Silvana Devandra sedang berada di taman depan rumahnya saat sang ayah memintanya menikah.
"Aku tahu, apa yang aku katakan ini pasti membuatmu bingung, hanya saja aku ingin yang terbaik untukmu, menikahlah dengan Dave ya? Kau kenal kan dengan Dave? orang kepercayaan perusahaan kita. Dia sangat baik dan berdedikasi tinggi padaku serta perusahaan."
Sang ayah duduk di teras sambil menatap kecantikan putri semata wayangnya merawat puluhan jenis bunga mawar dan anggrek. Tak lupa ada teh di tangan sang ayah, dia menikmati secangkir teh tiap harinya.
"Apa yang ayah katakan?" tanya Silva merasa aneh dengan pembicaraan minggu pagi ini.
Dia masih terus melakukan kegiatannya meskipun ada sang ayah di sana. Dia berdiri membelakangi ayah tercinta, sebab tak banyak yang harus dia sampaikan saat ini.
"Silva? Bagaimana menurutmu tentang rencana ayah ini?" tanya sang ayah sekali lagi.
Sang ayah berharap jika Silva mau menuruti apa yang di inginkan olehnya.
Namun, sepertinya semua itu hanya harapan semu sebab sang putri menolak mentah-mentah perjodohan ini.
"Ayah, aku tidak suka berdebat dengan ayah mengenai hal ini, hanya saja aku merasa ayah terlalu mengekang aku, ini bukan pertama kali ayah memberikan pertanyaan yang sama," jawab sang putri yang selalu diam dan patuh dengan kedua orang tuanya, tapi kali ini dia memiliki satu alasan kuat mengapa sang gadis tak mau menjadi calon istri Dave, sesuai dengan ucapan ayahnya,
"Apa yang membuatmu begitu keras kepala sayang? Selama 25 tahun, kau tidak pernah membantah ayah?" jelas sang ayah merasa heran dengan apa yang disampaikan oleh sang putri yang terkenal patuh dan tidak aneh-aneh.
"Aku memiliki satu hal yang tak bisa aku katakan, maaf ayah," batin sang putri.
Dia seperti menyembunyikan luka yang dalam. Entah apa yang ada di dalam hatinya mengenai alasan tak mau menikah dengan Dave.
Sang gadis terlihat tak mau meneruskan kegiatannya, dia mencuci tangan dan masuk ke dalam rumah.
"Apa aku terlalu keras?" batin Tuan Emanuel yang merasa bahwa kata-katanya tak seperti biasanya sehingga Silva harus marah.
Tuan Nuel segera mengekor langkah sang ayah, dia masuk ke dalam rumah dan mencari Silva.
Namun dihalangi oleh istrinya.
"Kau terlalu terburu-buru, jangan katakan apapun, biar aku yang mengatakannya," jelas sang istri.
"Nyonyaku, apa aku tidak bisa berkata hal yang penting ini padanya? Dave adalah calon terbaik, apa yang akan kita lakukan pada seorang gadis dewasa jika tidak menikahkan dengan seorang pemuda yang kita percaya?" ungkap Tuan Nuel.
Apa yang dia anggap benar, akan selamanya benar.
Namun kali ini dia merasa bahwa tidak memberitahu mengenai pernikahan, merupakan hal yang paling benar.
Lebih baik menyiapkan segalanya, lalu menikahkan Dave dan Silva.
Mungkin cara ini lebih baik daripada banyak bicara, karena si anak gadis tetap memberikan penolakan jika menggunakan cara yang biasa saja.
"Aku tidak pernah melarang kau untuk melakukan semua ini, hanya aja putrimu akan menjadi pembangkang saat kau terlalu memaksakan apa yang kau inginkan!" jelas sang istri mencoba memberikan nasehatnya.
"Apa yang katakan ada benarnya, aku akan diam dan siapkan segalanya saja, bagaimana menurutmu?" ungkap Tuan Nuel mantap.
