Bab.1
"Bagaimana dengan rencana perjodohan anak anak kita Gara? Aku rasa aku sudah tidak sanggup menunggu lama lahi. Kesehatanku semakin hari semakin memburuk" tanya Pak Adam pada sahabatnya yang bernama Anggara Mahesa.
Seorang konglomerat yang memiliki perusahaan batu bara dan sejumlah gedung apartemen ternama yang terkenal mahal dan elite di beberapa kota besar.
"Kenapa bicara seperti itu? Sehatlah dulu baru kita bicarakan lagi tentang rencana pernikahan itu" jawab pria paruh baya yang setia menenami Pak Adam dirumah sakit.
"Tapi aku sudah tidak sanggup lagi Gara. Aku lelah, aku ingin segera bertemu dengan Amera dan hanya padamu lah aku bisa menitipkan Dya, putriku satu satunya,"
"Jangan buat Dya bersedih dengan apa yang kamu ucapkan Adam. Semangat lah untuk sembuh,"
"Aku juga maunya sembuh dan sehat Gara. Hanya sepertinya waktuku sudah cukup sampai disini,"
"Tapi kamu tahu sendiri anak bungsuku bagaimana? Aku takut dia menyakiti Dya, Dya wanita yang terlalu baik untuk Kala. Seandainya Arkana belum menikah mungkin aku tidak akan ragu untuk menikahkan Dya dengan Arka. Hanya saja Arka sudah memiliki seorang istri. Anakku hanya tinggal Kala, tapi dia terlalu begajulan untuk Dya yang sholehah Adam,"
"Aku tahu, tapi entah kenapa aku lebih percaya pada putra mu dari pada pria lain. Aku yakin, jika Kala bisa berubah dan menjadi jauh lebih baik. Kita hanya perlu membantunya keluar dari lingkaran hitam itu,"
"Apa kamu lupa dengan seberapa besar usaha dan perjuangan ku untuk membuatnya berubah dan keluar dari lingkaran itu?"
"Tentu aku tahu, tapi aku yakin Dya bisa membuat putramu berubah. Percayalah, dengan begitu aku akan pergi dengan tenang karena Dya ada ditangan mu dan juga putra mu. Meski saat ini Kala belum bisa menjaga Dya dengan baik, tapi aku yakin kamu dan juga Arka akan memperlakukan Dya dengan baik"
"Baiklah jika itu yang kamu inginkan, kita bicarakan dulu dengan Dya dan juga Kala setelah itu kita lakukan pernikahan ini."
Itu lah, perbincangan yang tanpa sengaja didengar oleh Anindya Zahrani, putri tunggal Adam Susanto.
Seorang pemilik sebuah panti asuhan dan beberapa usaha yang bergerak dibidang textile dan juga mebel.
Adam dan Anggara sudah berteman baik sejak mereka sama sama duduk dibangku sekolah dulu dan berlanjut hingga saat ini.
Adam dan juga Anggara adalah sama sama seorang duda yang ditinggal meninggal oleh istri istri mereka.
Istri Adam yaitu Amera meninggal saat melahirkan Anindya. Sedangkan Naura istri dari Anggara meninggal karena kecelakaan yang membuat Kala berubah jadi pemuda nakal dan susah dikendalikan, meski itu oleh ayahnya sendiri.
Kala selalu menyalahkan sang ayah atas meninggalnya sang ibu. Karena saat kecelakaan itu terjadi Anggara lah yang mengemudikan mobil itu.
Bahkan, hingga saat ini hubungan antara Kala dan Anggara masih sedingin es. Kala bahkan tidak pernah lagi pulang kerumah keluarganya dan memilih menetap di apartemen.
*
*
Anindya terus menundukan kepalanya, kedua tangan nya tidak bisa berhenti saling meremas saat dia harus bersitatap dengan seorang pemuda yang akan dijodohkan dengan nya.
Sesekali Dya melirik ke arah pria yang duduk disamping nya. Saat ini keduanya tengah duduk dibangku taman rumah sakit. Tempat dimana Adam, ayah dari Anindya dirawat.
"Jadi siapa nama loe?" tanya Kala membuka suaranya terlebih dahulu, setelah hampir 15 menit mereka terdiam.
"D_Dya, Anindya Kak," jawab Dya gugup dan jiga takut karena Kala memiliki suara yang cukup tegas.
"Nama yang bagus. Loe kanapa kaya takut gitu sih sama gue? Gue bukan orang jahat, jadi nggak usah takut,"
"Iya Kak, maaf,"
"Loe sudah tahu kan kalau Bapak loe sama Bokap gue akan menjodohkan kita?"
