"Fara, i love you," teriak seorang siswa yang masih memakai seragam putih abu-abu dengan membawa sekuntum bunga mawar merah dan kertas besar bertuliskan i love you di tengah lapangan basket.
Bukan hanya Fara yang mendekat tapi beberapa teman lainnya juga ikut membentuk lingkaran.
Wajah tampan dengan perawakan yang nyaris sempurna itu kini tersenyum menatap Fara yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Arsyad." Wajah Fara dengan serius menatap Arsyad. Apa dia tidak suka dengan apa yang dilakukan Arsyad?
"Kamu mau jadi pacar aku?" Arsyad semakin berjalan mendekat. Di tangannya kini hanya tinggal sekuntum bunga mawar merah yang dia ulurkan di hadapan Fara. Setelah sekian lama, akhirnya Arsyad mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya.
Fara menatap bunga itu, sedetik kemudian dia beralih menatap Arsyad. Sudah lama Fara memendam perasaannya pada mantan ketua OSIS itu.
"Terima! Terima!" teriakan dari teman lain semakin riuh. Jelas saja mereka mendukung. Mereka berdua terlihat sangat serasi.
Fara tersenyum lalu meraih sekuntum bunga itu dan menciumnya sesaat. "Iya, aku mau jadi pacar kamu."
Seketika mereka semua bersorak. "Peluk! Peluk!"
Arsyad memeluk Fara sesaat, sebelum akhirnya pelukan itu terlepas karena sebuah suara keras yang memecah kerumunan.
"Ada apa ini?"
Semua siswa yang berada di lapangan, seketika menatapnya termasuk Fara dan Arsyad.
Terlihat seorang guru yang asing di mata mereka. Tubuh tegap dan tinggi dengan kulit putih, hidung mancung dan sebuah kacamata yang semakin menambah ketampanan guru itu.
"Ini di sekolah! Tidak boleh ada acara seperti ini! Kalian pikir, kalian sedang main film!"
Arsyad dan Fara saling lirik. Siapa guru yang galak itu?
"Maaf, Bapak siapa?" tanya Arsyad.
Bukannya menjawab tapi guru itu justru memanggil Pak Eko, selaku guru BK di sekolah itu. "Pak Eko!"
"Iya, Pak."
"Bawa mereka berdua ke ruang BK! Yang lainnya masuk ke kelas! Jam istirahat sudah selesai!" suara keras dan penuh penekanan itu membuat seluruh murid segera bubar dan masuk ke dalam kelas.
"Kalian ikut bapak ke ruang BK," kata Pak Eko.
Fara dan Arsyad hanya terdiam sambil mengikuti kedua guru itu ke ruang BK.
"Pak Eko, kita harus memperketat peraturan di sekolah ini."
"Iya Pak Aslan. Peraturan di sekolah ini sudah ketat tapi banyak murid yang masih berani melanggarnya."
Ya, nama guru baru itu adalah Aslan.
Pantes, namanya aja Aslan. Orangnya galak kayak singa. Kata Fara dalam hatinya.
Fara dan Arsyad kini duduk di ruang BK. Ini pengalaman pertama bagi mereka berdua. Arsyad mantan ketua OSIS, jelas dia tidak pernah melanggar peraturan di sekolahnya. Begitu juga dengan Fara, si pemenang olimpiade matematika tahun lalu, dia sangat disiplin.
"Arsyad, Fara, Bapak tidak menyangka kalian melakukan hal seperti ini. Ini di lingkungan sekolah." Pak Eko menasihati mereka yang kini duduk berdampingan di ruang BK. Sedangkan Pak Aslan hanya melipat kedua tangannya sambil menatap mereka berdua.
Arsyad menganggukan kepalanya. "Maaf Pak, ini hanya sebagai hiburan."
"Hiburan? Kalian sudah kelas 12, sebentar lagi akan UNBK. Fokus belajar! Jangan ada kejadian seperti ini!"
