NovelToon NovelToon

ISTRI KE 2 TUAN STEFAN

EPISODE 1

Malam itu Hana turun dari motor Alan dengan senyuman manis yang menghiasi bibirnya. Keduanya baru saja menikmati kebersamaan-nya yang memang hampir setiap hari mereka rajut.

“Makasih ya Lan. Kamu bener bener sahabat terbaik yang pernah aku punya. Aku nggak tau lagi harus ngomong apa sama kamu selain kata terimakasih. Mungkin seribu kata terimakasih dari aku juga nggak akan cukup untuk semua yang kamu lakukan buat aku.”

Alan menghela napas menatap Hana yang berdiri disamping motornya. Dengan gemas pria berjaket hitam itu mencubit hidung Hana membuat si empunya meringis dan memekik kesakitan.

“Alan, ini sakit...” Protes wanita berambut panjang itu.

Alan tertawa merasa lucu dengan ekspresi menggemaskan Hana. Pria itu kemudian meraih tangan Hana dan menggenggamnya lembut.

“Denger ya Hana, apapun pasti akan aku lakukan asal kamu mau tersenyum buat aku.” Katanya.

Hana tersenyum mendengarnya. Kedekatan mereka memang sudah terjalin sejak keduanya masih duduk dibangku sekolah dasar sampai akhirnya kini mereka menginjak usia dewasa dimana keduanya sama sama disibukkan dengan pekerjaan masing masing.

Hana yang berprofesi sebagai guru TK, sedang Alan adalah karyawan disebuah perusahaan swasta.

“Selama masih ada aku di dunia ini kamu nggak perlu khawatir apa lagi sampai merasa sendiri. Karena aku.. Aku akan selalu menemani kamu dalam susah maupun senang Hana. Aku janji.”

Hana hanya menganggukan kepalanya tanpa bisa berkata apa apa karena sejauh mereka mengenal Alan memang selalu menepati janjinya. Alan selalu membuktikan ucapan-nya untuk selalu ada dan melindunginya.

“Kamu sahabat terbaik dan satu satunya yang aku miliki. Aku sayang banget sama kamu Alan. Aku harap kita tetap bisa sama sama seperti ini sampai kapanpun.” Senyum Hana menatap Alan penuh harap.

“Itu pasti Hana. Aku akan menjadi satu satunya orang yang kamu lihat saat kamu membuka mata kamu. Aku pastikan itu.”

Hana tertawa kecil mendengarnya. Ucapan Alan memang manis tapi menurutnya ucapan Alan kali ini terlalu berlebihan.

“Kok ketawa?” Tanya Alan bingung.

“Enggak enggak. Ya udah pokonya makasih banget buat semuanya. Aku masuk yah..” Ujar Hana setelah tawanya mereda. Hana menepuk pelan bahu Alan yang masih duduk diatas motornya.

“Oke.. Besok aku jemput.” Angguk Alan.

Hana ikut menganggukan kepalanya kemudian melangkah menjauh dari Alan dan masuk kedalam rumah sederhana yang beberapa tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya.

Hana Larasati adalah seorang yatim piatu. Hana besar di panti asuhan setelah kedua orang tuanya meninggal dunia. Dan karena kebaikan dari para tetangganya lah Hana dimasukkan kedalam panti asuhan sehingga tidak hidup sebatang kara meskipun kedua orang tuanya telah tiada.

Sementara Alan Putra hanyalah pria biasa. Dia hidup sederhana namun tidak berkekurangan. Alan adalah tulang punggung keluarganya karena sang ayah yang juga sudah meninggal. Alan harus menghidupi dan menyekolahkan kedua adik perempuan-nya juga sang ibu yang sering sakit sakitan.

Setelah memastikan Hana masuk kedalam rumah kontrakan-nya, Alan pun kembali menghidupkan mesin motor metiknya kemudian berlalu dengan kecepatan sedang dari halaman rumah kontrakan sahabat yang diam diam di cintainya itu.

“Apa Hana nggak paham dengan apa yang aku bilang tadi? Kenapa ekspresinya biasa saja?”

Dalam perjalanan, Alan terus memikirkan ekspresi Hana tadi. Alan tidak habis pikir jika memang Hana masih juga belum memahami tentang perasaan terpendamnya selama ini.