"Iya Kak, sudah tahu. Kemarin, Bapak sudah cerita,"
"Loe nggak keberatan?"
"Selama itu adalah pilihan Bapak. Insya Allah, nggak Kak,"
"Mmmm, menarik. Emang loe ga takut kalau gue nyakitin loe? Secara kita kan nggak saling kenal dan lagi pula gue juga sudah punya pacar. Jadi, apa yang loe harapkan dari perjodohan ini?"
"Jika begitu. Kakak boleh kok menolak pernikahan ini. Aku, sama sekali tidak keberatan,"
"Itu juga mau gue hanya___"
"Dya cepat kemari Dya, Bapak, Bapak kamu Dya," seru seseorang yang mengalihkan perhatian Dya pada orang yang tengah memanggil namanya.
Dya pun segera bangkit dari duduknya dan setengah berlari menghampiri orang yang baru saja memanggilnya dengan raut wajah yang panik.
"Kenapa dengan Bapak Mang, kenapa?" tanya Dya pada Mang Darman, adik dari Pak Adam yang setia membantu dan menemani dirumah sakit.
"Ayo lebih baik kita kesana saja, lihat kondisi Bapakmu dulu. Ayo takut nggak keburu."
.
🌸🌸🌸
Bab.2
“Saya terima, nikah dan kawinnya Anindya Zahrani binti Adam Susanto dengan mas kawin yang tersebut, tunai.”
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah..."
"Sah..."
"Alhamdulillah," suara gumaman berucap syukur atas pernikahan dadakan antara Arkala Mahesa dan juga Anindya Zahrani pun terdengar begitu lirih keluar dari mulut Pak Adam yang sudah semakin lemas.
Niat hanya mempertemukan kedua insan itu pun berubah menjadi sebuah pernikahan dadakan karena kondisi Pak Adam yang semakin memburuk.
Dan ini adalah permintaan terakhirnya sebelum dia berpulang ke Rahmatullah. Menjadi wali untuk pertama dan untuk yang terakhir kalinya, karena hanya Anindya anak satu satunya yang dia miliki.
Dan sebelum dipanggil yang maha kuasa Pak Adam ingin sekali menjadi wali dalam pernikahan putrinya. Anindya sendiri tidak bisa menghentikan tangisnya karena kondisi sang ayah yang kian memburuk.
"Nak Kala, tolong titip putri Bapak ya, Nak. Bapak sudah tidak bisa bertahan lagi. Sekarang tanggung jawab Dya Bapak serahkan pada kamu ya, Nak," lirih Pak Adam menitipkan putri semata wayangnya disisa tenaga dan nafas terakhirnya.
"Jangan bilang begitu Pak. Bapak pasti sembuh," lirih Dya disela isak tangisnya.
"Bapak tenang saja, aku pastikan jika Dya akan baik baik saja bersamaku." jawab Kala setelah mendapat senggolan tangan dari Ayahnya, Pak Gara.
Seulas senyum tipis dan anggukan lemah pun terlihat dilakukan Pak Adam. Lalu, perlahan tapi pasti, pria paruh baya itu pun mulai menutup kedua matanya. Dya berteriak histeris saat mendengar bunyi dari alat monitor yang ada disamping brangkar ayahnya terbaring.
Dya pun semakin menangis pilu saat tubuh sang ayah tidak merespon panggilan dan juga guncangan yang Dya lakukan pada tubuh Pak Adam.
"Tidak Pak, jangan begini. Jangan tinggalkan Dya Pak, Dya mohon. Dya tidak memiliki siapapun lagi selain Bapak, jangan pergi Pak. Astaghfirullah kenapa Bapak diam saja? Suster, Dokter, tolong. Tolong bangunkan Bapak saya." racau Dya terus mengguncangkan tubuh ayahnya yang kini sudah tidak bernyawa lagi.
Semua yang ada disana pun hanya bisa diam menyaksikan Dya menangisi kepergian ayah dan juga keluarga satu satunya itu.
Tidak banyak yang bisa dilakukan selain mencoba menenangkan gadis yang kini sudah menjadi yatim piatu itu.
Sementara untuk kepulangan jenazah semua di urus oleh Pak Gara. Sementara Mang Darman langsung menghubungi istrinya untuk memberitahu warga prihal berpulangnya Pak Adam dan meminta bantuan untuk menyiapkan pemakanan untuk beliau.
Dya sendiri sempat tidak sadarkan diri saat Dokter menutup seluruh tubuh Pak Adam dengan selimut.
Tak kuasa menahan rasa sesak karena kehilangan sang ayah. Membuat tubuh Dya lemas dan akhirnya ambruk, tidak sadarkan diri.
