NovelToon NovelToon

Percintaan Non Human: Kutukan Penyihir Tampan

Bab 1. Skandal Artis dan Kucing Pembawa Sial

“Sudah aku bilang, aku bukan pelakor! Aku juga perempuan yang punya harga diri! Berhenti menuduhku seperti itu!” teriak seorang wanita di tengah kegelapan malam.

“Cut! Aktingmu bagus sekali Ayara,” puji Pak Sutradara.

“Terima kasih, Pak,” sahut Ayara sambil tersenyum.

“Semuanya, syuting hari ini selesai. Kita lanjutkan lagi besok siang. Setelah beres-beres kalian boleh pulang,” ucap Pak Sutradara lagi.

Ayara pun berkemas, dibantu oleh asistennya, Aluna. Sepintas mereka terlihat seperti kakak beradik. Hanya saja, Luna memiliki penampilan yang tomboy. Mereka berdua sudah kenal sejak lama, bahkan sejak awal Ayara terjun ke dunia perfilman.

“Kenapa wajahmu pucat, Kak Luna? Apa Kakak sakit?” tanya Ayara. Dia melihat asistennya tampak lemas dan pucat.

“Nggak apa-apa, kok. Aku cuma kecapekan aja. Kita harus cepat-cepat pulang dan istirahat,” kata Aluna sambil mengemas beberapa perlengkapan milik Ayara.

Ayara melirik Asistennya dengan tajam. Wanita yang lebih tua dua tahun dari ayara itu tampak berbeda malam ini. Ayara merasa Aluna seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

“Kami pulang duluan, ya. Sampai jumpa besok,” kata Ayara pada seluruh kru syuting.

Tidak ada satu pun yang membalas ucapannya. Semua orang menatap sang aktris dengan sinis. Padahal biasanya mereka semua sangat ramah pada Ayara.

“Lihat, tuh. Senyumnya sok ramah banget. Memangnya dia nggak tahu berita skandalnya udah tersebar?” para kuru syuting saling berbisik.

“Mana mungkin dia nggak tahu? Emangnya dia nggak punya HP? Pelakor mana mau ngaku. Kayaknya dia terlalu kebawa peran di Film-nya, deh,” kata yang lainnya.

Ayara menundukkan kepala dalam-dalam. Dia terkejut dengan reaksi para kru syuting, yang berbeda dari biasanya. Samar-samar Ayara juga mendengar gossip yang sedang dibicarakan orang-orang itu.

“Ayo, Ayara. Kita harus cepat pulang. Aku ngantuk banget.” Aluna menarik lengan Ayara, dan mempercepat langkahnya.

...***...

Jalanan kota malam ini cukup lengang. Mobil milik Ayara yang dikemudikan oleh Aluna melaju kencang, menembus kegelapan malam. Suasana antara Ayara dan Aluna terasa sangat canggung.

“Kak Luna, pasti ada sesuatu, kan? Ada masalah apa sebenarnya?” tanya Ayara tiba-tiba.

“Ayara, kamu jangan kaget mendengarnya, ya. Tapi gossip tentang kamu tersebar di internet. Mereka bilang kamu sedang menjalin hubungan dengan seorang pria yang telah menikah,” kata Luna sembari menyetir.

“Astaga! Kabar dari mana itu? Siapa yang nyebarin?” kata Ayara terkejut. “Kakak paling tahu siapa aku, kan? Aku nggak pacaran dengan siapa pun,” sambung Ayara lagi.

Luna menggelengkan kepalanya. “Aku juga nggak tahu, Ayara. Tapi berita itu sudah tersebar di semua media sosial. Sekarang namamu di cap buruk oleh semua orang,” kata Luna.

“Itu nggak benar. Siapa sih yang berani nyebarin berita kayak gitu?” kata Ayara cemas.

“Tapi di industri kita ini, wajar aja kalau ada yang menyebarkan fitnah seperti itu. Bahkan mereka udah mengupload foto mesramu dengan pria itu,” ucap Luna mengutarakan pendapatnya.

“Itu pasti editan? Siapa yang bakalan percaya sama gossip kayak gitu?” bantah Ayara. Kedua tangannya mengepal, demi menahan emosi.

