NovelToon NovelToon

Rumah Di Lahan Pekuburan

Bab 1. Rumah Baru

"Bagaimana, apakah kamu suka dengan rumah ini?" tanya Faiz pada sang istri yang bernama Karmila. Mereka adalah sepasang pengantin baru yang ingin belajar mandiri sehingga memutuskan untuk berpisah tempat tinggal dari kedua orang tua masing-masing.

"Suka banget Bang, rumahnya luas dan rapi sekali. Catnya juga Mila suka, warna hijau selalu menyejukkan mata. Jadi, bila nanti rumah ini menjadi milik kita, sepertinya tidak perlu mengubah cat tembok." Karmila tampak tersenyum sumringah sambil mengedarkan pandangan ke seluruh halaman rumah yang banyak ditanami tanaman hias. Sungguh Karmila menyukai bunga-bunga yang tampak bermekaran itu.

"Baik kalau kamu suka saya akan menegosiasikan harganya dengan pemilik rumah ini," ujar Faiz dijawab anggukan Karmila.

Faiz mengambil ponsel di saku celananya dan segera menelepon pemilik rumah.

"Bagaimana Bang, harganya mahal nggak?" tanya Karmila penasaran. Dia tidak ingin kecewa lagi. Sudah ada beberapa rumah yang mereka datangi dan selalu tidak pas dengan keuangan mereka, padahal Karmila sudah kadung menyukai rumah-rumah itu.

"Harganya 100 juta," jawab Faiz membuat mata Karmila berbinar-binar. Dia yakin kali ini bisa mendapatkan rumah ini.

"Nggak bisa ditawar Bang?" tanya Karmila lagi.

"Nggak bisa, itu sudah harga terendah katanya. Pemilik rumah tidak ingin menjual rumah ini seharga dibawah 100 juta. Menurutku rumah di pinggiran kota seperti ini sudah cukup murah loh dengan harga segitu apalagi rumahnya cukup luas," ungkap Faiz.

"Ya udah deh Bang, ambil saja." Karmila memutuskan, dan Faiz langsung menelpon kembali pemilik rumah untuk memberitahukan bahwa mereka setuju akan membeli rumah tersebut.

"Sudah, sekarang kita pulang dulu. Besok kita akan langsung menempati rumah ini sekaligus akan membayar harganya. Bu Sinta akan kemari besok dan akan menyerahkan kunci rumahnya."

"Iya Bang," jawab Karmila lalu menggandeng tangan Faiz menuju mobil mereka yang terparkir di pinggir jalan. Hanya mobil carry sederhana bukan mobil mewah seperti milik para bos.

Malam hari menjelang, Karmila tidak dapat menutup matanya. Dia terus saja memikirkan rumah itu sambil tersenyum sendiri. Rasanya tidak sabar ingin segera pindah ke rumah baru.

"Bang Faiz, Mbak Karmila kenapa sih dari tadi senyum-senyum sendiri saja?" tanya Qori yang tidak sengaja melihat ekspresi wajah kakaknya ketika melintas di depan kamar sang kakak.

Faiz yang masih fokus pada pekerjaan yang harus dibawa pulang hanya mengendikkan bahu.

"Aneh," batin Qori lalu bergegas pergi.

***

Siang hari Faiz izin pada bos di kantornya untuk pulang dan pindah rumah. Bosnya tidak keberatan dan mengizinkan Faiz hanya masuk kerja sampai siang saja.

Setelah membayar dan mendapatkan kunci rumah kini rumah tersebut resmi menjadi milik keduanya. Faiz dan Karmila masuk ke dalam dan membersihkan rumah tersebut dari debu-debu kemudian menata barang-barang yang dibawanya.

Setelah selesai Faiz mandi dan merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan Karmila memilih berjalan-jalan di sekitaran rumah. Kemarin mereka hanya mengecek bagian dalam rumah dan tidak sempat berkeliling di sekitar rumah tersebut.

Deg.

Jantung Karmila seakan berhenti berdetak melihat ternyata di samping rumah mereka ada lahan pemakaman yang luas. Entah mengapa mendadak hati Karmila menjadi cemas.

"Ada apa?" tanya Faiz yang tiba-tiba muncul dan sudah ada di belakang Karmila sambil menepuk bahu istrinya.

Karmila tampak kaget. "Ah Abang ini ngagetin saja."

