NovelToon NovelToon

Dinikahi Hot Duda

Merespons Kamu

"Sudah jam segini mereka belum keluar juga?" Nuga menoleh ke dinding dimana jam yang bertengger sudah menunjukkan pukul 7 pagi. "Jangan-jangan mereka belum bangun?!"

Pria itu beranjak menuju kamar putrinya yang berusia 5 tahun di lantai dua. Quenzhee Himalaya pasti kesiangan akibat ulah seorang gadis yang telah tinggal bersamanya selama 4 tahun lamanya itu. Ya, gadis itu bernama Nanda, yang beberapa hari lagi akan mengikuti wisuda kelulusan kuliahnya.

Nuga berdecak ketika membuka pintu, melihat dua gadis beda usia itu kompak memakai piama merah muda dan penutup mata berbentuk kelinci, masih saling memeluk di balik selimut.

"Pasti begadang nonton drama lagi." Nuga berhenti di sebelah ranjang. Tangannya berkacak pinggang, mulutnya siap mengeluarkan seribu omelan kepada Nanda, tetapi semua itu urung saat melihat bibir Nanda yang mendadak tersenyum.

Nuga mencibir, "Pasti terbayang-bayang adegan film sampai terbawa mimpi."

Entah apa yang menghiasi alam bawah sadar Nanda, sehingga gadis muda itu menggigit bibir dan bergerak sensual.

Mata Nuga melebar menyaksikan Nanda menggeliat manja dan menggoda. Seketika, Nuga mencari sesuatu di sekitar Nanda untuk membuktikan kecurigaannya.

Ponsel Nanda berada di balik bantal, Nuga hafal sekali tempatnya, setiap kali melihat Nanda kesengsem begitu, pasti habis menonton film dewasa. Dan tebakan Nuga sama sekali tidak meleset.

Nanda tidak pernah tahu kalau Nuga kerap melihat history perambahan Nanda. Di sebuah aplikasi menonton film, Nanda menonton film dewasa. Gadis itu sangat ceroboh sampai lupa keluar dari aplikasi tersebut.

"Ya, Tuhan ...." Nuga mengusap wajahnya dengan kasar. Akhir-akhir ini, Nanda menjadi tidak terkendali dan kerap membohongi dirinya. Sejauh ini, sebenarnya Nuga belum menemukan sesuatu yang salah pada Nanda. Hanya saja, tontonan ini sangat lah berbahaya bila sampai Hima ikut menontonnya.

Ponsel Nanda bergetar, membuat Nuga yang sedang berkelana menduga-duga, menunduk untuk menatap ponsel di tangannya tersebut.

Taksi Langganan.

Nuga mengerutkan dahinya, bertanya-tanya ... sejak kapan Nanda punya taksi langganan. Panggilan itu terputus, kemudian berganti pesan whatsapp dari nama yang sama.

Nuga menggeser panel notifikasi ke bawah. Matanya dibuat nyaris jatuh dari tempatnya setelah membaca isi pesan itu.

"Sayang, aku nungguin kamu di ujung jalan dekat sekolah Hima," isi pesan tersebut

Ini apa-apaan?

Nuga menghela napas dengan brutal. "Jadi selama ini, Nanda punya pacar? Siapa pria itu? Berani sekali dia bohongin aku?" gumam Nuga menahan kesal karena merasa kecolongan. Mata coklat gelap itu mengawasi kontak tanpa foto profil tersebut.

Selama tinggal di sini, Nuga memang melarang Nanda menjalin hubungan bernama pacaran. Dia terlalu ngeri dengan gaya pacaran anak jaman sekarang. Dan, pesan orang tua Nanda agar menjaga Nanda selama disini, diartikan begitu kaku olehnya, sehingga Nuga membatasi dan mengawasi ketat pergaulan Nanda.

Nanda menggeliat, membuat Nuga buru-buru meletakkan kembali ponsel Nanda ke tempat semula. Meski berat hati karena dia belum berhasil mengetahui siapa pria yang menjadi kekasih Nanda tersebut.

"Agak siangan lagi juga nggak papa, Nda ... Ini baru jam 7," sindir Nuga keras-keras. Sindiran itu ikut meluapkan semua kekesalan Nuga. Terlepas dari terlambatnya Hima ke sekolah nanti.