“Sayangnya udah banyak yang percaya dengan berita itu. Netizen meninggalkan komentar buruk di semua berita tentangmu,” ujar Luna.

“Gimana ini? Apa aku harus buat video klarifikasi? Aku nggak mau karirku berhenti gitu aja cuma karena sebuah gossip,” ujar Ayara.

“Ayara, sebenarnya aku nggak mau mengatakannya. Tapi semua orang, termasuk seluruh kru syuting sudah terlanjur percaya dengan kabar itu. Selama ini kamu nggak pernah menunjukkan keluargamu. Jasi kalau bikin video klarifikasi, kamu mau membuktikan ucapanmu dengan apa?” kata Luna.

“Tapi kakak percaya padaku, kan?” balas Ayara tidak mau mengalah.

“Iya, aku percaya padamu. Tapi kita saat ini butuh bukti yang jelas, untuk membantah gossip itu,” kata Luna.

“Jadi aku harus menerimanya gitu aja? Ini nggak adil, Kak. Aku udah bekerja keras sampai di titik ini. Kenapa sebuah gossip dari orang gak jelas malah seenaknya menghancurkan karirku?” kata Ayara tak terima.

“Aku nggak memintamu menyerah, Ayara. Kita akan tetap melakukan video klarifikasi, tapi dengan bukti dan strategi yang tepat,” kata Luna. “Sepertinya kita butuh seorang pengacara handal,” sambung manajer Ayara itu.

Ayara mengangguk lemah. Dia tidak memiliki pendapat lain, untuk menyelesaikan skandal ini. Aktris terkenal itu tidak rela, jika karirnya di dunia entertainment ini hancur begitu saja.

Gadis berusia dua puluh dua tahun itu sudah memulai karirnya sejak usia tujuh belas tahun. Ayara mengikuti ajang pencarian bintang iklan sebuah produk kecantikan. Kulitnya yang cantik alami membuatnya memenangkan kontes tersebut.

Namanya terus melambung. Ayara pun dipercaya berakting di sebuah sinetron remaja, kemudian dalam berbagai film layar lebar. Semakin lama fans-nya semakin banyak. Gadis cantik itu pun banyak memenangkan berbagai penghargaan. Ayara pun dikenal sebagai aktris cantik yang ramah dan berbakat, sampai skandal itu tersebar.

Tinnnn! Lamunan Ayara pecah, ketika mendengar suara klakson dari belakang. Ternyata Aluna yang sudah kecapekan, tidak bisa mengendalikan kemudi mobilnya dengan baik.

“Kakak nggak apa-apa? Ayo gentian menyetir denganku,” kata Ayara.

“Eh, nggak usah. Aku nggak apa-apa, kok. Mana ada majikan yang nyupirin anak buahnya.” Luna menolak tawaran Ayara.

“Nggak apa-apa. Kayaknya Kakak kecapekan. Pas banget hari ini Pak Tono sedang sakit,” ujar Ayara menyebut nama supirnya. Sedangkan para asistennya yang lain, sudah pulang duluan dan mengurus persiapan syuting Ayara esok hari.

“Beneran gak apa-apa? Besok kamu nggak bakalan memecatku, kan?” tanya Luna.

“Ya elah, kakak pikir aku ini siapa? Percaya aja padaku,” desak Ayara. Mereka pun lalu berpindah posisi. Ayara menyetir setengah perjalanan hingga ke rumah.

...***...

Gedubrak! Mreaawww!

“Hah! Suara apa itu?” Luna yang tadi tertidur, mendadak membuka matanya, ketika mendengar suara ribut itu.

“Kak, gawat!” ujar Ayara dengan wajah panik. Dia tadi terlalu kepikiran tentang masalah skandalnya, sampai nggak memperhatikan pagar dan jalan di depannya.

“Kenapa? Ada masalah apa?” seru Luna sambil memandang ke sekeliling. Ternyata mereka sudah sampai di depan gerbang rumah Ayara.

“Kayaknya aku barusan nabrak pagar dan kucing, deh,” ujar Ayara tergagap.

“Astaga! Beneran?” Luna buru-buru turun dari mobil dan mengeceknya.

