Ketika tidak ada tiang untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud. Ketika semua orang menjauh, ingatlah bahwa kita masih mempunyai Allah SWT yang akan senantiasa selalu ada untuk umat-Nya.
......................
Plak
Satu tamparan keras kini mendarat di pipi mulus Cahaya.
Cahaya tidak pernah mengira jika Ibu kandungnya sendiri menolak kehadirannya pada saat pertama kali pertemuan mereka.
"Apa ini sambutan Anda terhadap Anak kandung yang telah Anda buang?" tanya Cahaya dengan menangis karena merasakan kepedihan dalam hatinya.
"Tutup mulut kamu, Anakku hanya satu yaitu Senja, jadi kamu jangan mengaku-ngaku sebagai Anakku, dan sebaiknya kamu pergi dari sini," usir Mama Sita.
"Apa salah Cahaya Ma? kenapa Mama sangat membenci Cahaya?" tanya Cahaya dengan bersimpuh di kaki Mama Sita.
"Kamu adalah Anak pembawa sial, kehadiranmu tidak pernah aku inginkan," ujar Mama Sita.
Mama Sita kembali teringat dengan tragedi yang menimpanya 23 tahun yang lalu.
Malam itu Sita yang masih duduk di bangku kelas dua SMA hanya sendirian di rumah. Selama ini Sita tinggal dengan Kakak Kandungnya yang bernama Indira dan juga Suaminya yang bernama Hilman, sebab kedua orangtua Sita dan Indira telah meninggal dunia lima tahun yang lalu karena kecelakaan.
Indira saat ini sedang pergi ke luar kota untuk perjalanan bisnis selama satu minggu dan baru akan kembali esok hari, sehingga Sita hanya tinggal berdua dengan Kakak iparnya yang bernama Hilman.
Saat ini waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, Sita begitu ketakutan karena Hilman belum juga pulang dari tempat kerjanya, karena Hilman terlebih dahulu menghadiri jamuan makan malam dari rekan bisnisnya.
"Kenapa Mas Hilman belum pulang juga ya? padahal ini sudah mau tengah malam," gumam Sita yang merasa ketakutan.
Beberapa saat kemudian Sita mendengar suara ketukan pintu, tapi Sita terlihat takut untuk membukanya.
"Siapa malam-malam begini yang mengetuk pintu," gumam Sita yang terlebih dahulu mengintip melalui jendela.
"Indira sayang, buka pintunya," ujar Hilman yang saat itu tengah mabuk, karena tadi rekan bisnisnya memaksa Hilman untuk meminum minuman beralkohol, padahal Hilman tidak pernah mengkonsumsinya sehingga saat ini Hilman mabuk parah.
"Syukurlah ternyata Mas Hilman sudah pulang, tapi kenapa Mas Hilman memanggil nama Kak Indira, apa Mas Hilman lupa kalau Kak Indira baru pulang besok," gumam Sita, kemudian membukakan pintu untuk Hilman.
"Mas, kenapa baru pulang sekarang, padahal daritadi Sita ketakutan," ujar Sita pada saat membukakan pintu.
"Apa kamu sudah merindukanku sayang?" tanya Hilman yang mengira jika Sita adalah Indira.
"Mas mabuk ya, kenapa Mas bau alkohol?" tanya Sita dengan membantu memapah Hilman menuju kamarnya.
Selama ini Hilman sudah menganggap Sita sebagai Adik kandungnya sendiri, karena Hilman adalah Anak tunggal, jadi Hilman sangat menyayangi Sita, begitu juga dengan Sita yang selalu menginginkan mempunyai Kakak laki-laki, dan terkadang kedekatan Hilman dan Sita selalu membuat Indira cemburu.
Pernikahan Hilman dan Indira sudah berjalan selama tiga tahun, tapi Indira masih belum juga ada tanda-tanda hamil.
Sita kini membantu Hilman untuk berbaring di atas kasurnya, kemudian membantu Hilman melepas sepatu yang masih menempel pada kakinya.
Pada saat Sita hendak keluar dari kamar Hilman, tiba-tiba Hilman menarik tubuh Sita sehingga Sita jatuh di atas ranjang, kemudian Hilman langsung saja menindihnya.
"Indira sayang, aku sangat mencintaimu, malam ini aku menginginkanmu sayang," ujar Hilman dengan mata yang sudah berkabut, kemudian menyerang Sita secara brutal.
Sita berkali-kali mencoba untuk melepaskan diri dari Hilman, tapi tenaganya tidak cukup kuat untuk melawannya.