Nanda terbuai mimpi manis bersama Axcel. Begitu indah, sampai suara yang diilustrasikan alam bawah sadar Nanda sebagai suara makhluk astral paling kejam merecoki.

"Laki-laki mulutnya lancip sekali, ngalahin emak-emak beranak lima saja," batin Nanda dengan kesadaran penuh saat ini. Meski dia belum membuka penutup matanya.

Mata Nuga melihat jelas perubahan ekspresi Nanda. "Mau sampai kapan kamu pura-pura masih tidur padahal kamu sudah nyumpahin aku dalam hati?"

"Ck!" Nanda menarik ke atas penutup matanya, menjadi bando yang menyugar rambut hitam Nanda. Pria itu punya indra ke 17 kali ya, rutuk Nanda dalam hati.

Sikap membangkang ini terjadi belakangan ini. Nuga berhasil menyimpulkan, pengaruh 'Taksi Langganan' itulah yang menyebabkan Nanda begini.

"Kenapa?" Nuga bertanya dengan nada kesal saat melihat Nanda menatapnya penuh permusuhan.

"Om sengaja kan? Ini masih gelap, dan Om selalu bilang kalau kesiangan! Kesiangan dari apa, coba? Sekolah Hima cuma beberapa menit dari sini, kalaupun berangkat jam 7 juga nggak bakal telat." Nanda mengomel. Om duda satu ini biasa membuat keributan dengan menyebutkan waktu yang tidak seharusnya. Dia masih sangat mengantuk, setelah melakukan panggilan Video dengan sang pujaan hati dan nonton film sampai subuh.

Namun, kali ini Nanda bertekad tidak akan diam saja dipermainkan oleh duda satu ini. Dia tidak mau terlihat seperti orang bodoh di mata Nuga.

Nuga menarik sudut bibirnya, tanpa berkata-kata dia berjalan menuju gorden yang masih tertutup rapat. Tangan Nuga menyentak tirai-tirai menjuntai itu dengan kencang sehingga terpampanglah suasana di luar ruangan yang sudah begitu terik.

"Matahari sudah main gundu sama awan di langit, Putri Tukang Tidur," ujar Nuga dengan tajamnya.

Nanda membeliak, matanya bergerak cepat menuju jam di dinding, dimana angka-angka pada benda bundar melingkar itu tampak rancu dengan gambar dasarnya.

Astaga ....

Nanda bergegas bangun setelah memastikan sendiri sekarang memang benar-benar sudah lebih dari jam 7 pagi. Tangannya menarik selimut Hima hingga melorot. Lalu menggendong Hima menuju kamar mandi sambil berlari.

"Ih, si Om mah ... kenapa pake basa basi, sih? Kenapa nggak langsung bangunin aja tadi? Kan kita jadinya terlambat." Nanda mengomel dari kamar mandi, seraya terus membangunkan kesadaran Hima.

Nuga menggelengkan kepala, kemudian mengambilkan seragam Hima. Untuk menghemat waktu, Nuga berencana membantu Hima berpakaian, memberikan waktu pada Nanda untuk bersiap-siap di kamarnya.

Nuga membawa pakaian itu ke atas ranjang dan duduk di sana. Lagi-lagi, ponsel Nanda bergetar. Dan terlihat jelas, si Taksi Langganan lagi-lagi menelpon.

Nuga mendengus seraya menutupi ponsel Nanda dengan bantal. Hatinya mendadak kesal dan panas. Dia merasa dibohongi oleh Nanda.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok Nanda yang memakai handuk kecil milik Hima, sedang menggendong Hima di depan. Tubuh Hima menghalangi pandangan Nanda sehingga dia tidak menyadari kalau Nuga masih ada di sana.

Gadis itu sudah kembali ceria. Bercanda dengan Hima yang menghadap ke arah Nanda. Tawa keduanya begitu renyah dan menyenangkan. Tetapi Nuga sama sekali tidak memperhatikan interaksi dua gadis itu.

Matanya terpaku pada tubuh Nanda yang begitu terbuka sedang menuju ke arahnya. Bibir pria itu beristigfar berkali-kali, tetapi matanya tidak mau beranjak dari sana. Secara praktis, setengah paha dan dada Nanda terlihat jelas olehnya.

Aroma sabun anak-anak mulai memenuhi hidung Nuga, membuat Nuga kelabakan mengalihkan perhatian.