Mobil putih itu memang tampak sedikit lecet dan penyok di bagian depan. Tetapi Aluna tidak melihat kucing seperti yang dikatakan Ayara. Luna pun menghidupkan lampu flash dari HP-nya, lalu memeriksa bagian bawah mobil. Dia pun menemukan seekor kucing jantan yang sedikit terluka di bagian kaki.

“Ayara, kucingnya masih hidup. Tapi kakinya memang terluka,” kata Luna, seraya menggendong sebuah kucing hitam.

“Hiii, jauhkan kucing itu dariku.” Ayara bergidik ngeri melihat kucing di dalam gendongan Luna tersebut.

“Kamu harus merawatnya, Ayara. Kamu yang tadi menabraknya.” Luna memaksa Ayara.

“Nggak mau! Kakak kan tahu kalau aku nggak suka kucing,” tolak Ayara.

“Nggak bisa gitu, dong. Kalau kamu menabrak kucing hingga mati, harus dikuburkan dengan baik. Nah kalau dia terluka, kamu harus merawatnya sampai sembuh. Kalau nggak dilakukan kamu bisa kena sial, Ayara,” desak Luna.

“Masa sih? Sekarang aja aku udah kena skandal. Terus mobilku nabrak. Gimana kalau aku tambah sial lagi?” kata Ayara bimbang.

“Nah, makanya kau harus membawa kucing ini di rumahmu, dan merawatnya hingga sembuh,” kata Luna.

“Uh, iya deh. Tapi kakak yang bawain kucing itu sampai ke dalam rumah,” kata Ayara dengan terpaksa.

“Duh, dasar manusia-manusia ini. Seenaknya aja bilang aku pembawa sial. Padahal dia sendiri yang salah,” ucap kucing dalam gendongan Luna tersebut. Tetapi yang bisa didengar oleh Ayara dan Luna hanyalah suara mengeong layaknya kucing biasa.

(Bersambung)

Bab 2. Pria Aneh Jelmaan Kucing Hitam

“Ini di mana?” Seorang pemuda tampak mondar-mandir di depan sebuah rumah mewah. Entah mengapa dia tiba-tiba muncul di sana, setelah diusir oleh para tetua adat di desanya.

Claude menatap sekelilingnya dengan bingung. Terdapat banyak cahaya seperti kelap-kelip bintang di sekelilingnya. Tidak terlihat rembulan yang biasanya menerangi langit malam. Tidak ada pula sinar aurora yang biasanya menghiasi langit utara.

Udara cukup hangat, bagaikan musim panas di negaranya. Beragam aroma yang cukup asing menggelitik hidungnya. Sayangnya Claude tidak dapat melihat jelas tempat itu, karena kegelapan malam.

“Dasar para tetua itu! Mereka sebenarnya mengasingkan aku ke mana, sih? Sepertinya ini bukan Benua Eiland lagi,” kata Claude menggerutu kesal. Pria itu lalu mengunakan kekuatan sihirnya untuk mengenali tempat baru ini.

Cukup lama Claude duduk mengucapkan mantra-mantra sihir yang dia ketahui di bawah sebuah pohon rindang. Andai saja ada yang melihatnya, pasti sudah disangka seorang gelandangan.

“Astaga! Ini sudah zaman modern. Sihir apa yang digunakan para tetua adat itu untuk mengusirku? Bukan cuma pindah benua, tapi ini sudah pindah zaman,” ujar Claude geram.

Untung saja ilmu sihir yang dia miliki, mampu membuatnya beradaptasi di tempat baru ini. Dengan cepat, Claude pun bisa mengenali benda-benda yang ada di zaman modern. Sayangnya akibat terus menerus menggunakan kekuatan sihir, Claude kehilangan tenaganya. Dia pun jatuh pingsan dan berubah jadi seekor kucing hitam.

...***...

Brrrrmmmm. Deru kendaraan yang mendekat, serta sorot cahaya lampu yang sangat terang, membuat kucing jantan itu terkejut dan berlari ke arah pagar. Naas, mobil mewah yang kehilangan kendali itu justru menabraknya. Penyihir berwujud kucing itu pun melesat dengan cepat mencari tempat yang aman.

Kucing itu menggigil ketakutan di bawah mesin mobil. Dia pun mendengar dua orang wanita berbicara dengan nada suara panik. “Siapa mereka? Bukan orang jahat, kan?” pikir kucing kecil itu.