"Mas, tolong lepaskan aku, sadar Mas, aku ini Sita bukan Kak Indira," ujar Sita yang sudah menangis ketakutan karena Hilman terus saja mencumbuinya.
"Hilman yang masih mengira jika Sita adalah Indira pun sudah tidak sabar untuk melampiaskan hasratnya, sehingga ia merobek pakaian yang sita kenakan, dan akhirnya Hilman merenggut kesucian Sita.
Hilman melampiaskan hasratnya berkali-kali kepada Sita sampai akhirnya Sita pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit pada area sensitifnya.
Hilman yang sudah merasa puas pun kini tertidur di samping Sita.
......................
Keesokan paginya Hilman terbangun dengan kepala yang pusing, kemudian dia begitu syok karena melihat Sita yang kini berada di sampingnya tanpa mengenakan sehelai benang pun.
"Apa yang telah aku lakukan kepada Sita, kenapa aku bisa melakukannya kepada perempuan yang sudah aku anggap sebagai Adikku sendiri. Bagaimana kalau sampai Indira tau, dia pasti akan terluka dan akan meminta cerai kepadaku," gumam Hilman dengan menangis karena menyesali semua perbuatannya.
Hilman memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu setelah sebelumnya dia menyelimuti tubuh Sita.
Setelah selesai membersihkan diri, Hilman mengecek keadaan Sita yang masih belum sadar dari pingsannya.
"Sita, bangun De, maafin Mas Hilman yang telah merenggut kesucianmu," gumam Hilman dengan menggoyang-goyangkan tubuh Sita, tapi Sita belum bangun juga.
"Apa Sita pingsan? bagaimana ini, aku tidak mungkin memanggil Dokter, karena Dokter pasti akan mengetahui semua perbuatanku," gumam Hilman kemudian mengambil minyak kayu putih dan menempelkannya di hidung Sita.
Beberapa saat kemudian Sita membuka matanya, kemudian mengingat kembali kejadian yang semalam telah menimpanya.
Sita langsung menangis histeris pada saat melihat Hilman, karena dia kembali mengingat kejadian pilu yang menimpanya tadi malam.
"Kenapa Mas tega ngelakuin semua itu kepada Sita, Mas Hilman sudah menghancurkan hidup Sita," ujar Sita dengan menutupi tubuhnya memakai selimut.
"Sita, maafin Mas, Mas benar-benar menyesal, Mas mengira jika kamu adalah Indira," ujar Hilman kemudian memeluk Sita dengan erat, walaupun berkali-kali Sita menolaknya.
Saat ini Sita hanya bisa menangis meratapi nasib malang yang telah menimpanya.
Sita terus saja memikirkan perasaan Indira yang pasti akan hancur jika mengetahui perbuatan Suaminya, sehingga akhirnya Sita angkat suara.
"Sebaiknya kita lupakan kejadian tadi malam, anggap saja tidak pernah terjadi apa pun di antara kita berdua," ujar Sita kemudian berlari menuju kamarnya dengan memakai selimut untuk menutupi tubuhnya.
Hilman semakin menyesali perbuatannya pada saat melihat bercak darah Sita yang masih menempel di sprei.
"Aku harus bagaimana, tidak mungkin aku menikahi Sita untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatanku," gumam Hilman kemudian mengacak rambutnya secara kasar.
Hilman akhirnya memunguti satu persatu pakaian Sita yang masih berserakan di lantai, dan dia juga mencuci sprei yang menjadi saksi bisu mahkota Sita yang telah direnggut paksa olehnya akibat pengaruh minuman beralkohol.
......................
Beberapa jam kemudian, Indira pulang dari luar kota, dan Hilman kini membukakan pintu untuk Indira.
"Lho, Mas gak masuk kerja ya?" tanya Indira yang melihat Suaminya berada di rumah.
"Mas sedang tidak enak badan sayang, jadi Mas bolos kerja," jawab Hilman berbohong, padahal sebenarnya Hilman bangun kesiangan setelah pergulatan panasnya semalam.
Indira yang mendengar Suaminya sedang tidak enak badan pun merasa khawatir.
"Apa yang sakit Mas? sekarang kita ke Dokter ya?" ujar Indira.
Maafin Mas Indira, Mas sudah berbohong, Mas tidak bermaksud mengkhianati pernikahan kita, ucap Hilman dalam hati.
"Mas hanya kecapean saja sayang, jadi Mas hanya perlu istirahat," jawab Hilman.