Nuga berdiri tiba-tiba, lalu membelakangi Nanda yang mungkin sudah sejengkal berjarak darinya.

"Om!" pekik Nanda. "Om jangan berbalik! Tetap seperti itu!"

Nanda menurunkan Hima cepat-celat, lalu berlari kembali ke kamar mandi. "Om kenapa nggak bilang kalau masih di sana, sih?" teriak Nanda dari dalam kamar mandi. Wajahnya sudah panas dan memerah karena malu.

"Untung saja dia nggak lihat! Kalau sampai dia melihat ... Ya Tuhan, mau ditaruh dimana mukaku?" ucap Nanda lirih seraya memakai kembali pakaiannya tadi. Dia merasakan kengerian yang nyata jika sampai itu terjadi.

Nuga menunduk seraya berbalik menghadapi Hima. Pria itu berjongkok untuk menekan sesuatu yang dengan kurang ajar nya bereaksi saat melihat Nanda nyaris telanjang. Mata pria itu menatap Hima yang bingung dengan sikap histeris Nanda.

Hima menatap ayahnya, memegang pipi Nuga yang siap mengeringkan tubuhnya. Mata gadis kecil itu mengerjab.

"Pipi Ayah kok panas?" tanya Hima sambil terus meraba pipi hingga ke telinga sang ayah.

"Ayah blushing ...," celetuk Hima kemudian.

Nuga membeliak tak percaya pada apa yang dikatakan Hima.

"Blushing?" ulang Nuga memastikan. Dia takut hanya salah dengar saja.

"Iya ...." Hima mengangguk. "Blushing itu terjadi kalau Ayah terpesona pada seseorang. Apa Nda membuat Ayah terpesona dan jatuh cinta?"

"Apa?" Nuga tersedak. "Tidak mungkin, Hima! Ayah tidak mungkin jatuh cinta pada wanita yang seperti Nanda!"

Hima mengerutkan bibirnya. "Tapi, aku mau kok kalau Nda jadi mama ku, biar aku nggak diurus teh Cica atau yang lainnya terus. Biar Hima punya mama yang urusin Hima setiap hari."

Mata Nuga membeliak lebar. Berganti-ganti menatap Hima dan Nanda yang baru muncul dari kamar mandi. Tetapi Nuga yakin, Nanda mendengarnya dengan jelas ocehan Hima barusan.

*

*

*

Halooo😅

Om Nuga akhirnya menyapa lagi😍

Sudah Ditolak, Masih Saja Ngeyel

Nuga turun ke meja makan masih dengan perasaannya yang agak gimana setelah melihat aurat Nanda tadi. Entah setan dari mana yang memengaruhi pikirannya sekarang sehingga bayangan itu senang sekali menari di benaknya.

Nuga diam-diam menghela napas seraya membuka satu kancing kemeja batiknya. Mendadak si duda sholeh itu merasa gerah.

"Mas ...!"

Teriakan dari arah dapur membuat Nuga yang hampir duduk itu membeku dalam posisi setengah duduk. Bibirnya mendesis kesal seraya menjatuhkan pantatnya keras-keras di kursi.

Meylani Anggia Tan tersenyum senang, lalu berlari kecil ke arah meja makan. Tangannya langsung menekan meja dan membungkuk di depan Nuga. "Mas tebak Mey hari ini bawa apa untuk Mas?!"

Nuga menatap malas Mey yang sejak kecil tinggal berseberangan dengan Nuga. Mereka memang teman kecil, meski Nuga saat Mey lahir sudah masuk taman kanak-kanak. Mey selalu mengatakan kalau mereka adalah kakak adik, meski Nuga tidak pernah mengiakan.

Tatapan itu diartikan lain oleh Mey, jadi wanita muda itu bergegas membuka kotak makan susun yang disembunyikan di bawah tudung saji.

Nuga baru sadar kalau ada tutup dari anyaman itu diatas meja, dia menelan ludah. Bukan tidak enak sebenarnya, hanya saja makanan itu terlalu penuh gizi untuk lambung Nuga yang penuh kopi setiap paginya.