Fara dan Arsyad hanya mengangguk pelan.
"Pak Aslan, bapak akan mengajar matematika di kelas 12 IPA B, itu kelas mereka."
Fara hanya mengumpat dalam hatinya, jadi ini guru matematika yang baru itu. Gurunya saja segalak ini, bagaimana rumus-rumus matematika masuk ke dalam otak murid-murid yang dia ajar.
"Iya, kalian berdua ke kelas sekarang. Ini peringatan pertama bagi kalian. Kalau kalian melakukan lagi, orang tua kalian akan saya panggil," kata Pak Aslan sambil berjalan mendahului mereka.
Arsyad dan Fara berjalan di belakang Pak Aslan. Mereka masih saja saling lirik, beberapa detik kemudian mereka saling melempar senyum kecil. Sebuah pernyataan cinta yang berujung di ruang BK jelas tidak akan terlupakan bagi mereka.
Mereka bertiga kini masuk ke dalam kelas. Fara dan Arsyad segera duduk di bangku masing-masing. Sedangkan Pak Aslan berdiri dengan gagah di depan kelas.
Pandangan seisi kelas kini tertuju pada Pak Aslan. Terutama para gadis belia yang menatap kagum pada sosok sempurna Pak Aslan.
"Ra, dia lee min hoo kah? Ganteng banget." tanya Ayla yang duduk di sebelah Fara. Dia sahabat Fara sekaligus sepupu Arsyad.
Fara hanya mencebikkan bibirnya. Ada sesi perkenalan oleh Pak Aslan yang tidak didengar oleh Fara. Yang jelas satu hal yang melekat di pikiran Fara, dia Pak Aslan yang sebenarnya lebih cocok dipanggil Pak Singa.
"Keren sekali namanya Pak Aslan, jadi raja hutan saja sangat ditakuti apalagi jadi raja dihatiku." kata Ayla yang masih saja terpesona dengan aura Pak Aslan.
Fara merasa enek mendengar gombalan Ayla. Belum tahu saja kalau Pak Aslan itu galak, segalak namanya.
...***...
"Yang baru jadian wajib bayar pajak," kata teman-teman Arsyad, Erik dan Dani.
"Yoi, harus itu. Wajib."
"Iya dong Far, lo juga wajib bayar pajak jadian sama kita," kata Ayla yang berjalan dengan dua orang teman lainnya Lili dan Nia.
"Iya, iya, kita semua makan di kafe bokapnya Ayla. Gratis!" kata Arsyad sambil tertawa karena memang Ayah Ayla adalah pemilik kafe.
"Eh, gila! Bayar woy! Ntar uang saku gue di potong," teriak Ayla.
Arsyad tertawa sambil merangkul Fara. "Canda. Ya udah yuk kita let's go ke kafenya Ayla."
Dua geng yang terkenal huru haranya itu memang kompak. Mereka kini berjalan sambil bercanda menuju tempat parkir.
Tapi langkah Ayla terhenti saat melihat pesona guru tampan yang sedang berjalan menuju mobilnya. Dengan langkah kecil tapi cepat Ayla mendekatinya. Dia tersenyum manis.
"Pak Aslan, mau pulang?" tanya Ayla.
Pak Aslan hanya menatap datar Ayla. "Iya."
"Pak Aslan rumahnya dimana?" tanya Ayla.
Fara dan kedua temannya hanya melongo melihat keberanian Ayla menggoda gurunya.
"Sepulang sekolah lebih baik kamu langsung pulang sama teman-teman kamu." kata Pak Aslan yang justru tak menjawab pertanyaan Ayla, kemudian dia masuk ke dalam mobil dan beberapa saat kemudian mobil itu mulai melaju.
Ayla masih saja berdiri mematung. Dia masih terpesona dengan pesona Pak Aslan.
"Kasiaan dikacangin." ledek teman-teman Ayla.