"Iya, aku akan mencoba memberikan pengertian padanya agar kalian berdua tidak berlarut saling debat, kau pergi saja sana main tenis atau apa. Hari minggu terlalu membosankan untuk membahas pernikahan," ucap sang istri.
Suami tak mengatakan sepatah katapun dia hanya diam dan masuk ke dalam kamar, beberapa menit setelahnya berganti baju olah raga.
"Aku tenis dulu dengan teman," pamit sang suami.
"Oke, hati-hati di jalan suamiku!" jawab sang istri sambil berjalan menuju kamar sang putri.
Terdengar suara ketukan pintu, lalu sang putri segera membukanya.
"Ibu?" ujar Silva terkejut.
Sang gadis ingin menutup pintu tetapi dicegah oleh sang ibu.
"Untuk apa bersembunyi? leboh baik kita minum teh, kau selalu seperti ini sejak hari kelulusan itu. Kau adalah gadis yang cantik dan berprestasi kenapa selalu insecure?"
"Ini bukan masalah mengenai percaya diri atau tidak, hanya saja aku merasa mengenal cinta bukan lah satu hal yang cukup menyenangkan. Aku lebih memilih menjadi pecinta bunga dan meneliti segala jenis anggrek yang aku temui, mawar juga aku sangat tertarik."
"Semuanya bukan sekedar itu sayang, hidup juga harus dipikirkan, kau seorang gadis dan kelak akan menjadi seperti ibu," ungkap ibu tercinta.
"Jika ibu hanya menjadi penyambung lidah, aku malas mendengarkannya," jelas sang gadis. Dia malas membahas tentang jodoh pagi begini.
"Iya sayang, tapi kau terlalu bahagia dengan kesendirian, pikirkan hal terbaik dalam hidup sayang," jelas sang ibu sambil meninggalkan putri semata wayangnya.
"Aku tidak memiliki kebahagiaan dalam hidup sebab pria itu telah membuatku hancur," batinnya.
Sang putri merasa hidupnya tak harus bersama dengan pria, dia merasa tidak baik, apa lagi pria yang akan dijodohkan dengannya adalah seorang Dave.
Dia memang tak suka dengan pria sok manis dan sok akrab dengan keluarganya itu.
Dave, bukan pria yang baik menurutnya.
"Tak ada habisnya aku benci dengan pria itu, demi kehormatan ayah dan ibuku, aku akan diam," cetus Silva.
Sang gadis masuk ke dalam kamar, dia kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Tiba-tiba terlintas bayangan pria itu, dia terkejut dan penuh kemarahan.
"Tuhan, aku hanya ingin melupakan kejadian itu, aku hanya itu," ucap sang gadis yang merupakan doa yang sangat ingin dikabulkan.
Bukannya terkabul, tetapi justru dia harus makin dekat dengan si pria tak waras.
Saat menyebalkan itu hadir, panggilan telepon dari seorang misterius kembali mengganggunya.
Dia hanya malas berbicara, sekedar ingin memperhatikan pemilik suara itu.
Untuk pertama kalinya dia menjawab panggilan itu.
"Kenapa kau selalu menggangguku?" tanya sang gadis.
"Terima cintaku, kau akan menjadi gadis paling bahagia, aku ada di dekatmu, tolong sekali saja kau tatap mataku!"
"Aku tak suka pria sok misteri sepertimu, tolong! hentikan semua ini!"
"Aku akan berhenti menganggu, jika kau mau menjadi istriku!"
"Apa?"
"Lihat jendela, aku ada di sana! terima aku!"
Sang gadis sebenarnya malas untuk melihat siapa yang selama ini menganggunya, hanya saja dia penasaran.
Perlahan sang gadis mendekat ke arah jendela, lalu membuka tirai sedikit demi sedikit, dia menatap wajah yang tak asing.
Dia seperti pria yang selama ini membuatnya menjadi tidak sempurna.
"Ha? Dave? dia?" ucap sang gadis merasa tak yakin dengan semua ini, tapi pria yang ada di ponsel sama dengan pria yang telah merusak masa depannya.
