NovelToon NovelToon

Membalas perselingkuhan Suamiku

BAB 1. Awal Petaka

"Kamu tidak salah lihat, kan?" Cecar Anin dengan tangan gemetar, memegang ponselnya.

"Tidak bu, bapak benar-benar bersama dengan ibu Ratna sekarang..." Jawaban di seberang membuat Anin tercekat.

Anin tertegun beberapa saat berusaha menahan perasaannya yang berkesiur tak karuan, dia menggigit bibirnya keras-keras, nyaris berdarah karena ketegangan yang dirasakannya.

"Mereka berdua...." Suara di seberang terjeda.

"Mereka berdua kenapa?" Tanya Anin terdengar sedikit tak sabar.

"Akh, saya tidak enak ngomongnya, bu."

"Katakan mereka berdua kenapa?" Nafas Anin semakin memburu, tak sabar dengan jawaban di seberang telpon.

"Me...mesra, bu." Jawaban dari seberang yang terdengar ragu itu seketika bagai menyerang dada Anin tepat di jantungnya. Anin kehilangan kata-kata, lidahnya terasa kelu. Sesaat dia hanya mematung, nafasnya tertahan karena ketegangan yang menyergap urat-urat syarafnya.

"Bu Anin, apakah ibu masih mendengarku?" Pertanyaan di seberang membuat perempuan berwajah lembut itu terpana, dia segera tersadar jika lawan bicaranya sedang menunggu jawabannya.

"Apa kamu yakin, Ren?" Tanya Anin dengan tergagap.

"Saya yakin sekali, bu. Fotonya juga ada, tadi saya mengambilnya diam-diam sebagai bukti. Ibu mau aku mengirimkannya ke Ibu sekarang?"

Anin menahan nafasnya sekali lagi, lalu dengan suara dikuat-kuatkan, dia menjawab,

"Ya, kirimkan saja." Sahut Anin kemudian.

"Baik, bu." Jawaban singkat itu di sertai ucapan pamit menutup ponsel.

Dretded!

Sebuah pesan gambar masuk ke dalam aplikasi WA milik Anin, dengan gugup dia memeriksanya.

Sebuah foto yang dikirim oleh Reno, anak dari temannya yang kebetulan bekerja dengan suaminya, Galih.

Mata Anin membulat sempurna, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sesaat di gosoknya mata yang mendadak peduh dan berembun, dia melotot dengan seksama bahkan sampai menyelidik foto itu sedetail mungkin, takut jika matanya salah melihat pada foto yang terpampang di layar ponselnya.

Beberapa buah foto selanjutnya menyusul masuk, memberi getaran di telapak tangan Anin yang mendadak berkeringat.

Di cermatinya wajah laki-laki dan perempuan yang tampak sedang berpelukan itu, tangan si lelaki dengan posesif berada di pinggang si perempuan. Dan yang paling membuat Anin merasa seperti di tusuk ulu hatinya. Senyum perempuan ini begitu sumringah. Mereka berjalan memasuki sebuah lobby, entah villa ataukah hotel, Anin tak terlalu memperhatikan.

Anin hanya fokus pada wajah dua orang ini, bahkan beberapa kali di zoomnya.

Di foto yang lain mereka berdua terlihat sedang duduk di meja makan outdoor, dan dengan tatapan genit yang nyaris membuat Anin mual, sang perempuan menyuapkan sesuatu ke mulut laki-lakinya, begitu romantisnya.

"Tidak mungkin..." Ucapnya dengan suara gemetar, dua bulir bening jatuh mengalir dari sudut mata, mengaburkan penglihatannya.

Ya, itu foto Galih, suaminya dan perempuan itu, dia adalah Ratna, teman dekatnya!

"Oh, Tuhan..." Anin menutup mulutnya dengan tangannya yang lain, mulutnya terbuka menganga tanpa di komando olehnya.

"Ini tidak benar. Ini salah...ini bohong!"Anin terjajar beberapa langkah hingga tersandar di dinding kamarnya.

Galih sudah menikah selama enam tahun dengannya, dan Ratna, dia bahkan mengenal temannya itu lebih dari usia pernikahannya! 10 tahun pertemanan itu bukan waktu yang singkat bukan?