Untung saat itu, Kala tengah berdiri dibelakangnya. Hingga dengan sigap pria itu menangkap tubuh lemas Dya agar tidak berbenturan dengan lantai rumah sakit.
*
*
Dengan mata yang masih basah dan juga tatapan yang kosong. Dya menyambut para pelayat yang silih berganti mendatangi rumah sederhana milik kedua orang tuanya.
Banyak dari para tetangga yang berbisik bisik mempertanyakan perihal kehadiran sesosok pria asing yang masih muda tampan dengan tinggi hampir 185 cm itu ada disamping Dya ikut menyambut para tamu yang datang.
Entah apa yang diucapkan oleh para tetangga itu saat mendatanginya dan ada juga sebagian yang memeluk dirinya. Yang pasti, bagi Dya saat ini semua nampak tak bersuara ditelinganya. Hingga hanya Kala yang membantunya mengucapkan kata terima kasih pada para pelayat yang datang.
Karena Dya sendiri hanya diam terpaku bagaikan mayat hidup dan hal itu juga lah yang menimbulkan banyak tanya dari para pelayat.
"Siapa pria tampan itu ya? Kok baru lihat, ya? Apa itu calon suaminya si Dya? Tapi, mana mungkin. Selama ini kan si Dya tidak pernah terlihat dekat dengan pria selain si Yusuf,"
"Eh, tapikan si Yusuf bulan depan nikah sama anak pemilik pondok. Apa jangan jangan si Dya sakit hati jadi bawa pria asing ke rumah, biar warga tahu kalau dia punya pacar?"
"Atau mungkin saja, pria keren dan tampan itu adalah pacarnya si Dya. Makanya tidak pernah nikah nikah sama si Yusuf, walaupun keduanya sudah deket banget,"
"Tapi kalau itu calonnya si Dya, wah beruntung ya dapatkan pria yang tampan nya kebangetan kaya gitu, udah gitu kaya lagi. Tadi kalian lihat kan? pas si Dya pulang dari rumah sakit. Dia naik mobilnya yang super mahal dan super mewah,"
"Oh iya, pantesan saja nggak nikah sama si Yusuf, lah wong sudah punya yang tajir melintir. Kalah pamor tuh si Yusuf yang cuma punya motor matic, sama cowok yang bermobil mewah dan juga mahal."
Begitulah kira kira, obrolan segelintir orang orang yang ada disekitar Dya saat ini. Mulut tetangga kadang lebih tajam melebihi silet, tidak peduli orang itu tengah berduka dan terpuruk. Ghibah tetap lanjut terus.
.
🌸🌸🌸
Dya menatap sendu gundukan tanah yang tertutup oleh taburan bunga segar dengan batu nisan bertuliskan Adam Susanto.
Setelah cukup lama menatap kuburan sang ayah, Dya mengalihkan pandangan nya pada kuburan yang ada disamping kuburan sang ayah.
Sebuah kuburan dengan batu nisan yang terbuat dari batu marmer. Namun didesain dengan begitu sederhana bertuliskan nama Amera Zahrani.
Itu adalah makam sang ibu yang tidak pernah Dya kenal akan sosoknya bagaimana. Karena Amera meninggal setelah melahirkan dirinya.
"Semoga Bapak dan Ibu bisa bersama di alam sana. Berbahagia disana ya, Pak, Bu. Agar ikhlasku tidak meninggalkan sesal." gumamnya sebelum beranjak karena hari sudah kian menggelap.
Dengan di ikuti oleh Kala yang saat itu menemani Dya selama wanita berada dibukuran kedua orang tuanya. Sementara Pak Gara sendiri, tengah mengurus acara tahlilan untuk almarhum Pak Adam dirumah duka. Jadi, Pak Gara pun pamit undur diri terlebih dahulu dari pemakaman setelah proses penguburan Pak Adam selesai.
Meski sedikit menggerutu, tapi Kala tetap tinggal disana. Menemani wanita yang baru saja dia nikahi di hari pertama pertemuan mereka.
Aneh, canggung, kesal, marah, dan juga bingung. Itulah yang kini dirasakan oleh Kala, karena tiba tiba saja menjadi suami dari wanita yang baru di temui. Meski begitu, pria itu dengan ikhlas hati turun langsung untuk membantu mengurus jenazah Pak Adam.
Mulai dari memandikan hingga menjadi salah satu orang yang membawa jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Kala juga lah yang jadi salah satu orang yang turun kedalam liang lahat untuk mengantarkan sang mertua ketempat peristirahatan terakhirnya.
