengar apa di katakan ob tadi kan Lis, pak irwin ayang bebebku dipenjara hik ... rasanya gak mungkin kan," ucap Lisa di sela-sela kami membersihkan ruangan Presdir.

"Aku rasa ini tidak mungkin, mustahil pak Irwin bangkrut apalagi sampai dipenjara, sangat tidak mungkin," balasku.

Rasanya sangat mustahil.

"Bagaimana ini Lis. Jika memang benar bagaimana nasib kita, aku tidak bisa membayangkan perusahaan sebesar ini diambil alih oleh orang jahat, bukan kah kita akan tertekan.

Kamu dengar kan tadi, Presdir baru sangat sombong dan tegas, Bu Ilmeda saja sudah membuat kita stres apalagi. Jangan-jangan dia--"

"Suttt jangan bicara sembarang, ayo kita lanjutkan jangan sampek Bu Ilmeda marah untuk ketiga kalinya hari ini," cicitku memotong perkataan Chesa barusan.

Setelah hampir 25 menit aku dan Chesa membersihkan ruangan Presdir akhirnya kami selesai. Rasanya sedikit melelahkan. Karena harus di ganti semua dan bergerak cepat, termasuk membersihkan ruangan kamar khusus yang ada didalam ruangan ini.

"Arav ..." gumamku pelan. Nyaris kedua bola mataku hampir saja jatuh dari tempatnya karena sangking terkejutnya tak kala aku hendak keluar dari kamar khusus yang ada di ruangan Presdir.

"Ba-bagaiman bisa dia ada ruangan ini?"

Seketika dua pria yang sepertinya sebaya disana menoleh kearahku.

Deg ....

Wajahnya sungguh mirip dengan Arav.

Dengan jantung berdetak kencang buru-buru aku membalikkan badanku membelakanginya.

"Hei kau, apa yang kau lakukan disitu? Dan berani sekali kau membelakangi Presdir baru, mau dipecat kamu! Tidak sopan!" Sentak suara laki-laki yang aku yakin laki-laki satunya lagi yang berada tepat didepan orang mirip dengan Arav.

Ku remas kuat-kuat ujung baju yang kukenakan ini, dengan perasaan takut berbalik menghadap mereka.

"Maa pak," ucapku pelan nyaris saja hampir tak bersuara. Namun aku yakin mereka berdua mendengarkan.

"Cepat pergi dari ini, mungkin ini pertama dan terakhir saya peringatkan untuk bersikap sopan. Cepat keluar lanjutkan tugasmu," tutur pria itu lagi.

"Baik pak," sahutku setelahnya bergegas hendak pergi.

"Tunggu! Bukannkah kau wanita yang dijalan tadi, rasanya wajahmu tidak asing bagiku,"

Deggg .....

Bersambung .....

BAB 3

POV 3

🌹🌹🌹

"Tunggu! Bukan kah kau wanita yang dijalan tadi, rasanya wajahmu tidak asing bagiku,"

Deggg .....

Lisa menghentikan langkahnya seketika diikuti dengan air ludah yang sudah ia telan sangat kasar, bahkan tangannya sudah bergetar meremas ujung baju yang ia pakai.

Sungguh Lisa ingin segera lari keluar dari ruangan ini bahkan kalau bisa perusahaan ini. Namun keadaan memaksa Lisa harus berpikir 100 kali lipat jika ingin melakukan itu.

Bukan suatu hal yang mudah mencari pekerjaan di kota ini, apalagi di Manila yang merupakan sebuah kota besar, sulit baginya mendapatkan pekerjaan. Terlebih dia bukan seorang sarjana.

"Maaf Pak mungkin anda salah orang," ucap Lisa sebisa mungkin ia memberanikan diri membalikkan badannya, dengan pandangan menunduk kebawa tentunya.

"Benar kah, tapi--"

"Arav kita harus segera ke ruangan rapat sekarang kita bahkan sudah terlambat 10 menit, ini hari pertamamu di perusahaan ini,"

"Jadi dia beneran Arav" batin Lisa spontan menegang bahkan kini jantungnya sepertinya akan berpindah tempat, detak jantung tak karuan berdetak layaknya pacuan kuda.

"Baiklah kita pergi sekarang," ujar Arav setelah sesaat ia diam, kedua manik-manik matanya masih saja terfokus pada sosok wanita yang berada didepannya itu.

Entah kenapa rasanya sangat familiar dimata Arav, seolah-olah ia sangat mengenal. Namun tak berselang lama Arav menepis perasaannya itu berlalu pergi meninggalkan Lisa yang masih menegang disana.

"Jangan ulangi lagi hal seperti ini kalau kamu masih mau tetap berkerja disini, ingat itu baik-baik," tegas pria yang bersama Arav yang sangat diyakini Lisa kalau itu asisten mantan kekasihnya itu.

Sekarang hanya Lisa masih berada di ruangan itu, pikirannya entah kemana-mana sudah, bayang-bayangan Arav memenuhi otaknya sekarang. Mulai dari kenangan mereka saat SMA dulu.