Dan sekarang, temannya itu mengkhianatinya bahkan menikamnya dari belakang dengan tanpa perasaan.

Tak ada kehancuran yang melebihi rasanya di khianati suami yang di cintai dan teman yang dipercayai, sekaligus!

Dia tak pernah curiga dengan kedekatan Ratna dan suaminya, mengingat kedekatan mereka selama ini, sampai Reno, pemuda polos itu yang baru bekerja kurang dari tiga bulan itu mengatakan padanya dua minggu yang lalu.

"Pak Galih pergi dengan bu Ratna sepertinya, bu. Saya melihat mereka bertemu di Bandara sebelum bapak chek in. Bu Ratna membawa koper juga dan bapak langsung membantu membawanya masuk ke dalam. Saya melihatnya dari selasar saja, kebetulan sebelum balik ke mobil habis ngantar bapak, saya nyempat beli kopi di gerai depan." Pernyataan Reno itu membuat Anin berfikir panjang.

Mungkin mereka tak sengaja bertemu di situ, Anin masih berusaha berfikir positif saja dan berharap, itu hanyalah ketidak sengajaan saja, tetapi sebagai perempuan tetap saja dia kefikiran cerita Reno.

Dan semua rasa was-wasnya menguap karena beberapa jam kemudian Galih langsung menghubunginya, mengabarkannya sudah sampai Surabaya. Ketika dia iseng nelpon Ratna, temannya itu bilang sedang mengantar keponakannya ke Jogja, kembali kuliah setelah libur semester di rumahnya, sekalian menjenguk keluarganya.

Mereka mungkin bertemu di Bandara pada waktu yang sama dan dengan tujuan berbeda, Reno mungkin terlalu berlebihan mendeskripsikan visualisasi yang nampak di matanya.

Anin tetap dengan pemikirannya yang sederhana dan tulus, suaminya laki-laki yang baik, temannya juga adalah orang baik. Imposible jika terjadi sesuatu antara mereka, karena Ratna sudah seperti keluarga baginya.

Tapi hari ini! Reno mengatakan suaminya menolak di antar oleh sopir untuk menghadiri meeting di Puncak dengan relasi bisnisnya, dia memilih menggunakan mobil sendiri. Sesuatu yang jarang di lakukan suaminya, dia orang yang mudah capek di belakang stir, selalu mengandalkan sopir untuk perjalanan yang cukup jauh.

Reno mengatakan sempat dengar bapak menghubungi Ratna lewat telpon.

Apa hubungannya, Ratna dengan meeting suaminya? Ratna bahkan hanya terhubung dengan Galih karena berteman dengan Anin. Suami Ratnapun, Bowo, adalah seorang anggota TNI yang bertugas di Papua. Sama sekali tak ada hubungan kerja dengan suaminya.

Kalimat yang di katakan Reno itu, mau tidak mau membuat darahnya berdesir, karena itu dia mengutus Reno mengikuti suaminya ke puncak, hanya untuk memastikan suaminya sampai dengan selamat dan tidak seperti yang di fikirkannya.

Dan foto-foto ini, dalam sekejap menghancurkan perasaannya, meluluh lantakkan kepercayaannya, merobek rasa percaya dirinya.

Sakit hatinya bahkan tak bisa dia ungkapkan, Luka tak berdarah tetapi nyaris membuatnya mati rasa. Tak pernah dia menangis bahkan tak menyadari airmatanya keluar begitu saja, terus seperti teko yang merembes.

"Mama angis?" Suara bocah kecil menyadarkan Anin, tangan mungilnya menarik-narik ujung kemeja Anin.

Yah, dia Gita, gadis kecil yang belum genap enam tahun. Gadis kecilnya ini memang lahir prematur karena saat hamil dia mengalami hypermes gravidarum atau kondisi di mana Anin mengalami mual dan muntah berlebihan sehingga harus bed rest dan beberapa kali harus masuk rumah sakit karena menerima perawatan.

Mungkin pengaruh ini membuat Gita lahir prematur dengan berat hanya dua kilogram saja dan mengalami speech delay, hingga di usia menjelang enam tahun dia belum bisa berbicara dengan lancar seperti seharusnya anak di usianya.