"Oh iya, apa hari ini Sita masuk Sekolah?" tanya Indira, sehingga menyebabkan ketegangan di wajah Hilman.
"Sepertinya Sita juga sedang tidak enak badan, karena dari tadi pagi Sita mengurung diri di dalam kamar," jawab Hilman.
"Kalau begitu aku lihat Sita dulu ya Mas," ucap Indira, kemudian melangkahkan kaki menuju kamar Sita.
Tok..tok..tok.
"Sita, ini Kakak De, apa boleh Kakak masuk?" tanya Indira.
Bagaimana ini, aku takut kalau Kak Indira mengetahui kejadian semalam, aku tidak mungkin melarang Kak Indira untuk masuk, nanti Kak Indira bisa curiga, batin Sita.
"Masuk saja Kak, pintunya tidak dikunci," jawab Sita.
Indira kini masuk ke dalam kamar Sita, kemudian mendekati Sita yang masih terlihat berbaring.
"Mas Hilman bilang kamu gak enak badan, wajah kamu juga terlihat pucat, sebaiknya kita periksa ke Dokter ya," ujar Indira.
"Gak usah Kak, tadi Sita udah minum obat kok, Sita cuma lagi datang bulan aja, nanti juga baikan."
"Ya sudah kalau begitu kamu istirahat ya, Kakak mau beli makanan dulu buat kita makan siang," ujar Indira kemudian keluar dari kamar Sita tanpa curiga sedikit pun.
Indira di antar oleh Hilman untuk membeli makanan di Restoran yang tidak jauh dari rumahnya, karena Indira merasa cape jadi ia tidak sempat memasak.
Setelah membeli makanan, Indira pun mengantarkan makanan untuk Sita ke dalam kamarnya, karena Sita beralasan tidak kuat menahan sakit perut jadi tidak bisa gabung di meja makan, padahal Sita takut ketahuan jika ada yang berbeda dengan dirinya kalau Indira melihat Sita berjalan.
......................
Dua bulan kini telah berlalu dari kejadian naas yang di alami oleh Sita.
Sita berusaha bersikap normal dengan Hilman jika di depan Indira supaya Indira tidak merasa curiga, tapi pada saat Indira tidak ada, Sita akan menghindari bertemu dengan Hilman.
Pagi ini tidak biasanya Sita mengalami gejolak hebat pada perutnya sehingga Sita bolak balik ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
"Kenapa denganku, tidak biasanya aku mual muntah seperti ini," gumam Sita.
Sita kemudian melihat kalender karena biasanya dia selalu melingkari tanggal menstruasinya.
Sita langsung menutup mulutnya kemudian menangis karena dia baru menyadari kalau setelah kejadian naas malam itu, dia belum haid lagi.
"Aku tidak mungkin hamil, aku tidak mau hamil," gumam Sita dengan memukuli perutnya, kemudian menjatuhkan diri di atas lantai.
Pada saat Sita menangis tiba-tiba ponselnya berdering, dan itu adalah telpon dari Firman pacarnya.
Sita dan Firman sudah berpacaran selama satu tahun, mereka melakukan backstreet karena Indira tidak mau kalau Sita punya pacar sebelum dia lulus SMA.
Firman dan Sita selisih usia tiga tahun, dan saat ini Firman sudah kuliah semester empat.
📞"Halo Kak," ucap Sita dengan suara yang lirih.
📞"Sayang, suara kamu kenapa serak seperti itu? apa kamu menangis?" tanya Firman yang merasa khawatir dengan keadaan Sita.
📞"Kak, sebaiknya kita putus saja," ucap Sita secara tiba-tiba.
Firman tidak terima dengan keputusan Sita karena tidak ada angin, tidak ada hujan perempuan yang sangat dicintainya meminta putus.
📞"Apa alasan kamu memutuskan aku Sita? aku tidak bisa menerima semua keputusan kamu, sekarang juga aku tunggu di taman dekat rumah kamu, karena aku perlu penjelasan," ujar Firman kemudian menutup sambungan telponnya.
Sita mengirim pesan kepada Firman kalau ia tidak dapat menemuinya, tapi Firman mengancam akan mencari Sita ke rumahnya apabila Sita tidak menemui Firman, sehingga Sita terpaksa menemui Firman karena tidak ingin Indira mengetahui kalau Sita sudah punya pacar.
Firman sudah terlihat duduk di bangku taman menunggu Sita, dan dengan langkah yang gemetar, Sita memberanikan diri untuk menemui Firman.
