NovelToon NovelToon

Secret Of Werewolf

Bab 1: Tempat Pelarian

Rumor yang ditakuti oleh para masyarakat, akan adanya sesuatu yang tersembunyi ada di sana.

Desa Wolfden, sebuah desa kecil yang terletak cukup jauh dari kota besar, menyimpan rahasia yang ditakuti banyak orang.

Pertanyaannya adalah, apa yang sebenarnya ada di desa kecil Wolfden? Semuanya dimulai sejak saat itu.

*

DELAPAN BELAS TAHUN YANG LALU...

Hujan deras, dekat area desa Wolfden...

Sshhh..

"Uukh... Argh..."

Terlihat seorang pemuda berjubah hitam panjang tengah menyusuri jalan setapak, langkah kakinya sangat lambat dan terlihat kepayahan juga.

"Aku harus, cepat.... "

Langkah kakinya tak terarah pasti, ia bergumam berkali-kali seolah sedang kebingungan.

Kemudian ia terhenti karena melihat ada bukit yang cukup tinggi di sebuah desa tak jauh dari tempatnya saat ini.

"Tempat itu sepertinya cocok untukku...."

Pemuda berjubah hitam itu akhirnya melangkahkan kakinya ke arah desa kecil, menuju tempat yang ia lihat tadi.

Hujan begitu deras dan kilatan-kilatan petir menghiasi malam yang gelap ini, beberapa waktu berikutnya pada akhirnya pemuda berjubah hitam itu sampai di tempat tujuannya.

"Area pekuburan Wolfden? Tempat ini memang cocok untukku."

"Tempat peristirahatan orang-orang ...."

Pemuda itu menghela nafasnya, ia sudah ada di puncak tertinggi bukit ini dan kemudian melihat langit malam di mana ada cahaya bulan yang tak mampu menerangi karena terhalang awan tebal dan hujan deras.

"Mengapa semuanya jadi begini? Apa aku tidak bisa jadi seperti mereka?"

Pemuda itu menghela nafasnya lagi, dan kemudian menyingkapkan tudung jubah hitamnya itu, dan bersamaan dengan itu muncullah kilatan cahaya yang terang di tempat itu.

JEDER!

Bersamaan dengan itu pula suara yang memekakan telinga terdengar, membuat siapapun yang mendengarnya terkejut kecuali pemuda yang satu ini.

Sekilas tidak ada yang aneh dari pemuda berjubah hitam ini, perawakannya tinggi dan wajahnya tampan kisaran umur dua puluh tahun.

Di tengah ketidak-anehannya pada penampilannya itu, ia memiliki aura misterius dan tidak bisa ditebak.

Raut wajahnya menandakan ia sedang kebingungan dan terlihat memiliki pertanyaan besar dari dalam dirinya sendiri.

"Sampai kapan aku harus mengalami ini? Apa dunia ini terlalu sempit untukku?"

Ia masih melihat ke atas ke arah bulan tertutup awan. "Andai saja bulan tidak pernah ada...."

Pemuda itu mencurahkan isi hatinya sekaligus keinginannya yang mustahil untuk terjadi, pada akhirnya ia tidak bisa menentang kehendak alam yang sudah ada.

Dalam harapan yang sia-sia itu pemuda itu terdiam, keheningan terasa sekali di tengah malam hujan deras di area pekuburan ini dan beberapa saat setelahnya kembali kilatan dan gemuruh yang hebat terjadi.

Drttt...

Hal itu membuat tanah sedikit gemetar, pemuda itu masih saja terdiam di sana.

"Stephen...."

Tiba-tiba terdengar suara pria dewasa memanggil pemuda itu.

Pemuda itu perlahan menoleh ke arah suara itu berasal, dalam sekejap raut wajahnya berubah jadi muram.

Dar!

Kilatan dan gemuruh tidak lagi ragu menujukkan dirinya, mempertemukan dua orang asing di tempat yang tidak biasa.

Pria berjubah merah panjang kini berada tak jauh dengan pemuda tadi, ia menyembunyikan identitasnya sama seperti yang dilakukan pemuda ini juga.

"Kau tahu aku?" Pemuda itu menatap pria tadi dengan serius, tangannya sedikit gemetar, namun ia tidak menunjukkan ekspresi ketakutan.

"Kau seharusnya tidak ada di dunia ini," ujar pria itu dengan nada bicara yang berat.

