NovelToon NovelToon

Terjerat Pesona Ayah Sahabatku

Bab 1. Kejutan terindah!

...🍀🍀🍀...

Di bandara Chicago, terlihat seorang gadis cantik dengan rambut yang digerai dan penampilan yang cantik, modis, namun tetap sopan. Matanya berwarna abu-abu, rambutnya berwarna coklat. Tubuhnya bak model dan visualnya seperti artis Hollywood.

Gadis itu menyeret kopernya yang berwarna hitam dan berjalan keluar dari bandara.

"Chicago, aku datang lagi! Jonas, tunggu aku!"

Gadis itu adalah Savana Maverick, gadis yang biasa disapa Vana, Savana. Namun, orang-orang akrab memanggilnya dengan panggilan Vana. Dia adalah gadis mandiri, berpendidikan, berasal dari keluarga terhormat, kedua orang tuanya telah bercerai dan dia tinggal bersama sang nenek. Savana adalah gadis pemberani dan cantik. Belum lama dia lulus s2 dari sekolah seninya di Inggris, Royal College of Art jurusan MA fashion.

Dia memiliki seorang kekasih bernama Jonas Satigo yang menjalin cinta dengannya selama 3 tahun. Selama itu pula mereka telah bertunangan. Jonas tinggal di Chicago, sementara Savana berada di Inggris dan mereka menjalani hubungan LDR.

Sepulang dari Inggris, Savana langsung pergi ke apartemennya di Chicago. Kepulangannya kali ini bertepatan dengan hari anniversary hubungannya dengan Jonas. Maka dari itu, Savana berinsiatif membuat kue dan menyiapkan hadiah, untuk merayakan anniversary mereka.

Savana sangat semangat membuat kue dengan tangannya sendiri. Selain itu, tak lupa dia menyiapkan hadiah untuk diberikan pada Jonas di hari jadian mereka. Savana memandang lembut dengan senyuman, barang-barang yang akan dia bawa nanti untuk kekasihnya itu.

"Jonas pasti senang karena aku sudah pulang lebih awal. Ya, setelah membuat kue ini aku akan menemuinya di apartemennya." gumam Savana sambil membuat kue di dapur. Wajahnya sampai cemong cemong dibuatnya.

Setelah selesai memanggang kue, Savana menghias kue itu dengan susah payah. Wajahnya belepotan oleh tepung dan cream kue. Dibalik wajahnya yang berkeringat itu, ada senyuman indah tersirat di bibir cantiknya. Dia tak sabar ingin segera bertemu dengan kekasihnya untuk merayakan hari jadian mereka.

Savana sengaja tidak memberitahukan kedatangan kembali ke Chicago karena ia ingin memberikan kejutan pada tunangannya. Gadis itu menenteng kue, juga kotak berwarna merah yang sudah dia siapkan sebagai hadiah untuk Jonas yang selama ini setia menunggunya saat sekolah di Inggris.

"Jonas pasti sangat senang! Aku akan mengejutkannya," gumam Savana seraya tersenyum sambil berjalan mendekati kamar apartemen kekasihnya itu.

Sesampainya didepan pintu itu, Savana langsung menekan kode apartemen Jonas yaitu tanggal jadian mereka. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka dan Savana masuk ke dalam apartemen mewah itu.

"Semuanya masih sama," ucap Savana setelah ia melihat ke sekeliling ruang tengah apartemen tersebut. Masih sama seperti terakhir kali ia pergi kesini.

"AKHHH! Faster baby! Fucckk!! PLEASE SUCK ME!"

Savana mengernyitkan dahi begitu mendengar suara yang menganggu pendengarannya. Suara seorang wanita mendesah seperti sedang bercinta.

"Okay baby...IM COMING!"

Gadis itu berjalan ke asal suara desahann dan erangan yang mengganggunya. Jika ia tak salah, suara pria yang didengarnya adalah suara Jonas, tunangannya.

"Aarrggghhh...baby...i feel so good," ucap Jonas setelah mengeluarkan benihnya di perut seorang wanita yang tidak tahu siapa. Jonas dan wanita itu terlihat naked tanpa sehelai benang pun diatas ranjang.

