Grrr!
Seekor anjing dengan posisi siap menerkam berdiri bagai panglima perang di garda depan. Siap menerkam para musuh yang ingin memasuki wilayahnya. Anjing liar haus akan gigitan.
Daniella kecil bersembunyi di balik semak, menunggu sang anjing liar pergi dari jalan yang ingin dilaluinya. Setiap pulang sekolah, Daniella harus dihadapkan dengan anjing gila tersebut. Tidak ada jalan lain selain jalan sepi tersebut. Jalan yang jarang dilalui orang lain.
Sudah tiga puluh menit Daniella menunggu sang anjing untuk pergi. Daniella terus menunggu hingga kakinya keram. Sang anjing meninggikan kepalanya seperti sedang mencari mangsa. Daniella semakin menundukkan kepalanya agar tidak terlihat anjing liar tersebut.
Bugh!
Bugh!
Terdengar suara pukulan, Daniella menoleh ke samping gang buntu. Matanya melebar saat melihat tiga orang anak remaja memukul seorang remaja pria yang badannya lebih kecil.
Daniella menggertak giginya, dia geram. Namun, dirinya tidak berani menolong anak yang sedang dirundung itu.
"Minta ampunlah!" hardik salah satu perundung.
Anak lelaki yang wajahnya sudah dipenuhi dengan memar tersebut hanya terdiam. Dirinya tidak melawan atau meminta permohonan. Dia diam menerima setiap pukulan dari para perundung. Entah karena tidak merasa sakit atau dirinya yang sudah tidak bisa berucap karena rasa sakit yang terlalu dalam.
"Kau masih diam? Tidak mengakui bahwa kau yang mencuri burungku dan membunuhnya?"
Seorang remaja pria mengepalkan tangannya siap memberi bogem mentah pada anak lelaki yang penuh memar tersebut.
Bugh! Sekali lagi bogem mentah mendarat di wajah anak lelaki itu.
Daniella menutup mulutnya dengan tangannya sendiri, dia takut tidak sengaja berteriak, rasa iba menghampiri. Namun, dia tidak berani membantu anak lelaki itu.
Anak lelaki yang sudah tidak jelas wajahnya tersebut hanya menyunggingkan senyum menyeramkan.
“Aku rasa dia kelainan jiwa, lihatlah mata dan senyumannya itu!” seru seorang remaja. Tatapan dan seringai pada anak lelaki itu begitu berbeda.
“Benar-benar orang gila!” seru yang lainnya.
Bugh! Berkali-kali anak lelaki itu mendapatkan pukulan.
Gerr!
Erangan anjing terdengar di telinga Daniella. Seketika dia memiliki ide di otaknya. Daniella membuka tas ranselnya. Dikeluarkan satu sosis bekal makan siangnya yang tidak habis. Masih dalam posisi berjongkok, Daniella menggonggong kencang.
Guk! Guk! Guk!
Anjing liar tersebut mengedar mencari sumber suara, tangan Daniella mengangkat dan melempar sosis tersebut ke gang samping, di mana perundungan sedang berlangsung.
Anjing berlari kencang ke arah sosis yang dilempar. Sang Anjing menggonggong pada tiga remaja. Sontak membuat tiga remaja memproduksi keringat dingin.
Posisi mereka berada di gang buntu, membuat para remaja tidak bisa melarikan diri. Daniella hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas. Anjing liar tersebut berlari dan menggigit salah satu remaja pria tersebut.
Dua teman lainnya mencoba membatu temannya yang sedang digigit Anjing itu. Hanya pria yang menjadi korban perundungan yang duduk dengan tenang, tanpa mencoba melarikan diri atau pun melawan Anjing tersebut.
Tiga remaja keluar dari gang dengan masih sibuk berkelahi dengan anjing liar. Daniella berdiri, dia menghampiri anak lelaki yang menjadi korban perundungan. Daniella langsung menarik tangan anak lelaki tersebut. “Ayo.”
Anak lelaki itu menatap tangannya yang digenggam erat Daniella. Mereka berlari meninggalkan gang tersebut. Menghindar dari para perundung dan juga dari anjing liar.
Mereka berlari cukup jauh, hingga berhenti di mini market. Daniella melepas genggaman tangannya pada anak lelaki itu, dia menopang tangannya sendiri ke lututnya dan mencoba mengatur nafasnya.