"Taraaa ... salad sayur dan ini!" Key membuka kotak makan plastik yang terkenal dikalangan emak-emak itu, dan menyodorkan ke depan Nuga. "Sushi ... isinya alpukat dan ayam, agar Mas bisa makan dengan nyaman tanpa kejutan dari telur ikan yang kata Mas amis itu."

Nuga sekali lagi menatap Mey. Itu hanya alasan sebenarnya. Nuga suka semuanya, tetapi didepan Mey dia jadi pilih-pilih dan mengatakan alergi terhadap beberapa makanan demi menolak wanita ini. Terkadang Nuga risih dengan suara dan tingkah Mey di sekelilingnya. Agresif dan Nuga kurang suka.

Gigi Mey terasa kering sebab dari tadi Nuga hanya memandangnya saja, tanpa melirik sama sekali ke makanan di tangannya. Mata Mey melirik kiri kanan saking salah tingkahnya. "Jadi Mas masih keberatan juga? Ini sudah paling toleran loh, Mas ...!"

Nuga mengembuskan napas ke arah lain, lalu cepat-cepat menyesap kopinya.

Mey menjatuhkan tubuhnya dengan hati yang sedikit kecewa atas keterdiaman Nuga yang diketahuinya sebagai penolakan. Yang yah ... kali ini mungkin paling menyakitkan. Setelah semua usaha dan selama ini? Ya, lama sekali Mey memendam perasaannya seorang diri.

"Mas gak suka dibagian mana nya? Alpukatnya?" Met mengambil sumpit dan gigih menyodorkan gulungan nasi terbungkus nori itu ke depan bibir Nuga. "Alpukat bagus untuk orang yang sedang berusaha berhenti merokok, di luar negeri, orang lebih suka kombinasi alpukat dengan merica dan garam daripada dengan gula. Jadi Mas harus coba ...!"

Nuga menampik pelan sushi itu. "Mey ...Aku udah sarapan tadi."

Tangan Mey mengendur dan ekspresi kecewa muncul begitu saja.

"Kamu lihat kan?" Nuga menunjuk setumpuk roti tawar tebal dengan isian yang melimpah.

"Itu bukan buat Mas ... Aku tau itu!" Mey membalas dengan nada suara meninggi tanpa menoleh ke arah makanan tersebut.

"Mey ...," lirih Nuga seraya menghela napas dan kesabaran memenuhi dadanya. Dia tidak habis thinking akan Mey yang keras kepala dan gigih mendekatinya.

Mey mendengus seraya membuang muka dan menghentakkan sumpit bersama sepotong sushi itu ke atas wadah bekal di depannya. "Sarapan Mas setiap hari adalah kopi, jangan kira aku nggak tahu ya, Mas! Kopi nggak ada gizinya, yang malah akan membuat asam lambung Mas Nuga semakin parah, Mas tau kan soal itu? Mas Yan sudah mengingatkan berkali-kali, dan Ibuk bapak sudah berpesan ke aku agar jagain Mas selama Ibuk Bapak di Sidney!"

Nuga beranjak dari duduknya, kepalanya terasa mau pecah mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Mey.

"Mas ...!" Mey menahan tangan Nuga dengan tatapan penuh permohonan.

Nuga membuang napas lagi, astaga ... kenapa hari ini dia sial sekali!

"Mey ... asam lambungku naik bukan karena kopi, tapi karena sikap kamu yang selalu melebih-lebihkan hal yang sepele seperti ini. Tolonglah, aku sudah dewasa, dan mengerti apa yang baik dan tidak untukku sendiri. Lebih baik, Mey ngurus diri Mey sendiri. Cari pasangan dan pacaran, bagus kalau menikah. Kau sudah cukup matang untuk berumah tangga."

Mey terhenyak beberapa saat, hatinya menjadi sakit berkali-kali lipat. Perlahan tangan Mey melepaskan pegangannya pada Nuga.

Nuga menarik tangannya, lalu mengambil tas dan kunci mobil. Sekilas dia bisa melihat wajah sendu dan air mata Mey.

Rasa bersalah dan iba sebenarnya ada dalam hati Nuga, tetapi ia tak mau Meylani atau siapapun itu menyinggung garis batas yang ia ciptakan. Ia tidak ingin Arum—mendiang istrinya, tergantikan dan peringatan dari putri kecilnya, membuatnya enggan membuka hati untuk wanita manapun. Cukup dua wanita itu yang menguasai hatinya, dia sudah bahagia.