Stephen sedikit kaget, baru saja ia kira menemukan tempat beristirahat, namun ternyata semuanya tidak seperti yang diharapkannya.

Lambang bulan dengan tanda kedua pedang di sisinya, menandakan seseorang yang sudah punya kekuatan sihir tingkat tinggi, namun yang paling dikenal dari antara banyaknya ahli sihir tingkat tinggi adalah Keluarga Reiss.

Keluarga Reiss adalah keluarga kaya yang tinggal di kota besar, Kota Frost yang letaknya cukup jauh dari desa Wolfden.

Memiliki pengaruh besar di bidang kekuatan sihir dan juga ekonomi membuat Keluarga Reiss dikenal dan dihormati di tempatnya, bahkan orang-orang luar pun tahu tentang keluarga yang satu ini.

"Sial.... Keluarga Reiss benar-benar merepotkan." Pemuda bernama Stephen menatap dengan tajam lambang jubah merah yang terletak di dada pria itu.

Stephen tahu akan begitu tersohornya keluarga Reiss, dan pada kenyataannya ia berurusan dengan keluarga ini.

Pria berjubah merah itu terdiam sejenak seolah ia tidak mengira Stephen tahu identitasnya yang ia sembunyikan sekarang ini.

"Jadi kau tahu aku?" Pria berjubah merah itu menyingkapkan tudung kepalanya, dan bersamaan dengan itu terlihat raut wajah yang tidak jauh berbeda dari yang ditunjukkan oleh Stephen.

Wajah dari pria itu ada luka di sebagian area dekat mata kanannya, terlihat seperti sedikit melepuh namun tidak terlalu parah, dan ia sendiri tidak terlihat kesulitan melihat.

Memiliki kumis dan janggut tipis di sekitar wajahnya, tatapannya menatap tajam ke arah lawan bicaranya sekarang ini.

Penampilannya sama tinggi dengan Stephen namun badannya jauh lebih berisi dan aura yang dipancarkannya begitu hidup.

"Ini bukan kali pertama aku bertemu denganmu, aku tidak mau lagi berurusan denganmu. Mengapa tidak kau saja yang hilang di dunia ini!?"

Pada akhirnya tidak ada waktu istirahat untuk Stephen, yang ada hanyalah urusan yang belum selesai yang mendatanginya sekarang.

HUSSH!

Stephen melesat dengan cepat melancarkan tinjunya ke arah pria itu, gerakannya sangat cepat sampai-sampai tidak terlihat oleh mata telanjang.

Brak!

Husshhh!

Tinjuan Stephen terhenti dan menciptakan gelombang kejut di area itu, menghentikan guyuran hujan sementara saat itu juga.

"Apa?!" Stephen tidak bisa menyembunyikan eskpresi terkejutnya, serangannya itu terhenti tepat ketika pria itu menyingkapkan jubah merahnya itu.

Seakan jubah merah itu perisai yang amat kuat yang bisa menahan serangan apapun, itulah yang membuat Stephen tertegun sejenak.

Untuk beberapa momen ke depan, Stephen meloncat ke belakang menjaga jarak dengan pria berjubah merah itu.

Pria itu menyingkapkan jubahnya, dan sedikit menepuk-nepuk membersihkannya. "Lumayan juga untuk ukuran sepertimu."

Stephen menggertakkan giginya tanda ia tidak percaya, padahal ia sendiri sudah cukup yakin tadi seharusnya serangan itu bisa memojokkan pria berjubah merah, namun pada kenyataannya berkata lain.

"Sudah cukup apa yang kau perbuat Stephen," ujar pria itu dengan pelan.

"A- apa yang kau ketahui dariku Reiss?! Kalian hanya memikirkan apa yang baik menurutmu saja!" Stephen berteriak keras.

Kata 'kalian' merujuk pada begitu banyaknya orang yang dimaksud Stephen, namun tak satupun nama yang ia sebutkan kecuali nama keluarga Reiss.

"Apa yang menurutku baik? Aku tidak tahu definisi 'baik' mu seperti apa, namun ... sudah cukup dengan apa yang kau perbuat."

"Memangnya apa yang kuperbuat?! Kau tidak akan pernah bisa mengerti!" Stephen lagi-lagi berbicara keras, raut wajahnya perlahan berubah menjadi penuh beban yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Kau tidak sadar? Makhluk sepertimu berbahaya bagi dunia ini, dan apa yang kau perbuat tidak bisa ditolelir lagi."

