Assalamualaikum
Selamat datang di novel baru othor ya
Novel ini sequel dari novel KEKASIHKU PRIA AMNESIA
Jadi disarankan mampir dulu di novel yang udah tamat
Bab ini sudah direvisi ya karena menurut editor ada adegan yang terlalu vulgar tapi tidak mempengaruhi alur 🙏
Selamat membaca
...♥️♥️♥️...
...Jika akhirnya kamu tidak bisa bersama dengan orang yang sering kamu sebut dalam doamu, mungkin kamu akan dibersamakan dengan orang yang diam-diam sering menyebut namamu dalam doanya....
...***...
Seorang gadis berhijab sedang berjalan menuju ke sebuah unit apartemen. Gadis itu bernama Sofia yang berprofesi sebagai psikiater.
Hari ini sepulang praktek dia menyempatkan diri membeli kue dan bunga untuk kekasihnya, Leo. Sofia ingin memberi kejutan di hari ulang tahun Leo. Dia sengaja tak memberi tahu kedatanganya sore ini.
Ketika sampai di depan unit apartemen Leo, Sofia langsung membuka pintu. Ini pertama kalinya Sofia masuk tanpa menekan bel pintu. Leo pernah memberi tahu kata sandi rumahnya itu pada Sofia. Otaknya yang cerdas dapat mengingat walau hanya sekali sebut.
Saat baru masuk, Sofia terkejut ketika melihat sepatu high heels yang tersusun di rak yang ada di depan pintu. Leo memang memiliki adik perempuan tapi mereka tidak tinggal bersama. Sofia mencoba mengusir pikiran negatifnya. Dia masih mempertahankan senyum di wajahnya yang teduh.
Sofia berjalan untuk mencari keberadaan Leo. Lalu dia mendengar suara yang diyakini berasal dari kamar kekasihnya. Sofia berjalan mendekat ke sumber suara. Sangat jelas terdengar suara seorang wanita dari dari kamar tesebut. Namun, dia tidak tahu siapa itu. Apakah dia salah memasuki unit apartemen, pikir Sofia.
Sofia terpaku di tempat mana kala wanita itu menyerukan nama Leo. Dadanya bergemuruh tapi gadis itu mencoba bersikap tenang. Dia masih menguping suara yang berasal dari kamar kekasihnya.
Sesaat kemudian Sofia mendengar suara Leo. Sofia menutup mulutnya tak percaya. Sudah dapat dipastikan kalau di dalam sana Leo sedang bercinta dengan seorang wanita. Sofia bukan gadis bodoh yang tidak mengerti hal semacam itu.
"Apa kau menyukainya, hm?" tanya Leo di sela-sela aktivitasnya.
"Lakukan lebih, honey?" Ucapnya menggoda Leo.
Dua manusia yang tengah terbakar gairah itu tidak menyadari kalau pintu kamarnya terbuka walau sedikit dan Sofia tak sengaja menyaksikan perbuatan zina itu.
"Astaghfirullah." Sofia mencoba menguatkan hatinya. Dia menahan air matanya agar tidak sampai jatuh. Gadis itu memberikan kue dan bunga yang dia bawa kepada petugas kebersihan di gedung apartemen tersebut.
Sofia keluar dengan hati yang tersayat menyaksikan adegan ranjang laki-laki yang dia cintai.
"Kamu kuat Sofia. Harusnya kamu bersyukur kamu diberi tahu secara langsung oleh Allah kalau Leo bukanlah laki-laki yang pantas untukmu." Sofia menyemangati dirinya sendiri.
Kini Sofia telah sampai di rumahnya. Gadis itu menyapa ibunya di rumah dengan senyum khasnya yang lembut. "Assalamualaikum, Ma." Gadis berhijab itu meraih tangan ibunya dan menciumnya agak lama.
Raina merasa aneh dengan sikap Sofia tapi dia akan bertanya nanti. "Apa kamu sudah makan malam ini?" tanya Raina dengan lembut. Sikap Sofia yang lembut menurun dari ibunya.
"Belum, tapi nanti saja, Ma. Aku mau mandi dulu," tolaknya secara halus.
"Sofia, jika kamu punya masalah mintalah petunjuk dari Allah," pesan Raina sebelum anaknya naik ke lantai atas. Sebagai seorang ibu dia paham akan kondisi anaknya tanpa diberi tahu jika dia sedang memiliki masalah. Sofia mengangguk paham.
