Semuanya berawal dari kata-kata sederhana seorang peramal.
Seorang anak yang ditakdirkan menjadi seorang tiran.
Bekerjasama dengan witch, menyebabkan kematian raja dan saudara-saudarinya, menguasai kerajaan, menimbulkan perang benua, lantas menghancurkan dunia.
Demikianlah, aku, Helios de Meglovia, pangeran kedua dari Kerajaan Meglovia, yang kala itu masih berusia lima tahun harus menjalani takdir yang dipaksakan kepadaku dan hidup dengan kehilangan cinta dari keluargaku.
Sejak hari itu, selama bertahun-tahun, aku pun yang masih belia harus tinggal di istana yang dingin, hidup terpisah dengan keluargaku.
Tiada yang mencintaiku. Ayah dan ibuku, raja dan ratu kerajaan ini, memandangku dengan jijik tiap kali aku menyapa mereka. Demikian halnya dengan saudara-saudariku, para pangeran dan putri kerajaan ini, mengabaikanku seolah aku eksistensi yang tak kasat mata.
Terus para rakyat kerajaan ini? Mereka tiada henti-hentinya berdoa tiap hari kepada api suci agar hidupku segera berakhir dalam kecelakaan yang tragis.
Aku heran, mengapa mereka begitu menyembah eksistensi yang disebut api suci itu yang padahal dengan es-ku ini dapat dengan mudah kupadamkan.
Ya, Kerajaan Meglovia adalah kerajaan yang eksis dengan menyembah api sebagai sesembahan mereka.
Mengesampingkan ramalan dari orang paling suci di kerajaan, aku yang terlahir dengan bakat sihir es, jangankan berbeda dengan keluarga kerajaan yang lain, aku justru terlahir dengan bakat elemen yang sangat bertentangan dengan api, menjadi eksistensi paling dibenci oleh api suci yang menyebabkan semua orang di kerajaan ini menghujatku.
“Hah! Mengapa hanya aku di antara keempat bersaudara yang memiliki bakat sihir es, sementara saudara-saudariku yang lain semuanya berelemen api?!”
Namun betapapun aku mengeluh, tidak akan ada yang berubah.
Aku yang mampu bertahan melewati tiga belas tahun kehidupan setelah dicap sebagai tiran yang akan menghancurkan dunia oleh ramalan suci itu sudah merupakan anugerah yang besar buatku. Tidak ada hal yang lebih berharga daripada hidup itu sendiri.
Tentu saja itu bukan karena mereka mengasihani aku.
Semuanya karena ada ramalan suci lain di kerajaan yang mengatakan,
Pahlawan akan muncul di kala krisis dunia terjadi, mengalahkan tiran jahat beserta prajurit witch-nya, lalu menyatukan benua, lantas kehidupan paling sejahtera yang belum pernah dirasakan sebelumnya bagi kerajaan pun terjadi setelahnya.
Berkat ramalan itulah, aku dibiarkan hidup.
Aku dibesarkan untuk menjadi calon penjahat yang akan menjadi tumbal yang akan dikalahkan oleh pahlawan demi kesejahteraan umat manusia.
Namun, suatu hari di usiaku yang menginjak 18 tahun, terjadilah hal tersebut.
Para eksistensi monster di hutan monster yang menjadi perlindungan alami bagi kerajaan terhadap invasi benua iblis di barat tiba-tiba saja mengamuk dan mulai menginvasi kerajaan sejak 3 tahun silam.
Berkat Duke Alvon van Rucanthes yang menjaga pertahanan kerajaan di barat, kerajaan dapat bertahan menghadapi invasi monster selama 3 tahun terakhir ini.
Akan tetapi, sang duke pun harus menghembuskan nafas terakhirnya tanpa pewaris baru-baru ini.
Akibatnya, kerajaan pun menjadi berisik oleh masalah internal kerajaan yang tiba-tiba saja datang itu, tentang siapa yang akan menggantikan posisi sang duke memimpin pertahanan wilayah bagian barat dari invasi para monster tersebut.