Alan menghela napas. Pria itu tidak tau harus bagaimana menyampaikan perasaan-nya pada Hana. Apa lagi Hana selalu mengatakan bahwa Alan adalah sahabat satu satunya yang dia miliki.

“Mungkin Hana nggak paham karena aku yang terlalu bertele tele selama ini. Yah.. Aku yakin Hana pasti juga punya rasa cinta itu buat aku...”

Alan tersenyum membayangkan Hana yang juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya.

“Aku nggak boleh lama lama. Besok aku akan bilang sama Hana kalau aku mencintainya. Aku akan menikahi Hana dan kita berdua pasti akan sangat bahagia. Punya Hana kecil dan Alan kecil.” Senyum Alan merasa sangat yakin.

Alan kemudian menambah kecepatan laju motornya tanpa menyadari ada mobil mewah dari arah berlawanan yang melaju dengan sangat kencang ke arahnya.

 -------------

Ditempat lain.

“Apa? Angel demam?!”

Semua staf yang ada didalam ruang rapat terkejut mendengar ucapan Stefan. Mereka saling menatap kemudian saling berbisik. Sudah bisa di pastikan rapat yang baru akan dimulai pasti akan dibatalkan begitu saja oleh Stefan.

“Kamu, siapkan mobil sekarang.” Ujar Stefan dengan tegas pada asisten-nya.

“Baik tuan.”

Setelah berkata, Stefan langsung keluar dari ruang rapat dengan langkah terburu buru. Stefan sudah tidak lagi perduli dengan apapun karena yang ada dipikiran-nya saat ini hanya Angel, putrinya.

Semua staf hanya bisa menggeleng dan berdecak bahkan ada yang menghela napas tanpa berani protes pada si pemilik perusahaan. Mereka tidak mau mengambil resiko jika berani membantah apa yang Stefan katakan. Apa lagi Stefan adalah sosok yang tidak pernah ragu mengambil keputusan jika menurutnya apa yang dilakukan-nya memang sudah benar.

Dengan kecepatan maximal Stefan mengendarai mobil sport merahnya. Bahkan saking ingin cepat cepat sampai dirumah, Stefan sampai mengemudikan sendiri mobilnya.

Beberapa kali Stefan melanggar peraturan lalu lintas karena menerobos lampu merah. Stefan juga beberapa kali hampir menyerempet pejalan kaki yang sedang menyebrang. Tapi sekali lagi Stefan benar benar tidak perduli. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana dirinya bisa sampai dalam waktu cepat untuk memastikan sendiri bahwa putrinya baik baik saja.

Stefan berdecak saat melihat motor yang melaju dari arah berlawanan dengan-nya. Motor tersebut melaju dengan kecepatan sedang namun dengan posisi yang salah. Beberapa kaki Stefan membunyikan klakson mobilnya namun sepertinya si pengendara tersebut sedang melamun hingga akhirnya Stefan terlambat menghindar dan kecelakaan itu tidak terhindarkan. Motor dan si pengendara tersungkur beberapa meter dari mobil Stefan yang juga menabrak pohon besar di tepi jalan yang sangat sepi itu.

“Sial !!” Umpat Stefan ketika merasakan nyeri dibagian kepala juga lututnya.

Stefan kemudian segera menghubungi orang orangnya yang dalam waktu singkat langsung datang menolongnya juga si pengendara yang tergeletak beberapa meter dengan keadaan yang sangat memprihatinkan.

“Bawa dia kerumah sakit. Periksa identitasnya dan pastikan dia tidak apa apa.” Ujar Stefan dengan nada memerintah setelah dipapah masuk kedalam mobil asisten pribadinya.

“Baik tuan.” Angguk pria bersetelan jas hitam yang juga adalah orang kepercayaan Stefan.

Pria tersebut kemudian segera membawa pengendara motor malang yang tidak lain adalah Alan itu kerumah sakit.

Sedangkan Stefan, dengan menahan sakit dilutut juga kepalanya Stefan menyuruh asisten-nya untuk segera melajukan mobil menuju kediaman-nya.

“Tuan apa tidak sebaiknya anda juga kerumah sakit untuk memeriksakan keadaan anda?”

“Untuk saat ini Angel jauh lebih penting dari segalanya.” Katanya tidak menerima saran apa lagi bantahan.

