Seorang pria matang dengan julukan bujang lapuk itu, tengah memasuki sebuah tempat yang begitu sangat dibenci bayi mungil-nya, sebab ia datang ke tempat itu tujuannya untuk menenangkan diri.
Akibat sikapnya yang telah membuat bayi mungil-nya alias sang keponakan tercinta merasa dikecewakan dan untuk itulah kaki sang bujang lapuk itu melangkah ke tempat ini.
Agar ia bisa melampiaskan rasa marah pada dirinya yang terlalu posesif pada sang keponakan, bahkan sikapnya seperti itu karena bujang lapuk itu tak ingin terjadi sesuatu kepada bayi mungil-nya.
Kedatangan ia ke tempat itu, menarik perhatian arah di sekitarnya termasuk seorang wanita dengan baju yang begitu sexy begitu terkejut melihatnya, secara garis besar wanita itu tergila-gila dengan dirinya yang sama sekali tak menganggap ada.
Oleh karena itu, kedatangannya ke tempat ini justru menguntungkan bagi wanita tersebut, untuk bisa membuat si bujang lapuk bertekuk lutut di hadapannya.
Akhirnya setelah sekian lama kau datang ke tempat ini dan juga pertemuan kita kesempatan bagus untukku karena apa? Aku akan membuatmu bertekuk lutut di hadapanku untuk membalaskan rasa sakit akibat penolakan darimu dan aku tidak tahan itu sayang.
Di dalam genggaman tangan wanita itu, terdapat sebungkus sebuah obat peranggsang dosis tinggi yang, akan ia pergunakan untuk menjebak sang bujang lapuk dan membuatnya menjadi milik wanita tersebut.
Mendekati meja bartender untuk meminta sebuah wine dengan kadar alkohol tinggi dan ditambah obat peranggsang yang akan ia campuran menambah rasa semangat membara di dalam diri wanita tersebut karena sudah tidak sabar melihat reaksi pria miliknya.
Setelah mendapatkan keinginannya, di dalam sebuah gelas yang ada genggaman tangan wanita itu, telah tercampur obat peranggsang dosis tinggi.
Rencana selanjutnya ia akan berpura-pura menyapa dan mendekat pria-nya sambil menyodorkan minuman yang telah disiapkan sesuai dengan keinginan wanita tersebut.
“Hai, Sayangku. Kita bertemu di sini ya,” sapa wanita dengan nada dibuat-buat.
Si bujang lapuk yang akan menenggak minuman pesanannya terkejut mendengar nada sapaan berasal dari, seorang wanita dan sialnya wanita itu tak pernah sedikit pun berhenti mengejar dirinya.
“Kau!”
“Pepatah selalu mengatakan jodoh tidak akan kemana-mana betul tidak, Sayang?”
“Untuk apa kau datang kemari, hah!” geramnya dengan kedua tangan terkepal.
Niat hati ingin menenangkan diri, justru bujang lapuk tersebut dipertemukan dengan wanita yang begitu sangat ia benci.
“Oh, ayolah Sayangku tempat ini siapa saja bisa datang kemari dan itu berlaku untukku.”
“Pergilah aku tidak punya waktu untuk meladeni omong kosongmu!” Tanpa perasaan sang bujang lapuk itu, mengusir wanita di hadapannya karena pria itu benar-benar muak bertemu.
“Sapalah aku dulu, Sayang,” ujarnya sembari menyodorkan gelas yang sedari tadi ada di genggamannya. “Kau pasti membutuhkan ini bukan?”
Menyambar gelas yang disodorkan tanpa menyadari seringai licik tersungging di wajah wanita, di depannya karena bujang lapuk itu menenggak hingga tandas meminum disodorkan untuk dirinya.
“Sekarang biarkan aku lewat karena melihat wajahmu membuatku mual.” Pria itu berkata sarkas karena memang dirinya, benar-benar tidak biasa bertatap muka dengan wanita tersebut.
Beberapa langkah kaki dilewati oleh bujang lapuk begitu terburu-buru, sampai ia mulai menyadari dengan keadaan tubuh, seperti ada yang tidak beres dengan tubuhnya.
Sialan! Ternyata dia ingin menjebakku dengan trik murahan ini? Aku bahkan benar-benar mual berdekatan dengannya. Kau terlalu naif menganggapku menyukaimu, padahal sejatinya aku tidak pernah menaruh rasa apa pun terhadapmu.