Para bangsawan pengecut sekitarnya yang biasanya tamak akan wilayah, tentu saja akan menolak tawaran tersebut perihal bahaya yang ditimbulkan akan lebih besar ketimbang keuntungan yang didapatkan.
Demikianlah, keluarga royal yang berdiri di tampuk kekuasaan akhirnya dibebani tugas untuk mengamankan wilayah bagian barat kerajaan itu dengan mengutus salah satu perwakilannya sebagai pimpinan baru di wilayah tersebut.
Di saat itulah, kulihat semua mata menatapku.
Yah, aku kurang lebih bisa membaca isi hati mereka semua.
Kurang lebih mereka berpikir bahwa ini kesempatan emas bagi mereka untuk mengirimkan aku yang merupakan potensi bahaya lain bagi kerajaan ke tempat berbahaya tersebut.
Aku seketika ditunjuk menjadi pimpinan baru demi pengamanan wilayah barat tersebut tanpa ada satu pun bantahan.
Sayangnya, aku sadar betul niat mereka, ketimbang mengharapkanku mampu mengatasi masalah di sana sebagai pimpinan baru, mereka pasti lebih berharap bahwa aku akan turut meninggal di tempat itu perihal diserang oleh monster sehingga mereka dapat menyingkirkanku tanpa melanggar pantangan dari ramalan suci.
Terlihat sangat jelas niat dari para bangsawan menjijikkan itu.
“Ini kesempatan emas, Tuan Helios, untuk membangun citra Anda sebagai keluarga kerajaan.”
“Hahahahaha. Pasti Putra Mahkota sangat iri dengan Anda perihal Anda-lah yang justru terpilih untuk menggantikan posisi Duke Alvon sebagai pemimpin di wilayah bagian barat yang selanjutnya.”
Mereka mengatakan itu, menyanjungku dengan penuh sukacita, berusaha menutupi seolah itu adalah hal yang baik, tetapi mereka sama sekali tak mampu menyembunyikan niat asli mereka melalui raut wajah mereka yang tampak menjijikkan.
“Ini tidak adil! Mengapa mesti Kak Helios yang terpilih?! Aku lebih hebat dari Kak Helios dalam hal seni beladiri. Jika itu prestasi berperang, akulah yang lebih layak untuk mendapatkannya ketimbang kakak sampah itu!”
Bahkan ketika Leon, adikku yang merupakan pangeran ketiga kerajaan itu mengajukan keberatannya, mereka hanya menutup mata dan telinga mereka dan begitu saja tetap memilihku sebagai orang yang akan berangkat ke wilayah invasi monster di barat tersebut.
Yah, setidaknya dengan kepergianku mewakili keluarga kerajaan tersebut, aku dapat menghindarkan adikku Leon yang serampangan itu dari marabahaya.
***
Beberapa hari kemudian setelah hal tersebut ditetapkan, aku pun bersiap berangkat ke wilayah bagian barat demi menjalankan tugasku.
Tetapi apa ini?
Sama sekali tidak ada prajurit yang diutus untuk menemaniku kecuali seorang pengawal pribadiku, Albert fou Lugwein, seseorang yang sebaya denganku, dengan alasan ancaman invasi dari negara tetangga di utara, Kekaisaran Vlonhard, sedang dalam masa panas-panasnya.
Walaupun mereka mengatakan bahwa tambahan pasukan akan segera dikirimkan dari tiga wilayah bangsawan terdekat di sana, tentunya semuanya harusnya tahu mengenai perbedaan kualitas antara pasukan kerajaan dengan pasukan feudal di daerah terpencil kerajaan.
‘Haruskah mereka menunjukkan niat mereka untuk membiarkan aku mati di wilayah monster dengan sangat jelas?’ Aku hanya dapat mengeluh dalam hati.
“Master, sudah siap berangkat?”
Perkataan Albert tiba-tiba membuyarkanku dari lamunanku.
“Ya, tentu saja.”
Jawabku singkat kepada Albert.