"Sayang, akhirnya kamu datang juga," ucap Firman kemudian memeluk Sita dengan erat.
Sita tiba-tiba menangis saat Firman memeluknya, sehingga menjadi tanda tanya untuk Firman.
"Kamu kenapa sayang? apa ada orang yang menyakiti kamu?" tanya Firman yang merasa cemas terhadap Sita.
"Aku takut Kak, aku takut," ucap Sita yang terus saja menangis.
"Kamu jangan takut Sita, apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di sampingmu. Sekarang kamu ceritakan semuanya, kamu mempunyai masalah apa sehingga kamu meminta putus?" tanya Firman.
Apa aku ceritakan saja semua kejadian yang telah menimpaku kepada Kak Firman, ucap Sita dalam hati, sampai akhirnya Sita memberanikan diri untuk menceritakan semuanya kepada Firman, dan apa pun keputusan Firman nanti, Sita akan menerimanya.
Setelah Sita mengembuskan nafas berkali-kali Sita menceritakan kejadian yang telah menimpanya, sehingga Firman mengepalkan tangan menahan amarah dalam dadanya.
Setelah selesai menceritakan semuanya kepada Firman, Firman pun angkat suara.
"Kalau kamu sampai hamil, aku akan menikahimu Sita," ucap Firman tanpa ragu sedikit pun, sehingga Sita terkejut mendengarnya.
"Apa yang Kakak bicarakan, aku tidak mau kalau sampai Kakak menanggung perbuatan yang tidak Kakak lakukan," ujar Sita.
"Aku tidak mau kalau sampai kamu menanggung aib sendirian, aku sangat mencintaimu Sita, biarkan aku menjadi Ayah dari Anakmu, dan aku akan menganggap bayi dalam kandunganmu sebagai Anak kandungku sendiri, dan aku berjanji kalau itu akan menjadi rahasia kita berdua," ujar Firman dengan memeluk tubuh Sita.
Sita tidak pernah menyangka jika cinta Firman begitu besar untuknya, sehingga Sita merasa terharu.
"Sebaiknya sekarang kita pergi ke Dokter kandungan untuk memeriksa keadaanmu, apakah kamu hamil atau tidak," ujar Firman kemudian membonceng Nadia menuju Klinik Dokter kandungan.
Setelah Dokter melakukan USG, ternyata Sita benar positif hamil, dan saat ini usia kandungannya sudah enam minggu.
Sita langsung saja menangis karena tidak mau mengandung Anak dari Kakak iparnya sendiri, tapi Firman berusaha meyakinkan Sita kalau mereka akan menghadapinya bersama-sama, dan Firman langsung mengajak Sita untuk menemui Indira dan Hilman untuk meminta restu, karena Firman akan segera menikahi Sita sebelum perut Sita membesar.
Sita sudah merasa ketakutan saat sampai di halaman rumah Indira.
"Kamu jangan takut sayang, karena aku akan selalu ada di sampingmu," ucap Firman dengan menggenggam erat tangan Sita.
Indira dan Hilman terlihat heran karena baru kali ini Sita berani membawa seorang lelaki ke rumahnya.
"Sita, kenapa kamu membawa laki-laki ke rumah?" tanya Indira yang sudah terlihat marah kepada Sita.
"Maaf Kak, perkenalkan nama saya Firman, dan tujuan saya datang ke sini untuk meminta restu kepada Kakak supaya bisa menikahi Sita dalam waktu dekat ini," ucap Firman sehingga membuat Indira dan Hilman membulatkan matanya.
Indira dan Hilman masih tidak percaya karena selama ini mereka tidak pernah tau kalau Sita mempunyai pacar, tapi tiba-tiba Firman datang untuk melamar Sita.
"Kamu pasti tau kan kalau Sita masih kelas dua SMA, jadi saya tidak akan mengijinkan Adik saya untuk menikah," ujar Indira.
"Sebelumnya kami berdua minta maaf karena sebenarnya kami telah khilaf dan membuat kesalahan yang fatal sampai akhirnya sekarang Sita hamil," ucap Firman dengan memberikan hasil USG Sita.
"A_apa kamu bilang? katakan kalau semua ini bohong Sita, kamu tidak mungkin melakukan semua itu. Kakak sudah bilang sama kamu berkali-kali supaya kamu tidak mempunyai pacar dulu, dan sekarang ketakutan Kakak terjadi. Kakak kecewa sama kamu Sita," ujar Indira dengan menangis.