Setelah masuk ke dalam ruangan VVIP yang dipesan, tanpa menyadari dari arah belakang wanita tersebut mengekor, setelah berhasil masuk ke dalam dengan cepat ia menutup pintu dan menguncinya dari dalam, dengan membuang kunci dan melempar kasar yang membuat sang bujang lapuk terkejut.
Melihat wanita itu, menghampirinya dengan melenggak-lenggok tubuh sexy. Namun, dimata bujang lapuk itu tidak lebih dari, seorang ja'lang yang sangat berbahaya.
“Apa maksudmu mengikutiku, hah!” Morgan Gayatri Smith, tengah berjuang menahan gejolak hasrat di dalam tubuhnya.
Mengingat minuman tersebut, tercampur dengan obat peranggsang dengan dosis tinggi, hal tersebut membuat bujang lapuk itu geram.
“Aku hanya ingin membantumu melepaskan diri.” Ucapan yang terlontar, dari wanita licik membuat sang bujang lapuk, semakin geram dengan tingkah laku dari Liora.
Karena tidak tahan dengan hasrat, dengan terpaksa bujang lapuk itu membalik keadaan, yap pria itu menodongkan sebuah pistol yang ditodongkan ke pelipis wanita tersebut.
Agar wanita tersebut mengerti bahwa Morgan tidak akan segan untuk membunuh, Liora jika saja wanita itu masih nekat mengusik apa yang tidak seharusnya diusik.
“Apa kau sudah bosan hidup, Liora? Bagaimana kalau peluru ini menembus, wajah cantik yang selalu kau banggakan? Sekarang katakan ada di mana kunci yang kau lemparkan itu … jika tidak peluru ini akan cepat bersarang di pelipismu. Mau mencobanya?”
Setelah mendapatkan petunjuk, sambil menahan hasrat bujang lapuk itu, bergegas mencari kunci dan setelah ketemu, dengan gerakkan cepat Morgan berhasil keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa memedulikan teriakkan dari Liora yang gagal menaklukkan seorang bujang lapuk. Namun, wanita itu tidak akan pernah berhenti menyerah untuk membuat sang bujang lapuk bertekuk lutut di hadapannya.
Kali ini kau bisa lolos dariku Morgan. Namun, tidak lain kali kau yang akan kuʼ buat mengemis di hadapanku sendiri.
*
*
*
Sementara itu, di sisi lain ada seorang gadis yang pertama kali menginjakkan kaki di tempat terkutuk, mengingat ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebab, ia sendiri datang ke tempat tersebut, bersama rekan se-indekos tempat gadis itu tinggal.
“Benar tidak ingin masuk ke sana?”
“Masuklah, mungkin kau sudah ditunggu, aku menunggumu di sini saja.”
“Ayolah, Cit.”
Citra, nama gadis yang pertama kali datang ke tempat terkutuk itu, tetap pada pendiriannya dengan gelengan kepala, bahwa dia benar-benar tidak ingin semakin masuk di dalamnya.
“Beneran tidak mau masuk?”
“Tidak!” tegas Citra, dengan menolak halus.
Setelah berdebat panjang, mau tidak mau teman indekos yang mengajak gadis itu, meninggalkan dia seorang diri sembari menunggu temannya tersebut, sampai Citra tidak menyadari dari arah lain terdapat seorang pria.
Pria itu adalah Morgan sungguh benar-benar tidak tahan dengan tubuhnya yang semakin, panas sambil mengumpat geram karena Liora telah menguji batas kesabarannya.
Teriakkan dari bujang lapuk itu pun, menarik perhatian seorang gadis yang sedari menatap heran ke arah dirinya, Citra begitu terkejut mengetahui wajah yang pernah bertemu dengannya, bahkan diam-diam gadis itu menghampiri dan membuat sang bujang lapuk tidak dengan gejolak panas yang membara.
Tanpa sadar Morgan menarik kasar tangan tersebut, pada saat gadis itu sedang menanyakan keadaan tubuhnya. Namun, bujang lapuk itu malah membawa Citra di sebuah hotel yang berjarak, tak jauh dari tempat tersebut sehingga dia pasrah dengan yang menimpanya.