"Khh...." Stephen mengerang, ia tidak mengerti apa yang dikatakan oleh pria berjubah merah ini, pada akhirnya kebingungan dan beban yang ada di dalam hatinya itu perlahan berubah menjadi amarah.

"Aku berhak menjalani hidup bebas!" seru Stephen, bersamaan dengan itu aura sekitarnya berubah, ia perlahan mengacungkan tangannya ke atas.

Kilat dan Gemuruh menjadi-jadi seakan merespon apa yang tengah dilakukan oleh Stephen sekarang ini.

Shhh...

Aura kekuatan gelap mulai terkumpul pada Stephen, dari tubuhnya muncul asap namun bukan berarti ia menjadi terbakar tanpa sebab juga, melainkan ini adalah caranya ia menunjukkan tekad dan maksud yang ia kemukakan tadi.

"Terus-terusan membela diri? Stephen kau tidak bisa mengubah apa dirimu sekarang ini... kau tidak bisa memberikan pembelaan pada perbuatan yang buruk...." Pria itu kembali berbicara pelan, tenang dan dalam pada Stephen yang tengah menghimpun kekuatannya.

Stephen tidak menghiraukan apa yang dkatakan pria itu, sebaliknya energi gelap yang ia kumpulkan semakin banyak sampai-sampai matanya berubah menjadi merah seperti darah.

"Reiss! Kau tidak berhak merebut kebebasan itu dariku!" Stephen mengarahkan kedua tangannya, dan seketika itu juga muncullah energi sihir gelap yang kuat, bulat dan besar.

"Sihir Gelap: Bola Energi Hitam!"

Dengan cepat Stephen melepaskan energi sihirnya.

Dan benar saja, energi gelap itu menyerap apapun yang ada di hadapannya, tidak merusak sekitar hanya saja.... menghilangkan apa saja yang didepannya.

Dengan bola energi kegelapan itu Stephen mengerahkan kekuatan yang dihimpunnya tadi, kekuatan sihir yang begitu hebat yang bisa menghapus keberadaan apapun juga.

...

Shhhh...

Bola hitam itu mendekat ke arah pria berjubah merah, siap untuk menghapus keberadaannya dengan cepat dan tepat.

"Lenyaplah kau Reiss!" Stephen yakin serangannya itu lebih dari cukup untuk mengatasi orang dari keluarga sihir yang hebat itu.

"Stephen ...."

Pria itu mengangkat tangannya.

"Sihir Terang: Penghapus Energi Gelap."

Srriiingg!

Seketika itu juga cahaya terang muncul dari tangan pria itu, membuat semuanya jadi silau, sangat terang.

"Ukh...." Stephen menghalangi cahaya yang terang itu dengan tangannya, selagi ia berusaha untuk melihat sebagian kecil yang terjadi di sana.

Setelah beberapa saat kemudian cahaya itu hilang, Stephen bergegas melihat apa yang sebenarnya tadi terjadi.

"A- apa?" Lagi-lagi Stephen tidak menyangka akan apa yang terjadi.

Semua efek dari bola sihir gelap miliknya menghilang, semua hal yang tadinya di telan, termasuk gundukan tanah, kuburan, pohon, dan rumput kembali ada di tempatnya.

Dan pria berjubah merah itu masih saja berdiri di sana, seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

"Mengapa? Mengapa sihir Gelapku tidak mempan?!" Stephen mengarahkan pandangannya ke arah kedua tangannya.

Rasa frustasi makin menjadi-jadi, kepercayaan dirinya perlahan pudar dan ia tangannya kembali bergetar... kali ini terlihat jelas ekspresi putus asa dan ketakutan yang dalam.

"Aku tidak mengerti.... kau menganggapku apa?" tanya Stephen dengan nada yang berat, dan sedikit hilang.

Pria itu terdiam. Ia sendiri tidak meyangka Stephen akan berhenti di sini.

"Aku tidak mengerti dirimu, begitupula kau terhadapku, sesederhana itu," jawab pria itu.

"Kedatanganku ke sini adalah untuk menghentikan perbuatan jahatmu pada manusia di dunia ini," lanjutnya.

"Berbuat ... jahat?" Stephen termenung ketika mendengar kalimat itu, ingatannya yang tadi lemah karena kelelahan dan kehabisan tenaga mulai berdatangan kembali.