Aku pun menaruh barang bawaanku yang hanya sedikit itu di dalam kereta kuda lantas turut menaikinya.
Lalu, pengawalku satu-satunya yang sekaligus bertindak sebagai kusir itu mulai menjalankan kereta kudanya.
Sebelum berangkat, aku sekilas berbalik ke arah mansion di bagian istana utama kerajaan, tempat Ayah, Ibu, serta saudara-saudariku yang lain tinggal.
Tanpa kuduga, tatapan mataku bertemu dengan Ilene, satu-satunya adik perempuanku, putri pertama Kerajaan Meglovia di salah satu jendela di lantai kedua mansion.
Dia segera mengalihkan pandangannya dengan kikuk ketika menyadari bahwa aku turut menatapnya. Sekilas, aku bisa merasakan raut wajah khawatir darinya itu yang walaupun tak diungkapkannya.
Bagaimana pun, aku senang, setidaknya masih ada yang mengkhawatirkanku walau itu tak diungkapkan sekalipun.
***
Dengan dipandu oleh Albert, kami berdua mulai bergerak menuju ke daerah yang berbahaya itu.
Perjalanan akan memakan waktu sekitar kurang lebih sepuluh hari, maka aku pun memanfaatkan sela-sela waktu yang ada untuk mempelajari agar lebih memahami tentang kondisi masyarakat di sana.
Yah, itu wajar saja bagi seorang calon penguasa untuk lebih memahami tentang siapa yang akan diperintahnya.
Lalu, sekitar lima hari setelah kami meninggalkan ibukota kerajaan,
“Truduk!”
Kereta kuda kami tiba-tiba saja tersandung oleh sesuatu yang besar yang awalnya kami duga itu adalah batu tajam yang sengaja ditempatkan di situ oleh para bandit agar dapat menghentikan kendaraan yang lewat demi menjarah mereka.
Namun, aku segera menyadari bahwa hal itu keliru perihal lama waktu berlalu, tidak ada juga tanda-tanda ada yang keluar untuk mencegat kami. Ataukah mereka mungkin ketakutan setelah melihat lambang kerajaan di kereta kuda kami?
“Master, apa Anda tidak merasakan kedinginan?”
“Hah, apa yang kamu katakan, Albert? Bagaimana bisa orang yang belemen es sepertiku merasakan kedinginan? Atau kau juga mau menghina diriku yang tidak diakui oleh api suci?”
“Tidak, itu tidak mungkin, Master.”
Albert segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat menanggapi pernyataanku itu.
Namun, setelah kuperhatikan, benar adanya yang diucapkan oleh Albert. Suhu di sekitar kami tiba-tiba saja mendingin. Lalu ketika kuperhatikan,
“Master! Kura-kura ini… bukankah itu seekor monster?”
Albert menunjuk ke bawah roda, tempat di mana kami sebelumnya merasakan sesuatu tersandung.
Rupanya, apa yang menyandung kami sebelumnya bukanlah batu tajam melainkan sesosok monster kura-kura es yang masih bayi.
“Mengapa kamu bisa tersesat di tempat seperti ini wahai monster malang? Bukankah habitatmu berada di kutub utara?”
Aku mengatakan itu sembari mengangkat monster yang tampak kesakitan pasca diinjak oleh kereta kuda kami lantas memeluknya dengan hangat.
“Moooou.”
Suara monster kura-kura es bayi itu begitu lembut hingga tampak lucu bagiku.
“Master! Apa yang Anda lakukan?! Itu adalah monster! Anda bisa saja kenapa-kenapa!”
Tampak Albert begitu mengkhawatirkanku perihal aku memeluk monster ini, tetapi aku heran dengan jalan berpikirnya. Bagaimana mungkin aku yang berelemen es ini bisa disakiti oleh monster es yang bahkan masih bayi.
“Kasihan sekali. Kamu pun ditinggalkan di habitat yang tidak cocok buatmu, seorang diri tanpa ada yang menyayangimu, terlebih di tanah yang menjadikan api sebagai sesembahannya ini. Pasti menyakitkan kan?”