Begitu sampai di tempat tujuan, Morgan semakin tidak terkendali karena pengaruh obat peranggsang itu, membuat sang bujang lapuk tidak dapat mengenali lawan jenis yang sedang dibawa oleh dirinya.
“Apa yang ingin An … da lakukan, Pak!” Citra, gadis yang ditarik paksa bujang lapuk itu, benar-benar tidak mengerti bahwa pria yang hendak ditolongnya, tengah dikendalikan oleh hasrat yang tidak dapat dibendung.
“Inikah yang kau inginkan dariku?”
Sedetik kemudian bujang lapuk itu pun menyambar kasar bibir ranum milik, seorang gadis yang tak lain Citra sendiri begitu terkejut dengan perlakuan dari pria tersebut.
Tidak ada perlawanan, bahkan gadis itu terbuai kenikmatan diberikan oleh bujang lapuk itu, sehingga membuatnya tersadar atas perbuatan dan tanpa disangka-sangka.
Citra pun menampar keras salah satu pipi dari bujang lapuk, tapi tetap saja tubuh mungilnya di bawah kungkungan dan dia pun tidak bisa berkutik.
Saat Morgan kembali mencium, menikmati setiap inci tubuh mungilnya, tanpa sadar baju yang dipakai gadis itu pun, terobek secara kasar dan membuat sang bujang lapuk tidak tahan dengan gejolak hasratnya.
Gadis itu pun, hanya bisa menangis ketika tubuhnya dinikmati oleh, seorang pria dan ternyata dia adalah salah rekan bisnis, tempat di mana dirinya bekerja sebagai sekretaris.
Kau yang merenggut benda berharga milikku! Tak akan pernah kuʼ maafkan atas perbuatan yang telah kau lakukan kepadaku! Maafkan Citra yang tidak berguna ini.
Setelah bujang lapuk tertidur pulas karena kelelahan, tapi tidak untuk Citra masih terus terjaga sambil menangis diam.
Tak berselang lama kemudian, dia pun teringat dengan seseorang, serta tidak lupa Citra meminta bantuan pada orang tersebut.
Sambil di dalam genggaman tangannya, terdapat sebuah benda pipih di mana saat ini, dia tengah menghubungi seseorang dari arah seberang ponsel.
Terdengar suara sapaan dari arah seberang, tapi Citra langsung mengutarakan keinginannya.
“Maaf aku mengganggu waktumu! Bisakah kamu menolongku sekarang?”
“Baiklah kirim lokasimu! Aku akan ke sana, setelah papaku memberi izin … tahu sendiri bukan beliau seperti apa?”
“Terima kasih dan maaf telah merepotkanmu.”
Panggilan itu pun terputus, dengan Citra memutuskan akan menjauhi pria tersebut, berjalan terseok-seok gadis itu pun terpaksa, memakai pakaian pria yang telah merenggut harta berharganya, tanpa menolehkan kepala ke belakang setelah dia berhasil keluar dari kamar tersebut.
Dua puluh menit berlalu, mobil yang menjemput Citra pun telah datang, tanpa menunggu lama gadis itu pun masuk ke dalam, tak lupa dia mendapat todongan dari sahabatnya mengapa bisa berada di hotel itu.
“Maafkan aku, Cit! Apa pertanyaanku melukai hatimu?”
“Tidak! Terima kasih sudah mau kuʼ repotkan, Von.”
“Aku tidak pernah merasakan direpotkan olehmu, Cit … hanya saja mengapa bisa terjadi kepadamu?” Ivone, sahabat Citra merasa terpukul atas kejadian menimpa sahabatnya.
“Aku sendiri pun tidak tahu, mungkin sudah menjadi garis takdir.”
“Tidak ingin meminta tanggung jawab, kepada dia yang telah merenggutmu?”
Citra menggeleng lemah, bukan karena tidak ingin memintanya, hanya saja gadis itu merasa tidak pantas meminta apa pun pada pria tersebut. “Daripada meminta pada-nya, lebih bantulah aku menyembunyikan keberadaanku, Von … maukah kamu mengabulkan permintaanku?”
“Baiklah aku akan membantumu, lalu untuk sementara waktu kamu bisa tinggal di apartemen milikku.”