Tak lama kemudian, seorang wanita pun mengangkat kucing itu. Claude merasa sangat canggung, meskipun dia dalam wujud seekor kucing. Ini pertama kalinya dia disentuh oleh seorang wanita.

“Ayara, kucingnya masih hidup. Tapi kakinya memang terluka,” kata Luna, seraya menggendong sebuah kucing hitam.

“Hiii, jauhkan kucing itu dariku.” Ayara bergidik ngeri melihat kucing di dalam gendongan Luna tersebut.

“Nggak boleh seperti itu, Ayara. Kamu harus merawatnya, Ayara. Kamu yang tadi menabraknya. Jadi kamu harus merawatnya sampai sembuh. Kalau nggak dilakukan kamu bisa kena sial, Ayara.” Luna memaksa Ayara.

“Nggak mau! Kakak kan tahu kalau aku nggak suka kucing. Kenapa nggak kakak aja sih yang merawatnya? Sama aja, kan?” tolak Ayara. Tetapi sang manajer terus membujuk Ayara untuk membawa masuk kucing itu.

“Kamu tuh cuma nggak suka kucing, bukan karena alergi. Jadi nggak ada alasan untuk menolak merawat kucing ini. Kamu mau kena sial lagi hari ini?” desak Luna.

“Uh, iya deh,” kata Ayara dengan terpaksa.

Claude yang berada dalam gendongan Luna pun mengeong dan meronta. Dia tidak terima disebut sebagai pembawa sial. Kalau begitu, apa bedanya di sini dengan di kampung halamannya? Tapi Claude tidak bisa menolak, kakinya yang terluka membuatnya tidak bisa pergi jauh dari sini.

“Kita letakkan di taman kecil dekat dapur aja, ya. Malam ini aku ajarin deh cara ngobatinnya, tapi besok pagi harus kamu sendiri yang mengobati kucing ini,” kata Luna. Dia lalu meletakkan kucing jantan itu di taman mungil yang asri, di dalam rumah Ayara.

“Iya, aku mengerti,” kata Ayara dengan wajah jutek. Sejak kecil dia memang tidak menyukai kucing.

...***...

Tling! Tling! Tling! Telinga Ayara mendengar beberapa pesan masuk di HP-nya. Dia pun perlahan membuka matanya.

“Siapa sih pagi-pagi gini mengirim pesan?” kata Ayara sambil menguap. Rasa kantuk masih belum pergi dari matanya.

“Ya ampun, aku lupa soal masalah ini,” kata Ayara.

Ternyata pesan yang banyak tersebut adalah dari beberapa orang wartawan media TV terkenal. Mereka ingin mengkonfirmasi tentang skandal yang menyeret nama Ayara. Ada juga beberapa telepon dari direktur manajemen artis, tempat dia bernaung.

“Aku harus menjawab mereka. Skandal itu nggak benar,” tekad Ayara. Dia lalu memberanikan diri menelepon direktur manajemennya.

“Ha-halo, Pak Direktur?” ucap Ayara dengan gugup.

“Apa-apaan kau ini, Ayara! Kita sudah susah payah mendapatkan peran utama dalam Film itu. Tapi kamu malah menghancurkannya,” bentak Pak Direktur dengan marah.

“Maaf, Pak. Tapi itu fitnah. Aku nggak pernah menjalin hubungan dengn siapa pun,” bantah Ayara.

“Kamu pikir semua orang bodoh? Di foto dan video itu kau terlihat menggandeng tangan seorang pria dengan mesra. Walau pun wajahnya sudah di blur, tetapi masih bisa terlihat kalau dia adalah manajer casting Film yang kau bintangi.”

“Eh? Maksud Bapak pria itu Mas Cakra? Astaga, itu nggak mungkin, Pak,” bantah Ayara berkali-kali.

“Ayara, ini bukan masalah sepele. Tetapi ini skandal antara aktris terkenal dengan menantu dari pengusaha terkenal. Apa kamu masih nggak paham, betapa menariknya berita ini bagi orang-orang? Kalau kalian ketahuan selingkuh, semua sponsor yang telah mereka berikan bisa ditarik lagi,” jelas Pak Direktur. Dalam kalimatnya tersirat emosi yang tak tertahankan lagi.