Akan alasan mengapa ia terus menerus mencari pelarian ....

Alasan yang sebenarnya, dan mengapa pria berjubah merah itu mendatanginya sekarang ini....

Bab 2: Jati Diri Sebenarnya

- Satu hari sebelumnya-

- Kota Frost\, malam hari\, berawan-

Terlihat seorang pemuda dengan setelan jubah hitam, sedang berjalan-jalan seperti biasa, di malam yang tenang di sebuah area perkotaan yang cukup luas.

Tidak lain tidak bukan ia adalah Stephen, berjalan seorang diri di tengah kota besar dengan tujuan yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

Suasana malam hari yang tidak ramai, hanya terlihat orang yang sesekali lewat, tidak biasanya seperti ini.

Stephen berjalan dengan tenang sembari memerhatikan sekitar, suasana tenang ini membuatnya bisa rileks, sebuah perasaan yang ingin selalu dirasakannya.

Kehadirannya di kota besar seperti ini dengan penampilan yang tertutup seharusnya membuat dirinya dicurigai oleh pihak keamanan, namun entah bagaimana ceritanya ia bisa berkeliaran dengan bebas di kota ini.

"Apa yang harus kulakukan?" Pemuda itu bergumam, seolah beban pikiran masih saja ada dalam benaknya, yang mengganggu ketenangannya saat ini.

Stephen sedikit mengangkat tangan kanannya, di sana ada bekas luka kering yang cukup besar, mirip seperti luka bakar.

"Tanda ini ... apa bisa dihilangkan?" Lagi-lagi Stephen merenung, raut wajahnya tidak terlihat begitu baik sekarang ini.

Sebuah tanda yang akan selalu ada, kapanpun dan dimanapun, setiap kali melihatnya Stephen merasa tidak baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian setelah melalui area utama kota, ia pun sampai di area perumahan dimana begitu banyak rumah yang ada.

Langkah kaki pemuda itu terhenti ketika ia melihat sebuah rumah besar, begitu indah dan mewah, dari bentuk dan strukturnya tentulah ini bukan rumah orang biasa.

Dikelilingi gerbang yang juga besar, rumah ini seakan memiliki ciri khasnya sendiri dan itulah yang membuat Stephen berhenti untuk memandanginya sejenak.

Stephen memerhatikan dengan seksama rumah besar ini, tidak seperti kebanyakan rumah yang ia lihat sebelumnya, ia merasa tertarik dengan rumah yang satu ini.

"Keluarga Reiss." Stephen melihat ada papan nama pemilik rumah ini di depan gerbang, di sampingnya ada tanda bulan dan kedua pedang.

"Tanda itu...." Stephen terdiam, ia merasa tidak enak ketika melihat tanda aneh seperti itu, apalagi ada gambar bulan di sana.

Mata Stephen masih terpaku ke arah lambang bulan dan kedua pedang di sampingnya, rasa penasarannya memuncak ingin tahu apa maksud dari lambang itu.

Dan pula tidak hanya lambang itu yang dipikirkannya, Stephen merasa ia pernah mendengar sesuatu tentang Keluarga Reiss.

"Sepertinya nama itu tidak asing.... Di mana aku pernah mendengarnya ya?"

Mengesampingkan nama keluarga sekaligus simbol asing itu, Stephen berusaha untuk tidak berasumsi berlebihan selagi ia mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.

Dan kemudian setelah Stephen berjalan-jalan lagi sejenak, ia mendengar ada dua orang perempuan sedang berbicara satu sama lain di dekat rumah yang lain.

"Hei kau tahu tidak? Keluarga Reiss hendak menyekolahkan anaknya di Akademi Sihir yang jauh di kota ini," ucap salah satu wanita berambut panjang.

"Keluarga Reiss Ahli Sihir? Mengapa mereka menyekolahkan anak mereka di luar kota? Bukankah di sini juga banyak sekolah sihir yang bagus?" komentar perempuan berambut pendek.

"Sepertinya mereka punya alasan sendiri, kalau tidak salah nama sekolahnya adalah 'Akademi Sihir Wolfden'", tutur wanita berambut panjang.

"Ah, aku pernah mendengar nama sekolah itu, memang sih sekolahnya terkenal dengan banyak-nya ahli sihir yang tercetak di sana," sahut wanita berambut pendek.

Stephen tidak sengaja mendengar dua wanita itu mengobrol, dan pada akhirnya ia jadi tahu keluarga Reiss memang keluarga yang tersohor adanya.