Setelah cukup stabil, dia menegakan posisi berdirinya. “Kau tunggu di sini, aku akan segera kembali,” ujar Daniella.
Anak lelaki itu patuh, menunggu dengan diam kedatangan Daniella. Tidak begitu lama, Daniella kembali dengan membawa kantong plastik putih, dia mengeluarkan obat oles dan juga plester luka. Dia membuka kapas dan juga cairan NaCL. “Biar Kakak membantumu,” tawar Daniella.
Secara hati-hati Daniella membersihkan luka anak lelaki itu, mengoleskan obat dan juga memplester luka lecet di wajah sang anak lelaki. Usia mereka hanya terpaut dua tahun lebih muda Daniella. Namun, karena perawakan anak lelaki itu yang kecil membuat Daniella terlihat lebih besar.
“Di mana rumahmu? Biar Kakak antar kamu pulang," tawar Daniella.
Sang anak lelaki itu hanya menatap Daniella lekat tanpa menjawab. Daniella hanya menyerengitkan dahinya. Dia tidak tahu harus berbuat apa pada anak lelaki itu. Anak lelaki yang tidak bisa diajak komunikasi.
“Apa kau gagu?” tanya Daniella memastikan.
Sang anak lelaki hanya menggeleng. “Kau tahu rumahmu?” tanya Daniella lagi.
Anak lelaki tersebut mengangguk. “Ya sudah, kamu pulanglah. Aku juga akan pulang ke rumahku," ujar Daniella.
Daniella berbalik meninggalkan anak lelaki tersebut. Dia berjalan menuju rumahnya, merasa ada yang mengikuti, Daniella menoleh dan melihat anak lelaki itu membuntutinya.
Daniella berjalan cepat, ada rasa khawatir di hatinya. Anak lelaki yang menurut Daniella sedikit aneh. Daniella langsung masuk ke dalam rumahnya dan anak lelaki itu hanya menatap di luar pagar rumah Daniella.
Keesokan harinya, anak lelaki itu sudah menunggu di pagar rumah Daniella dan mengikutinya ke sekolah hingga pulang sekolah. “Katakan padaku, kenapa mengikutiku?” tanya Daniella geram.
Anak lelaki itu hanya terdiam. “Cepat katakan! Atau aku akan melaporkanmu pada polisi! Biar kau dipenjara dan aku tidak akan bertemu penguntit sepertimu lagi!” ancam Daniella.
Anak lelaki itu mendongak, Daniella lebih tinggi darinya. Dia takut ancaman dari Daniella, bukan takut dipenjara melainkan takut mereka tidak bisa bertemu lagi. “Aku menyukaimu,” jelas anak lelaki tersebut.
Daniella terkekeh, melihat anak lelaki itu yang lebih kecil darinya membuat dirinya mengira anak lelaki itu ingin berteman olehnya. “Kau ingin berteman dengan Kakak?” tanya Daniella dan mendapat anggukan dari anak lelaki itu.
“Kalau begitu, kau harus memberitahu namamu.”
“J,” jawab Jonathan.
“J?” tanya Daniella memastikan dan lagi-lagi hanya anggukan dari Jonathan.
“Baiklah J, mulai sekarang, kita akan berteman,” ucap Daniella.
Mulai hari itu, Daniella dan Jonathan sering menghabiskan waktu bersama. Jonathan akan mengikuti kemana Daniella pergi bagaikan anjing peliharaan.
Jonathan sangat patuh akan setiap perintah Daniella. Bahkan anjing liar yang sering menjadi sosok menakutkan bagi Daniella telah diusir oleh Jonathan. Yang Daniella tahu, Jonathan mengusir anjing tersebut. Namun, yang sebenarnya terjadi, Jonathan telah melenyapkan anjing liar tersebut.
“J, sampai bertemu besok. Kita bertemu besok sore di taman kota, oke. Aku akan memberikan hadiah untukmu,” ujar Daniella.
Jonathan pulang dengan hati yang gembira, Daniella tidak tahu banyak tentang Jonathan. Keesokan harinya, Jonathan menunggu kedatangan Daniella. Akan tetapi, sebelum Daniella tiba, ada sekelompok pria berjas hitam berdiri di depannya. “Tuan Muda, silakan ikut kami," ujar seorang pria berjas hitam dengan tongkat di tangannya.
