Happy reading semua!!🌹🌹🌹🌹🌹
Rania gadis berusia 18 tahun. Terbiasa hidup mewah dan selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Memiliki orang tua yang sangat menyayanginya.
Namun, Dia di paksa masuk ke sebuah pesantren di karenakan sikapnya yang selalu membuat masalah dan sudah sangat sulit diatur. Rania merupakan gadis yang cantik dan juga pintar, tapi sayang! Karena terlalu bebas dan selalu mendapatkan apa yang dia mau membuatnya keras kepala dan berubah.
Hanna dan Galih selaku orang tua selalu menasehati Rania setiap ada kesempatan. Tapi, Rania tidak pernah menanggapi atau mencoba untuk berubah yamg ada Rania semakin menjadi.
Hanna sang Mama harus selalu membereskan kekacauan yang dilakukan Rania, Hanna hampir setiap hari harus ke sekolah karena ulah dari Rania.
"Malam ini bersiap-siaplah," ucap Hanna.
"Kita mau kemana, Ma? Kita mau liburan ya?," Tanya Rania bahagia.
" Mama akan memasukkan kamu ke sebuah pesantren, jadi bersiap- siaplah besok kita pergi" jawab Hanna.
"Apa? Papa dengar itu?Mama bercanda ya?," Tanya Rania menganggap Mamanya hanya bercanda.
" Mama tidak bercanda! Apa muka Mama terlihat sedang bercanda sekarang?," Tanya Hanna balik.
" Aku nggak mau," tolak Rania
"Mama tidak meminta pendapat dari kamu, mau tidak mau, kali ini kamu harus nurut sama Mama," ucap Hanna tegas.
"Pa..." Rengek Rania.
"Enggak ada, Untuk yang satu ini Mama tidak akan membiarkan Papa membantu kamu," sahut Hanna cepat.
"Sayang..." ucap Galih.
"Udah! Papa tidak usah membela dia terus yang ada dia makin besar kepala, Mama udah capek dengan tingkahnya yang gak bisa diatur lagi," ucap Hanna tidak mau mendengarkan suaminya.
"Kalau masalah itu, Aku janji akan berubah,Ma, Pa," ucap Rania memohon.
"Sayang kamu dengar kan apa yang di bilang Rania, jadi batalkan saja" ujar Galih.
Galih adalah orang yang selalu memanjakan Rania, apapun yang Rania inginkan pasti dia akan diberikan. Galih tidak bisa melihat Rania merengek padanya, itu adalah kelemahannya.
" Aku sudah bosan mendengar dia berjanji Mas, setiap kali dia buat kesalahan pasti itu yang dia bilang, tapi lihat kenyataannya dia semakin menjadi dan kamu tau hari ini aku harus ke sekolahnya lagi," ucap Hanna.
"Kali ini aku beneran, aku akan berubah asal Mama jangan kirim aku ke pesantren." ucap Rania.
"Mama gak mau dengar kamu lagi, sudah cukup Mama mendengarkan kamu selama ini," ucap Hanna sudah bulat dengan keputusannya.
"Pa..." Rengek Rania sekali lagi.
" Awas aja kalau Papa bantu dia, Mama nggak akan memaafkan Papa " ancam Hanna.
"Mama tega banget sih sama Rania. Mama memang tidak sayang sama Aku" ucap Rania bangun meninggalkan makan malamnya.
"Sayang makan dulu," panggil Galih.
"Enggak mau," teriak Rania.
"Sayang..." ucap Galih.
"Biarin aja, nanti kalau udah lapar makan sendiri, ini juga karena kamu yang selalu menuruti dan memaafkan kesalahan dia" balas Hanna tetap melanjutkan makannya.
" Kenapa aku yang salah! Aku hanya mencoba menjadi Papa yang baik untuknya," ucap Galih tidak mau di salahkan.
" Capek ngomong sama kamu" ucap Hanna malas berdebat dengan suaminya.
" Kalau dia nggak mau makan gimana? Kasian sayang," ucap Galih.
"Kamu aja yang urus, tapi awas kalau kamu bantuin dia kali ini, aku nggak akan maafin kamu, Mas," ancam Hanna.
"Kamu serius mau masukin Rania ke pesantren?," Tanya Galih tidak percaya.