Dan lagi ia bisa berasumsi lambang asing yang tadi dilihatnya bisa saja adalah sebuah simbol untuk keluarga atau siapapun yang sudah menjadi ahli sihir.

"Ah benar juga, Keluarga Reiss," gumam Stephen, ia kemudian melanjutkan perjalanannya meninggalkan kedua wanita yang masih mengobrol di sana, dengan perasaan was-was yang perlahan mendatanginya.

Stephen menjadi tidak setenang tadi, pada akhirnya ia tahu kedatangannya ke kota besar bukanlah ide yang bagus, malahan sangat beresiko baginya.

Mencari ketenangan bagi dirinya sendiri, namun usahanya itu tidak semudah yang dibayangkan.

Bertemu dengan ahli sihir di sini? Itu adalah hal yang paling ingin dihindari oleh Stephen, setidaknya untuk itulah ia berkunjung ke kota ini.

"Aku tidak mau berurusan dengan siapapun di sini," gumam Stephen sembari mempercepat langkah kakinya menuju ke area lain dari Kota Frost.

Ia hanya memandang ke depan mengabaikan beberapa orang yang berpapasan yang menatapnya dengan tatapan tajam, pada akhirnya Stephen sebisa mungkin menghindari kontak dengan siapapun setelah tahu ternyata ada ahli sihir di tempat ini.

Setelah beberapa lama berlalu, ia meninggalkan area perumahan kota, ia sampai di area pepohonan yang rindang di mana area yang sangat sepi, bahkan terkesan tidak ada orang di sini.

Stephen melayangkan pandangannya ke area itu dan kemudian memandang langit malan yang berawan, tidak ada cahaya bulan sama sekali, bahkan bintang-bintang pun enggan menampakkan dirinya.

Bibirnya sedikit naik, ia merasa lebih tenang dan nyaman dengan suasana seperti ini, perlahan namun pasti ia mulai bisa menikmati suasana ketenangan yang sekarang ini dirasakannya.

Ia menutup matanya sejenak menikmati suana pohon yang begitu rindang.

"Andai saja setiap hari seperti ini...."

Stephen berjalan pelan sembari menutup matanya, menikmati setiap suasana tenang dan damai yang sekarang dirasakannya itu.

Srak.

Tanpa disadarinya, sebuah ranting tajam dari salah satu pohon mengenai pipi kanannya ketika ia berjalan sembari menutup matanya, darah segar perlahan mengalir tak terbendung.

"Huh?" Untuk beberapa saat kemudian Stephen sadar, darah keluar dari pipinya itu tak sengaja mengenai mulutnya.

"Apa ini?" Dan tak sengaja pula ia menelan darahnya sendiri, ia merasa heran akan rasa aneh pada mulutnya secara tiba-tiba.

Stephen segera mengelap pipi dengan tangannya, matanya terbelalak melihat apa yang ada di tangannya, begitu merah bahkan ia bisa melihat sekelebat bayangan matanya sendiri.

"HAH!" Stephen segera menggunakan jubah hitamnya untuk membersihkan pipi dari lukanya itu.

"Sial, aku tidak melihat keadaan sekitar...." Stephen tidak bisa menyebunyikan kepanikannya.

Perlahan namun pasti bola mata pemuda itu mengalami perubahan, menjadi agak kekuningan dengan bentuk lancip, sama sekali tidak terlihat seperti manusia pada umumnya.

"U... Uh...." Perlahan namun pasti kini Stephen mulai merasa tidak enak, ia memegang  kepalanya, merasa ada sesuatu yang berbeda terjadi dalam dirinya.

Kepalanya terasa berat, dan apa yang tidak ingin ia pikirkan bermunculan semua di dalam kepalanya.

"Mengapa ini bisa terjadi? Sial! ... Aku hanya ingin tenang di sini!" Stephen berusaha untuk mengendalikan dirinya sendiri, namun apa daya bukannya ia jadi tenang malahan ia meronta-ronta dan tidak tahan dengan apa yang terjadi pada dirinya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada Stephen? Tidak ada yang tahu pasti kecuali dirinya sendiri, namun meskipun begitu bisa ditarik kesimpulan Stephen sekarang merasa tidak baik-baik saja.

"Ha ..."

"... Ha  ... us...." Seluruh tubuh Stephen gemetar hebat, air liurnya perlahan menetes tak terbendung.