"*Kamu sangat cantik Lis, Aku sangat mencintaimu"

"Bisakah senyumanmu itu hanya untukku seorang, rasanya hatiku begitu sakit melihat dirimu tersenyum kepada orang lain, aku tidak iklas. Aku tidak suka berbagi!"

"Kamu wanitaku satu-satunya dan selamanya, percayalah hanya kamu yang ada dihatiku"

"Arav, a-aku takut!"

"Jangan takut sayang, aku berjanji akan tanggung jawab"

"Arav Ahhh"

"Yes beby sebutlah namaku*!"

"Tidak ...." teriak Lisa frustrasi melawan pikirannya sendiri.

"Aku benci kami Arav aku benci, Breng**!" teriak Lisa lagi bahkan kini air matanya sudah mengalir begitu saja. Rasanya dada Lisa begitu sesak membayangkan sosok laki-laki tadi.

beruntung ruangan ini kedap akan suara jika tidak mungkin sekarang dia akan langsung di seret ke ruangan hrd.

***

"Lisa, hei kamu baik-baik saja," tegur Sarah yang merupakan sekretaris Irwin sebelumnya, menegur Lisa baru keluar dari ruangan Presdir dengan keadaan tidak bersemangat sama sekali.

"Bu Sarah," ucap Lisa dengan suara kecil nyaris saja tidak terdengar menatap kearah sosok wanita cantik yang berada tepat didepannya.

"Lisa, ka-kamu habis menangis, mata kamu bengkak." Sarah hampir saja tidak percaya, bagaimana tidak sudah sangat lama ia mengenal sosok Lisa bahkan saat Lisa pertama kali berkerja di perusahaan ini, karena memang dulunya Lisa lah yang sering membersihkan ruangan bos lamanya.

Jadi tidak heran Sarah cukup sangat mengenal sosok seorang Lisa, wanita yang tanggung tak ke kenal lelah dan murah senyum. Sangat bersemangat kerja demi anaknya.

"Kamu pasti sedih ya, karena tiba-tiba saja Presdir kita diganti, kamu juga mungkin sudah mendengar beritanya kalau pak irwin di penjara," ucap Sarah lagi rasanya ia sudah tau apa penyebabnya Lisa menangis.

"Aku juga sedih Lis, aku sungguh tidak pernah menyangka akan seperti ini." Sarah menghela nafas panjang.

"Jadi berita itu benar Bu, pak Irwin sungguh di penjara?" tanya Lisa kali ini pikirannya kembali terfokus pada rasa penasaran yang melanda hatinya sejak 1 jam lalu.

Dengan cepat tanpa menunggu lama Sarah mengangguk membenarkan, tidak dipukiri lagi berita sudah tersebar luas dan menjadi tranding topik sejak pagi tadi.

"Iya Lis, aku hampir saja jantungan mendapatkan kabar semalam kalau perusahaan ini diambil alih secara mendadak tanpa persiapan atau apapun. Terlebih aku mendapat kabar Pak Irwin terjerat hutang ratusan miliar sehingga membuat dia jatuh

Dan pihak tetua saham mengatakan selama ini pak Irwin telah banyak melakukan penggelapan uang sehingga membuat Pak Irwin harus masuk penjara," jawab Sarah mengatakan apa yang ia ketahui.

Lisa mendengarkan itu cukup terkejut, rasanya ia sungguh tidak percaya apa yang baru saja dikatakan sosok sekretaris didepannya itu.

"Ini tidak mungkin!" gumam Lisa

"Hmm, kamu benar Lisa rasanya ini sungguh tidak mungkin, aku masih belum percaya. Pak Irwin begitu baik kepada kita, tapi itulah yang terjadi Lis," ucap Sarah menimpali.

"Tapi Lisa, kamu habis dari ruangan Presdir kan itu berarti kamu sudah melihat wajah Presdir baru kita?" tanya Sarah spontan saat pikirannya kembali teringat kepada sosok bos barunya itu.

Raut wajah Lisa seketika berubah drastis menegang kembali.

Sarah melihat itu reflek mengerutkan keningnya. "Apa ada masalah Lis? Are you ok?" Sarah kembali bertanya.

sedangkan wanita itu hanya terdiam hingga tepukan dibahunya membuat ia tersadar kembali.

"Hah, i-iya, saya baik-baik saja kok Bu. Saya sepertinya harus turun ke bawah Bu takutnya Bu Imelda mencari saya, permisi Bu Sarah," tutur Lisa sedikit terbata-bata.

"Oh, iya baiklah, lakukan tugasmu dengan benar, aku dengar Presdir sekarang tidak terima terolera apapun, jadi kamu harus berhati-hati,"

"Iya Bu, terimakasih." Lisa mengangguk paham setelahnya bergegas ia pergi.

Sementara di ruangan rapat Arav terlihat tidak fokus dengan rapat yang diadakan, entah kenapa pikirannya sekarang kepikiran Lisa sosok wanita yang pernah ada dihatinya.

"Lisa!!!"

bersambung .....

jangan lupa likenya kakakku semuanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!