"Mas pikir aku main-main, aku juga udah bilang sama pengurus pondok kemaren," jawab Hanna.
"Aku pikir kamu hanya mengancamnya saja, kamu gak kasian pasti dia tidak akan betah di sana," ujar Galih masih membela Rania.
"Bela aja dia terus," ucap Hanna meninggalkan suaminya sendiri.
"Aku salah apa ya Allah, aku harus mendukung siapa kalau begini " gumam Galih serba salah.
Galih sungguh berada dalam posisi yang serba salah. Mau membela Rania istrinya yang marah, mau membela istrinya anak yang marah.
Di kamar Rania sedang mengumpat sendirian kerena keputusan sang Mama.
"Aku gak bakal mau, enak aja di masukin pondok, apa kata dunia seorang Rania masuk pesantren," lirih Rania.
" Aku harus memikirkan cara supaya Mama membatalkan rencananya," umpat Rania.
Rania tidak bisa menerima keputusan sang Mama yang mau mengirimnya ke pondok.Jadi, dia terus memikirkan cara supaya bisa terbebas dari itu.
"Atau aku minta tolong Papa saja...Tidak! Apa aku kabur saja," gumam Rania
"Jangan deh! Aku harus menyusun rencana- ku sendiri" Rania terus berbicara dengan dirinya sendiri sambil jalan ke sana ke mari tidak jelas.
Malam itu Rania benar- benar frustasi dia tidak bisa memikirkan rencana apapun supaya bisa kabur dari sang Mama.
"Apa yang harus aku lakukan? Ayo Rania berpikirlah!" Ucap Rania pada dirinya sendiri kesal karena tidak ada satupun ide yang keluar dari otak liciknya.
Rania merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. Dan memejamkan matanya sambil terus berpikir cara agar Mamanya membatalkan rencananya. Tanpa sadar Rania telah masuk ka alam bawah sadarnya.
Di kamar orang tua Rania.
"Sayang ayolah jangan seperti ini," bujuk Galih meminta istrinya membukakan pintu kamar.
"Kalau kamu terus membela anak kamu itu, aku nggak bakal bukain pintu tidur saja sama anak manja itu," ucap Hanna.
" Sayang aku minta maaf! Buka dulu pintunya, kita bisa bicarakan ini baik-baik," ucap Galih.
" Enggak mau," kekeh Hanna.
"Awas kalau kamu minta bantuan Bibi untuk buka pintu ini," ucap Hanna seolah tau isi pikiran suaminya.
" Baru juga mau minta bantuan Bibi," gumam Galih.
" Oke, aku akan menuruti kemauan kamu, tapi buka pintu dulu, kamu gak kasian sama aku teriak- teriak dari tadi," ucap Galih.
" Aku akan buka tapi kamu harus janji dulu," ucap Hanna ragu dengan ucapan suaminya.
" Ia aku janji," balas Galih tidak punya pilihan lain. Dari pada tidur diluar pikirnya.
Hanna membuka pintu untuk suaminya, dengan cepat Galih masuk ke dalam kamar takut istrinya berubah pikiran.
" Kamu udah janji sama aku, awas kalau kamu berani membantu Rania." ancam Hanna sudah sangat paham dengan karakter suaminya yang selalu membantu Rania.
"Ia istriku tersayang, nggak percaya banget sih sama suami sendiri," ucap Galih.
"Bukannya aku nggak percaya sama kamu Mas, tapi aku gak bisa jamin kalau Rania anak manja kamu itu, tidak berbuat hal yang aneh-aneh," ucap Hanna.
" Udah nggak usah di pikirin lagi, sekarang kamu tidur aja! Aku mau lihat keadaan Rania dulu, dia belum sempat makan apa- apa tadi," ucap Galih.
"Tapi, awas kalau kamu kena hasut sama dia," ancam Hanna lagi.
"Ya Allah, ia sayang percaya sama aku. Kalau kamu nggak percaya kamu ikut aku aja," ujar Galih.
"Kamu aja yang lihat, jangan lupa bawa makanan juga ke kamarnya, dia belum makan apa-apa tadi" kata Hanna.
"Iya sayang," balas Galih. Keluar dari kamar.
" Katanya kesal tapi masih perhatian dasar perempuan memang susah di tebak," gumam Galih.
Happy reading!!!!!!🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Tok tok.