“Mooou.”
Aku tentu saja tak mengerti apa yang dikatakan oleh kura-kura es bayi itu, tetapi tampak seakan dia mengiyakan apa yang barusan kukatakan padanya.
Aku pun bersimpati pada monster itu. Kulihat dari dalam dirinya, sosok diriku yang juga diabaikan perihal takdirku yang hidup di habitat yang tidak pada tempatnya.
Aku pun memutuskan untuk merawat kura-kura es itu.
“Yosh, mulai sekarang, kamu akan ikut denganku sampai kamu bisa kembali ke habitat alamimu.”
Kota Painfinn, kota yang terletak di wilayah paling barat Kerajaan Meglovia yang berbatasan langsung dengan hutan monster di ujung barat benua. Karenanya, kota ini selalu menjadi tempat yang paling rawan akan serbuan monster.
Namun, sebelum dimulai tiga tahun silam, tempat ini sebenarnya adalah tempat yang cukup damai dengan intensitas serbuan monster yang tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, semuanya tiba-tiba saja berubah yang dimulai tiga tahun silam.
Serbuan monster terus bertambah intens dari hari ke hari. Dan di sinilah, aku, Helios de Meglovia, pangeran kedua Kerajaan Meglovia ditugaskan untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan penanganan invasi monster.
Beberapa jam sejak kedatanganku ke tempat ini, aku berurusan dengan dokumen terkait dengan wilayah.
Di saat itulah tiba-tiba pintu diketuk dan ketika aku mengizinkan orang yang mengetuk pintu tersebut masuk, rupanya dia adalah Albert fou Lugwein, satu-satunya prajuritku yang setia yang bersedia menemani tuannya pergi ke tanah berbahaya ini.
Begitu Albert membuka pintu, dia langsung menatapku dengan pandangan mata yang terlihat sedikit kesal.
“Master, sampai kapan Master akan merawat monster itu?”
Ujarnya dengan setengah merengek.
Di sampingku, aku yang sedang bergelut dengan dokumen juga didampingi oleh seekor kura-kura es di atas meja yang sambil bertingkah dengan imutnya.
“Mooooo.”
“Yasmin, ada apa? Hmm, Albert kamu baru saja membuat Yasmin ketakutan. Tidak apa-apa, Yasmin, semuanya baik-baik saja. Dia temanku, dia orang yang baik.”
Aku berbicara sendiri di hadapan kura-kura es yang kunamai Yasmin tersebut sembari mengusap dagunya yang lembut lalu menatap Albert dengan tatapan mata yang mengisyaratkan ‘jangan membuat Yasmin takut’.
“Master bahkan sudah menamai monsternya. Dan apa-apaan dengan nama Yasmin itu.”
“Bukankah itu nama yang bagus? Yasmin adalah bunga yang habitat sebenarnya di es, namun mampu hidup di tempat yang panas sekalipun.”
“Tidakkah Master melihat pandangan orang-orang barusan? Padahal Master sudah dibenci karena ramalan itu, tetapi berkat Master yang turut membawa monster sebagai peliharaan Master, citra Master semakin buruk di mata masyarakat.”
Mendengar ucapan Albert itu, aku lantas menatapnya dengan serius. Kubilang padanya,
“Hei, Albert. Menurutmu, apa perbedaan utama antara monster dan hewan biasa?”
Lalu dia pun menjawab dengan cepat, “Ya, itu tentu saja kalau hewan biasa tidak memiliki mana, tetapi kalau monster mampu menyerap mana dan menggunakan sihir.”
Aku pun lantas menggoda Albert,
“Albert, tahukah kamu bahwa dalam klasifikasi makhluk hidup, manusia dapat digolongkan sebagai hewan?”
“Master sedang mengolok-olokku ya. Kalau segitu saja, tentu saja aku tahu. Walaupun aku hanya seorang ksatria dan bukan bangsawan, aku juga dididik ilmu pengetahuan alam yang mumpuni.”