Ayara mondar-mandir di dalam kamarnya dengan gelisah. Sesekali dia menggigit jari kukunya untuk menenangkan diri. “Pak Direktur, mohon percaya padaku. Aku nggak melakukan hal seperti itu,” kata Ayara.

“Aku harap kamu bisa membereskan hal ini dengan baik. Semua jadwalmu nanti akan diatur ulang oleh Luna. Bersikaplah dengan baik, kalau nggak mau dipecat dari manajemen ini,” ucap Pak Direktur dengan ketus.

Setelah telepon terputus, Ayara duduk termenung di dalam kamarnya. Pikirannya berkecamuk, dadanya bergemuruh. Dia merasa sangat galau dan terpuruk karena skandal ini.

“Oh iya, keadaan kucing kemarin gimana, ya? Apa benar aku tambah sial karena habis nabrak kucing?” Ayara buru-buru keluar kamar dan mencari kucing hitam tersebut.

“Kok nggak ada? Dia sembunyi di mana, sih? Jangan bilang dia masuk ke lemari pakaian dan mengacak-acak isinya? Ini yang bikin aku nggak suka sama kucing,” ucap Ayara dalam hati. Dia pun mencari kucing itu di beberapa ruangan. Tapi tidak ketemu juga.

“Hmmm, bau apa ini? Kayaknya dari dapur? Biasanya Mbak Tatik jam tujuh baru datang dan bikin sarapan,” kata Ayara heran. Saat ini jam dinding masih menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit. Dia pun berjalan ke dapur untuk memeriksanya.

“Astaga! Siapa kamu? Penyusup, ya?” Ayara berteriak histeris, melihat seorang pria sedang memasak menu aneh yang nggak pernah dilihatnya.

“Maaf aku meminjam dapurmu. Aku belum makan sejak tadi malam,” kata pria itu dengan santai.

“Nggak, kamu nggak boleh memasak di sini! Keluar kamu, atau aku panggilkan polisi.” Ayara berteriak, mengusir pria aneh itu. Wanita itu pun segera mengambil pisau dan talenan dari meja, untuk menjaga diri.

“Maaf, Nona. Aku bukan orang jahat. Gimana bisa aku pergi dari sini kalau kakiku terluka?” kata pria asing berkulit putih pucat itu.

“Terus kalau kakimu terluka, kenapa bisa ada di sini? Pokoknya kamu harus keluar sekarang!” kata Ayara lagi. Dia berusaha meraih HP-nya yang terletak di dalam saku celana.

“Loh, kan Nona dan teman Nona yang membawaku masuk ke sini. Dasar manusia aneh,” ujar pria itu lagi.

“Kamu bilang aku orang aneh? Kamu tuh yang aneh. Memangnya kapan aku membawa masuk seorang cowok kayak kamu,” bantah Ayara. Jemarinya sibuk mencari nomor Luna untuk meminta bantuan.

“Aku ini kucing yang Nona tabrak tadi malam. Lalu teman Nona menggendongku dan membawaku ke sini,” jelas pria itu.

“Kucing? Kamu kucing itu?” jerit Ayara. “Nggak, aku nggak percaya! Pasti tadi malam kamu nguping pembicaraanku dengan Kak Luna, kan? Cepat bilang, di mana kucing itu kamu sembunyikan,” kata Ayara lagi.

“Aku kucing itu. Namaku Claude,” ujar Claude meyakinkan Ayara.

(Bersambung)

Bab 3. Pertemuan Awal yang Aneh

“Aku ini kucing yang Nona tabrak tadi malam. Lalu teman Nona menggendongku dan membawaku ke sini,” jelas pria itu.

“Kucing? Kamu kucing itu?” jerit Ayara. “Nggak, aku nggak percaya! Kamu pikir ini film kartun? Atau Novel Fantasi? Mana ada orang yang bakal percaya bualan kayak gitu,” bantah Ayara.

“Aku kucing itu, Nona. Namaku Claude,” ujar Claude meyakinkan Ayara.

Sesaat Ayara terpana dengan ketampanan Claude. Tubuhnya tinggi dan atletis. Wajahnya yang simetris dengan alis sempurna, membuatnya terlihat lebih tampan dari pada para actor yang pernah dilihat Ayara.