"Kamu mikirin apa sih dari tadi bengong aja saya lihat," protes Faiz.

"Ah, nggak ada apa-apa Bang. Ya sudah, adik masak dulu ya."

Baru saja Karmila hendak ke dapur Faiz mencegah. "Tidak usah masak aku beli saja." Karmila yang memang kelelahan habis bersih-bersih rumah mengangguk mengiyakan.

Faiz masuk ke dalam rumah dan mengganti pakaian setelah itu mencari makanan di warung terdekat tanpa membawa Karmila.

Karmila masih berdiri di samping rumah, rasanya dia enggan masuk ke dalam rumah padahal hari sudah menjelang Maghrib.

"Itu apa?" Tiba-tiba Karmila melihat asap putih yang keluar dari kuburan. Seketika tubuhnya gemetaran menyaksikan hal aneh yang seumur hidup tidak pernah dia saksikan.

"Bang Faiz," rengek Karmila padahal sudah tahu suaminya tidak ada di rumah.

Terdengar suara getaran yang keras dari area pemakaman. Meskipun ketakutan, Karmila tetap mengintip dari balik pagar tembok rumahnya. Ternyata suara berisik itu berasal dari keranda mayat yang bergerak.

"Astaghfirullah hal adzim, pertanda apa ini?" Segera Karmila berlari ke dalam rumah dan menutup semua pintu. Ia bahkan juga menutup matanya dengan bantal dengan tubuh bermandikan keringat.

"Bang Faiz cepat pulang, aku takut." Karmila menangis ketakutan. Keringat dingin semakin mengucur dari seluruh tubuhnya.

Perasaan takut menjadi lebih dalam ketika ponselnya tampak berbunyi. Karmila takut akan mendengar suara aneh dari dalam ponselnya.

"Halo, benar ini hape dari istri pemilik ponsel ini?" tanya suara dari seberang telepon membuat hati Karmila menjadi was-was.

"Iya benar, ada apa ya?" tanya Karmila mencoba menetralisir rasa ketakutannya.

"Maaf Mbak saya hanya ingin mengabarkan bahwa suami Mbak kecelakaan dan sekarang sudah ada di rumah sakit," ucap suara dari seberang sana.

Sontak saja Karmila langsung menjerit histeris mendengar kabar buruk dari suaminya itu. Setelah itu Karmila menangis sesenggukan. Ponselnya terjatuh sudah sampai-sampai dia lupa menanyakan dimana rumah sakit tempat suaminya dirawat sekarang.

"Halo Mbak! Halo!" Penelpon dari ujung sana tampak panik mendengar jeritan Karmila yang kemudian berganti hening, tidak ada suara lagi dari penerima telepon.

Penelpon tampak khawatir dan takut terjadi sesuatu dengan istri dari orang yang ditolongnya itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak tahu dengan posisi Karmila sekarang. Segera dia mengirimkan alamat rumah sakit melalui chat agar bisa dibaca oleh Karmila nantinya. Sedangkan Karmila langsung pingsan setelah puas menangis.

Karmila tampak terpejam, tetapi dia begitu merasakan ada yang mengangkat tubuhnya dan dimasukkan ke dalam keranda mayat. Setelahnya keranda itu terbang dan membawa tubuh Karmila melayang-layang di udara.

Karmila membuka mata, menyadari dirinya sedang berada di dalam keranda, dia menjerit meminta tolong.

"Tolong lepaskan aku!" teriaknya.

Dari samping keranda yang hanya tertutup sebelah itu Karmila dapat melihat beberapa macam roh halus. Pocong, kuntilanak, kuyang, genderuwo yang biasanya hanya bisa dilihatnya di televisi kini malah menatap dirinya dengan tatapan tajam, bahkan sesekali mereka tampak tertawa-tawa menunjukkan deretan gigi mereka yang menjijikkan.

"Tolooooong!" jerit Karmila ketakutan.

"Berteriaklah sekencang mungkin dan semua itu hanya percuma saja karena tidak ada yang mungkin mendengar jeritanmu, hahaha...." Suara mereka menggema memenuhi udara.

Karmila tampak ketakutan, sekujur tubuhnya basah sudah bermandikan keringat dingin. Tubuhnya gemetar dengan kencang.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya dalam hati.

Keranda semakin kencang diputar sehingga kepala Karmila menjadi pusing dan terasa berat hingga kesadarannya hilang sudah.

Bersambung.