"Lo naksir sama Pak Singa. Diterkam baru tahu rasa lo." kata Fara. Dia kini naik ke boncengan Arsyad.
"Gak papa, gue rela. Gue yakin, dia calon pemimpin rumah tangga yang baik."
Teman-temannya masih saja menertawakan Ayla. Begitulah Ayla, ketika dia suka dengan seseorang, dia tidak segan-segan menunjukkan rasa sukanya meski pada gurunya sekalipun.
💞💞💞
.
Karya baru sudah hadir. Jangan lupa jadikan favorit dan rate bintang 5 ya... ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
.
Masih pada ingat sama Ayla dan Arsyad? Udah SMA mereka.. 😁
Seperti pasangan remaja pada umumnya, baru saja jadian dunia terasa milik berdua. Setelah traktiran tipis-tipis di kafe milik keluarga Ayla, Arsyad dan Fara tak juga pulang ke rumah. Mereka berkeliling kota dahulu sambil berboncengan.
Tangan yang melingkar di perut Arsyad, membuat Arsyad ingin terus memelankan laju motornya. Dia usap tangan Fara berulang kali dengan sebelah tangannya.
Fara hanya tersenyum. Dia kini menyandarkan dagunya di pundak Arsyad. "Sebenarnya masih mau lama-lama sama kamu tapi udah mau gelap. Pulang ya."
"Iya, kita pulang sekarang. Besok aku jemput ya." kata Arsyad sambil sedikit menoleh Fara.
"Oke."
Arsyad sedikit menambah laju motornya. Beberapa saat kemudian dia berhenti di depan rumah Fara.
Fara turun dari motor Arsyad lalu melepas helmnya. Dia masih saja tersenyum menatap Arsyad. Bunga-bunga di hatinya masih terus bermekaran.
"Nanti VC ya." kata Arsyad pada Fara. "Berdua, gak usah gabung grup huru hara kita." memang biasanya mereka video call dengan satu gengnya. Di hampir setiap malam untuk saling mencontek PR mereka.
"Oke." jawab Fara dengan senyum manisnya.
Arsyad memutar motornya seiring lambaian tangan Fara.
Setelah motor Arsyad menjauh, Fara masuk ke dalam rumahnya.
"Fara, darimana?" tanya Ayahnya yang sedang berdiri di ambang pintu masuk.
Fara terdiam beberapa saat sambil mencium punggung tangan Ayahnya. Jujur saja, Ayahnya sangat keras, dia harus mencari alasan yang tepat agar Ayahnya tidak marah.
"Dari belajar kelompok, Ayah." jawab Fara.
Pak Ridwan menatap putrinya menyelidik. "Ayah lihat kamu pulang dengan cowok."
"Itu Arsyad, Ayah. Dia kan pernah main ke sini sama teman Fara." jelas Fara.
"Ya sudah. Besok-besok kalau pulang terlambat beri kabar Ayah. Biar Ayah jemput."
Fara menganggukkan kepalanya. "Iya." kemudian dia masuk ke dalam rumah. Saat di rumah seketika dia merasa kesepian. Ibunya sudah tiada saat dia masih berada di Sekolah Dasar. Sedangkan kedua kakaknya sedang kuliah di luar negeri. Satu kakaknya akan lulus tahun ini dan pulang ke Indonesia. Satu kakaknya lagi baru satu tahun di sana.
Fara menaruh tasnya di atas meja belajar. Dia duduk di tepi ranjang sambil melepas sepatunya. "Nanti setelah aku lulus sekolah, aku harus bisa masuk universitas di luar negri kayak kakak."
Fara memang sudah beberapa kali memenangkan olimpiade matematika. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan di luar negri sangat besar meski Ayahnya sempat melarang keinginan itu karena Fara adalah putri satu-satunya.
Setelah melepas sepatunya, dia mengambil pakaiannya lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh dirinya. Fara masih saja menyunggingkan senyumnya mengingat momen indah bersama Arsyad hari itu.
...***...