“Albert yang pintar, coba perhatikan ini baik-baik. Hewan yang bisa menggunakan sihir disebut sebagai monster, sementara manusia adalah salah satu jenis hewan. Lantas, bagaimana menurutmu dengan para bangsawan yang bisa menggunakan sihir? Kalau berdasarkan kata-katamu barusan, kamu baru saja mengatakan bahwa semua bangsawan yang bisa menggunakan sihir itu monster.”
Mendengar kata-kataku yang sebenarnya hanya kumaksudkan sebagai candaan ringan itu, seperti biasa, Albert menanggapinya dengan serius.
“Tidak, tidak, tidak! Mana mungkin aku memikirkan hal yang kurang ajar seperti itu kepada bangsawan yang agung, Master.”
Melupakan sikap Albert yang agak mengesalkan, sebagian apa yang dikatakannya juga memang mengganggu pikiranku.
Begitu aku datang dan mulai mengatur wilayah, terlihat banyak warga yang tidak puas akan kehadiranku sebagai pemimpin feudal yang baru.
“Eh, kenapa bukan Putra Mahkota atau Tuan Pangeran Leon yang datang? Mengapa mesti si tiran es itu yang datang? Ini akan menjadi bencana wilayah.”
Kurang lebih seperti itulah pembicaraan yang terjadi di belakang antara sesama warga. Tanpa kuketahui, tahu-tahu aku sudah menyandang gelar aneh di masyarakat, sang tiran es.
Jangankan menjalin keakraban dengan para warga, aku sudah menerima poin negatif dari mereka duluan, terima kasih berkat ramalan yang mencap aku sebagai seorang calon tiran kejam bahkan tanpa aku melakukan apapun.
Bukankah itu kejam? Mengapa aku mendapatkan perlakuan yang bahkan bukan karena kesalahanku sendiri? Masa depanku sebagai seorang tiran kejam ditentukan begitu saja hanya dengan sebuah ramalan.
Aku yang frustasi lantas mengelus-elus dagu Yasmin yang lembut. Hanya Yasmin-lah kini yang bisa menjadi pelipur laraku di kala semua orang terus menghujatku karena ramalan sialan itu.
Begitu aku bersantai sejenak dari pekerjaanku setelah kedatangan Albert, tiba-tiba pintu sekali lagi diketuk. Kali ini yang datang adalah kepala administrator kota ini, Curtiz, seorang rakyat biasa yang diangkat oleh almarhum Duke Rucanthes sendiri sebagai kepala administrator karena kecakapannya.
Curtiz datang dengan membawa setumpuk laporan keuangan dan inventaris Kota Painfinn sesuai dengan yang aku amanahkan kepadanya untuk dikumpulkan.
Namun, begitu aku membaca laporan yang dibawanya tersebut, betapa aku tidak bisa menahan kesalku.
“Apa-apaan ini?! Mengapa pengeluaran untuk prajurit terlalu tinggi sedangkan biaya perbaikan benteng diabaikan?! Lantas apa-apaan pula dengan penjualan batu kristal sihir yang serampangan ini!”
Aku sebelumnya telah mendengar desas-desus dari suatu tempat bahwa Duke Rucanthes adalah seorang yang berotak otot. Dia sangat dapat diandalkan dalam masalah pertarungan. Namun, dia bodoh dalam hal mengatur ekonomi wilayah.
Tetapi yang sangat kusesalkan adalah mengapa tidak ada satu pun orang-orang yang mumpuni seperti Curtiz ini berupaya mensupport sang duke dengan buah pengetahuan mereka. Mereka hanya tanpa mengeluh menjalankan perintah sang duke yang serampangan.
Pertama-tama soal biaya restorasi benteng. Itu adalah hal yang mutlak untuk menjadi fokus perhatian perihal itu akan menjadi investasi jangka panjang dalam pengamanan wilayah terhadap serangan monster ke depannya.