Hasrat yang begitu kuat dan dalam muncul seketika dalam diri Stephen, sebuah perasaan yang selama ini ingin dihindarinya kini malah terjadi lagi padanya.

"Haus! Grrr...."

Blugh.

Stephen tersungkur sambil memegang tenggorokannya, rasa dahaga yang tak tertahankan melanda dirinya, benar-benar perasaan yang tidak bisa diantisipasi.

"Ukh... Ukh...." Stephen mengerang-ngerang menahan rasa haus yang ada, namun setelah beberapa saat berlalu perasaannya itu tidak kunjung reda, malahan semakin menguat adanya.

"A... Apa yang harus kulakukan?"

***

Sementara itu di area yang sama, tak jauh dari Stephen, ada dua anak kecil perempuan sedang bermain bersama.

Mereka berdua punya penampilan yang mirip, berambut pirang dan wajah yang cantik, mereka berdua tertawa dan bercanda satu dengan yang lainnya.

"Ahahah ...."

"Huahaha ...."

Kedua anak perempuan itu terus bermain dan sesekali tertawa, menikmati waktu yang sekarang ini mereka jalani.

Di dekat mereka ada pula kedua orang tuanya, seorang pria dan wanita dewasa menemani kedua anaknya yang tengah bermain.

Bisa dibilang ada satu keluarga yang tengah menghabiskan waktu di luar menikmati malam yang indah ini, tak jauh dari keberadaan Stephen di area yang sama.

"Ayah, bukankah ini saatnya kita pulang ke rumah?" Sang ibu muda memiliki wajah cantik dan rambut hitam panjang berkata pada suaminya.

Memang sudah beberapa lama keluarga ini menghabiskan waktu di luar, jika saja mereka tidak segera pulang mungkin saja kedua putrinya itu bisa kedinginan karena malam yang semakin larut ini.

"Ahaha, sudah waktunya ya? Baiklah kalau begitu mari kita pulang ke rumah." Sang Ayah dengan cepat menyetujuinya, penampilannya tampan dengan kumis dan janggut tipis, terlihat berwibawa dan penuh keramahan.

"Ah!" Tiba-tiba sang ibu menjerit kesakitan, memegang perutnya yang besar, yang ternyata ia tengah mengandung anak-nya yang ketiga.

"Cylene?! Ada apa~?" Tentulah sang ayah terkejut dengan keadaan istrinya, dan mendekatinya perlahan melihat keadaannya.

Wajah cemas menghiasi pria itu, pasalnya ia khawatir dengan keadaan istrinya yang tengah mengandung itu.

"Apa yang terjadi?" tanyanya sekali lagi untuk kedua kalinya setelah beberapa saat istrinya merasa kesakitan.

"Sepertinya tidak lama lagi akan ada keluarga baru yang bergabung," tutur ibu muda yang bernama Cylene itu, guratan senyum manis terukir tanda kebahagiaan menghiasai hatinya sekarang ini.

Sang ayah tertegun dan merasa bangga, rasa syukur dan perasaan rindu akan kehadiran calon keluarganya itu menguat dan ia merasa sama senangnya dengan istrinya.

Dalam keadaan bahagia itu mereka berdua tidak sadar, kedua putrinya yang masih berumur satu tahun tidak ada lagi di dekat mereka.

"Rossa, Fredirica mari pu-" Ucapan sang ayah terhenti ketika melihat kedua putrinya tidak ada lagi di dekat mereka.

"Anak-anak?!" Cylene terkejut melihat hal yang sama, hanya karena teralihkan perhatian sebentar, kedua putrinya tiba-tiba tidak ada bersamanya.

"Cylene kamu bisa pulang ke rumah sendiri?" tanya sang ayah pada istrinya dengan berat hati, pasalnya ia merasa tidak enak meninggalkan istrinya yang tengah mengandung itu.

Namun apa daya, ia harus segera menemukan kedua putrinya, dan tidak mungkin istrinya harus terus menunggu di luar di malam yang semakin larut ini.

"Tentu, tolong temukan anak kita!" Cylene memegang tangan suaminya, setelah beberapa saat ia segera meninggalkan area hutan itu, sementara suaminya berjalan keliling mencari kedua putrinya.

"Rossa! Fredirica!"

Bab 3: Kehausan

Shhhh....