Jonathan menggeleng keras, dia tidak mau ikut dengan para pria berjas hitam tersebut. Dia memberontak saat dua pria mencengkram tangannya. Jonathan tidak ingin kembali ke keluarganya. Dia ingin hidup lepas dari bayang-bayang keluarganya.
Sekuat apa pun tenaga seorang anak lelaki berumur tiga belas tahun, dengan perawakan kecil, tidak bisa menandingi kekuatan orang dewasa. Hingga akhirnya Jonathan di bawa paksa oleh para pria berjas hitam itu.
Daniella tiba di taman kota, dia menunggu kehadiran Jonathan. Namun, setelah empat jam menunggu, belum terlihat batang hidung Jonathan. Daniella pulang dengan rasa kecewa karena Jonathan tidak menampakan diri.
Hari berikutnya, Daniella tetap datang ke taman kota, mengharapkan kedatangan Jonathan. Namun, hanya kekecewaan yang dia dapat, hingga Daniella perlahan melupakan Jonathan.
Bertahun-tahun berlalu, anak lelaki berperawakan kecil itu tumbuh menjadi pria dewasa dengan tinggi 1,88 M. Jonathan melangkahkan kakinya di bandara. Dia siap mencari gadis kecil yang selama ini telah mengisi hatinya dan tak akan pernah melepasnya lagi.
Daniella Tan datang dengan gaun merah yang membuatnya menjadi pusat perhatian, dengan tatapan acuh tak acuh tetapi terlihat sangat elegan. Seorang model papan atas yang menjadi pacar simpanan pria beristri.
Evan Su adalah kekasih Daniella dari masih sekolah tingkat atas, hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua Evan karena Daniella bukan dari status sosial yang sama dengan keluarga Evan.
Bekerja keras menjadi seorang model kelas atas masih belum meluluhkan hati orang tua Evan, orang tua Evan menjodohkan Evan dengan seorang wanita dari kalangan kelas atas.
Karena rasa cinta Daniella pada Evan, Daniella rela menjalin hubungan diam-diam dengan Evan.
“Kenapa nekat datang ke sini? Kamu ‘kan tahu orang tua Evan juga di sini,” ucap Prisil berbisik, asisten Daniella.
“Kamu tenang saja, aku tidak akan membuat onar. Aku hanya ingin melihat Evan, apakah dia terlihat mesra dengan istrinya yang seperti mayat hidup itu,” jawab Daniella.
“Kamu sendiri nanti yang sakit jika melihat Evan bermesraan dengan istrinya.”
“Tidak mungkin, Evan mencintaiku,” ujar Daniella percaya diri.
“Kalau dia mencintaimu, seharusnya dia menolak perjodohan dan lebih memilih hidup miskin denganmu!” Prisil tidak menyukai Evan, dia tidak melihat ketulusan dari lelaki itu.
“Suda, diamlah! Kau belum tahu saja rasanya jatuh cinta!” bela Daniella.
Daniella terus melangkah, hari ini adalah acara pesta ulang tahun pernikahan Evan dan Veronika. Daniela duduk di tempat yang Evan dapat dengan mudah melihatnya. Pandangan mereka bertemu, tidak ada perubahan mimik muka keduanya. Hingga saatnya acara dimulai, MC menanyakan beberapa pertanyaan pada pasangan pengantin tersebut.
“Siapa diantara kalian yang jatuh cinta terlebih dahulu?” tanya MC.
“Aku! Aku jatuh cinta pada istriku pada pandangan pertama.” Evan berkata dengan sangat yakin.
“Bagaimana cara meluluhkan istri Anda? Istri Anda terkenal sangat dingin.” MC melirik Veronika dengan senyum seolah meminta maaf.
“Kami menikah karena perjodohan, aku sangat berterima kasih pada orang tua kami. Jadi, aku lebih mudah menaklukan istriku.” Evan tersenyum malu-malu.
Evan dan Veronika saling melemparkan senyum manis, semua orang bertepuk tangan melihat keromantisan sepasang suami istri tersebut. Hanya Daniella yang hatinya sakit, Evan selalu bilang hanya Daniella-lah kekasih hatinya.
Daniella menatap nanar pada Evan. Evan dan istrinya memotong kue pernikahan, saling menyuapi satu sama lain. Setelah itu mereka berciuman di depan hal layak para tamu.