Tapi ada yang tampak aneh. Mata pria itu sedikit berbeda dari manusia biasa. Warna mata pria itu berwarna hazel dengan sedikit shade warna hijau laut di tepinya. Bagian tengahnya, terdapat garis hitam yang bisa berubah ukuran sesuai dengan cahaya disekelilingnya.

“Ah, nggak. Jangan percaya padanya. Zaman sekarang sudah banyak teknologi untuk mengubah bentuk tubuh. Dia pasti penipu ulung yang sengaja memanfaatkan ketampanan wajahnya itu,” pikir Ayara.

“Nona, kenapa diam aja? Nona sudah percaya padaku, kan?” tanya pria itu dengan kedua alis bertaut.

“Nggak. Pasti tadi malam kamu nguping pembicaraanku dengan Kak Luna, kan? Atau kamu yang sengaja meletakkan kucing hitam itu di sana untuk menjebak kami?” tuduh Ayara.

“Astaga! Bukan begitu ceritanya, Nona.” Claude sudah mulai lelah memberikan penjelasan pada Ayara.

“Ayo cepat bilang, di mana kucing itu kamu sembunyikan?” kata Ayara lagi. Jemarinya telah menekan tombol call di layar telepon sejak tadi. Namun suaranya dia mute, agar Claude tidak curiga. Luna di seberang sana pun bisa mendengarkan percakapan mereka, sambil menuju ke rumah Ayara.

“Nona, kamu mungkin memang nggak percaya. Aku adalah kucing hitam itu. Namaku Claude, berasal dari Desa Aderrig, Kerajaan Myristica,” jawab Claude dengan sabar.

“Kerajaan Myristica? Aku nggak pernah dengar nama itu? Di mana letaknya?” tanya Ayara dengan tatapan curiga. Dia sudah tidak sabar menunggu bantuan datang, setelah menelepon Luna barusan. Sementara tangan kirinya masih memegang pisau dapur untuk berjaga-jaga.

“Kerajaan Myristica terdapat di Eropa. Jadi di Desa Aderrig atau Desa Sungai merah, semua ras hidup rukun. Aku adalah salah satu ras penyihir yang tinggal di sana,” ucap Claude lagi.

“Kamu berbohong. Di Eropa nggak ada namanya Kerajaan Myristica. Apalagi desa aneh tempat tinggal para penyihir kayak yang kamu bilang itu. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, Pak,” kata Ayara dengan tegas. Dia sudah merasa kesal dengan kebohongan demi kebohongan yang dilontarkan pria aneh itu.

“Ya sudah kalau Nona nggak percaya. Aku akan tunjukkan langsung, kalau aku beneran kucing hitam itu,” kata Claude dengan pasrah. Ini pertama kalinya dia mengubah diri di depan orang asing.

Blup! Kepulan asap putih menutupi tubuh Claude. Beberapa detik kemudian, pria itu menghilang dan digantikan seekor kucing jantan berwarna hitam yang sangar. Bruk! Ayara pun pingsan melihat pemandangan aneh itu.

Pintu rumah Ayara tiba-tiba terbuka. Seorang wanita berpakaian casual dan rambut pendek pun memasuki rumah Ayara dengan terburu-buru. Luna mengelilingi rumah sambil memanggil sang aktris.

“Ayara, tadi kenapa kamu menelepon? Tadi suaramu di telepon nggak kedengaran jelas. Apa ada wartawan yang menerormu?” seru Luna, manajer Ayara.

Mendengar suara itu, Claude pun otomatis berubah kembali menjadi manusia. Kekuatan sihir Claude masih belum normal, karena dia terlalu banyak menggunakannya. Claude pun berusaha pergi dari situ dan meninggalkan Ayara yang sedang pingsan. Sayangnya, kaki Claude yang terluka membuat gerakannya sedikit lambat.

“Astaga! Siapa kamu? Kamu apain Ayara?” Teriak Luna dengan panik. Dia melihat Ayara terbaring di lantai dapur. Lalu di dekat meja kompor, tampak seorang pria berjalan menjauhi Ayara.

Bam! Tanpa aba-aba, Luna pun memukul Punggung Claude dengan sebuah teplon besar yang terletak di atas rak piring. Claude pun ambruk tepat di hadapan Luna.