EPISODE 2

Pagi ini Hana sudah siap siap akan berangkat mengajar seperti biasanya. Hana keluar dari rumah kontrakan-nya, mengunci pintu kemudian duduk dikursi diteras rumah sederhana yang disewanya.

Seperti biasa, Hana menunggu Alan yang setiap pagi selalu menjemput dan mengantarnya ke sekolah tempat Hana mengajar.

Hana mengangkat tangan kirinya menilik waktu lewat jam tangan warna putih yang melingkar manis di pergelangan tangan-nya.

“Kok Alan belum datang juga yah..” Gumam Hana bertanya tanya.

Itu benar benar sangat tidak biasa bagi Hana mengingat Alan yang selalu tepat waktu menjemputnya. Bahkan tidak jarang Alan yang menunggunya karena terlalu awal menjemputnya.

Hana menghela napas. Ketika hendak bangkit dari duduknya tiba tiba ponsel dalam tasnya berdering. Hana segera merogoh meraih benda pipih berkesing putih itu.

Hana tersenyum, Alan menelepon-nya.

“Halo Alan, kamu dimana? Aku udah nungguin kamu dari tadi loh.. Aku..”

“Kak...”

Ucapan Hana terpotong karena suara yang disertai isak tangis dari seberang telepon. Hana tau itu suara siapa.

“Amira, ada apa? Kamu kenapa nangis? Alan mana?” Tanya Hana yang mulai dirayapi rasa khawatir.

Suara isak tangis itu semakin menjadi membuat Hana menelan ludah merasa takut. Mendadak perasaan-nya menjadi tidak enak.

“Amira jawab aku.. Mana Alan?” Tanya Hana lagi menuntut.

“Kak Alan.. Kak Alan kecelakaan kak..”

Bak tersambar petir pagi itu. Hana merasakan jantungnya berhenti berdetak saat itu juga.

“Apa? Tapi bagaimana mungkin?” Lirih Hana dengan kedua mata berkaca kaca. Hana bahkan mulai kesulitan bernapas karena dadanya yang terasa sesak. Alan sahabat satu satunya yang dia miliki. Alan adalah orang terbaik yang pernah Hana kenal seumur hidupnya selain kedua orang tuanya. Dan Alan tiba tiba mengalami kecelakaan.

“Kak Alan...”

Indra pendengaran Hana sudah tidak lagi bekerja dengan baik. Hana tidak bisa mendengar apapun yang Amira katakan.

Bayangan masa lalu saat dirinya kehilangan kedua orang tuanya kembali melintasi penglihatan-nya. Hana menggeleng. Hana tidak ingin lagi kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupnya dengan tragedi yang sama.

“Aku harus kerumah sakit sekarang..”

Hana memutuskan sambungan telepon setelah menanyakan alamat rumah sakit tempat Alan berada sekarang. Setelah mendapatkan alamatnya, Hana pun bergegas mencari angkutan umum untuk mengantarnya kerumah sakit tersebut.

Waktu 30 menit rasanya seperti setahun bagi Hana. Hana terus menangis dalam diam selama dalam perjalanan menuju rumah sakit. Hana bahkan sampai beberapa kali menyuruh supir taksi yang ditumpanginya untuk menambah kecepatan.

Ketika taksi yang ditumpanginya sampai tepat didepan rumah sakit, Hana langsung mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dari tasnya dan memberikan-nya pada si supir taksi tanpa memperdulikan berapa ongkos yang harus dibayar. Hana juga mengabaikan teriakan si supir taksi yang mengatakan bahwa uang yang Hana berikan terlalu banyak.

Hana terus berlari dikoridor rumah sakit menuju tempat Alan berada sekarang. Jantungnya terus berdetak dengan cepat bahkan seperti hendak keluar dari tempatnya. Air mata terus menetes membasahi kedua pipi Hana.

“Ibu...” Lirih Hana begitu sampai didepan ruangan tempat Alan berada. Disana Hana mendapati ibu Alan dan kedua adiknya. Amira dan Aisha duduk sambil berpelukan meratapi keadaan Alan.

Hana langsung mendekat dan menubruk tubuh ringkih ibu Alan. Keduanya kemudian sama sama menangis terisak.

Amira dan Aisha juga kembali meneteskan air matanya. Mereka tidak menyangka jika Alan akan mengalami kecelakaan yang membuatnya tergeletak tidak berdaya diatas brankar dengan berbagai alat medis yang menempel di sekujur tubuhnya.