Alangkah kagetnya Savana begitu melihat kekasihnya baru saja selesai bercinta dengan wanita lain. "Jonas."

Suara dingin dan tegas itu membuat Jonas dan wanita itu menoleh ke arah Savana yang tengah berdiri diambang pintu.

"Sa-sayang, ka-kamu sudah pulang?" Jonas tergagap, ia langsung menarik selimut dan menutupi tubuh bagian bawahnya.

"Iya sayang dan sambutan yang kamu berikan padaku benar-benar sangat bagus!" Savana tersenyum, namun matanya menatap jijik pada dua orang itu.

Tanpa bicara apa-apa dan hanya menampilkan ekspresi datar, Savana melemparkan kue yang dibuatnya tepat ke wajah Jonas hingga membuat wajah dan tubuh pria itu belepotan oleh kue coklat yang ia buat susah payah itu.

"Sayang...dengarkan dulu penjelasanku!" serka Jonas sambil mengusap noda kue di wajahnya.

"Penjelasan? Oh tidak usah sayang, aku sudah tau semuanya. Happy anniversary yang ke 3, Jonas! Terima kasih atas kejutannya. Ini adalah kejutan terindah dalam hidupku!" ujar Savana sinis, lalu ia melepaskan cincin yang telah tersemat di jarinya selama 3 tahun itu.

Savana melempar cincin itu tepat ke wajah Jonas. "Sayang..." lirih Jonas.

"Fuckk untuk kalian berdua!" Savana menunjukkan jari tengahnya, sebagai bentuk ujaran kebencian dan jijiknya pada Jonas dan wanita itu.

Savana keluar dari apartemen itu, Jonas bergegas berpakaian untuk menyusul Savana. Namun gadis itu tak berhasil ia kejar karena mobilnya sudah pergi jauh dari sana.

Di dalam mobil, air mata yang tadi tertahan kini semua luruh membasahi wajah cantiknya. Membuat kulit putih mulusnya berubah menjadi merah. Didepan Jonas dan wanita itu tadi, dia hanya berusaha untuk tetap elegan meski hatinya sakit dikhianati.

"Sialan! Sialan kau Jonas! Jadi begini kelakuanmu di belakangku?!" Savana memukul-mukul setir kemudinya dengan kesal, air matanya masih mengalir deras ketika ia teringat dengan kebersamaannya dan Jonas selama ini.

"SAVANA! No, kau tidak boleh menangis...tak boleh...kau harus tetap elegan, stay cool...cowok tidak cuma satu, stok cowok di dunia ini masih banyak!" seru Savana berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Detik berikutnya, Savana kembali menangis sambil menjerit. "Huaaahhh...sialan kau Jonas!"

Ketika berada di dalam perjalanan, Savana melihat sebuah tempat hiburan malam. Biasanya Savana selalu pergi ke tempat hiburan malam itu bersama sahabatnya Elena.

Merasa akan baik-baik saja pergi sendirian, ia pun memarkirkan mobilnya dan masuk ke dalam club' malam Chicago itu. Terlihat beberapa orang bersenang-senang disana, ada yang bersenang-senang dengan bermain wanita, berjoget, minum-minum. Semua bebas disana.

"1 botol wine!" ujar Savana begitu dia duduk di kursi depan bartender tersebut.

"Okay nona," sahut bartender itu, lalu mengambil 1 botol wine yang dimaksud.

Setelah botol wine itu berada didepannya, tanpa perantara gelas. Savana langsung meneguk dari botolnya dalam sekali tegukan.

"Eh...eh...nona, kau bisa mabuk kalau meminumnya sekaligus begitu!" tegur seorang pria yang duduk disampingnya.

"Mabuk? Biarkan saja! Kata orang mabuk bisa melupakan kesedihan," racau Savana yang sudah berada dalam mode tidak sadarkan diri.

"Astaga...nona, kau mabuk." gumam si bartender saat melihat kondisi Savana yang matanya terbuka tertutup sayup-sayup.

Terlihat beberapa pria muda datang menghampiri Savana yang tengah didik sendirian. "Hai ladies, apa kau sendiri? Mau ku temani?"