"Aku berangkat dulu, Mey ... take care, ya!" Sekalipun Meylani adalah wanita yang paling dekat dengannya sejak mereka masih kecil, tetapi bahkan sebelum-sebelumnya, ia tak memiliki perasaan apapun pada Meylani. Nuga hanya menganggapnya adik dan sahabat, meski ia tahu Mey menaruh hati padanya. Lagi pula, Nuga tidak suka mencampuradukkan circle hubungan yang sudah masing-masing ia kelompokkan.

"Mas ... bisakah Mey berharap lebih padamu?" suara Mey terdengar putus asa. Tak kuasa Mey menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya untuk tidak turun. Lara hati wanita itu sudah terlalu lama dipendamnya sendiri. Kenyataan yang selalu ia sangkal bahwa Nuga tidak pernah menganggapnya sama sekali. Mey sudah mencapai ambang batas sabarnya, hatinya yang tak lebih lebar dari sebuah cercah ini, tak lagi mampu menahan perasaan yang begitu kuat untuk seorang Anugrah Krida Armananta.

"Aku bukan pria yang kau harapkan itu, Mey ... jangan menggantungkan harapan yang sia-sia! Bukan kali ini saja aku mengingatkanmu tentang hal ini, bukan?" Nuga dengan dingin menjawab Meylani.

Sebuah isak yang cukup mengerikan menusuk telinga dan hati seorang Nuga, tetapi sekali lagi, ia tak mau bersikap kejam dengan mempermainkan perasaan wanita. Baginya, jika sudah berkata tidak—terlebih hatinya memang tidak bergetar sama sekali untuk Mey—ia tak akan mengubah kata itu.

"Berhentilah bersikap seperti ini padaku, Mey! Semua itu hanya akan menyakitimu!" sambung Nuga sebelum melangkah meninggalkan ruang makan.

Mey hanya bisa terisak memandang berkabut pria yang ia cintai selama ini. Nuga selalu tegas membuatnya berhenti, tapi dia tak bisa mengatur perasaan seseorang padanya. Bagi Mey, Nuga ibarat duri yang sudah menusuk dalam di hatinya.

Nanda melihat semua yang terjadi di meja makan. Dia sengaja bersembunyi agar bisa menertawakan Mey yang selama ini memang membencinya. Entah apa alasan wanita itu membencinya, Nanda tidak pernah tau.

Ketika Nuga melewati persembunyiannya, Nanda bergegas melenggang ke meja makan. Dengan santai, tetapi masih tetap melirik Mey yang sibuk menutup kotak bekalnya itu, Nanda mengambil tumpukan roti isi itu dan menggigitnya penuh gaya.

"Sudah ditolak berkali-kali, masih saja ngeyel," gumam Nanda.

Mey mendengar itu semua, tetapi dia menahan diri untuk tidak menoleh. Nanda sialan itu tidak boleh melihat air matanya. Dengan hentakan kasar, Mey menutup kotak bekal tersebut, lalu memasukkannya ke dalam tas bekal.

Nanda tertawa kecil seraya ngeloyor pergi. Dia sengaja memanas-manasi Mey. "Om Nuga, tunggu Om! Kita berangkat bareng!"

Mey menoleh, lalu mengumpat. "Dasar bocah ingusan kurang ajar!"

*

*

*

Om Nuga udah dapet lepel, jadi sate dengan aman di sini, yak🤣 jangan bosen ikutin om yak🤣

3

Padahal sebelumnya, Mey bertekat untuk menjaga harga diri dan martabatnya tetap tinggi di hadapan Nanda. Namun melihat Nanda bertingkah begitu manja saat bersama Nuga pagi ini, Mey harus merendahkan diri dan menebalkan muka.

Dan disinilah Mey berada sekarang, duduk bersebelahan dengan Nuga menuju kampus dimana mereka berdua bekerja di tempat yang sama. Bedanya, Mey bukan dosen, melainkan seorang staf akuntan.

Mata sipitnya selalu melirik ke arah Nuga yang diam saja sejak mereka melaju membelah jalanan yang sedikit padat.

Dibelakang, Hima dan Nanda juga terdiam dan bermuka tegang. Tampak mereka sedang menahan diri untuk tidak berbicara ngalor ngidul seperti biasa.