"Tenangkan dirimu sayang, semua orang pernah melakukan kesalahan, dan mungkin saat itu Sita dan Firman khilaf," ujar Hilman dengan memeluk Indira, sehingga membuat Firman dan Sita tersenyum kecut mendengar perkataan Hilman, karena pada kenyataannya bayi yang Sita kandung adalah Anak Hilman.
Apa mungkin jika bayi dalam kandungan Sita adalah Anakku, karena aku yang pertama kali merenggut kesucian Sita, batin Hilman yang kini bertanya-tanya.
"Kak, semua ini sudah terjadi, dan saya tidak mau disebut sebagai seorang bajingan karena tidak bertanggungjawab dengan kesalahan yang telah saya perbuat," ucap Firman, sehingga membuat Sita merasa bersalah.
Indira terlihat berpikir, karena dia juga tidak mau kalau nanti Sita melahirkan tanpa seorang Suami, sebab itu akan menjadi aib untuk Sita dan keluarga.
"Baiklah, kalian berdua aku berikan restu, dan aku harap kamu tidak akan pernah menyakiti Sita," ujar Indira yang dengan berat hati mengijinkan Sita dan Firman untuk menikah.
Setelah mendapatkan restu dari Indira, Akhirnya Firman meminta restu kepada kedua orangtuanya, walau pun orangtua Firman kecewa dengan perbuatan Anaknya, tapi mereka tetap merestui Firman dan Sita untuk menikah.
Pernikahan Firman dan Sita akan diselenggarakan minggu depan, Sita juga sudah keluar dari Sekolahnya, karena tidak mungkin meneruskan Sekolah dalam keadaan hamil, dan tentunya jika pihak Sekolah mengetahui alasan Sita keluar, Sita juga akan dikeluarkan secara tidak hormat.
......................
Satu minggu pun kini telah berlalu, dan akhirnya hari pernikahan Sita dan Firman pun datang juga.
Saat ini Sita sudah terlihat cantik setelah dirias oleh MUA, dan Sita memilih kebaya putih sebagai busana untuk acara ijab kabul.
Hilman diam-diam menemui Sita yang masih berada di dalam kamarnya, karena selama ini Sita selalu menghindari Hilman.
"Sita, ada yang ingin Mas tanyakan sama kamu," ujar Hilman, tapi Sita kembali menghindarinya dengan berniat keluar dari kamarnya.
"Maaf Mas, sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan," ujar Sita dengan ketus.
"Mas hanya ingin tau, Apa bayi yang kamu kandung adalah Anak Mas?" tanya Hilman.
"Sudahlah Mas tidak perlu tau, karena Anak siapa pun yang saat ini berada dalam kandunganku, Kak Firman lah yang akan menjadi Ayahnya. Sebaiknya sekarang Mas keluar dari kamarku, aku tidak mau kalau sampai Kak Indira mengetahui semuanya," ujar Sita yang kini memaksa Hilman untuk keluar dari kamarnya.
Saat ini penghulu sudah berada di kediaman Indira untuk menikahkan Firman dan Sita, tapi Firman dan keluarganya tidak kunjung datang juga.
Sita terlihat mondar mandir menunggu kedatangan Firman, dan Indira berusaha untuk menenangkannya.
Apa mungkin Kak Firman berubah pikiran karena bayi yang berada dalam kandunganku bukanlah Anaknya, batin Sita dengan meneteskan airmata.
"Sita, kamu tenang dulu, pasti sebentar lagi Firman dan keluarganya akan datang," ujar Indira dengan memeluk Sita, karena Indira sendiri merasa khawatir jika Firman tidak menepati janjinya.
Penghulu yang sudah lama menunggu pun kini angkat suara.
"Maaf Pak Hilman, saya harus pergi ke tempat lain," ujar Pak Penghulu.
"Saya minta waktunya sebentar lagi Pak, saya akan mencoba menghubungi calon Adik ipar saya," ujar Hilman kemudian meminta Sita untuk menelpon Firman.
Sita kini mencoba untuk menelpon Firman, tapi bukan Firman yang mengangkat telponnya.
📞"Halo, ini dengan siapa ya? apa Anda kenal dengan pemilik ponsel ini?" tanya seorang Bapak yang mengangkat telpon milik Firman.
📞"Saya calon istri pemilik handphone ini, kenapa Bapak yang mengangkatnya?" tanya Sita dengan suara yang gemetar karena mendengar suara banyak orang yang membicarakan tentang kecelakaan.