"Rania, sayang buka pintunya, ini Papa," teriak Galih di depan pintu kamar Rania dengan membawa nampan di tangannya.
"Sayang," panggil Galih lagi.
"Kemana dia? Kenapa tidak menyahut saat aku panggil," gumam Galih mulai berpikir yang tidak- tidak.
" Atau jangan- jangan dia kabur, jangan sampai dia berbuat hal yang aneh-aneh" lirih Galih.
" Sayang," Teriak Galih memanggil istrinya.
" Sayang ke sini dulu, cepat" sambung Galih.
"Ada apa sih,Mas?," Tanya Hanna baru keluar dari kamarnya yang berada tidak jauh dari kamar Rania hanya berselang satu kamar kosong.
" Tolong ambil kunci cadangan!, Rania tidak menyahut saat aku memanggilnya dan dia juga mengunci pintu, takutnya dia malah kabur, atau berbuat nekat" jelas Galih.
"Tunggu sebentar aku ambil dulu," ujar Hanna ikut khawatir.
Hanna berlari untuk mengambil kunci cadangan yang berada di kamar bawah tepatnya di kamar Bibi.
"Semoga dia tidak senekat itu," gumam Hanna berjalan buru-buru.
"Ini Mas," ucap Hanna memberikan kunci kepada suaminya setelah capek berlarian.
Galih memberikan nampan yang ada di tangannya kepada Hanna dan langsung mengambil kunci dari tangan istrinya dan membuka pintu kamar Rania dengan buru- buru.
" Cepat, Mas! Lama banget sih!" Ucap Hanna.
" Ia,sabar," balas Galih.
Begitu pintu kamar terbuka Hanna segera masuk ke dalam kamar Rania.
"Rani..." ucap Hanna menghentikan ucapannya saat melihat Rania tertidur pulas di atas kasur.
"Ya Allah, Rania," Ucap Hanna.
" Kita udah cemas setengah mati, ini anak malah tidur," ucap Hanna kepada suaminya.
"Alhamdulillah kalau putri kita baik- baik saja." ucap Galih memegang bahu istrinya.
" Ini kelakuan anak kamu, udah mengunci pintu, tidak menyahut saat di panggil, bikin khawatir aja," ucap Hanna.
" Seharusnya kita senang tidak terjadi sesuatu padanya," ucap Galih.
Mendengar ada keributan di sampingnya Rania terbangun dari tidur nyenyak nya.
"Mama, Papa, kenapa kalian ada di kamar Rania? Dan kenapa kalian bisa masuk?" Tanya Rania sambil mengucek matanya.
" Ini anak benar-benar bikin emosi," gumam Hanna.
"Sabar sayang, jangan marah- marah terus" ucap Galih mengelus bahu Hanna agar istrinya tidak emosi.
" Gimana gak marah, kita udah khawatir sama dia, dia malah tidur. Sekarang dia tanya kenapa kita ada di kamarnya" cetus Hanna kesal.
"Mama kenapa sih, hobi banget marahin aku?,"Tanya Rania bangun dari tempat tidurnya.
" Kamu masih tanya kenapa Mama selalu marah-marah? Karena kamu tidak pernah mendengarkan ucapan Mama Rania," ucap Hanna.
" Sayang, sekarang kamu tidur ya, maaf Papa ganggu kamu, Papa bawa nasi untuk kamu di makan, kamu belum makan apa-apa" ucap Galih.
"Selamat malam putri Papa" ucap Galih mencium kening Rania.
" Ma! Kita ke kamar," sambung Galih menarik tangan Hanna pelan.
" Kenapa Mama selalu saja marah-marah sama aku, nggak capek apa," gumam Rania kesal kepada Mamanya.
" Sial," umpat Rania.
Rania mengambil ponselnya untuk menelpon teman-temannya siapa tahu mereka punya rencana supaya dia tidak jadi di masukkan ke pesantren.
" Mereka juga kemana sih! " umpat Rania karena teman-temannya tidak ada yang mengangkat panggilan darinya.
" Aku benar-benar sial hari ini," cetus Rania
"Apa aku pura-pura sakit aja ya, dengan begitu Mama akan menunda keberangkatanku besok setelah itu baru aku pikirkan cara untuk tidak pergi ke pondok," Rania menemukan sebuah ide.