Segera Anin menghapus air matanya dengan punggung tangannya lalu tersenyum pada puteri semata wayangnya itu dan memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan tergesa.

"Tidak apa-apa, Gigi Sayang. Mata mama kemasukan debu," ucap Anin beralasan sambil berdungkung supaya tingginya sama dengan gadis yang merengek meraih lehernya itu.

"Mata mama melah..." Dia mengusap mata Anin dengan tatapan polos lalu meniup mata Anin yang masih sembab.

"Cudah Gigi tiup bial cembuh..." Ocehnya.

"Terimakasih sayang, mata mama pasti sembuh." Sahut Anin dengan getir. Dirapikannya poni Gita yang terlihat acak-acakan, separuh basah oleh keringat, sepertinya dia baru habis bermain dari halaman belakang dengan Kitty, kucing kesayangannya.

"Kita memiliki puteri secantik ini, aku juga rela meninggalkan karierku demi menjadi isteri seutuhnya untukmu, menjadi ibu rumah tangga saja supaya bisa mengurusmu dan anak kita seperti permintaanmu, tetapi apa yang kamu lakukan padaku? kamu baru saja membunvhku."

Yuk, dukung novel baru ini, ya dengan genre rumah tangga tapi Author jamin kalian akan puas dengan ceritanya😅🙏luv u all my readers🥰

BAB 2. Sejak Kapan?

Sejak Pagi, Galih telah pamit kepada Anin dengan tujuan ke Puncak, ada pertemuan dengan relasi bisnis perusahaan menemani om Haryo direktur utama, kebetulan langsung menghadiri acara ulang tahun teman alumni civitasnya di hari berikutnya. Begitu isi pamit sang suami, Anin tak begitu mau tahu dengan urusan pekerjaan suaminya jadi dia tak banyak bertanya.

Posisi Galih sekarang memang adalah seorang direktur personalia di sebuah perusahaan retail. kariernya melesat naik tanpa terlalu banyak drama, lempeng-lempeng saja hingga sekarang dipercaya sebagai direktur personalia.

Anin sendiri pernah bekerja di perusahaan yang sama, yang menghantarkannya bertemu dengan Galih. Dan ketika mereka memutuskan menikah delapan tahun yang lalu, Galih meminta Anin resign.

Nyaris tiga tahun, Anin dan Galih menunggu kehadiran momongan, Anin yang kadang tak sabaran selalu mendapat support dari sang suami, sehingga mereka berdua melewati tiga tahun di awal pernikahan mereka dengan bahagia, setiap hari bak bulan madu, di limpahi kasih sayang dari sang suami.

Dan ketika dia hamil, Anin diperlakukan bak ratu oleh Galih, di rawat dengan begitu telaten kareba memang kehamilannya sedikit bermasalah.

Anin benar-benar merasa sebagai perempuan paling beruntung di dunia dan tak pernah sedikitpun menyesali meninggalkan kemewahan yang selama ini sesungguhnya bisa di nikmatinya berlebihan dengan warisan yang dia punya.

"Cukup aku yang bekerja. Aku tak mau melihatmu capek. Sebagai suami, akulah yang berkewajiban menafkahimu." Begitu romantis dan perhatiannya sang suami selama ini, dan tak di nyana dia melakukan pengkhianatan seperti ini. Semua di luar perkiraannya, suami sebaik Galih mencuranginya dengan kejam.

Yang Galih tak tahu adalah, perusahaan itu di dirikan oleh ayahnya dan Om Haryo puluhan tahun yang lalu. Sebagian saham di situ adalah milik ayah Anin, dan sebelum meninggal ayahnya telah mewariskannya pada Anin.

Anin pernah menjadi karyawan di sana di karenakan dia ingin menimba ilmu bisnis langsung dari bawah, itu tentu saja sepengetahuan om Haryo, dia bekerja sebagai staf personalia.

Awal mulanya, Anin adalah salah satu staf Galih, tetapi kesederhanaan, ketampanan dan sikap lemah lembut lelaki ini membuatnya jatuh hati. Dia memutuskan menikah dengan Galih setelah berpacaran setahun setengah.