Gadis itu segera menutup pintu kamar ketika kakinya telah memasuki ruang pribadinya itu. Tubuhnya merosot ke bawah menumpahkan air mata yang sejak tadi dia tahan. Sungguh dia tidak menyangka Leo laki-laki yang digadang akan menjadi suaminya kelak malah diam-diam berselingkuh.
"Kenapa sesakit ini?" Sofia memukul pelan dadanya yang terasa sesak. Tak mau berlama-lama sedih, gadis itu segera mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat Maghrib yang sebentar lagi akan lewat waktunya.
Dalam doanya dia memohon agar bisa melupakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Leo. "Ya Allah jika dia adalah jodohku maka dekatkanlah tapi jika dia bukan jodohku maka temukan aku pada jodohku yang sesungguhnya."
Sofia mencoba mengintrospeksi diri tentang alasan yang dapat membuat kekasihnya berselingkuh. Dia tak mau melimpahkan seluruh kesalahan pada orang lain. Pasti ada alasan Leo bisa berselingkuh. Mengingat selama ini Leo adalah laki-laki yang begitu sempurna di matanya. Lama berpikir dia tetap tidak bisa menemukannya.
Sofia menarik nafas panjang lalu mencoba melupakan kejadian pahit hari ini. "Aku tidak boleh bersedih hanya untuk seorang laki-laki yang telah mengkhianatiku. Aku bukan wanita lemah, jadi ayo Sofia kamu nggak boleh sedih lagi." Berulang kali Sofia menyemangati dirinya sendiri meski rasanya sakit karena menahan tangis. Tenggorokannya terasa tercekat tapi dia tidak boleh bersedih apalagi di depan kedua orang tuanya.
Keesokan harinya, Sofia kembali bekerja seperti biasa. Hari ini dia menyibukkan diri dengan para pasiennya yang menyampaikan keluh kesah mereka seolah dia adalah tampungan beban bagi para pasiennya. Ya, pekerjaan Sofia sebagai seorang psikolog lebih banyak memberi nasehat pada pasiennya. Jadi dia harus tetap menjaga kewarasan agar bisa mengobati orang lain.
Di saat jam makan siang Leo menghampiri Sofia. "Sofia, aku mencarimu," ucapnya dengan lembut. Sofia tersenyum tapi dia seolah melakukannya dengan terpaksa. Dia terus berjalan tanpa menghiraukan Leo.
"Kamu kenapa? Sejak kemaren aku menghubungimu tapi kamu tidak membalas pesan maupun telepon dariku." Leo tak mengerti dengan perubahan sikap Sofia yang mendadak dingin padanya.
Sofia melirik Leo sekilas dan tersenyum tipis. "Maaf." Hanya kata itu yang terucap dari mulut Sofia. Leo masih mengekori kekasihnya itu.
"Apa aku melakukan kesalahan yang tak kusadari?" Sofia memicingkan matanya.
"Nggak sadar juga dia," batin Sofia meronta. Ingin rasanya dia menampar pipi Leo saat itu juga. Tapi dia bukan tipe wanita bar-bar yang menyelesaikan masalah dengan pertengkaran.
Leo masih menunggu jawaban Sofia. Tapi gadis itu tetap saja cuek. David memperhatikan Sofia dari jauh. Laki-laki itu sudah lama menyukai wanita berhijab itu sejak dia baru pindah ke rumah sakit yang sama. Namun, Sofia hanya menganggapnya lelucon.
"Sofia," rengek Leo karena dia tak juga menjawab pertanyaannya.
"Bu, beli pacar satu ya. Dibungkus nggak pakai selingkuh. Cintanya dibanyakin, tambah setianya. Masa lalunya dipisahin, masa depannya campur aja."
David menyemburkan minumannya ketika mendengar ucapan Sofia. Dia menahan tawa karena Sofia tengah menyindir Leo. Dia tidak menyangka Sofia juga bisa becanda seperti itu. Kegiatan itu tak luput dari pandangan Sofia dan Leo. David akhirnya berdiri untuk meninggalkan mejanya. Dia tidak mau menambah keruwetan masalah pasangan kekasih yang sedang bertengkar itu. Dia hanya bisa menunggu sampai Sofia membuka hati untuknya.
...***...
Langsung aku kasih visualnya dokter David ya
Leo merasa tersindir. Tapi bagaimana bisa kekasihnya itu mengetahui kalau dirinya selingkuh? Apa kemaren dia datang ke apartemennya? Pertanyaan itu berputar di kepala Leo.