" Tapi... apa Mama akan percaya sama aku, kalau Papa gampang," ujarnya lagi.
"Gimana ini? Aku nggak mau masuk pondok, pasti di sana pakai jilbab terus bajunya norak-norak banget," gumam Rania membayangkan kalau dia memakai baju muslimah dan juga jilbab.
" Enggak- enggak aku nggak akan mau," lirih Rania.
" Membayangkan saja sudah membuatku malu," sambungnya lagi.
Rania terus saja berbicara dengan dirinya sendiri dan mencari cara supaya Mamanya tidak jadi memasukkan dia ke pesantren.
Rania tertidur dengan perut kosong malam itu, dia tidak berselera makan lantaran ingin di masukkan ke sebuah pesantren.
Pagi hari Rania terbangun karena suara ketukan pintu kamarnya.
" Siapa sih pagi-pagi, ganggu orang tidur aja," umpat Rania kesal karena terganggu.
" Ia, tunggu!," Ucap Rania terpaksa bangun.
Ceklek.
" Ada apa sih Bi, pagi-pagi," ucap Rania masih mengantuk.
" Buka mata kamu," cetus Hanna.
" Mama," ucap Rania terkejut langsung membuka matanya.
" Sekarang siap-siap setelah sarapan kita berangkat," ucap Hanna tanpa basa-basi.
" Ma, aku nggak mau dimasukkan ke pesantren. Mama nggak kasian sama aku? Mama nggak sayang sama aku?" Tanya Rania bergelayutan di tangan Mamanya.
"Karena Mama sayang sama kamu makanya Mama buat seperti ini," jawab Hanna.
" Kalau Mama sayang sama Rania, Mama nggak akan tega masukin aku ke pesantren seperti ini," ucap Rania.
" Mama hanya ingin kamu lebih baik sayang," balas Hanna.
" Tapi Ma aku nggak mau ke pesantren," ucap Rania lagi.
" Sayang! Kali ini saja dengarkan Mama, Mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Kamu nggak kasian lihat Mama, kamu selalu saja membuat masalah, Mama udah capek sayang " balas Rania.
" Ma, aku minta maaf. Rania akan berubah, Rania janji," ucap Rania memohon.
" Kalau kamu sayang sama Mama, turuti kemauan Mama yang ini, Mam tidak meminta apapun lagi sama kamu," ucap Hanna.
" Pilihannya ada sama kamu, kalau kamu sayang sama Mama. Sekarang kamu mandi lalu siap-siap" ucap Hanna meninggalkan kamar Rania.
" Sial! Aku akan turuti Mama kali ini. Aku akan mencari cara supaya di keluarkan dari pondok itu," gumam Rania memiliki ide baru.
Rania menutup pintu kamarnya, mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sekarang wajahnya terlihat bahagia, karena dia sudah mempunyai ide gila di dalam otaknya.
" Baiklah, ayo kita pergi ke pesantren," gumam Rania masuk ke dalam kamar mandi sambil bernyanyi.
" Kamu memang pintar Rania," sambung Rania.
Sementara di meja makan Mama dan Papanya sedang membicarakan Rania.
"Gimana Rania udah bangun?," Tanya Galih.
" Udah Pa," jawab Hanna singkat.
" Apa dia mau ke pesantren?" Tanya Galih lagi.
" Aku nggak tau Pa, dia mau atau enggak tapi aku sudah mengeluarkan akting terbaikku," jawab Hanna.
" Kalian ini anak dan Mama sama saja," gumam Galih.
" Dia juga anak kamu mas, kamu yang selalu manjain dia selama ini. Gara-gara kamu dia harus berpisah sama aku sekarang!" Ucap Hanna.
" Kenapa aku yang salah, kamu juga ikut manjain dia selama ini," balas Galih tidak mau di salahkan.
" Pagi Mama...Pagi Papa." ucap Rania baru turun dengan membawa koper di tangannya.
" Pagi sa...ya...ng," balas keduanya.
"Kenapa bengong seperti itu, Rania udah siap," ucap Rania tersenyum.
HAPPY READING!!!!!🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Apa yang kamu lakukan Rania?," Tanya Hanna terkejut melihat penampilan Rania.
"Rania tidak melakukan apa-apa. Rania sudah siap," ucap Rania tanpa rasa bersalah.