"Bagaimana kalau kita bermain, nona?" tawar seorang pria berambut pirang seraya memegang bahu Savana.

Savana menepisnya, lalu ia tertawa sinis. "Hah! Aku tak mau bermain dengan anak-anak seperti kalian! Aku ingin punya kekasih yang usianya lebih tua dariku, kalian yang muda dan tampan hanya bisa menyakiti hatiku!"

Gadis itu beranjak dari tempat duduknya. Kedua pria muda itu kembali mendekat Savana, bahkan berani memegang tangannya.

"Kami tak akan menyakiti hatimu nona, kami bahkan akan memuaskanmu di ranjang." celetuk pria itu dengan seringai dibibirnya. Ia benar-benar tergoda dengan tubuh Savana yang semok itu.

"Iya, kami akan membuatmu have fun!" kata seorang pria lainnya menunjukkan wajah BRENGSEKnya.

Savana tidak menggubris kedua pria itu, ia berjalan sempoyongan tak mau mau kemana. Sampai langkahnya terhenti saat ia menabrak seseorang dengan dada bidang.

"Aduh, sakit! Aku sepertinya menabrak tembok!" seru gadis itu sambil memegang keningnya. Ia pun mendongakkan kepalanya dan melihat orang yang dia sebut sebagai tembok itu.

"Wah ternyata bukan tembok, tapi om yang sangat tampan! Om, aku bosan dengan pria yang muda dan seumuran denganku, apa om mau tidur denganku? Jadilah kekasihku, om!" racau Savana lalu menarik dasi pria itu hingga bibir mereka tak sengaja menempel. Senyumnya terus mengembang.

Pria tampan berwajah dingin itu tampak terkejut dengan semua ini. Iris mata berwarna coklat muda itu menatap Savana dengan tajam.

"Woah! Om, bibirmu manis juga," celetuk Savana setelah mencuri ciuman untuk kedua kalinya di bibir si pria.

"Kau..." mata coklat muda itu menatap Savana dengan tajam. Dia kesal dengan kekurangajaran Savana.

...***...

Hai Readers, jangan lupa komennya ya 🙈🙈 Ini karya baru author.

Bab 2. Tanggung jawab, om

...🍀🍀🍀...

Sinar mentari masuk melalui celah jendela kamar itu, sebuah kamar yang luas mewah. Savana terbaring dengan diatas ranjang dengan kondisi yang hanya memakai tank top saja. Ia membuka matanya perlahan-lahan, ia merasakan sakit di kepalanya.

"Ugh... kepalaku, sakit sekali." Savana meringis sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Membuka kesadarannya.

Namun Savana kembali menutup matanya, ia masih ngantuk. Lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah kanan tangannya yang terlentang secara tak sengaja menangkap sesuatu yang kenyal dan padat. Savana meremass benda itu, Savana pikir benda itu adalah guling atau bantal. Maybe.

"Benda apa ini? Kenyal, padat dan sedikit berisi. Apa guling memang seperti ini ya?" gumam Savana yang tangannya masih bergerak aktif meremass benda yang kenyal, padat berisi itu. Kemudian Savana menindihnya, ia mulai merasakan yang aneh saat kalinya melingkar pada benda itu. Savana terkekeh menikmati benda yang memiliki aroma nyaman untuknya.

"Hah? Kenapa seperti ada kaki?" gumamnya pelan, sambil terus meraba-raba sesuatu yang ada disampingnya itu.

Tanpa ia sadari, pria yang selama bersamanya menatap Savana dengan atensi yang begitu tajam. Pria itu bertelanjang dada, namun masih memakai celana lengkap.

"Sudah puas meraba-raba tubuhku, gadis kecil?" sentak Javier dengan suara dingin namun penuh penekanan. Suara itu membuat Savana yang tadi terpejam, jadi membuka matanya lebar-lebar.

"KYAAKK!!" pekik Savana terkejut ketika melihat ada seorang pria di samping tempat tidurnya.

"KAU! Apa yang kau lakukan? Kenapa kita bisa ada disini? SI-SIAPA KAU?!" seru Savana bertanya-tanya dengan panik. Gadis itu beringsut menjauh dari tubuh Javier yang tadi dipeluknya bak guling empuk itu.