...***...

“Ugh, kepalaku pusing banget.”

Ayara membuka matanya secara perlahan. Dia lalu memandang ke sekeliling. Langit-langit berwarna putih dengan corak bintang kecil bertemu dengan pandangannya. Punggungnya merasakan dingin dan sakit, karena menempel dengan benda yang keras.

“Kamu udah bangun?” tanya Luna sambil menyodorkan segelas teh manis.

“Kak Luna?” gumam Ayara. Dia lalu berusaha untuk duduk. “Lah, pantesan punggungku sakit. Rupanya aku berada di lantai?” ujar Ayara terkejut.

“Iya. Mana kuat aku ngangkat kamu ke atas sofa. Apalagi ke kamar,” kata Luna.

“Loh ART-ku di mana?” tanya Ayara. Dia memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari para asisten rumah tangga yang biasanya datang bekerja mulai pukul tujuh pagi. Mereka memang tidak tinggal di rumah sang aktris, demi kenyamanan Ayara.

“Mereka nggak bisa datang. Rumahmu udah dikepung sama wartawan. Aku aja tadi harus manjat pagar kayak maling, baru bisa masuk sini,” jelas Luna. “Ini, minum dulu,” sambungnya lagi.

“Haaah, bisa gila aku. Banyak banget sih masalah hari ini. Cowok itu di mana? Tadi ada seorang cowok aneh yang menyusup ke sini. Dia tadi bilang penyihir atau titisan kucing, atau apalah itu,” kata Ayara sambil mengacak rambutnya, karena merasa sangat frustrasi.

“Tuh, di dapur. Aku udah ikat dia pakai tali,” kata Luna dengan santai. Manajer Ayara itu memang cukup cerdik dan garang, selaras dengan sifatnya yang sedikit tomboy.

Ayara buru-buru ke dapur, untuk membuktikan omongan Luna. “Astaga, Kakak apain dia? Cowok itu nggak mati, kan?” ujar Ayara bergidik ngeri. Claude tampak tak bergerak dengan mata terpejam. Mulutnya ditutup lakban oleh Luna.

“Aku cuma pukul dia pakai teplon, kok. Terus ikat tubuhnya, menjelang polisi datang,” kata Luna dengan santai.

“Apa? Teplon? Baguslah. Aku harap dia dipenjara karena menyusup ke dalam rumah, dan berbohong kepadaku,” kata Ayara dengan wajah riang. Rasa takut yang tadi menyelimutinya, perlahan menghilang.

Kepulan asap putih embali menutupi tubuh Claude. Ayara dan Luna kompak menjauh dari pria itu. Dada mereka berdegup kencang. “Sebenarnya apa yang terjadi?” pikir mereka.

Kekuatan sihir Claude, perlahan mulai pulih. Dalam waktu sekejab, seluruh tali yang mengikat tubuh pria asing itu terlepas. Begitu juga dengan lakban hitam yang menempel di bibirnya. Beberapa saat kemudian, Claude duduk dan menatap kedua wanita di hadapannya dengan tajam. Kakinya terlihat terluka dan lebam biru.

“Apa kita harus lari dari sini?” bisik Ayara.

“Tapi di luar banyak wartawan,” balas Luna.

“Nona-nona. Jangan takut. Aku bukan orang jahat,” kata Claude dengan sangat hati-hati. Dia bahkan tidak berjalan mendekati kedua wanita itu.

“Kamu siapa?” tanya Luna dengan lantang.

“Aku Claude, keturunan Elf Cahaya dan Ksatria. Aku berasal dari Desa Aderrig di Kerajaan Myristica. Kalau Nona cari tidak akan ada di peta Eropa saat ini. Karena kerajaan itu berdiri tujuh ratus tahun yang lalu. Mungkin di dalam catatan sejarah ada,” jelas Claude.

“Ja-jadi, apa benar kamu kucing hitam itu?” tanya Ayara dengan gugup. Sebelum pingsan, dia sempat melihat perubahan tubuh Claude.

Blup! Asap putih kembali mengepul. Claude pun berubah menjadi seekor kucing, dalam satu kedipan mata.

(Bersambung)

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!