Sofia menuju ke mejanya setelah mengambil makanan. Leo ikut duduk di depannya. Dia ingin sekali meraih tangan lembut itu agar dapat digenggam tapi dia tahu Sofia tak akan mengizinkannya.
"Sofia," panggil Leo dengan lembut. Sofia mendongak tanpa bersuara. Mulutnya sedang mengunyah makanan. Hanya tatapan dingin yang dirasakan Leo. Selama mereka berpacaran tak sekalipun Sofia mengabaikan kehadirannya. Tapi sekarang garis itu mendadak bersikap dingin sehingga Leo menelan salivanya susah payah. Jantung Leo sedikit berdebar. Dia takut Sofia benar-benar mengetahui perselingkuhannya dengan wanita ****** yang dia sewa.
Sofia meletakkan sendoknya lalu berdiri. "Mas, aku masih ada praktek." Tanpa mengucapkan kata pergi, Leo sudah bisa menebak kalau Sofia mengusirnya. Tapi Leo tidak tinggal diam. Dia menarik lengan Sofia dengan lembut.
"Tolong jelaskan kesalahanku? Aku masih tidak mengerti perubahan sikapmu ini."
"Sebaiknya mulai saat ini kita berteman saja." Ucapan Sofia mengejutkan Leo.
"Kenapa?" tanya Leo.
"Aku kurang memperhatikanmu. Carilah wanita yang bisa meluangkan waktunya untukmu." Perlahan Sofia melepas tangan Leo yang memegang lengannya. "Aku bukan tipemu." Sofia melenggang pergi setelah memutuskan hubungan dengan Leo.
Leo meraup mukanya kasar. Dia pergi dari tempat itu dengan keadaan kacau. Tidak pernah terpikir di benak Leo untuk berpisah dari Sofia. Dia masih sangat mencintainya. Meskipun kenyataannya dia mudah tergoda oleh wanita lain.
Sofia memang tidak mengizinkan Leo untuk menyentuhnya. Memeluk pun tidak apalagi mencium. Sofia ingin batas yang jelas saat berhubungan. Itulah yang membuat Leo merasa bosan dengan Sofia akhirnya mencari pelampiasan hasratnya.
Sofia masuk ke dalam toilet. Dia menangis di depan cermin. Dadanya begitu sesak memutuskan hubungan dengan orang yang dicintai. Meskipun begitu dia harus rela. Untung saja waktu itu tidak ada orang sehingga dia bisa menangis sepuasnya. Lalu dia menyeka air matanya setelah selesai.
Saat baru keluar dari kamar mandi sebuah tangan memegang sapu tangan berada tepat di depan wajahnya. "Dokter," Sofia tidak menyangka kalau David menunggui dirinya di depan toilet. Dia menggoyangkan tangannya agar Sofia cepat mengambil sapu tangan tersebut.
"Terima kasih," ucap Sofia sambil meraih sapu tangan itu.
"Kenapa harus menangisi laki-laki yang telah menyakitimu?" Wajah David sengaja condong ke depan hingga membuat Sofia mundur.
Lantai depan toilet yang licin hampir saja membuat Sofia terjatuh jika saja David tidak menangkap tubuhnya. Namun, tanpa disengaja mulut Sofia bertabrakan dengan mulut David.
Sofia membelalakkan matanya. Tapi tidak dengan David hari ini dia merasa jadi orang paling beruntung sedunia karena mendapatkan ciuman cuma-cuma dari pujaan hatinya.
Sofia mendorong tubuh David. "Dokter Anda sengaja ya?" Tuduh Sofia.
"Bukan aku yang mengatur semua ini," jawabnya dengan santai.
Jantung Sofia berdegup kencang wajahnya pun merah merona. Tak mau David menyadarinya, Sofia segera berlalu. Sedangkan David mengusap bekas ciuman Sofia.
"Mood booster hari ini," ucapnya sambil mengulas senyum di wajah tampannya.
Sofia merasa kesal pada David. "Astaghfirullah, bagaimana bisa aku mencium laki-laki yang bukan mahrom?" Sofia kembali memegang dadanya yang berdegup kencang.
Usai menyelesaikan prakteknya, Sofia menyambar tas lalu keluar dari ruangan. Dia berjalan menuju ke tempat parkir. "Assalamualaikum ukhti," sapa David dari belakang.