Oh God! Apa aku not virgin anymore?! rutuk Savana dalam hatinya. Savana takut jika prinsip yang selama ini ia jaga, menjadi rusak. Sebab ia memiliki prinsip untuk menjaga kehormatannya sampai ia memiliki suami dan menikah. Of course, selama ini Savana tidak pernah disentuh oleh Jonas kecuali cium pipi, pelukan dan cium kening. Savana selalu menolak untuk melakukan hubungan sebelum menikah.

Biarlah dia dibilang kolot untuk anak muda seusianya, baginya kehormatan harus dijaga. Meski beberapa temannya tidak bisa menjaga hal itu dan cenderung melakukan hubungan bebas.

Javier beringsut dari ranjang, ia berjalan menuju ke kamar mandi tanpa bicara sepatah katapun pada Savana.

"Hey om! Om! Kau mau kemana? Kau harus jelaskan apa yang terjadi?"

Panggilan Savana sama sekali seperti angin lalu bagi Javier, dia tetap melangkah menuju ke kamar mandi dengan cueknya.

Savana mendengus kesal, ia ikut turun dari ranjang dan menghampiri Javier. Gadis itu menghadang jalannya dengan memblokir pintu kamar mandi. Beruntung, tubuhnya masih berpakaian meski bisa dibilang Savana sangat seksi.

Pria ini benar-benar menyebalkan.

"Om! Apa kau tidak akan bertanggungjawab?!" sentak Savana. "Setidaknya kau harus memberikanku penjelasan!" imbuhnya lagi dengan nada kesal.

Namun Javier hanya menaikkan satu sudut bibirnya, tatapannya sangat dingin dan membuat Savana tertekan juga berdebar.

Javier memojokkan Savana hingga bersandar ke pintu kamar mandi. "A-apa yang om lakukan? Me-mengapa!" Savana terbata manakala tubuhnya terkunci oleh tubuh kekar Javier.

Glek!

Savana menelan ludah, ia terpesona melihat tubuh seksi Javier yang menggoda. Tubuh atletis dengan otot-otot dada yang sixpack. Wajahnya juga tampan, meski Savana bisa menebak bahwa pria didepannya itu jauh lebih tua darinya. Tebaknya, mungkin usai Javier sekitar 30 han. Belum terlalu tua untuknya.

Sial! Pria ini sangat tampan, dia manusia atau dewa Yunani? Dan tubuhnya itu...oh Astaga membuat otakku traveling seperti Traveloka!

"Cobalah kau ingat kejadian semalam! Aku tak mau menjelaskan," ketus Javier lalu mendorong Savana yang menghalangi jalannya. Entah kenapa Savana melihat kekesalan di wajah Javier.

BRAK!

Pintu kamar mandi itu tertutup dan membuat Savana mematung didepan sana dengan wajah kesal.

"Ish! Hey kau! Keluar kau! Kalau kau yang sudah mengambil keperawananku, kau harus bertanggungjawab! Kau harus menikahiku!" Savana menggedor-gedor pintu kamar mandi itu, hingga ia pun lelah dan memilih kembali duduk di ranjang karena Javier tak kunjung keluar.

Menikah? Dengannya? Kelihatannya bagus juga, dia tampan dan sepertinya dia mapan. Dia juga terlihat dewasa. Pikir Savana dalam hatinya.

Di dalam kamar mandi, terdengar suara gemericik shower mengalir. Javier tengah melakukan aktivitas mandinya. "Gadis kecil itu sangat berisik! Padahal semalam suaranya begitu lembut, tapi--aslinya dia begitu cerewet. Kalau dia bukan teman Elena, aku tak akan menolongnya." gerutu Javier sambil melilitkan kimono handuk ditubuhnya. Rambutnya basah, membuat pria itu berkali-kali lipat tampannya.

CEKLET!

Pintu kamar mandi pun terbuka lebar, menampilkan seorang pria dengan tubuh atletis dan menggoda. Membuat Savana menelan saliva berkali-kali.

ASTAGA! Jantungku, jantungku! Mana mungkin aku jatuh cinta secepat ini padanya?