Daniella memang menjalin hubungan terlarang dengan Evan. Namun, mereka jarang bertemu karena kesibukan masing-masing dan saat ini Evan sedang bermain peran agar perselingkuhannya dengan Daniella tidak terendus media.
“Apa harus berciuman segala?” gumam Daniela pelan.
“Mereka itu sudah resmi suami istri pastinya sudah melakukan lebih dari itu,” bisik Prisil.
“Aku saja belum pernah berciuman dengannya,” dengus Daniella. Seharusnya dialah yang mendapatkan ciuman itu.
“Benarkah?” tanya Prisil heran. Dilihat dari Evan yang terlihat mesum tidak mungkin Daniella tidak pernah disentuh.
“Dulu saat masih sekolah, Evan sempat ingin menciumku, tapi aku menolak!”
“Kenapa menolak? Bukannya kamu mencintainya?” tanya Prisil heran.
“Karena aku pikir berciuman bisa hamil! Saat sudah dewasa malah tidak ada kesempatan, karena kesibukanku untuk menunjukan pada orang tua Evan bahwa aku pantas bersanding dengannya, jadi kami jarang bertemu, sekalinya bertemu tidak bisa bermesraan.”
“Baguslah, kalau tidak pernah di sentuh olehnya. Aku bersyukur kamu memiliki otak yang bodoh!” Ya, Prisil bersyukur Daniella menganggap ciuman bisa hamil sehingga tidak tersentuh oleh Evan.
“Apa kamu bilang?” tanya Daniella dengan nada protes.
“Sudah, lebih baik kita pergi dari sini. Kamu mau menyakiti hatimu dengan melihat Evan dengan istrinya bermesraan?” Prisil mencoba menarik lengan Daniella, dia ingin membawa model itu keluar dari gedung.
“Tidak mau, aku masih mau di sini!” protes Daniella.
Tidak ada yang bisa dilakukan Prisil, dia hanya bisa menemani Daniella, bosnya. Acara terus berlangsung, Evan dan istrinya menghampiri para tamu untuk sekedar menjamu para tamu. Veronika sibuk dengan teman-temanya.
Evan menghampiri Daniella dalam jarak yang dekat dan memberikan minuman padanya. “Kenapa kamu harus menciumnya?” tanya Daniella pelan.
“Agar tidak curiga! Kenapa? Apa kamu cemburu?” tanya Evan tanpa menatap Daniella.
Daniella hanya mendengus. “Jangan-jangan kamu sudah melakukan lebih dari itu!” tuduh Daniella sinis.
“Tidak! Aku dan dia hanya berpura-pura, Veronika juga memiliki kekasih,” ujar Evan datar.
“Bohong, kalau begitu kenapa harus berciuman? Denganku saja tidak pernah!”
Evan menoleh. “Bagaimana jika malam ini? Aku akan buktikan padamu, bahwa hanya kamu yang ada di hatiku!” rayu Evan.
Daniella terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa. “Kau ingin men—ciumku?” tanya Daniella terbata, meskipun ia adalah seorang model. Namun, dia tidak masuk dalam pergaulan bebas, dia hanya fokus melebarkan karirnya saja. Untuk masalah percintaan dia tidak memiliki pengalaman.
“Bahkan bisa lebih dari itu,” bisik Evan menggoda. Daniella hanya menunduk malu mendengar ucapan dari Evan.
Pada dasarnya Daniella adalah gadis yang pemalu. Namun, karena ingin membuktikan pada orang tua Evan bahwa dia bisa sepadan bersanding dengan Evan, dia rela bekerja keras.
“Bagaimana jika kita kawin lari, tapi sebelumnya ceraikan dia dulu!” usul Daniella.
Evan menatap Daniella, dia tahu pacarnya ini sangat sulit untuk disentuh. “Akan aku lakukan secepatnya." Evan melihat Daniella hanya menggenggam gelasnya. "Minumlah dulu untuk menyegarkan tenggorokanmu," tunjuk Evan pada gelas yang di genggam Daniella.
Daniella menundukkan kepalanya, menatap gelas kaca di tangannya. Ada kilatan cahaya yang lewat dimatanya. Mengangkat gelas dan meminum cairan tersebut, meminum dengan sekali tegukkan. Yang tidak disadari Daniella, ada seseorang yang sedang mengawasi mereka.
“Pergilah ke kamar 403, aku akan menyusulmu ke sana,” ucap Evan.