📞"Maaf Mbak, saya menemukan ponsel ini tergeletak di samping korban kecelakaan yang saat ini sedang di evakuasi, karena mobilnya masuk ke dalam jurang," jawab Bapak tersebut.
📞"Tidak mungkin, tidak mungkin Kak Firman kecelakaan," ujar Sita dengan menangis histeris, sehingga Hilman mengambil ponsel Sita untuk berbicara dengan orang yang menemukan ponsel Firman.
📞"Maaf Pak, bisa Anda ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Hilman.
Setelah orang yang menemukan ponsel Firman menceritakan semua kejadiannya kepada Hilman bahwa Firman dan keluarganya mengalami kecelakaan maut dan tidak ada yang selamat dari kecelakaan tersebut, Hilman kemudian menutup telponnya.
"Innalillahi waina ilaihi raji'un," ucap Hilman kemudian Sita yang mendengarnya perkataan Hilman pun langsung pingsan karena syok.
Setelah Sita mengetahui jika Firman meninggal dunia, Sita selalu mengurung dirinya di kamar selama berbulan-bulan.
Hilman dan Indira yang tidak ingin oranglain mengetahui tentang kehamilan Sita, akhirnya memutuskan untuk mengakui Bayi Sita sebagai Anak mereka jika nanti bayi Sita lahir.
Selama ini Indira berpura-pura hamil supaya oranglain tidak curiga jika nanti Sita melahirkan, sampai akhirnya Indira meminta tolong kepada Anggi temannya yang berprofesi sebagai Dokter kandungan untuk membantu apabila nanti Sita melahirkan dan merahasiakan semuanya dari oranglain.
Anggi awalnya tidak setuju karena itu melanggar kode etik sebagai seorang Dokter, tapi karena Anggi tidak tega kepada Indira yang memang tidak akan mempunyai keturunan karena setelah diperiksa ternyata Indira mandul, serta untuk menutupi aib keluarga Indira, akhirnya setelah Sita berhasil melahirkan bayinya, Anggi membuat Surat keterangan lahir jika bayi yang dilahirkan Sita adalah Anak Indira dan Hilman.
Sita tidak pernah mau melihat wajah bayi yang telah dia lahirkan, dan beberapa bulan kemudian setelah Sita melahirkan, Sita memutuskan untuk pindah ke luar kota ikut temannya bekerja.
Indira dan Hilman tidak kuasa untuk menahan keinginan Sita, sehingga dengan berat hati mereka merelakan kepergian Sita yang tega meninggalkan bayinya tanpa pernah melihat wajah bayinya sekali pun.
Hilman dan Indira memberikan nama Cahaya Purnama kepada bayi yang dilahirkan Sita, karena kelahiran Cahaya bertepatan dengan bulan Purnama.
Indira dan Hilman tidak pernah mengetahui kabar Sita, sampai akhirnya dua tahun kemudian Sita mengabari jika dirinya sudah menikah dengan lelaki bernama Prasetyo dan sudah dikaruniai seorang Putri bernama Senja, dan Sita meminta Indira dan Hilman supaya merahasiakan masalalunya dari Prasetyo.
......................
Sita kembali tersadar dari lamunannya tentang kejadian di masa lalu yang tidak ingin dia ingat kembali, dan akhirnya Sita kembali mengusir Cahaya dari rumahnya sebelum Suami dan Anaknya pulang, karena Sita tidak mau kalau Suami dan Anaknya mengetahui jika ia pernah mempunyai Anak diluar nikah.
Dengan berat hati Cahaya pergi dari rumah sita, dan saat ini Cahaya menyusuri jalan dengan menyeret koper yang dia bawa.
Cahaya sudah jauh-jauh datang ke Palembang untuk mencari Ibu kandungnya, tapi yang Cahaya dapatkan hanya penolakan, sehingga membuat Cahaya sedih dan putus asa.
"Cahaya tidak pernah menyangka jika Ibu kandung Cahaya sendiri menolak kehadiran Cahaya di dunia ini. Seharusnya Cahaya mendengar perkataan Mama dan Papa yang sudah melarang Cahaya untuk pergi ke sini. Padahal Cahaya hanya ingin meminta restu kepada Mama Sita karena Cahaya dan Kak Alan sebentar lagi akan menikah," gumam Cahaya dengan menangis, kemudian mengingat kembali kejadian sehari sebelum dia memutuskan untuk mencari Ibu kandungnya ke Palembang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!