Setelah sampai di depan rumahnya, Aslan berjalan jenjang masuk ke dalam rumahnya.
"Aslan bagaimana hari pertama mengajar di sekolah?" tanya Mamanya.
Aslan menghempaskan dirinya di sofa. Dia sangat muak saat dituntut harus menjadi guru. Sudah setahun dia memegang perusahaan, hanya karena satu kesalahan dia harus di deportasi menjadi guru.
"Aku gak mau jadi guru lagi, Ma. Pusing. Anak-anak SMA itu bandel-bandel."
Bu Lani justru tertawa. "Kamu sekarang umur berapa? Lupa kalau kamu juga pernah bandel kayak gitu. Baru setahun menjabat direktur saja, kerugian mencapai 30%. Pantas Papa kamu marah."
Aslan menghela napas panjang. Ya, umurnya memang sudah 25 tahun tapi rasanya baru kemarin dia memakai seragam putih abu-abu dan bandel. "Itu karena aku dijebak, Ma. Mereka menipu aku dengan proyek palsu."
Beberapa saat kemudian Pak Robi masuk ke dalam rumah dan menyahuti putranya itu. "Itu karena kamu kurang jeli. Kamu seenaknya sendiri, gak bertanggung jawab. Sekarang kamu rasakan gimana caranya mendidik anak-anak yang bandel hingga menjadi sukses di masa depan."
Aslan menghela napas lagi. "Aduh Pa, lebih baik aku jadi karyawan biasa aja, jangan jadi guru."
"Tidak! Kamu harus tetap jadi guru, buktikan kalau kamu berhasil membuat anak didik kamu sukses. Kamu harus punya rasa tanggung jawab yang besar."
Aslan berdiri, rasanya dia sudah bosan mendengar ceramah kedua orang tuanya perihal tanggung jawab. Dia berjalan dengan cepat menuju kamarnya. Dia lempar tasnya ke sembarang tempat. Dia hempaskan tubuh lelahnya karena seharian di sekolah sudah sangat menguras emosinya.
"Jadi guru anak SMA." Aslan mengacak rambutnya sendiri karena kesal.
Dia kini mengambil ponselnya dan menatap sebuah foto cantik yang ada di galerinya.
"Tasya, kenapa kamu gak mau nunggu aku? Kamu lebih memilih dia. Iya, aku tahu, aku yang terlalu lama menggantung hubungan kita, hingga kamu lebih memilih dia yang menawarkan sebuah pernikahan."
Aslan menghela napas panjang. Dia menjalin hubungan dengan Tasya sudah lama, sejak dia kuliah. Tapi hubungan itu kandas di tengah jalan, karena Aslan begitu sibuk belajar memegang perusahaan keluarganya. Disitulah awal kehancuran Aslan. Patah hati itu telah merubah segalanya. Dia tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Dia luput dari tanggung jawab. Ditipu client karena dia kurang teliti hingga membuat perusahaan mengalami kerugian besar.
Karena kesalahan itulah Aslan dihukum menjadi guru SMA di sekolah yang dikelola Papanya. Papanya ingin Aslan lebih bisa bertanggung jawab dengan cara mendidik anak-anak SMA.
"Kacau banget hidup aku!" Aslan melempar asal ponselnya. Dia beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Dia tidak tahu lagi, apakah dia bisa bertahan dan mendidik muridnya dengan benar?
.
💞💞💞
.
Jangan lupa like dan komen..
Pagi itu, Arsyad yang sedang membonceng Fara menghentikan motornya di depan sekolah. Mereka menatap bingung pintu gerbang yang sudah tertutup di lima menit sebelum bel masuk berbunyi. Ada beberapa teman lain juga yang berdiri di depan gerbang.
"Kan masih kurang 5 menit, kok udah di tutup?" Fara turun dari motor Arsyad dan ikut bergabung dengan teman lainnya yang sedang protes.