Sampai sekarangpun Anin masih merahasiakan jika dia pemilik sebagian perusahaan itu hanya untuk menjaga perasaan suaminya. Dia takut suaminya itu merasa rendah diri karena hal itu.

Impian Anin hanya hidup bahagia sebagai istri Galih, sang suami menafkahinya dengan puas dan bangga dari kerja keras serta keringatnya tanpa di bayangi oleh kekayaan yang dimilikinya, sebagai pewaris tunggal dari keluarga kaya.

Ayah dan ibu Anin sendiri meninggal kecelakaan pesawat waktu dia masih kuliah di tingkat pertama, kemudian om Haryo menjadi walinya dan menutupi cerita sebenarnya tentang masa lalunya atas permintaan Anin yang ingin mandiri.

Dredettt...dredeeeed...dredeeeeeed.

Ponsel Anin bergeletar di dalam sakunya tepat saat Gita melompat dari hadapannya karena matanya menangkap kucingnya Kitty berlari ke ruang tengah.

Anin menatap panggilan itu, dari Galih suaminya. Dengan tangan gemetar Anin mengangkatnya

"Hallo..."

"Hallo sayang!" Suara renyah tanpa dosa itu, menyapa seperti biasa.

"Ya..." Anin menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya yang kering kerontang.

"Apa kabarmu, sayang? Mana anakku Gigi?" Cecar Galih dari seberang.

"Aku baik-baik saja. Gigi sedang bermain dengan Kitty."

Hati Anin serasa di pentung, betapa ingin rasanya dia berteriak dan memaki suaminya itu. Tapi sekuat tenaga di bendungnya perasaannya itu.

Tidak! Dia wanita yang punya kelas, imi terlalu mudah bagi Galih jika dia membuat lelaki ini waspada atau malah membuat stategi yang lebih pintar lagi menutupi perselingkuhannya dengan Ratna.

Mereka telah bermain begitu cantik di belakangnya, sekarang bukan waktunya dia bertanya atau menghakimi Galih maupun Ratna. Mereka yang sudah mahir mempermainkan hatinya tentu lebih lihai berkelit dan menyembunyikannya lagi jika hanya menerima amukan sumpah serapah Anin saja.

Anin menarik nafasnya dalam-dalam, dan mengatur kalimat dengan suara sewajar mungkin.

"Apa kabar ayang di sana? Capek? Meetingnya sudah selesai?"

Ya, Anin selalu memanggil Galih dengan Ayang sejak mereka pacaran dan Galihpun selalu memanggilnya sayang.

This is romantic! Ya, Galih adalah lelaki romantis, dia selalu memperlakukan Anin seperti ratu sejak dulu. Ketika kembang perselingkuhan ini tercium, Anin bahkan harus mengumpulkan sel otaknya untuk mempercayai apa yang dilihat ataupun di dengarnya.

Hampir imposible tapi ini begitu jelas, foto-foto di tangannya telah membuktikannya, tak ada orang yang hanya sekedar teman dengan kemesraan seperti ini.

"Meetingnya ntar malam, aku sedang istirahat di hotel ni nunggu pak Haryo tiba."

"DENGAN SIAPA?!" rasanya kalimat ini tersamgkut di ujung lidahnya, hampir di semburnya karena rasa murka. Di bayangannya sekarang suaminya itu mungkin sedang menelponnya sembari memeluk Ratna di sampingnya.

Wajah Anin memerah, rasanya dia mau muntah, perselingkuhan yang di lakukan sengaja, dengan sadar dan oleh orang terdekat lebih berbahaya dan menyakitkan dari pada di lakukan oleh suaminya dengan perempuan asing yang tak di kenalnya.

"Eh, kok diam saja sayang? Kamu lagi ngapain?" Suara Galih membuyarkan lamunan Anin.

"Oh..." Anin gelagapan sendiri.

"Bagaimana kalau pindah ke VC saja. Aku kangen sama ayang." Tawar Anin hati-hati.

"Akh, nanti saja VCnya, sayang. Sekarang aku mau mandi dulu, ini sudah sore."

"Tapi, aku mau lihat wajah ayang." Anin sedikit bersikeras.