Bab 2. Faiz Meninggal

Karmila mengerjapkan mata sebab pupil matanya menyesuaikan cahaya matahari yang masuk. Dia lalu membuka mata dan mendapati tubuhnya terbujur di samping sebuah makam.

Jauh beberapa meter di depan sana ada beberapa orang yang sedang berkerumun. Sebagian dari mereka ada yang mencangkul tanah, membuat liang lahat untuk calon penghuninya.

Karmila termenung mengingat kejadian yang menimpanya tadi malam. Itu mimpi ataukah nyata?

"Jangan-jangan aku sudah mati." Karmila tersenyum pahit dengan prasangkanya sendiri.

"Hei, ada orang di sana!" Seseorang dengan suara sedikit berteriak menunjuk Karmila, lalu beberapa orang bergegas menghampiri wanita itu.

"Kenapa Neng malah ada di sini? Neng tidur di kuburan?" Seorang pria paruh baya menatap Karmila curiga.

"Saya tidak tahu Pak, semalam saya bermimpi buruk dan tadi saat membuka mata sudah ada di sini."

"Astaghfirullah hal adzim, apakah ini sebuah pertanda?"

"Permisi Pak saya harus segera pulang." Karmila langsung memutuskan untuk pulang tatkala mengingat akan Faiz, suaminya yang katanya ada di rumah sakit. Karmila berniat untuk menelpon kembali orang yang menghubunginya semalam. Bukankah log panggilan masuk di ponselnya belum dihapus? Ya, Karmila akan menghubungi balik nomor telepon itu.

Orang-orang membiarkan Karmila pergi. Bisik-bisik dari orang-orang itu mengiringi kepergian Karmila dari area pemakaman.

"Bang Faiz!" teriak Karmila saat mendapati sang suami berjalan ke arahnya dengan baju serba putih. Senyum manis menghias di bibir Faiz saat sang istri menyapanya.

Karmila mengulum senyum mendapati sang suami baik-baik saja padahal pria yang tadi malam menghubunginya mengatakan bahwa Faiz mengalami kecelakaan.

Apakah telepon semalam hanya bagian dari mimpi?

"Karmila senang Abang baik-baik saja." Faiz tidak menjawab hanya tersenyum dan merentangkan kedua tangannya. Dengan langkah cepat Karmila berjalan ke arah Faiz dan langsung masuk ke dalam pelukannya.

Bug.

Karmila terjatuh ke tanah. Ternyata Faiz yang dipeluknya tidak ada.

Karmila tertegun. "Apakah aku masih berada di alam mimpi?" bergumam seorang diri.

Wanita itu bangkit dan langsung berlari ke rumahnya. Sampai di depan pagar rumah dia terdiam melihat banyak orang berkerumun di dalam rumahnya, bahkan di halamannya juga.

"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?"

Orang-orang hanya menatap Karmila dengan iba. Tampak Qori dan ibu mertuanya keluar dari pintu rumah dan berjalan ke arahnya.

"Ada apa Bu? Kenapa Ibu dan Qori tiba-tiba ada di sini tanpa memberi kabar terlebih dulu?"

Ibu mertuanya lalu mengusap-usap punggung Karmila. Dengan air mata yang berderai ibu itu berkata, "Kamu yang sabar ya Nak, Tuhan lebih menyayangi Faiz dibandingkan kita."

Deg.

Ucapan ibu mertuanya langsung membuat tungkai Karmila menjadi lemas seketika.

"Maksud ibu apa?" tanya Karmila memastikan meski pikiran buruk menguasainya.

"Faiz sudah tiada Nak, dia sudah dipanggil ke sisi Allah."

Tubuh Karmila bergetar lagi, sedikit demi sedikit terasa begitu lemah dan kaki jenjangnya tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Bersama dengan tetesan air mata tubuhnya luruh ke tanah.

"Ibu bercanda, bukan?" Ibu mertuanya menggeleng lemah.

"Ini bagian dari mimpiku, 'kan?" gumamnya masih dengan suara lemah. Tubuh Karmila limbung dan langsung tak sadarkan diri.

"Mila bangun Nak! Kamu harus bersabar. Bukan hanya kamu yang kehilangan, tapi ibu juga." Ibu Mertuanya mengguncang-guncang tubuh Karmila agar sadar kembali.

Antara nyata dan tidak, Karmila melihat sebuah keranda terbang ke hadapannya dan berhenti tepat di depan wajahnya.