Tetapi, dengan bodohnya, mereka mengurangi biaya itu hanya untuk kesejahteraan prajurit penjaga lantas mengakali benteng yang jebol dengan menutupinya terhadap lumpur alih-alih batu yang kokoh.
Ini gawat. benar-benar gawat. Wilayah ini benar-benar rentan akan dihancurkan jika pemikiran ekonomi mereka tetap berlanjut seperti ini.
Belum lagi dengan masalah kristal batu sihir. Wilayah ini padahal memiliki sumber pendapatan langka yang jarang ditemui di daerah lain, tetapi mereka sama sekali tidak memanfaatkan hal tersebut lantas menyerahkannya saja dengan harga yang sangat murah kepada para pedagang keliling.
Padahal jika kristal batu sihir diolah dengan baik, maka nilainya akan meningkat secara signifikan lantas akan menghasilkan pendapatan yang sangat besar bagi wilayah yang sangat miskin ini.
Mempertimbangkan hal itu, aku pun memberikan instruksi kepada Curtiz,
“Masalah anggaran prajurit, aku ingin itu dikurangi sebanyak 30 persen lantas dialihkan pada perbaikan benteng. Kemudian mengenai masalah kristal batu sihir, aku ingin itu dikumpulkan lantas diserahkan padaku.”
Aku yang sudah stress disibukkan oleh masalah internal wilayah, tiba-tiba saja dikagetkan oleh peringatan bahaya dari mercusuar pengawas monster.
Di pukul 4 sore itu di kala matahari masih terlihat, monster sudah mulai menyerang.
‘Apa ini? Mengapa para monster sudah menyerang di jam segini? Bukankah ini belum waktunya mereka keluar?’
Dengan pemikiran yang rumit itu, aku turut bergerak menuju benteng pertahanan. Tampaklah dari balik benteng itu, ribuan monster lipan menyerbu hendak memasuki kota dengan menembus benteng.
Monster.
Dalam defenisi dunia ini, mengacu pada semua jenis hewan sihir serta manusia yang terkontaminasi sihir dan kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan sihir mereka.
Suatu keberadaan yang seharusnya bersifat nocturnal sebab paparan sinar matahari mampu menyebabkan debuff pada output sihir mereka.
Dan keberadaan yang seperti itu kini justru muncul ketika panas matahari masih dalam keadaan terik-teriknya.
“Oi, kalian semua! Perkuat pertahanannya!”
Aku bisa mendengar dengan jelas teriakan dari sana-sini yang panik terhadap serangan monster yang muncul dua jam lebih awal dari yang diperkirakan.
Tetapi ini gawat. Proses perbaikan benteng yang berlubang masih sedang dalam proses. Ada beberapa lubang pada benteng yang belum tertutup dengan sempurna. Dan dari semua itu, monster yang paling buruk pun muncul. Monster yang dapat memanfaatkan celah sekecil apapun untuk masuk menyelinap, monster lipan.
“Ck.”
Tanpa sadar, aku mendecakkan lidahku. Sejenak, aku mulai panik. Jika dibiarkan seperti ini terus, maka monster bisa memasuki wilayah pemukiman penduduk lalu korban jiwa akan mulai berjatuhan.
“Barier es.”
Aku terpaksa harus mengeluarkan sihir barier es-ku di tempat ini untuk menutup celah lubang benteng yang belum sempat atau masih dalam proses perbaikan.
“Master! Apa yang Master lakukan?!”
Seperti yang aku duga, satu-satunya prajurit bawahanku yang terlalu kaku akan aturan itu, Albert, segera meneriakiku.
“Master tahu kan kalau ada pembatasan dalam menunjukkan kekuatan sihir bagi para anggota keluarga kerajaan di tempat umum? Terlebih sihir Master itu sedikit spesial dibandingkan dengan sihir para anggota keluarga kerajaan yang lain.”
“Mengapa, Albert? Apa kamu juga mau bilang kalau sihir es-ku yang sangat dibenci oleh api suci itu juga sangat menjijikkan?”
Dengan tingkahnya yang kaku seperti biasa, Albert segera menggeleng-gelengkan kepalanya kuat-kuat terhadap respon akan pernyataanku barusan.