" Apa kamu pikir kita akan memalak ke sana?" Tanya Hanna. Bagaimana tidak penampilan Rania sudah seperti preman. Kaos, celana jins, dan jaket kulit. Sedangkan Galih tertawa melihat kelakuan Rania yang abstrak.
" Rania tidak bilang begitu," balas Rania.
" Sayang kita mau ke pondok kalau kamu lupa," ujar Galih.
" Terus apa salahnya Pa, yang penting aku masih memakai baju kan!," Ucap Rania.
" Ayo, ikuti Mama," ucap Hanna menarik tangan Rania dan koper yang Rania bawa.
" Mau kemana? Enggak jadi ke pondoknya? Rania udah siap ini!," Ucap Rania yang di seret Mamanya.
" Jangan banyak bicara," ucap Hanna sudah benar-benar kesal.
Hanna membawa Rania ke dalam kamarnya dan mengambil koper yang sudah dia siapkan untuk Rania.
"Buka koper kamu!" Pinta Hanna.
" Untuk apa sih Ma?" Tanya Rania tapi menuruti Mamanya.
" Astagfirullahaladzim, Rania. Kamu mau membuat Mama darah tinggi?" Tanya Hanna.
" Apa yang salah Ma?" Tanya Rania.
" Rania, kamu pikir kamu mau ke mana dengan baju-baju ini," ucap Hanna.
Hanna membuka koper yang sudah dia siapkan sendiri dan mengambil satu gamis untuk di pakai Rania.
" Pakai ini, jangan komplain turuti saja," ucap Hanna.
" Ayolah Ma, ini bukan fashion Rania," ucap Rania sangat mengambil sebuah gamis di tangan Mamanya.
" Pakai saja," ucap Hanna tegas.
Mau tidak mau Rania harus memakai baju yang diberikan oleh Mamanya dengan wajah keterpaksaan.
Hanna mengambil koper Rania dan mengembalikannya ke kamar Rania. Setelah meletakkan koper Hanna kembali lagi ke kamarnya untuk mengecek Rania. Tapi Rania belum juga keluar dari kamar mandi.
" Rania kenapa lama sekali," teriak Hanna di depan pintu kamar mandi.
" Ma, aku nggak mau keluar. Aku malu menggunakan baju ini," sahut Rania dari dalam.
" Keluar saja," balas Hanna.
Rania keluar dengan wajah cemberut karena pakaian yang dia pakai sekarang, dia merasa sangat risih dengan baju yang menjuntai panjang.
" Ma, yang benar saja aku harus memakai baju seperti ini, ini sangat norak," ucap Rania komplain.
" Kamu sangat cantik menggunakan baju ini sayang," ucap Hanna.
" Cantik dari mananya? Ini sangat aneh dan tidak nyaman." ucap Rania.
" Aneh karena kamu belum terbiasa sayang, lama kelamaan pasti kamu akan nyaman," ucap Hanna.
" Sini," pinta Hanna membawa Rania ke depan cermin dan memakaikan jilbab untuk Rania.
" Apa aku juga harus memakai ini?" Tanya Rania.
" Iya" jawab Hanna.
"Ma Syaa Allah, kamu sangat cantik menggunakan jilbab sayang," ucap Hanna kagum.
"Itu karena Rania memang cantik bukan karena jilbab ini," ucap Rania.
" Ayo, kita sarapan setelah itu Mama akan mengantar kamu," ucap Hanna menarik Rania serta koper yang berisi baju untuk Rania.
Rania sudah pasrah sekarang dia tidak tahu harus berbuat apalagi untuk mencegah Mamanya untuk membawanya ke pondok.
" Pa," panggil Hanna agar suaminya menoleh.
" Ma Syaa Allah, anak Papa cantik sekali," ucap Galih saat pertama kali melihat Rania dengan balutan baju muslimah.
" Lihat Papa kamu saja memuji kamu, " ucap Hanna.
" Tapi Rania tidak nyaman Ma, Pa," ucap Rania duduk di meja makan.
" Nanti juga nyaman, Papa suka melihat penampilan putri Papa yang sekarang, lebih cantik " ucap Galih.
" Tapi aku tidak menyukainya, Pa," ucap Rania.
" Sekarang kamu sarapan, jangan bicara lagi. Pusing Mama dengar kamu komplain dari tadi. " ucap Hanna.