"Pergilah mandi! Kau sangat bau," ucap Javier dingin.

"A-apa?!" sentak Savana tak percaya.

"Pergi mandi, sana!" Javier dengan cueknya meminta Savana untuk pergi mandi. Dia bahkan melempar handuk bersih ke wajahnya.

Savana melempar handuk itu kembali pada Javier. "Tunggu! Jelaskan dulu padaku apa yang terjadi? Mengapa aku berada didalam kamarmu, om? Apakah kita melewatkan malam panas bersama seperti apa yang ada di novel-novel itu?" tanya Savana dengan wajah polosnya.

Plak!

Javier menepuk jidat Savana hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. "Sepertinya kau banyak menonton drama. Bagaimana mungkin aku tidur dengan anak-anak sepertimu?" ejek Javier.

"Apa anak-anak?!" Savana tak terima. "Siapa yang kau panggil anak-anak?!"

"Aku sudah dewasa, om! Dan aku adalah wanita yang memikat, aku cantik om."gadis itu bicara lagi seolah ingin diakui.

Javier tidak bicara sepatah katapun, ia hanya memakai pakaiannya dan pergi dari sana. Savana kesal karena diabaikan oleh Javier, niat hati ingin menyusulnya tapi dia belum memakai pakaian.

"Sialan! Awas kau om kulkas! Aku akan menemukanmu dan meminta pertanggungjawaban mu!" dengus Savana kesal, dia pun masuk ke kamar mandi dan setelah itu ia menyadari bahwa ia berada di salah satu kamar hotel.

****

Usai mandi dan berpakaian, Savana pergi ke tempat resepsionis. Ia menanyakan pria yang bersamanya semalam, namun pihak informasi tidak mau memberitahu Savana.

"Siapa pria itu? Apa dia memiliki latar belakang yang kuat?" gerutu Savana geram. Ia bertekad akan menemukan pria itu bagaimanapun caranya, jika benar pria itu yang sudah mengambil kali pertamanya. Tapi ia tak ingat kejadian semalam.

Tak lama kemudian, Savana mengaktifkan ponselnya dan melihat beberapa pesan masuk juga panggilan tak terjawab disana. Terlihat juga wallpaper kunci di ponselnya adalah Elena dan dirinya. Sedangkan wallpaper utama adalah fotonya dan Jonas.

"Cih! Si bajingan ini, kenapa dia mengirimkan pesan dan menelponku? Cuih...cuih.." gadis itu kesal dengan pesan dan panggilan dari Jonas.

Dreett...Dreett...

🎶🎶🎶

Savana langsung mengangkat telpon dari Elena sahabatnya dengan gembira. "Van, kau ada dimana? Apa kau baik-baik saja? Kenapa kau tidak mengangkat telpon dan pesan dariku?!" hardik Elena dari sebrang sana.

"Elena... huaaahhh...cepat kesini!" ujar Savana sambil menangis tersedu-sedu. Banyak sekali yang ingin ia ceritakan pada Elena.

"Kau ada dimana Van?" tanya Elena pada sahabatnya dengan suara yang cemas.

...****...

Bab 3. I'm not virgin anymore

...🍀🍀🍀...

Setelah mendapatkan telepon dari sahabatnya, Elena segera menjemput Savana di hotel yang disebutkan oleh gadis itu. Elena terlihat cemas saat melihat Savana meringkuk di depan hotel sambil menangis, duduk di salah satu anak tangga.

"Van, kau disini? Ada apa?" tanya Elena cemas, keningnya berkerut.

"Elena! My best friend! Huaaahhh...." Savana menangis tersedu-sedu, ia berhambur memeluk Elena dan menangis sejadinya di dalam dekapan gadis berambut pirang pendek itu.

Elena menepuk-nepuk punggung Savana dengan pelan, berharap dengan ini dapat menenangkan perasaan Savana. Elena heran mengapa temannya yang selalu ceria pemberani dan selalu menghiburnya itu, kini terlihat lemah tak berdaya.

Pantang sekali bagi Savana untuk menangis kecuali urusan ibu kandungnya, tapi mengapa sekarang temannya menangis?