Pada saat mereka berada di sebuah apartemen milik Ivone, sang sahabatnya tengah menghubungi seseorang di mana orang itulah, yang akan membantunya menghilang dari pandangan mata bahkan aroma tubuh sekaligus, sedangkan gadis itu hanya bisa bungkam ketika sahabatnya sedang mengobrol.
“Lalu ada di mana Araxi sekarang, Sa?”
Terdengar dengkusan kesal, Ivone sang sahabat seperti kesal pada seseorang. Namun, dia sendiri pun tidak bisa ikut mencampuri urusan pribadi sahabatnya.
“Katakan kepada Araxi, untuk datang ke apartemenku. Bisakah kau menyampaikannya, Sa?”
Sekitar lima belas menit kemudian, panggilan itu pun terputus dengan Ivone yang terlihat begitu senang, Araxi akan membantunya kali ini dan itu atas permintaan dari gadis itu sendiri.
“Apa yang membuatmu senang, Von?” tanya Citra.
“Adik angkatku!”
“Ada apa dan kenapa dengan dia?”
“Mau membantuku menyembunyikan keberadaanmu, Cit.”
Pernyataan dari Ivone, membuat Citra begitu terkejut mendengarnya, “apa tidak masalah, Von?”
“Jangan risau, dia tidak seburuk yang kamu bayangkan dan maaf, aku tidak bisa lama-lama berada disini. Tidak masalah bukan?”
Setelah dirasa tidak ada yang diobrolkan, Ivone berpamitan pada sang sahabat, sambil memberi semangat untuk tidak terlalu memikirkan keadaan apa pun.
Bahkan sang sahabat memintanya, untuk tetap percaya diri meskipun keadaan sekarang telah mengubahnya, ditambah kebencian Citra pada bujang lapuk itu begitu kuat.
*
*
*
Sinar mentari menari di atas awan, sang bujang lapuk itu pun mulai membuka mata, alangkah terkejutnya mendapati tubuh tegap dalam keadaan polos, tanpa selehai benang melekat dan terdapat noda darah di atas sprei.
Membuatnya mengumpat diri sendiri karena telah merenggut harta benda seorang gadis, bahkan bujang lapuk itu sama sekali tidak mengingat apa pun.
“Sial! Apa yang sudah kuʼ lakukan dan kenapa aku, tidak bisa mengingat apa pun yang menimpaku!”
Bermonolog sambil berusaha mengingat sesuatu, tapi tetap saja bujang lapuk itu tidak dapat menemukan petunjuk diingatannya.
Hanya satu nama yang dia ingat, Liora juga dibalik kejadian menimpa Morgan Gayatri Smith, tak berselang lama kemudian bujang lapuk itu menghubungi anak buah dan meminta menyelidiki kejadian malam itu.
“Kau yakin tidak mengetahui apa pun, tentang kejadian yang menimpaku?”
“Benar, Tuan Muda.”
“Bawakan aku ganti, lalu kau jangan lupa untuk menyimpan barang ini di dalam kamar pribadiku! Jangan sampai nona mudamu mengetahuinya. Kau dengar tidak?”
“Baik, Tuan Muda.”
Tak berselang lama kemudian, anak buah Morgan menjalankan perintah dari tuan mudanya, dengan dirinya meminta untuk merahasiakan perbuatan yang telah dilakukan oleh pria matang itu.
*
*
*
Akan tetapi, sang bayi mungil bujang lapuk itu, merasa tidak terima atas perbuatan yang dilakukan oleh, pria yang telah membesarkan sedari bayi merah.
“Apa laporanmu itu akurat?”
“Semua laporan yang Anda baca memang benar adanya, Nona.”
“Lalu mengapa kau membiarkannya masuk ke tempat terkutuk itu? Kalian semua sendiri mengetahuinya bukan?” Araela, sang bayi mungilnya bujang lapuk, begitu geram dengan tingkah laku Morgan.
“Maafkan kami, Nona Muda … semua itu atas permintaan tuan muda sendiri.”
“Baiklah urusan dia, nanti aku yang mengurus. Tugas kalian sekarang, mencari tahu keberadaan gadis direnggut oleh tuan muda kalian!”
Bahkan tanpa memberitahu pun, gadis itu telah lebih dulu mengetahui keberadaan, rekan sekampusnya yang saat ini tengah berada di sebuah apartemen, sedangkan dia sendiri akan memberi perhitungan untuk bujang lapuk, yang telah membuat hati gadis itu kecewa karena tingkah laku Morgan.