"Pak, ini masih kurang 5 menit kok gerbangnya udah ditutup?" teriak Fara pada Pak Satpam yang berdiri di dekat posnya.
Karena mereka semakin ramai, Pak Aslan keluar dan berjalan menuju gerbang. Seketika mereka semua terdiam mendapat tatapan dari Pak Aslan.
"Mulai sekarang, kalian harus sudah datang dan masuk 10 menit sebelum bel berbunyi." kata Pak Aslan dengan keras dan tegas.
Arsyad menjagrak motornya dan turun. "Tidak bisa begitu, Pak. Kita semua tidak tahu dengan peraturan yang baru." protes Arsyad. Sebenarnya dia juga penasaran, siapa sebenarnya guru matematika itu? Mengapa dia punya wewenang untuk mengubah peraturan.
Pak Aslan menunjuk sebuah kertas pengumuman yang tertempel di kaca pos satpam. "Pengumuman itu tertempel dari kemarin, tidak ada yang melihat?"
"Tidak bisa begitu, Pak. Namanya pengumuman ya diumumin lewat loud speaker."
"Iya, selama dua tahun sekolah di sini juga aman-aman saja. Kenapa Bapak tiba-tiba merubah peraturan."
Beberapa murid semakin protes. Suasana semakin riuh. Mereka tidak terima dengan peraturan baru yang tiba-tiba dibuat itu.
Pak Aslan menghela napas panjang. "Diam! Saya rubah peraturan ini agar jam masuk di sekolah ini sama dengan jam masuk di sekolah lainnya. Jadi ada waktu untuk mengatur napas dan tenaga setelah perjalanan dari rumah ke sekolah, tidak ada lagi yang ngos-ngosan berlari ke kelas dan bebarengan dengan guru datang. Kalian bisa lebih rapi di kelas saat guru masuk kelas."
Mereka akhirnya terdiam. Selama ini kebanyakan dari mereka memang masuk ke dalam kelas dengan tergesa dan hampir bebarengan dengan guru. Napas belum teratur seperti habis olahraga sudah menerima pelajaran.
"Baik, kalian boleh masuk. Tapi karena kalian beberapa kali membantah, kalian bapak hukum lari putar lapangan basket sebanyak tiga kali." kata Pak Aslan.
"Aduh Pak, kita pulang aja deh daripada suruh putar lari lapangan."
"Iya, gimana sih ini. Katanya tadi biar tidak ngos-ngosan saat menerima pelajaran. Sekarang justru lari dulu."
Mereka kembali protes, tidak setuju dengan hukuman yang diberikan Pak Aslan.
Pak Aslan mengeraskan rahang bawahnya. Ingin dia membentak dan memarahi anak-anak itu habis-habisan tapi dia tahan. "Kalau kalian mau pulang, Bapak hubungi orang tua kalian."
Seketika mereka terdiam dan tunduk. Sepertinya peraturan sekolah itu akan semakin diperketat.
"Pak, buka pintu gerbangnya. Kalian masuk dengan teratur dan lari putar lapangan." perintah Pak Aslan.
Pak Satpam segera membuka pintu gerbang. Beberapa murid yang terlambat itu masuk dengan teratur, termasuk Fara.
Sedangkan Arsyad dan teman lainnya yang membawa motor harus memarkir motor mereka terlebih dahulu.
Fara mulai berlari dengan teman lainnya tanpa menunggu Arsyad karena Pak Aslan terus mengawasi mereka dan memberi aba-aba agar cepat lari.
Baru setengah putaran saja, perut Fara semakin terasa melilit. Semakin dia buat berlari, semakin terasa sakit. Dia semakin memegang perutnya dan berjongkok. Keringat dingin juga mulai membasahi pelipisnya.
"Far, lo kenapa?" tanya Lili yang memang kebetulan juga datang terlambat.
"Perut aku sakit banget." kata Fara sambil meringis menahan sakit.