"Huahhh Elena..." Savana menangis terisak, sampai hidungnya mengeluarkan ingus.

"Savana, kau menangis seperti anak kecil saja? Ayo kita pergi ke mobilku, kita ke rumahku ya!" ajak Elena seraya mengurai pelukannya. "Shitt! Kau membuat bajuku basah, Van." Elena mengumpat, manakala ia mendapati dressnya basah dengan ingus dan air mata.

"Ma-maafkan aku, aku tidak sengaja...huahhh..." Savana merasa bersalah.

"Untung kau sahabatku! Kalau bukan kau pasti sudah---ah ayolah kita pergi dan bicara di rumahku," Elena menggandeng tangan Savana seolah gadis itu adalah anak kecil. Tangisannya saja seperti anak kecil.

Setelah melalui perjalanan selama 20 menit, Elena dan Savana tiba di sebuah mansion mewah. Mansion tersebut di huni oleh beberapa pengawal dan pelayan, juga Elena dan ayahnya yang seorang duda.

Walaupun Savana adalah sahabat baik Elena, tapi Savana belum pernah mengunjungi rumah Elena. Sebab Elena lebih banyak meluangkan waktunya di luar rumah karena kesepian. Rasa kesepiannya sama dengan Savana yang ditinggalkan kedua orang tuanya yang bercerai. Maka dari itu Savana dan Elena itu cocok berteman.

"Sudah puas menangisnya?" tanya Elena sembari menyerahkan botol soda pada Savana yang duduk di atas sofa.

"Apa kau gila? Kenapa kau memberiku soda? Bukankah harusnya kau memberiku air minum biasa?" tanya Savana sambil memegang botol soda itu.

"Aku takut kau kerasukan setan,mungkin minum soda bisa menyadarkanmu karena aku merasa kau bukan Savana yang ku kenal." cetus Elena sambil tersenyum, lalu duduk tepat didepan Savana.

"Sialan kau! Aku ini Savana," ucap Savana dengan bibir yang mencebik. Lalu dia meneguk soda itu dengan sekali tegukan.

"Lalu kenapa Savanaku menangis? Itu seperti bukan dirimu. Seharusnya kau senang saat ini, bukankah kau sudah kembali kemari dan pastinya kau sudah bertemu dengan Jonas?" tanya Elena pada sahabatnya itu. Ia yakin Savana pulang buru-buru karena ingin segera bertemu dengan Jonas.

Wajah Savana berubah menjadi merah, darahnya mendidih seketika mendengar nama si pengkhianat itu. "El, jangan bahas si brengsek itu lagi! Aku dan dia sudah berakhir, aku benci dia SELAMANYA!"

"Wow? Apa kau serius Van? Ada apa? Kau seperti marah sungguhan," ucap Elena polos.

"Aku memang marah sungguhan, ah tidak! Aku murka! Pada pria bernama Jonas Satigo!" teriak Savana marah-marah. Dia jadi teringat kejadian kemarin yang membuatnya jadi tidur dengan Javier, pria yang entah siapa.

"Ada apa Van? Ceritakan padaku apa yang terjadi?!" seru Elena yang bersimpati mendengar kisah tentang Savana. Savana sangat mencintai Jonas, rasanya tak mungkin hubungan mereka berakhir begitu saja.

*****

Di sebuah gedung perkantoran, terlihat seseorang pria memasuki gedung tersebut. Dia adalah Javier, CEO Sanderix grup. Semua orang terlihat menghormatinya, membungkukkan badan dan menyapanya.

"Selamat pagi Presdir."

"Pagi," balas Javier yang membuat semua karyawan yang ada di sana terlihat terkejut dengan sapaan balik dari presdir mereka. Pasalnya Javier tidak pernah membalas sapaan mereka dan kini para karyawan itu keheranan.

Javier terkenal sebagai orang yang dingin dan workaholic. Bahkan ia jarang pulang ke rumah karena sibuk bekerja, hanya demi Elena dia pulang ke manison.

Sesampainya di ruang CEO, Javier terlihat resah tidak seperti biasanya. Leo selalu asisten sekaligus sekretaris Javier, terheran-heran dengan sikapnya yang gelisah.