Seorang pria yang akan menjadi calon suaminya.
Dave Santos Varlente.
"Kenapa harus ada keburukan ini?"
*****
Saat mengetahui siapa orang yang akan telah membuat kehidupannya akan suram, dia enggan keluar rumah.
Pria itu pasti akan bertemu dengannya, rasanya sangat malas.
Apalagi perasaan benci itu tidak semudah itu hilang.
"Kau telah membuat luka paling dalam, bagaimana bisa masih percaya diri datang?" batin sang gadis begitu terluka mengetahui semua ini.
Baru juga ngebatin, suara pintu di ketuk dengan keras, ada suara lembut yang terdengar.
"Ibu mulai menjadi teman ayah, dia sangat sangat membuatku merasa tidak nyaman. Dave, seharusnya kau tidak datang saja, aku merasa jika kedatangan mu hanya membuat satu keburukan. Aku sangat benci dengan semua ini, sangat benci!" batin sang gadis dengan air mata yang mengalir.
Rasanya sangat tidak nyaman, dia mau tidak harus keluar dari kamar dan menemui pria kurang ajar itu.
Klek!
Pintu terbuka, lalu sekarang adalah saatnya seorang gadis harus menerima kenyataan bahwa setiap apa yang dia lakukan harus banyak pertimbangan, terutama tentang apa yang akan dia putuskan setelah ini.
Dia menatap wajah sang ayah dengan wajah datar.
"Nak, akhirnya kau membuka pintu," ucap sang ayah merasa bahwa satu hal yang sangat tidak mungkin menjadi mungkin.
Dengan wajah datar, si gadis berkata," Aku tidak suka akan hal ini, aku hanya ingin menunjukkan kepada ayah satu hal," jelas Silva.
Dia berjalan menuju ruang tamu tanpa menghiraukan sang ayah.
"Aku merasa dia agak berbeda," batin ayah tercinta. Namun dia cukup lega, tidak ada drama lagi.
.
.
.
Ruang tamu ...
Sang ibu sudah ada di sana membawa sebuah nampan beserta gelas yang terisi air minum.
Jus jeruk sepertinya tiba-tiba ada di rumah itu, padahal selama ini, tidak ada yang orang yang minum buah itu.
"Ibu sangat gercep," batin SIlva.
Dave yang menyadari kehadiran seorang Silva langsung berdiri lalu menyapanya.
"Halo Silva, apa kabar. Lama sekali tidak berjumpa," ujarnya.
Dave merasa baik-baik saja dengan segala hal yang membuatnya menjadi pria keren, sebab kabar baik yang akan dia sampaikan mengenai pencapaian perusahaan kepada ayah Silva.
"Wah kau begitu tampan hari ini nak? seperti biasa, kau sangat luar biasa," puji tuan Nuel, ayah Silva.
"Tidak begitu hebat tuan, aku merasa menjadi pria yang biasa saja," jawab Dave sambil tak melepaskan pandangan dari wajah cantik Silva.
Tuan Nuel lalu meminta sang putri duduk bersama dengan seorang Dave.
Oleh karena terpaksa dia mau, Silva masih menahan perasaannya.
Kini Tuan dan Nyonya Nuel juga duduk, keduanya berada di sisi kanan dua orang yang akan menjadi pasangan suami istri.
"To the point saja, aku ingin menyampaikan laporan kepada tuan bahwa perusahaan kita mendapatkan penghargaan, yaitu menjadi sepuluh besar perusahaan dengan title terbaik satu kota ini."
Dave mengatakan sambil menggebu-gebu sebab dia tak pernah menyangka akan mendapatkan satu hal yang sangat berarti seperti ini, sebuah pencapaian akan satu hal yang luar biasa. Dia sangat bersyukur.
Apalagi dia berada di samping Silva, gadis yang sudah membuat jantungnya mau copot.