“Alan Hana.. Alan.. Ibu takut...” Isak ibu Alan dalam pelukan Hana.

Hana yang juga menangis hanya bisa diam dan mengusap usap punggung ibu sahabatnya itu. Hana tau Alan sangat berarti bagi ibu juga kedua adiknya begitu juga untuknya. Alan adalah segalanya bagi mereka ber empat.

Setelah semuanya tenang, Hana pun masuk kedalam ruang rawat Alan. Hana kembali menangis melihat Alan yang memejamkan mata tidak berdaya diatas brankar.

Dengan langkah pelan Hana mendekat kemudian duduk dikursi disamping brankar tempat Alan berbaring.

“Ini kali pertama kamu tidak menepati ucapan kamu Alan. Kamu membuat aku tidak bisa tersenyum pagi ini.” Lirih Hana dengan bibir bergetar.

Hana menarik napas mencoba melegakan dadanya yang terasa sesak. Melihat Alan seperti itu rasanya sangat menyakitkan.

“Aku tau kamu kuat Alan.. Kamu bisa melalui semua ini.. Kamu sudah berjanji sama aku kamu akan selalu ada buat aku..”

Hana mengusap air matanya. Hana harus bisa tenang dan kuat. Hana tau Alan tidak suka jika dirinya menangis. Alan pasti akan menyalahkan dirinya sendiri jika sampai Hana meneteskan air mata.

“Kamu harus sembuh Alan supaya kita terus sama sama.” Senyum Hana dalam tangisnya.

Hana meraih tangan besar Alan kemudian menggenggamnya erat. Alan mungkin tidak akan merasakan genggaman itu karena sedang koma. Tapi Hana tetap yakin Alan pasti bisa merasakan kehadiran-nya sekarang.

 ------------

“Karena benturan keras dikepalanya itu pasien mengalami pendarahan di otaknya. Dan untuk menyelamatkan-nya kita harus segera melakukan operasi.” Ujar Dokter yang menangani Alan.

Hana, ibu Alan, juga kedua adik Alan terkejut mendengarnya. Mereka saling menatap merasa bingung harus bagaimana mencari uang untuk membayar biaya operasi yang pasti tidak sedikit itu.

Hana yang melihat ke khawatiran bercampur bingung dari gerak gerik ibu dan kedua adik Alan pun menghela napas dan memberanikan diri bertanya tentang biaya yang harus dikeluarkan jika Alan di operasi.

“Berapa biaya untuk operasinya dok?”

Pria berjas putih berkaca mata itu kemudian memusatkan pandangan-nya pada Hana.

“Untuk operasinya biaya yang diperlukan sekitar 500 juta. Tapi setelah operasi dilakukan kondisi Alan tidak bisa langsung pulih. Alan mungkin akan tetap koma dan membutuhkan proses yang panjang untuk kembali bisa seperti sedia kala.”

Hana menelan ludah mendengarnya. Keadaan Alan sudah sangat gawat. Dan tabungan Hana tidak mencapai angka itu.

“Ya Tuhan...” Batin Hana pilu.

Mendengar apa yang dokter katakan, ibu dan kedua adik Alan langsung menangis. Mereka tidak punya tabungan begitu juga dengan Alan. Karena gaji Alan setiap bulan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari termasuk biaya sekolah kedua adiknya juga biaya berobat untuk ibunya yang sering sakit sakitan.

“Ya Tuhan anakku...”

Ibu Alan menangis histeris. Tubuhnya melemas membuat Amira dan Aisha langsung dengan sigap menahan-nya agar tidak jatuh dari kursi yang didudukinya.

Hana pun akhirnya ikut menangis kembali dan memeluk tubuh ibu Alan yang perlahan lahan mulai kehilangan kesadaran-nya.

“Kalian tidak perlu khawatir. Aku akan berusaha mencari uang itu. Aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan Alan...” Ujar Hana memeluk ibu Alan dan menatap bergantian pada Amira dan Aisha dengan penuh keyakinan.

Dokter Harun yang menangani Alan hanya bisa menghela napas melihat kepiluan didepan-nya. Kondisi Alan memang sangat memprihatinkan sekarang.