Waktu terus berlalu, malam semakin larut, namun kini di area pepohonan rindang Kota Frost ada seorang pemuda berjubah hitam yang tergeletak di sana.

"Argh!" Stephen tidak hentinya meronta kehausan, tubuhnya terbaring menahan rasa itu, seperti layaknya anak kecil yang merengek pada orang tuanya.

Kini apa yang terjadi pada dirinya sudah tidak bisa diubah lagi, pada akhirnya segala kejadian yang sudah terjadi akan tetap terjadi dan tidak bisa berubah, bagaimana pun yang terjadi.

Stephen tidak memersiapkan dirinya untuk situasi ini, bahkan jika mempersiapkan diri pun Stephen sama sekali tidak yakin dari awal apa ia bisa merubah apa yang merupakan 'bagian' dalam dirinya tersebut.

"Meng... apa ... begini?" Stephen berusaha menahan perasaan yang perlahan menguasainya, karena satu kelengahannya kini ia harus mengalami kejadian seperti ini.

"To- long ...." Stephen memegangi tenggorokkannya dengan keras, seolah ia hendak melakukan sesuatu yang berbahaya, namun perlahan namun pasti Stephen mulai kehilangan kesadaran dirinya.

"Ahahah..."

"Hahaha ...."

"...."

DEG!

Stephen mendengar suara tepatnya suara anak kecil, bersamaan dengan itu hati Stephen bergetar hebat, keinginannya menggebu-gebu akan mencari tahu soal suara yang didengarnya tadi.

Seolah ada bagian dalam dirinya yang lain, Stephen berusaha untuk berpikir sebagaimana mestinya, namun pikirannya itu tidak cukup kuat untuk menahan 'bagian lain' dalam dirinya itu.

Pada akhirnya ia diiringi rasa penasaran yang hebat, Stephen bangkit dengan perlahan, seolah ada kekuatan lain dalam dirinya, yang dirinya sendiri tidak mau berurusan dengan kekuatan itu.

Perlahan namun pasti Stephen berjalan perlahan hendak mencari tahu asal suara anak kecil yang ia dengar sebelumnya, dan beberapa saat kemudian tidak jauh darinya ia menemukan apa yang dicarinya.

Melihat dua gadis kecil cantik tak jauh darinya sedang bermain, pikiran Stephen mulai melayang kemana-mana.

"Ah...."

Pada akhirnya dalam hatinya berkecamuk dengan keinginan-keinginan yang sebelumnya tak ada dalam hatinya itu.

'Sepertinya mereka cocok untuk memuaskan dahagaku ....'

Begitulah pikir pemuda itu, alam bawah sadarnya mulai memerintahnya dengan lebih keras lagi, memaksanya untuk menuruti apa yang diinginkan hatinya.

Perlahan namun pasti penampilan Stephen mulai berubah, dari kulitnya muncul bulu halus, lebih panjang dari bulu manusia biasa, dan lagi sorot hitamnya berubah menjadi kekuningan, menatap tajam kedua gadis kecil itu.

Dengan berubahnya penampilannya saat ini, Stephen hampir kehilangan kendali ada dirinya sendiri, pada akhirnya ia yang berusaha melawan kehendaknya sendiri hanya berakhir sia-sia saja.

Krttt...

Gigi pemuda itu bergemetak, giginya berubah menjadi tajam dalam waktu yang singkat, perubahan lain yang cukup drastis.

Kini penampilannya tidak lagi terlihat seperti manusia, setidaknya begitulah kenyataan yang sesungguhnya.

Perubahan fisik ini membuat siapapun yang melihatnya secara langsung sulit percaya dengan mata kepalanya sendiri.

Cahaya mata kuningnya menyorot tajam dalam kegelapan, memerhatikan setiap gerak-gerik anak kecil yang tak jauh darinya saat ini.

'Aku harus lebih dekat lagi....'

Kata hati Stephen mulai menggebu-gebu seperti memerintahkannya melakukan apa yang sebenarnya ia inginkan sekarang ini.

"Ti-tidak ...."

Sebuah kata terucap pertama kali ketika Stephen sudah berada di titik ini, meskipun sudah hampir kehilangan alam bawah sadarnya, ia tidak pasrah begitu saja.

Stephen berusaha menahan langkah kakinya yang perlahan berjalan ke arah kedua gadis kecil itu, tubuhnya gemetaran namun seberapa keras ia berusaha, langkah kakinya tetap saja tidak berhenti.