***
“Kamu pulanglah, aku akan menginap di hotel ini,” pinta Daniella pada Prisil.
“Kenapa?” tanya Prisil.
“Tidak apa, aku hanya lelah.”
“Biar aku pesan kamar.”
“Tidak perlu, aku sudah pesan kamar.”
“Katakan padaku, apa rencanamu?” telisik Prisil.
“Tidak ada, pergilah!” elak Daniella mendorong Prisil.
Setelah berkata, Daniella meninggalkan Prisil, dia pergi menuju kamar yang sudah disiapkan oleh Evan, ada perasaan tidak nyaman di tubuhnya.
Daniella mulai membuka pintu kamar hotel, Evan sudah memberikan kartu kamar pada Daniella. Dia masuk ke dalam kamar yang sepi, rasa panas menghinggapi tubuhnya, AC di kamar tersebut tidak rusak tetapi Daniella merasa sangat gerah.
Beralih ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Namun, belum bisa meredakan hawa panas di tubuhnya. Tidak lama pintu kamar ada yang mengetuk, dia mulai membuka pintu, Evan yang berada di balik pintu tersebut. “Kenapa baru datang?” tanya Daniella parau.
“Aku harus membereskan semua terlebih dulu agar tidak ada yang mencurigai,” jelas Evan.
Evan menatap Daniella yang sedang tersiksa tetapi masih dalam keadaan masih sangat sadar. Dia mulai mendekati kekasihnya, Evan melangkah semakin dekat, lalu dia menarik pinggang Daniella. “Apa kau sudah siap?” tanya Evan yang sudah tidak sabar menerkam Daniella.
Evan semakin mengeratkan dirinya pada Daniella, bersiap untuk merasakan bibir ranum kekasihnya. Namun, saat bibir mereka hampir bertemu, pintu kamar mereka digedor dari luar. Daniella mendorong Evan. “Ada yang datang!" seru Daniella.
Evan dengan kesal membuka pintunya, Alex asisten Evan yang datang. “Ada apa?” tanya Evan kesal.
“Veronica sedang menuju ke sini,” ujar Alex. “bersama media,” lanjutnya.
“Kita pergi!” Tanpa memikirkan Daniella, Evan pergi meninggalkan kekasihnya yang sedang terpengaruh obat.
“Evan, kamu mau kemana? Aku ikut,” mohon Daniella.
“Tidak bisa! Veronica sedang ke sini!” pungkas Evan tidak peduli Daniella.
Daniella menarik lengan Evan. “Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu, aku adalah kekasihmu!” rajuk Daniella.
“Lebih baik kamu segera pergi, aku yakin Veronika tidak akan tinggal diam!” seru Evan. Dia menepis tangan Daniella, setelah itu pergi meninggalkan kekasihnya.
Daniella ditinggal sendiri oleh Evan. “Brengsek!” maki Daniella masih di dalam kamar hotel, dia mengambil tas-nya dan bersiap meninggalkan kamar hotel.
Saat menuju lift, dia melihat Veronika dan segerombolan pria, Daniella langsung memutar arah. Mencoba menjauh dari Veronika, dia punya firasat buruk bahwa perselingkuhannya dengan Evan telah terendus oleh Veronika.
Daniella terus berjalan. Namun, langkahnya semakin melemah karena rasa panas mendera tubuhnya, tangannya terulur pada dinding kamar hotel. Langkahnya semakin melambat, ingin secepatnya menjauh dari istri Evan, tiba-tiba pintu kamar yang dia jadikan sanggahan terbuka.
Daniella hampir terjatuh tetapi masih bisa menstabilkan berdirinya, matanya menangkap sesosok lelaki yang ada di depannya. “Kamu siapa?” tanya Daniella.
“Bukannya seharusnya aku yang bertanya siapa dirimu? Kenapa ada di depan kamarku?” tanya Jonathan tanpa ekspresi.
“Aku ….” Ucapan Daniella terhenti, terdengar derap langkah, dia merasa Veronika semakin mendekat. Daniella mendorong Jonathan masuk ke dalam kamar begitu pula dengan dirinya, lalu menutup pintunya.
“Apa yang kamu lakukan? Kenapa sembarangan masuk ke kamar orang?” tanya Jonathan masih dengan tanpa ekspresi.