Mey yang memangku kotak bekal berinisiatif mengajak Hima ngobrol. Wanita itu menoleh dan tersenyum ke arah Hima yang memandangnya tanpa sengaja.

"Hima mau sushi?" tawarnya ramah dan murah hati.

"Nggak usah repot-repot, Tante ... Hima sudah bayar katering makan di sekolah." Hima tersenyum manis dan tampak dewasa.

Nuga melirik ekspresi anaknya yang kelihatan sekali sedang menolak Mey dengan kalimat yang sangat halus sekaligus terdengar sombong.

Ini pasti pengaruh Nanda lagi, pikir Nuga. Memang Hima kurang suka dengan Mey yang terkesan caper padanya dan Hima jelas tidak terima ayahnya di dekati wanita lain. Hima pernah menangis dan memberontak jika Mey berada atau mengajaknya berbicara. Tapi sekarang, anak kecil itu pintar sekali memainkan peran.

Lirikan Nuga melalui kaca spion beralih ke Nanda yang tampak santai dengan kaki tersilang dan bibir bersiul seolah dia tidak mendengar apa-apa. Namun sudut bibir Nanda jelas terlihat sedang tersenyum.

Mey jelas tidak berkutik dengan penolakan Hima. Wajah Mey merah tanpa bisa disamarkan lagi dengan alasan apapun.

"Kau mau, Nda ...?" tawar Mey sebab dia merasa terbanting oleh bapak dan anak itu. Ini hanya menjaga gengsi saja, pikir Mey.

"Makasih Tante ... tapi saya sudah sarapan tadi." Nanda tersenyum lebar, hingga matanya menyipit. "Tante lihat sendiri kan tadi?"

Mey mendelik mendengar panggilan Nanda untuknya. Mau marah tapi ada Nuga, kalau nggak dimarahin, Nanda makin melunjak. Mey bingung sendiri dan merasa menyesal memulai pembicaraan basa basi yang bukan dirinya banget.

Nuga menghela napas. Jujur saja dia pagi ini kesal karena Nanda, ditambah Mey yang sedikit menyebalkan, jadi obrolan tadi baginya hanya menggelitiki telinga. Dan melihat ekspresi Mey yang siap menyembur Nanda dengan omelan, Nuga berinisiatif agar suasana paginya tidak ŕusak.

"Mey ... Aku ada perlu sebentar di sekolah Hima. Kamu ke kampus pakai taksi aja, ya ... Aku takut terlambat jika kamu harus menunggku."

Mey menoleh dengan wajah senang. Nuga perhatian sekali sampai takut kalau dia terlambat ke kampus. "Aku nggak apa-apa sebenarnya kalau harus nunggu, Mas ... toh ini masih sangat pagi. Biasanya juga—"

"Aku harus ke kafe juga sebelumnya," tukas Nuga. Bagaimanapun, dia harus tahu siapa taksi langganan yang memanggil Nanda dengan panggilan sayang tadi.

"Aku—"

"Biar aku bayar ongkosnya!" Nuga menyela tidak sabar, matanya melirik Nanda yang bersedekap dengan angkuhnya memandang Mey. "Nda, pesankan taksi untuk Mbak Mey!"

Nanda membeliak. "Kok jadi aku sih? Yang punya urusan siapa, yang ribet siapa? Nggak Om-om, nggak Tante-tante semuanya bikin riweh!"

Mey tidak tahan untuk tidak menoleh dan memberikan Nanda tatapan mengejek. Lalu dengan begitu lembutnya, Mey berkata, "Biar Mey pesan sendiri, Mas ... jangan membuat Nanda kerepotan. Aku tadi yang maksa ikut numpang ke mobilmu, tanpa tahu apa Mas ada urusan atau enggak."

Mey mengedipkan matanya saat berbalik, lalu tersenyum manis ke arah Nuga yang sepertinya sedang menahan napas. Wanita itu meraih ponsel dan memesan taksi.

Nanda mencibir aksi Mey. "Bagus kalau sadar diri! Lagian mobil puluhan, masa ke kampus nebeng! Kelihatan sekali capernya!"

Mey menegang dan memegang ponselnya erat-erat. Batinnya bergumam. "Baik, Nda ... Kamu yang terus saja menguji kesabaranku! Kita lihat saja siapa yang akan tertawa terakhir nanti!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!