Namun itu lebih baik dibanding tidak sama sekali, Stephen berupaya untuk melakukan yang terbaik agar ia tidak lagi menuruti 'bagian lain' dari dirinya sendiri itu.

Kedua keinginan yang berlawanan ada pada diri pemuda itu sekarang ini, namun tekadnya masih belum cukup untuk menghentikan jati dirinya yang sebenarnya.

Tangan Stephen yang kiri berusaha untuk menghentikan tangannya yang terus menerus mencoba meraih ke dekat kedua gadis kecil itu, raut wajahnya begitu buas layaknya seorang yang sangat lapar.

Air liurnya menetes perlahan selagi ia menggeram, sedikit demi sedikit, ia semakin dekat dengan kedua gadis kecil itu ... hanya tinggal beberapa langkah saja.

"Men... jauh ...." Untuk terakhir kali Stephen mengeluarkan usaha terbaiknya, ia berusaha memberi tahu tahu anak kecil di dekatnya untuk menjauh, namun apa daya ucapannya itu terlalu pelan untuk bisa didengar kedua anak kecil yang sedang tertawa dan bercanda satu sama lain.

Pada akhirnya kesadaran Stephen hilang sepenuhnya, perlahan guratan bibirnya naik ke atas, wajahnya begitu sumringah melihat apa yang ia inginkan ada di depan matanya.

Perlahan namun pasti Stephen hendak meraih kedua gadis kecil itu, dan dalam waktu yang singkat saja ia akan segera menyelesaikan urusannya di sini.

HUUHSSH!

"!"

Tepat sebelum Stephen menyentuh kedua gadis kecil tadi tiba-tiba muncul angin yang cukup kencang di area itu, kedua gadis kecil di dekatnya menghilang tanpa jejak.

"Grrr...." Stephen kembali mengerang, raut wajahnya berubah menjadi muram dengan cepat.

Perasaan dipermainkan ini membuat Stephen terdiam sejenak dan kemudian mengarahkan pandangannya ke arah lain, ia melihat bayangan hitam sedang menggendong kedua gadis kecil yang menjadi sasarannya sebelumnya.

Tidak sampai di sana, Stephen melihat dengan jelas bagaimana rupa bayangan hitam yang tak jauh darinya itu, ternyata yang dilihatnya adalah seorang pria dewasa berjanggut tipis, menggendong kedua gadis itu.

Pria yang berpenampilan rapi itu memandangi Stephen dengan tajam, kedua gadis digendongnya tidak bergerak seolah mereka tengah tertidur pulas, padahal sebelumnya mereka bermain satu sama lain dengan penuh semangat.

Kedua mata pun saling menatap satu sama lain, sebelumnya Stephen tidak merasakan hawa kehadiran orang lain, namun kini pada kenyatannya ada orang lain di area ini.

Pria berkumis dan berjanggut tipis ini punya semacam luka di dekat mata kanannya, namun itu tidak menghalangi pandangan mata yang masih menatap tajam padanya.

"Grrr...." Stephen mulai mencoba jalan lain yaitu dengan menggunakan kekerasan di sini, ia hendak mengambil apa yang seharusnya ia dapatkan tadi.

Shhhh...

Perlahan namun pasti Stephen mulai menghimpun kekuatannya, hendak menyelesaikan urusannya dengan secepat mungkin.

DEG!

Tiba-tiba Stephen merasa ada sesuatu yang berbeda terjadi pada pria yang tiba-tiba muncul tak jauh darinya itu, sebuah hal yang sama sekali tidak ia duga sebelumnya.

Tidak hanya dirinya yang sedang mengumpulkan kekuatan ternyata, namun pria berpenampilan rapi itu pun melakukannya, atau lebih tepatnya sudah siap sedia.

Perubahan atmosfer terjadi sini, selayaknya aura kekuatan sedang beradu, padahal di antara mereka belum terjadi apa-apa.

Stephen cukup kaget melihat hal ini, pasalnya ia merasa kekuatan yang begitu luar biasa terpancar dari pria yang punya luka di dekat mata kanannya itu.

Pria itu masih menatap serius pada Stephen, entah apa yang akan dilakukannya selanjutnya, namun sepertinya apapun yang akan dilakukannya, tentulah ia tidak mau membahayakan kedua gadis kecil yang kini dalam gendongannya itu.

"Mengapa makhluk sepertimu bisa ada di sini?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!