Sebab gadis itu tengah menyelidiki kejadian yang menimpa om-nya dengan mengambil alih kendali atas perbuatan yang dilakukan oleh Morgan Gayatri Smith.
Sekitar lima belas menit berlalu dan alangkah terkejutnya gadis itu mendapat kenyataann yang menampar dirinya. Perbuatan yang dilakukan oleh om-nya itu berasal dari kesalahan fatal dan lebih mengejutkan sang om terjebak dalam pengaruh obat penggrasang dosis tinggi.
Orang yang menjebak om-nya itu merupakan seseorang dibenci oleh dirinya sendiri.
Mau sehebat apa pun kau tak akan pernah bisa mendapatkan om-ku karena aku sangat tahu tujuanmu mendekatinya dan kupastikan setelah ini aku tak akan pernah memercayai setiap bualan yang kau ucapkan.
Bahkan jemari gadis itu terus menari-nari di atas keyboard untuk mencari wajah seseorang yang harta berharga terenggut paksa dan tercenganglah dia ketika menemukan wajah tersebut.
“Sialan si bujang lapuk ini ... sudah mengecewakanku dan dia malah merenggut harta miliknya ... kali ini aku tak akan pernah memaafkanmu dan sebelum itu lebih baik aku menghukum sampai dia kau bawa ke hadapanku.”
Tekadnya bulat karena dia akan memberi hukuman untuk sang bujang lapuk agar mau bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukannya itu.
Bahkan dirinya berjanji akan menemui orang itu secara diam-diam dan meminta maaf atas nama si bujang lapuk serta memberi sebuah kartu limited edition untuk memberikan kehidupan karena dia sangat yakin gadis yang direnggut paksa oleh om-nya menghasilkan seorang anak.
Menyelidiki latar belakang dari gadis tersebut yang tak membutuhkan waktu lama dia dikejutkan dengan data gadis yang begitu familier dibenaknya.
Sungguh malang nasibmu di saat kau banting kerja keras untuk kedua orang tuamu, tapi apa yang kau jaga harus terenggut oleh om-ku. Namun, itu tak akan ada artinya bagimu dan aku janji akan membantumu bersembunyi karena aku ingin dirinya menyadari kesalahan yang telah diperbuat.
*
*
*
Gadis itu menarik kasar tangan kekar yang sedari tadi ingin dilampiaskan oleh sebuah amarahnya di ubun-ubun.
Setelah sampai ke tempat sepi yang tak ada seorang pun mendengar obrolan mereka gadis itu benar-benar melampiaskan amarahnya dengan memberi tamparan keras yang diberikan kepada om-nya.
Membuat bujang lapuk itu terkejut ketika dirinya mendapati sebuah tamparan mendarat di kedua pipinya. "Ba ... by, mengapa kamu menamparku?"
"Kau telah membuat kesalahan besar yang tak akan pernah kumaafkan."
"Lalu ada di mana letak kesalahan Om-mu ini, Baby?" tanya bujang lapuk itu seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Bertanyalah sendiri pada hatimu dan aku benar-benar kecewa denganmu." Gadis itu enggan memberitahukan alasan dia menampar om-nya sendiri. Hal itu dilakukan agar sang bujang lapuk menyadari kesalahannya.
"Apa itu karena Om yang tidak rela dengan perjodohanmu?" Morgan memastikan.
Gelengan kepala menandakan bukan itu penyebab, tapi apa yang membuat bayi mungil-nya begitu marah.
Apakah dia? Itu tak mungkin ... bahkan aku sendiri tak mengenali gadis yang ku' renggut. Lalu bagaimana dia bisa mengetahuinya?
"Maaf aku khilaf, Baby." Menyesal itulah yang terucap dari bibir bujang lapuk itu.
"Mulai sekarang dan seterusnya jangan pernah mencampuri urusan pribadiku sebelum kau menemukan kesalahanmu dan membawanya ke hadapanku! Kau tak akan mendapat maaf sebelum permintaanku dikabulkan dan itu berawal dari kesalahanmu."
Selesai mengatakan itu, Araela melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu dengan meninggalkan Morgan yang sedang melampiaskan amarahnya memukul dada.