“Mana mungkin aku punya pikiran seperti itu kepada Master! Aku hanya takut kalau Master akan memberikan alasan bagi orang-orang jahat di kuil suci itu untuk memberikan Master hukuman suci saja!”
Walau dengan sikapnya yang terlalu kaku itu, aku tahu betul bawa Albert adalah bawahanku yang setia yang selalu menempatkan kepentinganku menjadi prioritasnya bahkan melebihi kepentingan dirinya sendiri. Karena itulah, aku memaafkan sikap tidak fleksibelnya kali ini.
“Ya sudahlah, Albert. Selama tidak ada yang melaporkan kejadian ini, kuil suci tidak akan pernah tahu.”
“Tapi kita tidak akan pernah tahu jika mereka sudah menempatkan mata-mata di sini.”
“Jika demikian, aku masih punya alasan. Aku menggunakan kekuatan sihirku untuk melindungi orang-orang di sini, bukan?”
“Tapi, Master…”
“Sudahlah. Tidak usah berdebat lebih jauh lagi. Lebih daripada itu, Albert, kurasa kini sudah saatnya giliranmu untuk turut serta dalam pertarungan.”
Terlihat sejenak raut ekspresi yang penuh hesitasi terpampang di wajah Albert, namun begitu aku mengeraskan pula ekspresiku pertanda tekadku telah kuat, dia pun luluh lantas begitu saja mematuhi perintahku.
“Sesuai keinginan Master.”
Dia pun membungkuk dengan sopan lantas menarik dirinya mundur dari hadapanku lalu segera bergegas mengeksekusi perintahku tersebut.
Aku pun kembali melihat jalannya pertarungan.
Hanya dengan masuknya satu orang pada regu infanteri benar-benar mengubah jalannya alur pertarungan.
Albert fou Lugwein. Melupakan mulutnya yang bawel dan sikapnya yang terlalu ketat akan peraturan, dia benar-benar adalah seorang prajurit yang sangat hebat. Aku sebagai masternya benar-benar beruntung memiliki anak buah yang seperti dia mengabdi kepadaku.
Dalam satu kali ayunan pedangnya, dia dapat menghempaskan dan memotong-motong hingga berkeping-keping lebih dari sepuluh monster lipan dalam sekejap. Gerakannya halus nan efisien sehingga tidak ada satu pun gerakannya yang terlihat sia-sia serta tidak terdapat pula celah dalam pertahanannya.
Tampaknya, tidak hanya aku saja yang berpikir demikian. Terlihat bahwa seluruh pasukan pemanah dan penyihir tembak jarak jauh menjadi terdiam lantaran takjub akan kehebatan Albert.
“Eh? Kenapa kalian semua justru malah diam saja seperti orang bodoh?! Lanjutkan penyerangan! Kalian mau membiarkan para monster sialan itu berhasil menembus pertahanan pasukan infanteri kita?!”
Aku segera membuyarkan ketakjuban para pasukan pemanah dan penyihir tembak itu yang sesaat terdiam perihal penampilan memukau Albert. Mereka pun segera kembali ke kesadaran mereka lantas melanjutkan penyerangan.
Sore itu yang dilanjutkan hingga tibanya fajar di keesokan harinya, kami mampu bertahan dengan baik menghadapi invasi para monster lipan walaupun dengan datangnya serangan mereka dua jam lebih cepat dari yang diperkirakan.
Waktu itu, ketika kumenilik jauh pandanganku ke belakang sana, di tempat yang dekat dengan hutan monster, aku bisa dengan jelas melihat sosok sepasang mata merah besar dengan antena khas-nya yang juga bersinar menjuntai-juntai seakan terlihat mengontrol pergerakan para monster lipan lain sedang mengintai ke arah benteng pertahanan kami.
Itu jelas-jelas bukan ciri-ciri monster lipan biasa. Itu adalah ciri-ciri dari ratu lipan.