"Sial, gadis itu...dia..." batin Javier teringat kejadian semalam.

#Flashback

Malam tadi di club malam.

Savana berhasil membuat Javier membeku setelah menciumnya dua kali. Bahkan kini Savana memegang tangan Javier dengan erat.

"Om, om mau kan jadi kekasihku? Aku cantik om, aku juga lulusan dari Inggris jurusan seni! Namaku Savana Mavericks, zodiak ku Virgo! Aku juga...aku juga...." Savana terdiam, lalu tiba-tiba saja Savana muntah di baju Javier.

Uwekkk!"

"DAMNN!" pekik Javier kesal dan jijik. Orang-orang disana juga melihatnya dengan jijik, Savana muntah sangat banyak.

"Ah...lega juga akhirnya hehe." Savana yang mabuk itu malah terkekeh setelah menumpahkan muntahnya pada Javier.

"Gadis ini! Benar-benar!" Javier murka, ia bahkan tak ragu mencengkram gadis itu. Siapapun yang mengganggunya mau wanita mau laki-laki, dia akan memperlakukan orang itu dengan sama.

Namun saat ponsel Savana tak sengaja jatuh ke lantai ia memungutnya dan melihat ada foto Elena dan Savana menjadi wallpaper di ponsel Savana.

Dia? Apakah gadis ini adalah sahabat yang selalu diceritakan oleh Elena?

Javier mengurungkan niatnya untuk marah pada Savana dan memutuskan untuk membawa Savana ke kamar hotel milik temannya untuk menolong Savana karena ia tak tahu alamat rumah Savana.

Saat Javier akan meninggalkan Savana sendiri di sana, Savana memeluknya dalam keadaan tidak sadar dan bahkan menciumi tubuhnya. Lalu...

#End Flashback

"Pak! Pak Javier?"

"Ah ya, Savana!" sahut Javier yang baru saja tersadar dari lamunannya.

"Sa-Savana tuan?" tanya Leo dengan kening berkerut. Namun ia tersenyum ketika melihat ada beberapa tanda merah di leher Javier.

Apa akhirnya pohon tua ribuan tahun itu berbuah juga? Lihatlah tanda merah itu, pasti wanita bernama Savana yang sudah membuat hasrat pak presdir jadi bangkit.

"Savana? Siapa yang bilang Savana?!" sentak Javier merasa gusar sendiri.

Shitt! Aku memikirkan gadis kecil itu lagi?

*****

Rumah Elena, mansion Sanderix.

Savana mulai menceritakan kronologi kejadian bagaimana dia bisa putus dengan Jonas. Dimulai dari kepulangannya dari Inggris hingga dia sampai di Chicago, lalu menyiapkan kejutan anniversary untuk Jonas. Saat ia sampai di apartemen pria itu dia mendengar suara-suara aneh, suara dua insan yang tengah memadu kasih. Ya, kejadian selanjutnya sudah jelas bahwa Jonas berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak tahu siapa.

"Sialan! Apa dia ada di apartemennya sekarang? Sekarang juga aku pergi kesana!" Elena langsung beranjak dari tempat duduknya, ia terlihat marah dan tidak terima sahabatnya diselingkuhi seperti ini. Dari dulu Elena dan Savana memang saling membela satu sama lain, ketika ada masalah di antara keduanya pasti mereka akan saling membantu, mensupport. Bahkan saat zaman SMA mereka dijuluki sebagai anak kembar cantik dan mereka populer.

"Sudahlah! Aku malas membahasnya sekarang, aku ingin bercerita hal lain El dan ini lebih mengejutkan dari itu."

Elena menatap Savana dengan tajam, menantikan apa yang akan dikatakan temannya.

"Apa itu Van?"

"Ta-tapi kau harus berjanji padaku untuk tidak menceritakan ini pada siapapun?"

"Van, apa kau tidak percaya padaku? Bahkan rahasiaku dengan Mark saja aku ceritakan padamu," ucap Elena seraya mendekati Savana.

Savana terlihat resah, dia mengambil nafas kemudian menghembuskannya. "Sepertinya, i'm not virgin anymore!"

"What?!!" pekik Elena terkejut saat mendengarnya.

...****...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!