"Kau bebas, kami hanya salah menjemput orang. Kami sudah menemukan penumpang yang sebenarnya." Suara itu terdengar menusuk di telinga Karmila.

"Tidak kau masih salah orang. Suamiku bukanlah penumpangmu hari ini," bantah Karmila dengan nafas yang menggebu-gebu. Dia tidak rela Faiz meninggalkan dirinya sekarang.

"Tidak kali ini kami tidak salah lagi." Suara bulat itu menggema di udara kembali.

"Tidak!!!" teriak Karmila dengan kencang hingga membuat kaget semua orang.

Karmila menekan dadanya saat sadar kembali. Dia lalu berlari ke dalam rumah. Sakit, rasa sakit seakan menghujam ulu hatinya tatkala kini dia melihat sang suami sudah terbujur kaku di atas ranjang. Karmila meraba tubuh suaminya yang sudah dingin, membeku seperti balok es.

"Bang, jangan tinggalkan Mila."

Karmila merosot di samping Faiz, dia sekarang sadar sepenuhnya bahwa semua hal aneh yang dilewatinya benar-benar nyata dan sekarang dirinya harus berpisah dengan sang suami.

"Tolong ambilkan air minum untuk menantuku!"

Orang-orang dengan gerak cepat mengambil apa yang diminta.

Karmila menguatkan hati agar tidak pingsan. Dia ingin melihat sang suami untuk terakhir kali sebelum akhirnya dikebumikan.

Karmila menatap sendu kepergian suaminya saat sudah menaiki kereta terakhirnya, dan yang paling Karmila benci, saat orang-orang menggotongnya, keranda mayat itu seolah tersenyum mengejek dan melambaikan tangan ke arahnya.

"Gila, apakah aku sudah tidak waras?" Karmila memukul kepalanya. Dia merasa stres saat ini.

"Jangan lakukan ini Nak, ibu tahu kamu sedang syok sekarang, tetapi ibu mohon jangan sakiti dirimu sendiri Nak." Ibu mertuanya menyingkap tangan Karmila di kepalanya.

"Saya tidak ingin ditinggalkan oleh Bang Faiz Bu, saya tidak ingin berpisah dengannya. Kami baru saja menikah, mengapa Bang Faiz tega membuatku menjadi seorang janda. Lebih baik aku mati saja daripada harus berpisah dengannya. Arrrgh, aku tidak kuat Bu, aku tidak kuat!" Karmila menjerit histeris sambil memukul dadanya sendiri dengan kuat membuat semua orang langsung berlari ke arah perempuan itu dan mencoba untuk menenangkannya. Tubuh Karmila pingsan kembali dan semua orang langsung menggotong tubuh wanita itu ke dalam kamar.

Sampai di dalam kamar Karmila sadar kembali, tetapi tubuhnya tampak kejang-kejang membuat semua orang yang ada di sisi Karmila panik.

"Lebih baik kita bawa dia ke rumah sakit saja," usul seorang warga.

"Iya Pak tolong dibantu ya untuk membawa menantu saya ke dalam mobil," mohon Bu Lela, ibu dari Faiz.

"Baik Bu." Seorang pria separuh baya langsung sigap menggendong tubuh Karmila dan membawanya ke luar rumah.

"Ada yang bisa menyetir mobil tidak?" tanya Bu Lela lagi. Mobil Faiz masih terparkir di sana tetapi, tidak ada sopirnya.

"Oh biasanya Fadli yang bisa dimintai tolong kami untuk menyetir kalau ada apa-apa. Sebentar saya panggil dia." Warga tersebut langsung mencari keberadaan Fadli sementara pria itu sendiri sedang ikut menggotong keranda.

"Fadli gantikan sama yang lain saja, kami membutuhkan tenagamu untuk menyetir. Kami akan membawa Karmila ke rumah sakit karena kejang-kejang!" teriak warga tadi sebelum Fadli jauh melangkah.

Fadli mengangguk dan meminta orang lain untuk menggantikan posisinya menggotong keranda. Setelah ada yang mengganti dia langsung berlari menuju kerumunan orang-orang.

Sementara beberapa pria lainnnya yang menggotong keranda tidak memperdulikan keadaan Karmila karena punya kewajiban lain untuk membawa jenazah yang dipikulnya menuju tempat peristirahatan terakhir.

Bersambung.