Sebab, pertama kali bagi sang bujang lapuk melihat kekecawaan dari sorot mata bayi mungil-nya karena dia terpengaruh oleh sebuah tempat yang dibenci oleh sang bayi mungil.
Setelah itu, tatapan sang bujang lapuk menjadi dingin dengan gerakan cepat dirinya mengambil ponsel untuk menghubungi mata-mata dan meminta melakukan sesuatu untuk dirinya.
"Kau dan rekanmu sudah meletakkan barangku di sana?" Nada dingin dari Morgan, membuat arah seberang ponsel merinding.
"Semua sudah kami letakkan sesuai intruksi dari Anda, Tuan Muda Morgan."
"Lalu hasil darahnya bagaimana?"
"Untuk hasil darah itu seratus persen berasal dari gadis baik-baik, tuan muda."
"Kalau begitu kau minta bantuan rekanmu untuk mendapatkan rekaman, yang terhapus dan aku akan membayar mahal untuk kerja kerasmu ini. Bisakah kau melakukannya?"
"Ta ....
"Jangan membantah apa pun itu ... kau harus bisa mendapatkan rekaman itu!"
Morgan mematikan panggilan dengan raut wajah dinginnya tanpa memedulikan rasa kebas di kedua pipi sang bujang lapuk, memutuskan kembali ke rumah untuk menyimpan sebuah benda yang ternyata membuat bayi mungil-nya marah.
Aku pasti akan menemukan keberadaanmu dan membayar mahal atas tamparan yang kudapatkan dari bayi mungilku ... wahai kau gadis yang ku' renggut aku tak akan berhenti mencari keberadaanmu.
Meskipun pada kenyataannya, si bayi mungil itu mengetahui kebejatan yang dilakukan oleh dirinya, tapi tekad bujang lapuk itu tidak akan pernah berhenti mencari sesosok yang dia renggut paksa.
*
*
*
Sementara, gadis yang dicari oleh bujang lapuk itu, saat ini tengah bersembunyi di sebuah apartemen, bahkan tidak banyak orang mengetahui keberadaannya.
Mengingat gadis itu bersembunyi, atas permintaan dia sendiri, terdengar bunyi bell pintu apartemen, sehingga mengganggu si pemilik yang tiba-tiba harus terbangun.
Tanpa memedulikan penampilan yang terlihat buruk, gadis itu pun membukakan pintu untuk si tamu yang datang berkunjung.
"Kau, Alexa?" tanya Citra.
"Maaf dia bukan Alexa," sahut seorang pria berparas tampan dan gadis sebelah tak kalah jauh tampan darinya.
"Lalu?"
"Kami datang kemari atas perintah Kak Ivone dan juga Alexa ... apa kau sahabat yang diceritakan oleh dia?"
"Aku, Citra dan kalian siapa?"
"Albert dan ini kekasihku Araxi ... maaf sikap dinginnya."
Setelah mengetahui nama tamunya, Citra mempersilakan sang tamu masuk ke dalam apartemen.
"Mau minum apa?"
"Tak perlu aku langsung saja tujuanku ke sini!" Araxi yang sedari tadi bungkam, mengutarakan tujuannya datang ke apartemen tersebut.
Dia benar-benar gadis yang dingin sama dinginnya seseorang yang baru kukenal. Apa kabar dia? Maafkan aku yang harus menghilang Ra.
Seringai tipis tersungging di wajah paras tampan gadis itu, ketika mendengar sesuatu yang membuatnya berdiam sejenak sebelum melakukan permintaan dari kakak angkatnya.
"Jangan terlalu dingin dong, Yank ... biarkan aku saja yang merasakan hawa dinginmu." Albert yang berada di sampingnya melontarkan sebuah gombalan.
"Pulang sana mengganggu saja!" Tanpa perasaan Araxi mengusir sang kekasih.
"Tidak mau."
"Diam dan jangan mengganggu konsentrasiku. Paham!"
Obrolan kedua tamu membuat si pemilik apartemen menggeleng kepala yang seumur hidup pertama kali melihat pertengkaran antara tamunya itu.
"Jadi, bagaimana kalian benaran tidak ingin kubuatkan minum?"
"Tak perlu repot karena aku tidak akan lama-lama." Gadis berparas tampan itu, tetap menolak halus dibuatkan minum.
Sebab, ia dengan sang kekasih tak ingin berlama-lama di tempat asing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!