Melihat Fara yang berjongkok sambil menekan perutnya, Pak Aslan berjalan mendekat. "Kamu kenapa?" tanyanya.
Fara tak menjawab. Dia semakin meringis kesakitan dan menunduk.
"Fara sakit, Pak." kata Lili.
Terbesit rasa bersalah di hati Pak Aslan. Apa dia terlalu keras mendidik mereka. "Kalian lanjut satu putaran saja!" teriak Pak Aslan sambil meraih tubuh Fara dan menggendongnya. Dia tidak mungkin membiarkan Fara begitu saja di pinggir lapangan.
What the hell, Pak Aslan gendong gue. Coba aja perut gue gak sakit gini, gue udah berontak. Idih, amit-amit. Harusnya Arsyad yang gendong gue.
Fara semakin menekan perutnya yang terasa melilit. Keringat dingin semakin membasahi pelipisnya.
"Kamu kenapa?" tanya Pak Aslan sambil menurunkan Fara di atas bed UKS. "Sebentar saya ambilkan obat. Kamu sakit apa?" tanya Pak Aslan lagi. Dia benar-benar tidak mengerti tentang perempuan.
Fara menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa, Pak. Nanti juga hilang sendiri." jawab Fara. Inginnya Pak Aslan segera keluar dari UKS agar dia bisa merebahkan dirinya.
Pak Aslan hanya berdiri mematung. Dia tidak memahami situasi seperti ini. Alih-alih memberi mereka sedikit hukuman agar patuh tapi justru ada yang sakit.
Beberapa saat kemudian Arsyad masuk ke dalam UKS sambil membawa segelas teh hangat. "Far, kamu minum dulu." Arsyad mendekat dan membantu Fara minum teh hangat itu. Arsyad yabg sudah berteman lama dengan Fara jelas tahu sakit yang dialami Fara. Karena ini terjadi tidak hanya satu dua kali tapi hampir di setiap bulan di tanggal yang sama.
Pak Aslan akan berbicara sesuatu tapi tertahan. Tindakan dan solusinya kalah cepat dengan Arsyad. Untuk sesaat dia biarkan Arsyad memberikan perhatiannya pada Fara.
Arsyad kini mengambil obat dan diberikan pada Fara. "Minum pereda nyeri dulu biar sakitnya hilang."
Pak Aslan semakin menautkan kedua alis tebalnya. Usianya dan Arsyad terpaut 7 tahun, tapi menangani hal semacam ini justru lebih cekatan Arsyad.
Tapi Pak Aslan tidak akan membiarkan Arsyad berlama-lama dengan Fara. Dia juga sudah membuat peraturan baru, dilarang berpacaran di area sekolah.
"Arsyad, kamu kembali ke kelas biar Fara istirahat di UKS." kata Pak Aslan saat melihat Fara dan Arsyad justru saling menatap penuh cinta.
Meski sebenarnya sangat dongkol dengan Pak Aslan, Arsyad tetap menurutinya. Dia kini berdiri dan berjalan mendekati Pak Aslan. "Pak Aslan, bapak harus lebih bisa memahami kondisi perempuan, tidak seenaknya main hukuman fisik seperti ini. Pelajaran olahraga saja memberi kelonggaran pada murid perempuan, tapi Bapak justru memberi hukuman fisik seenaknya." setelah itu Arsyad keluar dari UKS tanpa menunggu perkataan daru gurunya lagi.
Pak Aslan menatap punggung Arsyad yang kian menjauh. Baru kali ini dia merasa kalah dewasa dengan anak SMA. Kemudian dia beralih menatap Fara yang sedang merebahkan dirinya. Dia kini baru paham, kenapa Fara tiba-tiba kesakitan.
Lain kali, dia harus lebih hati-hati memberikan hukuman pada mereka.
Pak Aslan kini keluar dari UKS dan berjalan ke ruang guru untuk mengambil bukunya dan bersiap mengajar.
💞💞💞
.
Jangan lupa like dan komen ya...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!