Bab 3. Hamil dan Keanehan

Beberapa orang turut serta membawa Karmila dengan mobil ke rumah sakit termasuk Qori, adik dari Karmila sendiri karena sebenarnya Qori Dan Karmila sudah tidak memiliki ayah dan ibu lagi dan mereka selama ini hanya tinggal dengan paman dan bibinya.

Bu Lela tidak ikut serta mengantarkan Karmila ke rumah sakit dan menyerahkan menantunya itu kepada bibinya beserta Qori sebab tidak ingin melewatkan penguburan sang anak. Sebenarnya hati Bu Lela sedih jika melepaskan Karmila begitu saja. Namun, apalah daya dia juga harus menyaksikan pemakaman terakhir anaknya.

Setelah semua orang masuk ke dalam mobil, Fadli langsung melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat, sampai di sana Karmila langsung ditangani oleh dokter.

Semua orang menunggu di luar dengan pikiran kacau. Mereka sangat iba melihat keadaan keluarga Karmila dimana saat suaminya sedang meninggal dan dalam proses penguburan Karmila malah harus terbaring lemah di rumah sakit dan tidak bisa menyaksikan pemakaman suaminya sendiri.

Beberapa saat menunggu tiba-tiba ruang periksa terbuka menampakkan seorang dokter yang berjalan ke arah pintu.

"Maaf suaminya yang mana?" Fadli dan bapak paruh baya yang tadi menggendong tubuh Karmila menuju mobil hanya saling pandang.

"Maaf suami kakak saya tidak ikut dokter." Qori yang menjawab sebab bibi dan warga lainnya hanya diam tak tahu harus menjawab apa.

"Oh, adik ini keluarganya?" tanya dokter itu pada Qori dan gadis itu mengangguk sambil berkata, "Benar Dok, bagaimana keadaan kakak saya saat ini?"

"Keadaan kakakmu sudah lebih membaik dan tidak kejang-kejang lagi. Mungkin beberapa menit lagi akan tersadar," jelas dokter itu sambil menatap ke arah Karmila lagi.

"Baik Dok, kalau begitu terima kasih banyak. Semoga kakak saya secepatnya bisa tersadar kembali," ujar Qori.

"Satu lagi yang ingin saya sampaikan dan tolong beritahukan kepada suaminya nanti apabila sudah datang bahwa pasien sedang hamil dan harap dijaga suasana hatinya. Dari pemeriksaan yang saya lakukan tadi saya menemukan bahwa pasien mengalami guncangan batin. Kalau itu terus berlangsung ini akan berbahaya pada kondisi janin dan ibunya sendiri, bahkan bisa menyebabkan kandungannya mengalami keguguran."

Mendengar penjelasan dokter semua orang yang ikut mengantarkan Karmila ke rumah sakit meneteskan air mata.

"Baik Dok, saya sebagai adiknya juga akan berusaha untuk menjaga suasana hati Kak Karmila," ujar Qori.

"Bagus, dukungan keluarga memang sangat diharapkan agar keadaannya baik-baik saja dan kalau bisa buat pasien selalu dalam keadaan bahagia sampai bayi dalam kandungannya kuat."

"Baik dokter."

"Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu untuk menangani pasien yang lainnya, nanti kalau pasien ini sadar tolong panggil saya di ruangan saya atau kalau tidak tahu bisa bertanya kepada para perawat yang ada di sini mereka pasti dengan hati akan menunjukkan di mana ruangan saya berada."

"Baik Dok terima kasih."

Dokter itu mengangguk lalu keluar dari ruang rawat Karmila.

Setelah dokter tersebut pergi semua warga yang ikut mengantarkan Karmila masuk ke dalam ruang rawat Karmila dan malah menangis histeris semua kecuali para pria. Mereka sangat sedih melihat Faiz pergi malah di saat istrinya sedang hamil.

"Sudahlah ibu-ibu jangan menangis nanti kita akan membuat orang-orang panik. Nanti kita bisa dimarahi penghuni rumah sakit lainnya karena dianggap mengganggu ketentraman mereka

"Apa yang kalian tangisi? Sudahlah ini memang sudah takdir keponakanku dan anaknya. Tuhan menakdirkan anak tersebut terlahir yatim," ujar sang paman.

Mereka semua mengangguk dan berhenti menangis.