"Ok, sebentar." Galih ternyata tak kekeh menolaknya.

Beberapa saat kemudian, wajah suaminya yang merah segar itu terpampang di layar ponsel, hanya menggunakan kaos dalam tipis, setengah berbaring di tempat tidur, bersandar santai di kepala ranjang.

"Hai sayang, masa belum sehari saja sudah rindu?" Senyum itu benar-benar biasa tanpa dosa!

"Ayang sudah makan?" Anin mengalihkan pembicaraan.

"Belum. Dari berangkat tadi belum ada waktu makan. Begitu sampai nyiapin dokumen kontrak biar pak Haryo tiba tidak ada yang ketinggalan. Sebenarnya ini pekerjaan asistennya dia, tapi akhir-akhir ini semua pekerjaan penting sepertinya dilimpahkan padaku. Mudah-mudahan tanda naik jabatan. Nanti, habis mandi mau cari makan keluar saja."

Anin menggigit bibirnya, suaminya ini nyata sedang berbohong padanya. Skenarionya luar biasa. Dia adalah best actor, barusan foto yang dikirim padanya, terlihat foto suaminya sedang suap-suapan dengan Ratna. Apakah itu tidak makan namanya?

"Di hotel kan ada restonya. Makan di situ saja." Anin berusaha bersikap normal, senyumnya terbingkai lebar. Dia tak ingin Galih menangkap kemarahan dan sakit hati yang kini sedang berkubang dalam dadanya.

"Aku mau makan di luaran saja, makanan hotel begitu-begitu aja. Katanya petugas lobby nasi liwet di sekitar sini enak. Aku mau coba." Galih berucap begitu rileksnya, seolah tak menyembunyikan apapun.

"Sayang, nanti weekend kalau aku tidak sibuk kita harus ke sini, kamu kan' suka kulineran makanan. Banyak villa yang bisa di sewa di sini untuk familly time." Galih terlihat bersemangat.

Anin terpana, mencari setiap sudut di gurat wajah sang suami. Begitu santai dan tanpa beban, seolah semua laporan Reno tadi hanya dongeng belaka.

"Berapa lama sebenarnya, perselingkuhanmu dengan Ratna? Apakah selama ini aku melewatkan banyak hal hingga tak tahu ada yang berubah dalam hubungan kita? Pernikahan kita terasa begitu sempurna, benarkah kamu sekejam itu padaku?" Ucap Anin dalam hati, dengan dada mendadak terasa sesak dan penuh.

BAB 3. Bukan Layangan Putus

Semua pertanyaan itu berkecamuk di dalam dada Anin, seakan ingin mendobrak kesabarannya.

"Bagaimana sayang? Kenapa kamu melongo begitu?" Pertanyaan Galih membuat Anin terpaksa kembali mengurai senyum di bibirnya.

"Aku sedang memikirkan, betapa menyenangkan holiday dengan ayang di puncak." Anin menyahut sedikit getir.

"Ok! Nanti ku atur jadwal, siapa tahu akhir minggu ini kita bisa weekend di sini. Aku juga capek kerja terus nih, rasanya kangen jalan-jalan sama istriku yang cantik." Ocehan Galih yang seperti ini biasanya akan membuat Anin berbunga-bunga. Tapi, tidak kali ini. Dia tahu, suaminya itu sedang berbohong padanya.

"Ayang pulang kapan?" Tanya Anin kemudian.

"Lusa, sayang. Besok malam kan' ada undangan ulang tahun teman kampusku. Tidak enak kalau tak datang karena kebetulan juga aku ada di sini. Hitung-hitung reunian juga. Tidak apa-apa kan', sayang?"

"Oh, ya. Of course. I'm fine." Jawab Anin segera, gelegak rasa marah dan cemburu itu serasa berputar di perutnya. Dia tahu mungkin di dalam kamar itu dari sudut yang tak terlihat olehnya, Ratna sedang menatap mesra suaminya, apa yang mungkin mereka lakukan dalam satu ruangan tertutup bersama, Anin tak bisa membayangkannya.

"Baiklah, aku tutup dulu. Aku mau mandi dulu, sayang. Gerah di sini panas. Biar segar."