Sofia terlonjak kaget. "Astaghfirullah, anda mengejutkan saya, Dok," protes Sofia seraya memegangi dadanya. David malah terkekeh.
"Apa anda mau pulang?" tanya David. Sofia berjalan lebih cepat. Dia ingin menghindari David tapi laki-laki itu terus saja menempel hingga membuat Sofia merasa tidak nyaman.
"Dokter, apa anda tidak ada praktek hari ini?" tanya Sofia mencoba mengusirnya dengan halus.
"Saya sudah selesai," jawab David dengan santainya.
"Oh, baiklah. Saya permisi mau langsung pulang. Assalamualaikum," pamit Sofia. Dia segera masuk ke dalam mobil.
"Aih, kenapa jantungku ini? Apa aku perlu periksa jantung?" Gumam Sofia lirih.
Setelah itu Sofia menjalankan mobilnya. Ketika berada di perjalanan pulang, mobilnya tiba-tiba mogok. "Eh, kenapa nih?"
Sofia keluar untuk mencari pertolongan. Jujur dia tidak mengerti soal mesin mobil. "Mobilnya kenapa?" Suara bariton itu membuat Sofia menoleh. Lagi-lagi David. Kenapa dia selalu muncul di mana-mana seperti lalat.
Sofia memutar bola matanya jengah tapi saat ini hanya David yang bisa menolongnya. "Tidak tahu, Dok. Tiba-tiba mogok," jawab Sofia. David mendekati Sofia tapi hanya berniat untuk melihat kerusakan mobilnya. Sofia memberi ruang laki-laki tampan itu untuk melihatnya.
"Apa anda tahu kenapa mobil saya mogok?" tanya Sofia. David terlihat sangat serius. Sesaat kemudian dia menjawab. "Tidak, saya tidak tahu."
"Hah yang benar saja, kenapa tadi pura-pura memperbaiki, apa dia ingin terlihat keren?" Batin Sofia sambil meluruhkan bahunya.
"Apa anda mau saya antar pulang?" David menawarkan tumpangan.
"Ah, tidak perlu, Dok. Saya bisa memesan taksi," tolak Sofia.
"Kenapa? Apa anda takut saya cium seperti anda mencium saya tadi?" Goda David. Jelas membuat wajah Sofia memerah.
"Maaf, tadi itu saya tidak sengaja." Antara kesal dan malu, kini Sofia rasanya ingin menghilang dari hadapan David.
"Tapi saya menyukainya," ucap David sambil mengulas senyum sejuta Wattnya. Sofia sejenak tertegun melihat senyum David yang begitu mempesona. Tak mau zina mata, dia segera memalingkan wajahnya.
Tanpa diduga hujan mendadak turun. Sofia bingung ingin berteduh di mana. Lalu David menarik tangan Sofia dan mengajaknya masuk ke dalam mobil.
Baju keduanya agak basah. Lalu David memberikan handuk kecil untuk Sofia. "Pakailah," perintah David.
Sofia ragu menerimanya. "Jangan khawatir, Dokter Sofia ini masih baru bukan bekas saya," terang David agar Sofia mau menerimanya.
David menjalankan mobilnya. "Lho kita mau ke mana, Dok?" tanya Sofia yang bingung.
"Menemui calon mertuaku," jawabnya menggoda. Sofia tentu saja kesal. "Kenapa harus mengajakku, bukankah pacarnya akan cemburu jika melihat aku datang bersamanya?" Gerutu Sofia dalam hati.
"Nanti turunkan saya setelah hujan berhenti, Dok."
"Hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat." Sekilas David melirik ke arah Sofia. Namun, Sofia hanya fokus ke depan sambil mengamati hujan.
"Pasti akan berhenti. Entah kapan waktunya tapi hujan akan berhenti pada saatnya." Sofia tampak melamun. Dia masih mengingat perselingkuhan yang dilakukan oleh Leo kemaren. Entah kenapa masih sulit melupakan kejadian itu. Hatinya sangat sakit setiap kali mengingatnya.
"Aku tidak tahu kapan hujan itu berhenti, tapi aku bersedia menjadi payung untuk melindungimu agar tidak basah."
Pandangan David dan Sofia bertemu sejenak. Hati Sofia merasa berdesir ketika David mengucapkan sesuatu yang memiliki makna yang mendalam seperti itu.
"Apa anda akan terus berada di dalam mobil ini bersama saya?" Ucapan David membuyarkan lamunan wanita berhijab itu.