Dan itu murni kehendak Kala sendiri bukan atas perintah ataupun ancaman dari sang ayah. Meski tidak pernah menghendaki pernikahan ini, tapi Kala juga tidak bisa abai dengan keadaan Dya saat ini.
Kurang dari 15 menit Dya dan Kala pun sudah tiba dirumah sederhana milik Dya, yang merupakan peninggalan mendiang kedua orang tuanya.
Kedatangan Dya pun disambut oleh Bi Murni, istri dari Mang Darman. Yang sedari siang sibuk membantu menyiapkan segala keperluan pemakaman dan acara tahlilan yang akan digelar setelah sholat Isya nanti.
"Dya, lebih baik kamu mandi dulu gih. Baju kamu kotor karena tanah makam ikut terbawa dibajumu." ucap Bi Murni saat melihat keponakan nya masuk kedalam rumah.
Dan melihat gamis yang Dya kenakan kotor karena terkena cipratan tanah kuburan. Belum lagi gamisnya yang memang panjang yang lumayan menyapu jalan sepanjang Dya berjalan.
"Lagian pake baju kok panjang amat, nggak ribet apa? Ha takut apa kalau ntar jatuh karena tuh kaki nyangkut dibajunya?" gerutu Kala didalam hati. Saat ikut melihat baju Dya yang kotor.
"Nak Kala, jika mau istirahat ikut sama Dya ya kekamarnya. Istirahat didalam saja dulu, sembari menunggu waktu tahlilan tiba," lanjut Bi Murni yang kali ini bicara kepada Kala yang baru datang bersama dengan Dya.
Dya menoleh bingung pada Bi Murni saat mengijinkan pria asing itu untuk masuk kedalam kamarnya. Untuk beristirahat di sana.
"Tunggu Bi, ke_kenapa harus dikamarku? Di_dia pria Bi, dan kami bukan mahram," protes Dya yang belum menyadari akan statusnya saat ini.
"Astaghfirullah al adzim Dya, istigfar Nak. Coba ingat ingat lagi dan lihat wajahnya. Masa sama suami sendiri lupa?" tanya Bi Murni yang kaget saat Dya lupa jika pria asing itu adalah suaminya.
"Apa? Su_suami? Me_memangnya ka_kapan Dya ni___," seketika, Dya pun menghentikan ucapan nya saat ingatan nya kembali kekejadian sebelum Pak Adam menghembuskan nafas terakhirnya, lalu beristighfar sesudah nya.
"Astagfirullah al adzim, maaf Bi Dya lupa. Dya terlalu kalut dengan kondisi saat ini," ucap Dya pada akhirnya, menunduk malu.
"Ya sudah tidak apa apa, sana ajak suami mu istirahat. Setelah sholat Isya kita kumpul lagi buat mendoakan Bapak ya,"
"Iya Bi, terima kasih dan maaf sudah merepotkan Bibi dan Mang Darman,"
"Kita ini saudara Nak, mana mungkin Bibi diam saja. Apalagi selama hidupnya Bapakmu sudah banyak membantu kami. Sudah sana istirahatlah dulu mumpung masih ada waktu,"
"Iya Bi, kami masuk dulu kalau begitu. A_ayo Kak, i_ikut Dya masuk," Dya pun mengajak serta Kala saat dia mau memasuki kamarnya untuk beristirahat.
"Mmm... Kalau begitu, mari Bi saya tinggal dulu ke kamar." ucap Kala cukup sopan saat berpamitan dengan Bi Murni.
*
*
Kala mengedarkan pandangan nya, mata hazelnya menatap setiap sudut kamar yang hanya sebesar kamar mandi yang ada didalam kamarnya.
Kamar yang tidak seberapa besar, tapi cukup nyaman karena, selain bersih dan rapih, kamar itu juga wangi. Meski seprey bermotif bunga saja yang cukup mengganggu pemandangan mata kala saat ini.
"Silahkan masuk Kak. Maaf jika tempat kami kurang nyaman untuk Kakak. Kakak istirahat dulu saja di sini. Jika mau mandi nanti Dya pinjamkan baju milik anaknya Bi Murni. Siapa tahu cukup, karena kebetulan anak nya Bi Murni laki laki dan seumuran dengan ku," ucap Dya begitu keduanya tiba di kamar.
"Tidak masalah, cepat mandi lah. Aku juga ingin segera membersihkan diri," jawab Kala, yang langsung mengambil posisi duduk di ranjang milik istrinya.
"Baik Kak. Sebelumnya terima kasih karena Kaka sudah membantu mengurung jenazah Bapak."
*
🌸🌸🌸
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!