Sambil makan Rania terus memainkan jilbabnya. Dia sangat tidak nyaman dengan penampilan barunya. Setelah selesai sarapan Hanna dan Galih bersiap-siap mengantar Rania ke pondok. Galih mengangkat koper Rania dan memasukkannya ke dalam mobil.
" Sudah siap, kita berangkat sekarang?" Tanya Galih sudah masuk ke dalam mobi di ikuti Rania dan Hanna.
" Sudah" jawab Rania lesu.
"Enggak usah manyun seperti itu, Mama tidak akan berubah pikiran," ucap Hanna.
" Mama memang tidak menyayangi aku," ucap Rania.
Mereka sudah siap untuk mengantar Rania ke pondok pesantren yang ada di kawasan Bogor.
Sepanjang perjalanan Rania terus saja memainkan jilbabnya, entah itu meniupnya, memainkan dengan jarinya atau membukanya lalu memakainya lagi.
" Ma, Pa" panggil Rania.
" Iya," jawab keduanya.
" Apa Mama dan Papa tidak akan merindukan Rania kalau Rania di masukkan ke pesantren?" Tanya Rania.
" Tidak"
" Iya"
Jawab Hanna dan Galih.
" Mama memang tidak menyayangi Rania seperti Papa," ucap Rania.
" Sudah terima saja" ucap Hanna.
Rania tidak bisa memikirkan cara agar bisa kabur dari pondok setelah sampai di sana, dia sedang mengatur siasatnya.
" Masih jauh Ma, Pa?" Tanya Rania.
"Sebentar lagi juga sampai," jawab Galih.
" Tapi ini sudah satu jam lebih, kalian mau membuang Rania ya!" Ucap Rania.
" Iya," ucap Hanna.
" Mama jahat banget sih sama anak sendiri," balas Rania manyun.
" Pa," panggil Rania.
" Iya, sayang," sahut Galih.
" Papa sayang nggak sama Rania?" Tanya Rania.
" Tentu saja Papa sayang sama kamu" jawab Galih.
" Kalau Papa sayang sama Rania, kenapa Papa setuju kalau Rania di masukkan ke pesantren seperti ini?,"Tanya Rania.
" Papa tidak punya pilihan lain sayang kalau tidak menuruti kemauan Mama kamu Papa yang akan di usir oleh Mama kamu dari kamar," kalau saja Galih bisa bilang begitu kepada Rania tapi itu hanya suara hatinya.
" Karena Papa juga menginginkan yang terbaik untuk putri Papa satu satunya," jawab Galih akhirnya.
" Bilang saja Papa takut sama Mama," gumam Rania.
" Kamu sangat benar sayang" batin Galih.
Rania dan orang tuanya sudah sampai di tempat tujuan mereka yaitu pondok pesantren yang berada di daerah Bogor.
" Pa, Ma, apa kalian tidak salah mengirim Rania ke tempat seperti ini?" Tanya Rania tidak percaya dengan apa yang dia lihat di depannya.
" Tidak ada yang salah, turun saja" ucap Hanna.
" Pa, Rania nggak mau," rengek Rania.
" Turun Mama bilang" ucap Hanna tapi Rania tidak peduli.
Hanna dan Galih turun terlebih dahulu dari dalam mobil tapi Rania belum juga turun.
" Rania," panggil Hanna lagi.
" Apa Mama harus menyeret kamu supaya mau turun," sambung Hanna lagi.
" Sayang sudah jangan teriak-teriak di sini," ucap Galih.
" Kalau begitu, Mas saja yang urus anak itu supaya mau turun," ucap Hanna.
Galih menghampiri pintu mobil dan membukanya untuk membujuk Rania yang sedang merajuk.
" Sayang turun ya!" Ucap Galih.
" Pa, Rania nggak mau tinggal di tempat kayak gini," ucap Rania.
" Dengarkan Papa baik-baik sayang, semua yang Mama lakukan ini untuk kebaikan kamu sendiri nantinya, jadi Papa mohon kali ini dengarkan Papa." ucap Galih.
" Tapi, Pa," rengek Rania.
" Kali ini turuti kemauan Papa boleh ya! Tolong jangan membantah, bukannya selama ini Papa selalu menuruti kemauan kamu sekarang tolong turuti kemauan Papa," ucap Galih.
" Iya," balas Rania akhirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!