Gerah? Sejak kapan puncak cuacanya panas? Apa lagi di musim penghujan seperti ini?

"See you my wife. Nanti malam selepas meeting aku telpon ya, seperti biasa sebelum tidur. Aku tidak bisa tidur kalau belum liat kamu. I love you, muach."

Klik.

Panggilan video call itu berakhir. Anin tak bisa menahan gemuruh dalam dadanya, tangisnya pecah. Dia tak tahu kenapa, dia hanya ingin menangis saja! Wajah Ratna yang selalu ada untuknya dalam suka dan duka itu, teman rasa saudara. Dan itu mungkin sedang berasyik masyuk dengan suaminya di sana. Rasanya, semua roh jahat merasuk dalam dirinya, dia sanggup mencabik-cabik orang karena rada sakit yang sedang di tanggungnya.

"Tidak! Aku harus berdiri sebagai perempuan dalam level yang berbeda, aku tak akan melabrak, menginterogasi mereka sekarang dan berteriak dalam murka serta cemburu. Aku akan mengikuti permainan kalian, ku telusuri semua yang ingin ku ketahui, mempermainkanku ada harganya! Bagi kalian aku adalah victim yang mungkin lemah dan tak berdaya bahkan tak tahu apa-apa,

Tapi permainan baru saja dimulai dari pihakku sayang, jika terbukti kamu berselingkuh di belakangku!"

***

Malamnya, Anin menunggu dengan gelisah telpon dari sang suami, dia sengaja tidak menghubungi lebih dulu.

Mata Anin tertumbuk pada jam dinding, hampir jam sepuluh malam kurang lima menit. Seperti biasa, Galih akan menelponnya rutin jika dia berada di luar kota, Anin tak pernah memintanya begitu tetapi Galih sendiri yang melakukannya dengan suka rela sejak dulu, seperti rutinitas.

Jika melihat seperti ini, sebagai istri, Anin tak pernah mempunyai peluang untuk curiga pada Galih. Dia suami sempurna!

Ocehan Reno yang polos soal di bandara beberapa minggu yang lalu, membuka mata Anin, bahwa rumah tangganya yang tak beriak itu tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Anin beranjak ke kamar mandi, menyikat gigi dan membersihkan wajahnya. Dia tak ingin wajah sembabnya setelah berkali-kali menangis sedari sore tadi. Air mata itu turun sendiri, meski Anin tak menginginkannya.

Dredeeeeeed...

Tanpa perlu menunggu lama ponselnya menggelepar di genggaman, Anin segera menyambut panggilan dari suaminya itu. Seperti biasa video call.

"Hallo, sayang..." Suaminya itu masih dalam balutan kemeja biru malam, terlihat rapih dan tampan meski hampir tengah malam.

"Maaf lambat dua menit dari seharusnya, aku tadi berada di dalam masih, meetingnya belum selesai."

"Tidak apa-apa. Kalau sibuk tidak perlu memaksa telpon." Sahut Anin datar.

"Gigi sudah tidur?"

"Sudah dari jam delapan tadi."

"Oh. Hari ini aku belum dengar suaranya. Besok pagi saja aku telpon dia."

Anin tak menjawab, dia hanya mengangguk.

"Ya, sudah sayang kalau begitu. Aku cuma mau ngabarin kamu. Meetingnya belum selesai, takutnya kamu menunggu."

"Akh, aku tidak terlalu menunggu kebetulan aku sedang membaca novel online saja karena belum mengantuk." Alasan Anin.

"Hey, sayang...aku kan sudah bilang, jangan melototin ponsel terus, baca novel online, nanti matamu sakit lho. Sebaiknya cepat tidur kalau sudah malam. Besok kamu ada rencana kemana?"

Seperhatian itu suaminya itu, adakah yang percaya kalau suaminya itu berselingkuh? Anin mengerutkan dahinya.

"Mengantar Gita sekolah, singgah ke salon mungkin sambil menunggu dia pulang. Mungkin aku perlu creambath sesekali."