Sofia baru menyadari kalau mobil David telah berhenti di depan rumahnya. Gadis itu ingin turun dengan segera tapi dia lupa melepas sabuk pengamannya. David mendekat untuk melepas sabuk pengaman yang dipakai oleh Sofia. Sofia menutup matanya sambil menahan nafas saking gugupnya. David menahan tawa ketika melihat tingkah wanita yang usianya tiga tahun lebih tua darinya itu.
"Apa anda berharap saya mencium anda?" Sofia membuka mata mendengar ledekan David. Wajahnya memerah karena malu. Lagi-lagi dia dibuat salah tingkah oleh laki-laki yang berprofesi sebagai dokter obgyn itu.
Sofia membuka pintu mobil itu tanpa berpamitan dengan David. David terkekeh melihat tingkah Sofia yang menggemaskan. Sofia berlari menaiki tangga.
"Sofia," panggil sang ibu.
Sofia menghentikan langkahnya. Dia menoleh saat dia menyadari Raina memanggilnya, gadis itu turun perlahan.
"Kenapa nggak ngucapin salam?" Tegur Raina dengan lembut.
"Maaf, Ma. Assalamualaikum," ucap Sofia sambil meraih tangan ibunya.
"Kenapa naik dengan buru-buru? Bagaimana kalau kamu jatuh?"
"Astaghfirullah jangan ngomong gitu, Ma."
"Mama hanya mengingatkan kamu sayang. Bukan mendoakan kejelekan untuk kamu." Sofia tersenyum lebar. "Maaf, Ma."
"Oh, ya mama mau pinjam mobil kamu buat nganterin pesenan Tante Bia."
Sofia baru ingat kalau mobilnya ditinggalkan begitu saja. "Astaghfirullah aku lupa kalau mobilku aku tinggalkan begitu saja di jalan, Ma. tadi tiba-tiba saja mogok di perjalanan pulang." Sofia panik karena tadi David tiba-tiba membawanya pergi.
Tak lama kemudian, handphonenya berbunyi. Dia melihat nama David tertera di layar handphonenya. "Ma tunggu sebentar, aku mau angkat telepon dulu." Sofia menjauh dari mamanya.
"Hallo," jawab Sofia dengan ragu.
"Dokter, saya hanya ingin memberi tahu jika mobil anda sudah saya antar ke bengkel," kata David melalui sambungan telepon tersebut.
Sofia tersenyum lega. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok. Bagaimana saya harus membalas kebaikan anda?"
"Jadi teman hidupku," goda David.
"Uhuk-uhuk," Sofia tersedak ludahnya sendiri. Tampaknya dia mengajukan pertanyaan yang salah pada laki-laki itu.
"Dokter, anda tidak apa-apa?" tanya David khawatir.
"Ah, tidak. Besok saya hubungi lagi, Dok." Sofia langsung mematikan telepon tersebut secara sepihak.
Tangannya gemetar dan dadanya berdegup kencang. Wajahnya pun memanas mengingat kata-kata David yang baru saja didengar.
Sofia segara berlalu ke kamarnya. Dia melepas hijab yang dia kenakan. Rambutnya yang hitam dan panjang tergerai dengan indah. Dia menatap diri di depan cermin. "Siapakah yang kelak akan melihat aku tanpa hijab seperti ini?" Gumam Sofia.
Sementara itu, David terlihat sangat bahagia hari ini. Dia menimang kunci mobil yang ada di tangannya sambil bersiul. "Kelihatannya kamu senang sekali," tegur ayahnya.
"Apa terlihat jelas?"
"Apa karena seorang wanita?" tebak Ayahnya. David menaikkan alisnya sambil mengulas senyum di depan sang ayah.
"Ajak dia ke sini! Bukankah usiamu sudah cukup matang untuk berkeluarga?"
"Nanti akan ada waktunya, Pa. Cinta tidak bisa dipaksakan tapi diusahakan. Dia baru saja putus dengan pacarnya. Aku tidak mau terburu-buru mengungkapkan perasaanku. Cukup dengan memberinya perhatian maka cepat atau lambat dia akan menyadari kalau aku menyukainya. Papa sendiri kenapa tidak mencari ibu pengganti untukku?"
Yudha terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut anak bungsunya. "Hish, papa tidak berpikir untuk menikah lagi. Kamu tahu sendiri usia papa tidak muda lagi."