“Tolong aku,” mohon Daniella yang mendekat pada Jonathan dan langsung menciumnya tanpa persetujuan.
Jonathan hanya melebarkan matanya saat mendapatkan ciuman tiba-tiba dari seorang wanita yang tidak dikenalnya. Ciuman singkat lebih tepatnya, karena hanya menempelkan bibir mereka, perlahan Jonathan mendorong Daniella. “Keluarlah dari kamarku,” perintah Jonathan tanpa emosi di dalamnya.
“Tolong aku!” Daniella semakin merasa kepanasan, dia mulai mencoba membuka pakaiannya sendiri.
Jonathan mendekati Daniella, mulai mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dia mengangkat dagu Daniella, menatap lekat mata gadis itu. Raut wajah Jonathan seketika berubah. Meskipun wajah Daniella dipoles oleh riasan. Namun, tidak bisa melupakan mata gadis kecil yang selalu mengisi hatinya. “Aku akan menolongmu, Kakak,” bisik Jonathan dingin.
***
Keesokan harinya, sebelum Daniella membuka mata, hal pertama yang dia dengar adalah suara gemericik air. Karena merasa terganggu dengan suara air, dia menutup telinganya dan mencoba duduk dari tidurnya, memegang kepalanya yang sedikit pusing.
Badannya seperti habis berolahraga dengan gila, sakit dan pegal di sekujur tubuh, dia terdiam sejenak untuk mengumpulkan tenaga. Tak diduga, saat dia mulai mendapatkan kesadarannya, dia mulai menyadari bahwa dirinya tidak berbusana. Dia masih belum mengingat kejadian sebelumnya, masih mencoba mengingat ingat apa yang telah terjadi.
Clek!
Suara air terhenti, pintu kamar mandi terbuka, pandangan mata mereka bertemu, Daniella masih menatap pria yang keluar dari kamar mandi yang hanya melilitkan handuk di pinggangnya. Pria dengan perawakan termasuk jangkung dan memiliki otot di perut tetapi bukan otot seperti binaragawan, terlihat kurus. Namun, terlihat tampak kuat.
Wajah pria tampan tanpa bulu di wajah, lebih mirip ke pria cantik di mata Daniella. Rambut ikal yang sedikit panjang itu basah, tetesan airnya mengalir ke perut dan terus ke bawah hingga terserap oleh handuk yang melilit di pinggangnya. Sedetik kemudian, Daniella berteriak. “Siapa kamu?” Dia pun langsung menutup dirinya sendiri dengan selimut.
“Kamu siapa?” tanya balik Jonathan. Dia melepas handuk yang melilit di pinggangnya tanpa malu dan memulai memakai pakaiannya di depan Daniella.
“Dasar tidak tahu malu!” teriak Daniella melempar bantal ke arah Jonathan.
Jonathan hanya menangkap bantal tersebut, tidak mengerti mengapa Daniella melempar bantal padanya, dirinya memang berpakaian di depan Daniella. Namun, dia tidak bertelanjang, dia sudah menggunakan boxer dari dalam kamar mandi. “Jonathan Gu!” Jonathan memperkenalkan dirinya sendiri.
Jonathan menatap lekat Daniella, memiringkan kepalanya, meskipun dirinya telah banyak berubah dan selama mereka saling mengenal Jonathan hanya memperkenalkan dirinya sebagai J. Bukankah mata seharusnya tidak pernah berubah Jonathan ingin tahu apakah Daniella mengingatnya.
Daniella hanya memicingkan matanya, heran dengan lelaki di depannya yang malah memperkenalkan dirinya. “Pergi dari sini!” usir Daniella.
Ada rasa kecewa di hati Jonathan. “Ini kamarku!” seru Jonathan.
Jonathan selesai memakai kaos dan juga celana jeans-nya, dia mengambil paper bag dan memberikan pada Daniella. “Pakai ini, pakaianmu yang kemarin sudah tidak bisa digunakan lagi.”
Daniella masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada mereka, mulai mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan, minuman dari Evan hingga dia masuk ke dalam kamar Jonathan. “Semalam kita ….” Ucapan Daniella terhenti, tidak sanggup berkata lagi, menolak mengetahui kenyataan bahwa dia menghabiskan malam panas bersama pria asing.
Ingin menangis tetapi sulit baginya, kepalanya seperti ada beban batu besar. Daniella melirik ke arah Jonathan, betapa bodohnya dia sampai terperdaya oleh Evan dan lebih parahnya lagi adalah terlibat dengan pria asing di depannya ini.