"Haha, kau sangat hebat seperti biasanya, berasa menjadi orang yang sangat tidak manusiawi jika aku tak memberikan hadiah satu pun padamu padahal selama ini kita sudah bekerja sama, meski kau menjalankan semua pekerjaan kantor, kau tidak pernah mengeluh serta selalu totalitas dalam melakukan segalanya. Terima kasih Dave, kau berhak menikah dengan anakku!"
Dave benar-benar tak pernah menyangka jika dirinya benar-benar menikah dengan seorang Silva yang selama ini dia dambakan.
"Tuan terlalu baik padaku, aku sudah menjadi orang yang bergelar S1 juga sangat bersyukur, saat menjadi orang yang memiliki keberuntungan ini, begitu menyentuh hatiku. Terima kasih tuan," ucap seorang Dave dengan rasa berdebar-debar tidak karuan.
Rasanya seperti mimpi menjadi nyata.
Namun ada satu hal yang terlupa, seorang Silva yang sangat tidak ingin menikah.
Dia mencoba buka suara dan mengutarakan semua pendapatnya.
"Aku tidak seharusnya mencampuri urusan kalian, hanya saja apa yang ada di dalam kehidupan ini harus ada persetujuan dari pihak yang bersangkutan, ayah tidak pernah bertanya pendapatku," cetus sang putri merasa terabaikan.
Apa yang menjadi haknya mengeluarkan pendapat begitu tidak dihargai serta tak mendapatkan kesempatan.
Sang ayah berkata," Aku tidak perlu bertanya padamu sayang, karena kau adalah gadis penurut," ucap seorang tuan Nuel yang sangat memaksakan pernikahan ini.
Dia tahu jika sang putri sama sekali tidak ingin menikah jadi dia harus menegaskan kepada Silva tentang keputusan yang sudah diambil seorang ayah tidak bisa diganggu gugat.
"Aku tidak setuju dengan pernikahan ini, maaf!"
Sang putri menunjukkan bahwa tidak setuju dengan apa yang sudah diputuskan oleh tuan Nuel selaku ayahnya.
Saat sang putri ingin masuk ke dalam kamar, tuan Nuel mencegahnya dengan nada berteriak.
"Tetap duduk dan menjadi gadis patuh, Silva!"
Sang ibu mencoba membujuk tuan Nuel agar tidak menjadi pria dengan amarah yang berlebihan, hanya saja tuan Nuel sudah memiliki keputusan yang sangat final.
Keputusan yang tidak bisa di ganggu gugat lagi.
"Kau harus mengikuti apa yang aku katakan jika ingin menjadi seorang anak yang patuh, jelas tuan Nuel dengan ketegasannya.
"Aku lebih baik tiada jika harus menikah dengan pria ini!"
"Diam kau Silva! kau tidak tahu apa-apa tentang Dave ini! bagaimana bisa ayah memaksakan kehendak ayah yang tidak jelas itu?"
Silva memberontak dengan segala cara, dia tidak bisa menjadi istri dari Dave, pria yang sangat dia benci.
Hanya saja yang ayah terlalu berlebihan.
Silva tidak bisa mengelak lagi.
"Ayah harus menghabisi aku ketika ingin menjadikan aku istri Dave!"
Plak!
Tamparan keras untuk pertama kalinya mendarat di pipi sebelah kanan seorang putri yang selama ini menjadi kesayangan ayah dan ibunya.
"Ayah tega menampar aku dengan sekeras ini demi Dave? demi orang asing tega menampar anak kandung ayah?"
Silva meneteskan air matanya yang tidak hentinya menetes.
Dave cukup senang dengan kehancuran ini sebab tujuannya masuk ke dalam kehidupan keluarga sang gadis memang menebar kebencian.
Dia berpura-pura membela Silva agar terkesan baik.
"Tuan, jangan seperti itu pada anakmu, dia tidak bersalah, aku tidka keberatan jika harus menunda pernikahan untuk beberapa waktu."
"Tidak ada yang menunda ataupun harus ditunda, ayah sudah menyiapkan gedung pernikahan untuk kalian, undangan sudah di sebar, aku hanya mengundang beberapa saja."