Beberapa jam berlalu akhirnya Karmila sadar dan memanggil-manggil nama sang suami. Bibi dan Qori berusaha menguatkan Karmila dan menyampaikan menyampaikan tentang kehamilannya serta menyarankan agar tidak berpikir terlalu ruwet sebab bayinya bisa saja mengalami keguguran.

Karmila mengangguk dan berusaha menahan diri. Dia tidak ingin terlalu larut dalam kesedihannya meskipun sangat susah.

Melihat Karmila sudah sadar dan tenang orang-orang pun berpamitan untuk pulang. Bibi menyuruh Fadli untuk membawa mobil kembali bersama orang-orang dan dirinya beserta suaminya serta Qori akan menjaga Karmila sampai benar-benar sudah pulih.

***

Sementara di rumah Karmila orang-orang masih ramai tatkala keranda Faiz diusung ke tempat peristirahatan terakhir.

Dug, dug, dug, dug.

"Bunyi apa itu?" Orang-orang yang menggotong keranda berhenti sejenak untuk mendengarkan darimana datangnya suara itu.

"Kau salah dengar, mana ada suara? Kalau suara para perempuan itu sudah biasa berisik," ujar seseorang yang berjalan di belakang keranda yang digotong.

Mereka pun kembali melanjutkan langkah. Meskipun rumah Faiz berada di dekat lahan pekuburan, tetapi lubang yang orang-orang buat letaknya di ujung sana sehingga perjalanan mereka dengan berjalan kaki lumayan jauh apalagi ditambah beban tubuh Faiz seolah sangat berat bagi mereka.

Dug, dug, dug.

Orang yang menggotong keranda langsung berhenti seketika. Mereka curiga suara itu berasal dari dalam keranda.

"Gantian dong!" pinta seseorang pada orang lain karena bahunya sudah terasa sakit.

Orang-orang yang dari tadi hanya mengiringi, mengambil kendali. Beberapa dari mereka langsung menggantikan yang lainnya.

"Aduh kok berat banget," ucap seorang pria dengan ekspresi meringis.

"Iya berat sekali, pantas saja kalian jalannya pelan sekali sedari tadi."

"Ya begitulah, tanganku serasa kram dan kesemutan padahal hanya menggotong keranda sebentar saja," ujar seseorang yang baru saja digantikan oleh yang lainnya.

"Ayo jalan lagi!"

Mereka pun mulai bergerak menuju liang lahat untuk Faiz diiringi dengan suara

Dug, dug, dug.

Kali ini bunyi tersebut disertai dengan getaran.

"Astaghfirullah, sepertinya benar suara itu dari dalam keranda."

"Apa tadi kita lengah ya hingga keranda kemasukan hewan seperti ini?"

"Tidak tahu, mungkin saja tikus kecil dan tidak kelihatan oleh mata kita tadi."

"Mungkin saja."

"Sudahlah kita tidak perlu banyak bicara, percepat langkah kita agar sampai ke liang lahat!"

"Ini masalahnya berat sekali Pak ustad, kaki kami seolah tidak bisa bergerak."

"Aduh." Mereka mengeluh di saat memaksakan diri untuk bergerak maju ke depan.

Duk, duk, duk.

Bunyi dan getarannya semakin nyaring dan kencang. Orang-orang yang menggotong keranda hampir tumbang seolah dihembuskan oleh angin kencang.

"Ahhh, kita letakkan saja kerandanya dulu!" teriak seseorang yang memegang keranda bagian depan.

"Baik."

Mereka langsung meletakkan keranda secara serempak. Keranda terlihat bergetar kencang di atas tanah.

"Astaghfirullah hal adzim." Pak Ustadz tampak membaca doa sedangkan yang lainnya sudah berlari kocar-kacir tidak karuan karena ketakutan.

Sesaat keranda terlihat diam dan pak ustadz memanggil orang-orang lagi untuk menggotong kembali. Namun, orang-orang yang sudah jauh enggan mendekat kembali.

Melihat para tetangga sudah pada pergi akhirnya kerabat dekat dari Faiz yang mengambil alih menggotong keranda tersebut.

Tidak terjadi apa-apa sampai jenasah tersebut sampai di samping makam Faiz. Orang-orang yang mengintip dan tidak melihat kejanggalan lagi akhirnya ikut mengantarkan jenazah itu kembali.

Namun, orang-orang langsung kaget saat keranda dibuka mayat di depannya malah duduk.

"Aaaa!" Orang-orang langsung lari terbirit-birit.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!