"Why not? Papa masih sangat muda. Bukankah banyak wanita di luar sana yang menginginkan laki-laki kaya seperti papa?" ledek David.
"Dasar anak kurang ajar." David berlari sambil terkekeh menghindari pukulan dari ayahnya.
Sesampainya di kamar, David langsung membuang tubuhnya di atas ranjang. "Hah, bibirmu benar-benar manis. Aku ingin mencicipi sekali lagi," ucap David sambil mengingat ciuman yang tak sengaja dari Sofia.
Sudah lama dia menginginkan Sofia jadi pasangannya. Tapi agaknya sulit untuk membuka hati Sofia. "Aku hanya perlu bersabar sedikit lagi untuk bisa mendapatkanmu, Sofia," ucapnya dengan lirih sambil membayangkan wajah pujaan hatinya.
Keesokan harinya Sofia tampil beda tak seperti biasanya. Raina dan Julian kaget ketika melihat Sofia memakai cadar. "Sayang, kamu ikut aliran apa?" tanya Raina khawatir kalau anaknya itu terpengaruh pada kelompok tertentu.
"Ma, aku ini ingin menghindari...." Sofia bingung bagaimana menjelaskan.
"Menghindari apa?"
"Virus, iya virus Ma. Di rumah sakit kan sarang penyakit."
"Kenapa tidak pakai masker saja?" usul Raina.
"Ah, sepertinya ini lebih nyaman. Tapi sesampainya di rumah sakit, aku akan menggantinya nanti."
"Baiklah, mama pikir kamu ikut aliran tertentu." Ucapan Raina yang merasa lega. Setelah itu Julian bangkit. "Sofia, apa ada tujuan lain di balik cadarmu ini?" Julian menatap putrinya dengan serius.
Sepertinya sang ayah lebih pandai menembak isi hatinya. Sofia menggeleng. "Jangan terlalu menutup diri pada laki-laki. Mereka juga menilai dari wajah. Jika kamu menutup wajahmu seperti ini siapa yang akan melirikmu?"
Sofia tersenyum di balik cadarnya. "Justru aku ingin mencari laki-laki yang tidak hanya menilaiku dari tampang, Pa. Tapi dia menilaiku dari sisi lain."
Julian bangga terhadap anak perempuannya itu. Dia tidak terburu-buru mencari pasangan meski usianya sudah cukup matang. Bahkan sanga Adik, Zidan sudah menikah duluan dengan seorang janda beranak satu. Semua itu dikarenakan dia ingin mendapatkan seseorang yang bisa menuntunnya ke jalan surga.
"Aku pamit, Ma, Pa." Sofia meraih tangan kedua orang tuanya bergantian untuk disalami.
Kemudian dia masuk ke dalam mobil menuju ke rumah sakit tempat dia bekerja. Kali ini dia diantar oleh sopir.
Sesampainya di rumah sakit, semua orang menatap ke arah gadis cantik yang mengenakan niqob warna senada dengan pakaian yang dia pakai. Sofia tidak pernah memakai celana. Dia lebih suka memakai bawahan rok karena tak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Selain itu terkesan girly.
"Assalamualaikum ukhti." Sofia bisa menebak siapa yang memberi sapaan itu walau tanpa melihatnya. Sofia tak habis pikir bagaimana bisa David mengenali dia padahal sudah memakai cadar. Sofia merasa gugup tiap kali berdekatan dengan laki-laki itu.
"Kok aku salam nggak dijawab?"
"Waalaikumsalam, Dok," jawab Sofia sambil berjalan.
"Apa anda sengaja memakai cadar agar bibir kita tidak bertabrakan lagi?" Ledek David.
"Astaghfirullah, saya mohon jangan berbicara sekeras itu. Orang akan salah paham pada kita," ucap Sofia dengan lirih tapi penuh penekanan. David terkekeh saat mengetahui tebakannya itu benar.
"Maaf saya sudah sampai." Sofia berdiri di depan ruang prakteknya. David mengerti maksud Sofia yang mengusirnya secara halus.
"Ingat untuk mengganti cadarmu dengan masker medis saat praktek." David mengingatkan Sofia. Sofia hanya mengedipkan mata. Tapi kedipan mata itu membuat David terpesona padanya. Mata yang indah dengan bulu mata yang lentik alami siapa yang tidak tertarik.
David berbalik. "Tuhan, jangan sampai aku tidak berjodoh dengannya," gumam David yang bermonolog.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!