Sekarang, keberadaan monster lipan yang mampu menyerang di saat matahari masih terlihat dapat terjelaskan dengan baik. Itu semua karena keberadaan sosok ratu lipan ini. Jika demikian, kami harus menyiapkan pertahanan dengan asumsi mereka bisa muncul lebih cepat dari estimasi waktu yang diperkirakan sebelumnya.
Dengan buff perlindungan fisik dari ratu lipan terhadap paparan sinar matahari, perkiraan waktu maksimal di mana monster lipan bisa saja menyerang artinya meningkat menjadi sekitar pukul setengah tiga ke atas. Aku harus segera menyiapkan pasukan dengan asumsi seperti itu.
Namun ketika aku dan Albert bergerak kembali ke daerah pemukiman penduduk, kami bisa melihat tiga rumah yang sebelumnya terletak berjejer telah rubuh begitu saja. Ketika kami berusaha menelisik terhadap apa yang sedang terjadi, suatu pemandangan yang menyayat hati pun kami saksikan tepat di hadapan mata kami sendiri.
“Albert!”
Dengan penuh amarah, aku memanggil nama Albert.
Seakan mengerti apa yang aku maksudkan dengan memanggil namanya, Albert segera berlari lantas membunuh monster lipan raksasa yang sedang dengan asyiknya menjadikan salah seorang penduduk itu sebagai santapannya.
Tanpa aku sadari, tampaknya telah ada seekor monster lipan yang berhasil lolos dari pemantauan kami lantas memasuki gerbang pertahanan kota lalu menuju ke pemukiman penduduk untuk mencari mangsa.
Ini kegagalanku.
Tetapi aku juga sadar bahwa ini adalah sesuatu yang tak terhindarkan sebab tak ada cara untuk mengetahui monster tipe apa kali ini yang akan keluar dari hutan monster untuk menyerang sebab gelombang monster yang terakhir baru saja berakhir tepat sebelum kedatangan kami dengan pengorbanan nyawa sang duke.
Sekarang setelah mengetahuinya bahwa itu adalah monster lipan dan gelombang monster belum akan berakhir selama pimpinan monster belum dikalahkan, kami bisa menyiapkan pertahanan dengan lebih matang.
“Warga sekalian. Aku telah menyiapkan sebuah tanaman Alctus untuk kalian tempatkan di dalam rumah kalian masing-masing demi menghindari kejadian yang sama terulang jika ada monster lipan yang berhasil lolos dari pengawasan kami lantas memasuki pemukiman penduduk.”
“Tanaman Alctus adalah tanaman yang efektif dalam menyebabkan gangguan sinyal antena peraba pada serangga termasuk monster lipan. Hal itu akan menyebabkan peluang kalian aman menjadi lebih besar jika ada monster lipan yang kembali menyerang ke pemukiman warga. Jadi, masing-masing dari kalian harap patuhi instruksi ini dengan menaruh satu tanaman Alctus untuk tiap satu rumah demi keselamatan kalian sendiri.”
Aku bahkan dengan air mata darah telah rela mengeluarkan dana yang sudah sangat minim di pembendaharaan kota itu demi membeli tanaman Alctus yang sangat mahal ini demi keselamatan warga kota. Tetapi apa yang justru menjadi tanggapan mereka,
“Eh, mengapa kami harus menempatkan tanaman berbau busuk seperti di dalam rumah kami? Tidak mau!”
“Tanaman menjijikkan ini sama menjijikkannya dengan si tiran es.”
“Dasar tiran jahat! Semau-maunya dalam menindas warga!”
Padahal seingatku, aku sama sekali belum pernah melakukan perbuatan apa-apa yang pantas untuk dikatakan sebagai tiran. Lagi-lagi hanya karena ramalan sialan itu…
Baiklah, kalianlah yang seenaknya telah men-judge-ku sebagai tiran lebih dulu.
Kalau kalian segitu inginnya melihat sosok tiran, maka baiklah, akan kutunjukkan kepada kalian bagaimana sosok tiran yang sesungguhnya itu!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!