"Tuh, aku sudah bilang, sering-sering saja me time. Kamu pasti capek tu di rumah ngurus rumah. Ke salon, perawatan pedi medi, creambath atau apalah...biar kamu rileks dan happy. Di rekening masih ada kan? Aku transfer lagi? Ada kartu kredit yang ku kasih itu jarang kamu pakai, jangan di tahan-tahan sayang, aku kerja buat kamu dan Gita. Yang menghabiskan duitku siapa kalau kamu kikir begitu." Suara tawa renyah suaminya itu, berdengung di telinga Anin.

Suaminya ini, selalu saja membuatnya tak punya keluhan apapun.

"Aku mau mengajak Ratna menemaniku besok ke salon, kami berdua sudah hampir satu bulan ini tak bertemu." Ucap Anin tiba-tiba. Dan seperti harapan Anin, dia melihat sejenak wajah suaminya itu terkesiap.

"Rat...Ratna?"

"Ya."

"Oh, tentu saja." Sahut Galih kemudian, lalu kembali menjadi tenang. Senyumnya mengembang.

"Tapi, nomornya tak bisa di hubungi seharian ini " Anin mengerutkan dahinya seolah-olah dia kebingungan.

"Mungkin dia belum pulang dari Jogja." Galih berdalih.

"Oh, ya? Apa kamu tahu kabarnya?"

"Akh, ti..tidak. Aku hanya menebak saja." Jawab Galih, sekarang Anin bisa menangkap sesungguhnya raut itu terlihat ragu ketika dia meneliti dengan sungguh-sungguh.

"Oke, baiklah ayang...besok pagi aku coba hubungi dia, aku juga rindu padanya. See you tommorow. Jaga kesehatan, jangan tidur terlalu malam. Kalau sudah beres meetingnya sebaiknya istirahat, kamu terlihat capek dari biasanya." Kalimat penutup dari Anin serupa sindiran, tentu saja wajah Galih terlihat berbeda dari biasanya, dia berusaha menyembunyikan sesuatu tentang keberadaan Ratna. Mendengar Anin mencarinya barang tentu dia kelabakan, orang yang sedang di bicarakan mereka sedang berbaring rileks dengan lingerie warna merahnya, menunggu Galih kembali ke kamar.

"Sayang, aku tidak terlalu capek kok, melihat wajahmu malam ini aku kembali segar bugar."Sambut Galih sambil mengedipkan mata pada Anin.

Selama ini, hati Anin akan bertebaran bunga seribu kembang jika di lontarkan kalimat rayu seperti itu dari suaminya tetapi malam ini dia merinding hingga perutnya mulas oleh rasa jijik. Rayuan itu sungguh membuat isi perutnya bergolak.

"Cepat pulang lusa ya, Gigi sering nanya papanya."

"Tentu saja, akupun tak betah di sini, aku rindu rumah. home sweet home."

Anin menelan ludahnya, dia nyaris mengeluarkan serapah.

BOHONG! PENDUSTA! Kamu tak pernah merindukan rumah, sandiwaramu benar-benar tak bercela, sementara kamu memadu nafsu dengan si ****** sahabatku sendiri!

Tentu saja kalimat itu, hanya tertahan di tenggorokannya.

"Selamat malam, Ayang," Senyum kecut di kirimkan Anin

"Selamat malam juga sayang, i love you so much. Muach..."

Bersikap semuanya baik-baik saja itu ternyata sulit! Air mata Anin mengalir begitu saja seolah kelenjar rongga matanya itu telah mati rasa, cairan itu keluar tanpa di sadarinya malah.

"Berhenti menangis, Anindya! Kamu telah memboroskan air matamu yang berharga untuk para pengkhianat." Pekik suara hatinya.

Anin mengusap air matanya dengan kasar. Matanya beralih pada Gita yang tertidur nyenyak di atas ranjang.

Wajah polos itu sungguh tak tahu apa-apa, dia tak akan menunjukkan kesedihannya di depan gadis kecilnya ini.

"Aku bukan layangan putus! Kita akan lihat seperti apa semuanya ini akan berakhir. Apapun alasanmu, mengkhianatiku yang telah setia padamu bukan hal yang mudah untuk ku maafkan. Ratna, kita teman sejak lama, semua tentangku tak ada yang tak kau tahu tapi jika kamu merampas suamiku maka ku ciftakan neraka untukmu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!