EPISODE 3

Diruangan lain namun masih dirumah sakit yang sama, Stefan duduk dikursi disamping brankar dimana Angel putrinya berbaring. Gadis kecil berusia 7 tahun itu memejamkan kedua matanya dengan jarum infus yang menancap di punggung tangan kirinya.

Stefan menghela napas. Angel adalah segalanya baginya meskipun Stefan jarang bisa bersamanya. Stefan bahkan juga tidak bisa bersikap layaknya seorang ayah yang baik untuk Angel. Stefan selalu sibuk dengan dunianya sendiri.

Stefan terus menatap Angel. Gadis kecil itu benar benar sangat mirip dengan mendiang ibunya. Kedua mata belo dengan bulu mata lentik yang membuatnya selalu terlihat cantik dengan ekspresi apapun.

“Maafin Daddy Angel..” Lirih Stefan.

Pintu ruangan VIP tempat Angel berada dibuka membuat bola mata coklat bening milik Stefan bergerak melirik siapa yang masuk.

“Permisi Tuan.”

“Bagaimana keadaan-nya?” Tanya Stefan dingin.

Orang yang Stefan maksud adalah Alan, si pengendara motor malang yang tidak sengaja Stefan tabrak karena tidak sempat menghindar semalam.

“Namanya Alan Putra tuan. Dia sekarang koma dan harus segera di operasi karena pendarahan di otaknya. Dia juga mempunyai kekasih bernama Hana Larasati. Dan juga dia adalah tulang punggung untuk ibu dan kedua adiknya, Amira dan Aisha.” Jelas Rico, asisten pribadi kepercayaan Stefan.

Stefan menelan ludahnya. Dengan ekspresi datar pria berambut hitam kecoklatan itu bangkit dari duduknya.

“Apa pacarnya disini juga?” Tanya Stefan kemudian.

“Ya tuan. Saat ini dia sedang berada di kantin rumah sakit.”

Stefan diam dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh siapapun. Stefan melirik sekilas pada putrinya.

“Dad.. Angel ingin seperti teman teman Angel yang lain. Punya mommy yang baik dan cantik.”

Ucapan Angel sebulan lalu kembali terngiang di indra pendengaran Stefan. Angel memang tau bahwa mommy nya sudah tiada. Dan entah kenapa tiba tiba gadis kecil bermata belo itu mengatakan ingin memiliki ibu seperti teman teman-nya yang lain.

“Stefan.”

Stefan langsung menoleh kearah pintu dimana seorang wanita berambut ikal berdiri disana. Wanita itu adalah Sera Devandra, istri dari mendiang Hary Devandra papah Stefan.

“Mamah...”

Stefan tidak tau darimana mamahnya tau dirinya sedang berada dirumah sakit. Tapi wanita itu memang suka sekali muncul tiba tiba dalam keadaan apapun.

“Bagaimana keadaan Angel?” Tanya Sera sambil mendekat kemudian mencium lembut kening Angel yang tertidur pulas setelah meminum obat penurun demamnya.

“Angel pasti seperti ini karena ingin sekali mempunyai mommy.”

Stefan menghela napas. Malas sekali rasanya jika sang mamah sudah bersuara.

“Stefan, sampai kapan kamu akan terus menyendiri. Angel butuh seorang mommy.. Lagi pula kamu juga selalu sibuk dan tidak ada waktu untuk memperhatikan Angel bukan?”

Stefan melengos. Sejak menikahi Lusi, Stefan memang sudah tidak punya lagi rasa cinta pada siapapun. Stefan sangat mencintai Lusi walaupun Lusi sudah mengkhianatinya.

“Lusi sudah tenang di alam sana Stefan. Kamu hanya perlu menatap masa depan kamu yang masih panjang.”

Stefan tersenyum miris. Cinta sucinya di hianati begitu saja oleh Lusi. Padahal Stefan sudah melakukan segala hal untuk mendiang istrinya itu. Saking cintanya Stefan bahkan dengan lapang dada mau membesarkan Angel dan menganggap Angel adalah putrinya sendiri.

Ya, Angel adalah anak hasil dari perselingkuhan Lusi dengan kekasihnya yang juga ikut meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan melarikan diri setelah melahirkan Angel 7 tahun yang lalu.

Tapi Stefan tidak pernah menceritakan semua itu pada siapapun termasuk mamahnya. Stefan menyimpan sendiri luka itu tanpa seorangpun yang tahu.