Ting tong! Suara bel berbunyi.
Suara bel kamar hotel terdengar sangat keras secara berulang. “Cepat pakai pakaianmu dan pergilah!” perintah Jonathan, hatinya kecewa karena Daniella tidak mengingatnya. Dia berjalan menuju ke arah pintu.
Daniella masih menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Berniat beralih ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya.
Jonathan mendorong handle pintu. Brak! Pintu langsung terbuka, terdorong dari arah luar. Begitu banyak para reporter di depan pintu kamar hotelnya. Jonathan langsung menahan agar para reporter tidak masuk. Namun, pintu tidak tertutup sempurna karena tertahan oleh para reporter yang pada akhirnya pintu tersebut terbuka setengah.
“Nona Daniella dan Tuan Evan ….” Ucapan para reporter terhenti, pria yang membuka pintu bukanlah Evan.
Para reporter diam di tempat, mereka tertegun melihat pria yang berdiri di depan mereka adalah pria asing. Para wartawan mendapatkan info, ada perselingkuhan yang dilakukan oleh Evan Su dan Daniella Tan.
Berita yang beredar bahwa Evan dan Daniella berselingkuh sudah tercium media. Namun, tidak kuatnya akan bukti dan kini mereka mendapat informasi bahwa Evan dan Daniella tengah menghabiskan malam bersama.
Otak manusia berada di tubuh masing-masing orang, memiliki pemikirannya tersendiri. Begitu pun dengan para wartawan. Ada yang berpikir mereka salah kamar, ada yang berpikir mereka mendapat informasi yang salah.
Mengapa bukan Evan yang ada di dalam kamar?
Apakah salah kamar?
Apakah ada yang memberikan informasi palsu?
Seorang reporter mendorong Jonathan dan melihat seorang wanita yang sedang duduk berbalut selimut. “Nona Daniella,” teriak salah seorang wartawan. Dia yakin wanita itu adalah Daniella.
Cepret! Cepret! Seketika para reporter memotret Daniella dari ambang pintu. Daniella seketika mulai pucat, gugup melandanya, dia semakin mengeratkan selimut yang menutupi tubuhnya.
“Nona Daniella bisa kau keluar dan memberi penjelasan ....” Suara seorang reporter terhenti. Jonathan mendorong para reporter itu. Dia berusaha untuk menutup pintunya.
Tidak bisa mendapatkan berita besar dari Evan seorang pengusaha yang terkenal, setidaknya para reporter masih mendapatkan berita besar dari seorang model terkenal menghabiskan malam panas dengan seorang pria asing. Pria yang tidak dikenal identitasnya, meskipun masih tergolong pria tampan. Namun, apa artinya jika tidak memiliki kekayaan.
“Tuan, apa kalian memiliki hubungan khusus?” tanya seorang reporter.
“Tuan, apa kau pelanggan Nona Daniella?” tanya seorang reporter pada Jonathan.
Pertanyaan-pertanyaan dari reporter membuat hati Daniella semakin sakit, dia sudah dengar bahwa dirinya dijadikan bahan gossip sesama teman modelnya yang menuduhnya menjadi pelakor di kehidupan rumah tangga Evan. Meskipun dia tahu bahwa dia bukan istri Evan. Namun, dia terlebih dulu pacaran dengan Evan, dan saat ini, para reporter menganggapnya sebagai wanita panggilan.
Para reporter semakin mendorong Jonathan untuk berusaha masuk. Namun, tidak akan Jonathan biarkan. “Keluar kalian semua!” seru Jonathan.
Para reporter tidak ada yang mematuhi perintah Jonathan.
Bugh!
Jonathan meninju salah satu reporter yang mengakibatkan reporter yang terkena pukul tersungkur. Seketika para reporter lainnya terdiam melihat aksi Jonathan.
Bruk! Jonathan membanting pintu keras, dia tidak peduli dengan reporter yang dipukulnya. Para reporter pun salah dengan tidak tahu malu masuk ke dalam kamar hotel Jonathan.
Para reporter hanya mendapat info bahwa ada perselingkuhan oleh pengusaha terkenal dan juga model papan atas. Namun, ternyata informasi tersebut salah, tidak ada Evan di dalam kamar tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!