Tanpa berniat membalas apa yang dikatakan sang mamah, Stefan pun berlalu keluar dari ruang rawat Angel. Stefan berniat menemui Hana.

Stefan melangkahkan kakinya lebar di koridor rumah sakit dengan Rico yang mengikuti di belakangnya. Stefan tampak sangat tenang dengan ekspresi datarnya. Pria itu bahkan tidak memperdulikan tatapan para kaum hawa yang terpesona dengan ketampanan-nya saat berpapasan.

Ketika sampai di kantin rumah sakit yang kebetulan sangat sepi pagi itu Stefan berhenti melangkah. Tatapan Stefan langsung mengarah pada seorang wanita berbaju putih yang memunggunginya.

“Apa perlu saya panggilkan perempuan itu untuk menghadap tuan sekarang?” Tanya Rico.

Stefan menggelengkan kepalanya. Bagaimanapun juga Alan berada dalam keadaan seperti sekarang juga karenanya. Meskipun memang semalam posisi Alan yang salah.

“Tunggu disini.” Perintah Stefan kemudian berlalu dan mendekat pada Hana yang sedang merenung sambil menatap buku tabungan-nya.

“Aku bisa bantu kamu membiayai seluruh pengobatan pacar kamu.”

Semua pemikiran Hana tentang bagaimana caranya mendapat uang secara instan seketika sirna saat mendengar suara Stefan.

Hana perlahan mengangkat kepalanya dan mengeryit melihat sosok tinggi tegap didepan-nya.

Hana tidak bodoh. Hana tau siapa pria yang ada didepan-nya. Hana bangkit dari duduknya berdiri menatap Stefan yang begitu tinggi di depan-nya.

“Tuan Stefan...”

Stefan melirik tabungan yang sedang dipegang oleh Hana dan Hana dengan cepat langsung menutup buku tabungan-nya itu menyembunyikan-nya dari Stefan.

Hana menundukan kepalanya. Hana bukan wanita polos yang tidak tau apa apa tentang dunia luar. Stefan Devandra adalah pengusaha kaya raya yang sangat berkuasa dan terkenal kejam juga dingin.

“Saya tidak tau apa maksud tuan.” Ujar Hana pelan.

Stefan tersenyum miring. Pria itu menatap penampilan sederhana Hana dari atas sampai bawah. Kemeja putih bersih dengan rok span hitam selutut itu begitu pas melekat ditubuh rampingnya.

“Aku tau apa yang bahkan kamu tidak tau Hana Larasati.”

Hana mengeryit namun tidak berani mendongak untuk membalas tatapan Stefan. Hana tidak tau apa yang Stefan maksud. Tidak mungkin rasanya jika Stefan tau siapa Alan dan dirinya. Karena Hana sendiri sadar dirinya dan Alan hanya orang biasa yang tidak mungkin seorang Stefan Devandra mengetahuinya.

“Ini kartu namaku. Kamu bisa datang ke rumah atau ke perusahaan jika kamu setuju dengan syarat yang akan aku ajukan.”

Stefan mengeluarkan kartu nama dari saku celana hitamnya, meletakan-nya diatas meja kantin di depan Hana.

Setelah itu, Stefan pun berlalu tanpa menoleh lagi pada Hana yang kebingungan karena Stefan bahkan tau nama panjangnya.

“Darimana dia tau namaku? Dan untuk apa dia memberikan kartu namanya?”

Dengan ragu Hana meraih kartu nama Stefan. Saat itu juga ucapan dokter yang menangani Alan tentang penjelasan operasi langsung terngiang kembali di telinga Hana.

Hana sempat berpikir apakah kemunculan Stefan adalah jawaban atas doanya yang langsung dikabulkan oleh Tuhan.

“Apa benar apa yang dia katakan? Dia mau membantuku untuk membiayai seluruh pengobatan Alan?”

Hana bertanya tanya sendiri merasa bingung dengan semua itu. Stefan tidak mungkin mau membantunya tanpa sebab. Apa lagi pria itu juga mengatakan akan ada syarat yang dia ajukan.

Tapi Hana tidak punya pilihan lain. Meminjam uang 500 juta tanpa jaminan pada orang lain tidak mungkin mudah. Apa lagi Hana hanya seorang guru TK yang berpenghasilan dibawah rata rata. Siapapun pasti tidak akan percaya padanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!