Sang ayah sangat gegabah, dia sudah menyiapkan segalanya tanpa sepengetahuan dari Silva.
"Ayah tega padaku!"
"Kau sangat keras kepala! padahal selama ini kau sangat penurut pada ayah. Jadi ayah harus memaksamu!"
Sang ayah menyayangkan sikap sang putri yang tiba-tiba saja menjadi pembangkang.
*****
"Ayah, dia telah melakukan hal buruk padaku, dia juga ingin membuat keluarga kita hancur, apakah ayah tidak paham jika Dave hanya ingin harta kita saja?"
Plak!
Pukulan itu kembali memberikan luka terdalam di pipi sang gadis.
Ayah Silva tak menyangka jika putrinya berani memfitnah seorang Dave yang selama ini sangat baik.
"Kau keterlaluan Silva, kau paham kan dengan apa yang kau katakan? ayah tidak peduli dengan apapun, ayah hanya ingin kau menikah dengan Dave. Dengan atau tanpa persetujuan darimu!"
Sang ayah menarik lengan sang gadis lalu membawanya masuk ke dalam kamar, Tuan Nuel mengunci anaknya di dalam kamar.
"Ayah! ini tidak adil, keluarkan aku dari sini!" ucap sang gadis yang tak terima atas perlakuan ayahnya.
"Kau sudah menjadi pembangkang, ayah tidak terima!" teriak Tuan Nuel sambil pergi.
Dia tak menghiraukan apa yang di katakan oleh putrinya.
Tuan Nuel meninggalkan putrinya, lalu berjalan menuju ruang tamu lagi.
Hingga Tuan Nuel, menghampiri Dave dan meminta maaf padanya.
"Dave, maafkan anakku, dia hanya bocah yang tak tahu apapun," ucap sang ayah.
Dia benar-benar meminta maaf atas perkataan sang anak yang tak ada dasarnya itu.
"Tidak perlu terlalu keras padanya tuan, dia adalah gadis modern, mana bisa menikah dengan cara perjodohan, aku yang salah."
Dave tersenyum, dia ingin pamit.
Namun tuan Nuel tak memperbolehkan pria itu untuk pergi.
"Kau di sini dulu, kita akan membicarakan satu hal, pernikahan."
Tuan Nuel tetap keukeuh dengan apa yang menurutnya benar tanpa persetujuan sang putri sebab dia tak suka ada penolakan.
"Putri tuan? apa dia setuju?"
"Kau tidak perlu memikirkan gadis keras kepala itu, selama ini anakku sangat baik, tapi saat dia tak mau menuruti apa yang aku katakan, pada akhirnya aku harus memberikannya banyak hukuman. Asal kau tahu saja, aku sudah menyebarkan undangan, setelah ini. Kalian akan menikah, besok siang pukul 14.00. Kau datanglah ke gedung pernikahan di jalan XZ."
Sang ayah benar-benar melakukannya, dia memaksa sang putri setuju dengan cara apapun.
Dave cukup senang dengan rencana ini, hanya saja dia menyembunyikan perasaan bahagianya.
"Tuan, ini tidak baik, aku harus mengatakan Sesuatu kepadanya."
Dave ingin terlihat perhatian kepada Silva, tapi sang ayah menolak hal ini.
"Kau pulang ke rumah, nanti akan ada sopir yang menjemputmu sebelum pukul 14.00."
Ayah Silva sudah merencanakan ini semua sejak sang anak terlalu kritis.
Dia memang tidak suka dibantah.
Pada akhirnya Silva harus menerima akibatnya.
"Baik Tuan."
"Nah bagus, kau adalah calon menantu yang baik."
Dave beranjak dari tempat duduknya, nyonya Nuel belum berkomentar, dia hanya menyimak apa yang disampaikan oleh suaminya.
Namun, sebelum pergi, Dave menyempatkan untuk meminum segelas air yang telah di buat oleh calon ibu mertuanya.
Ini membuat nyonya Nuel terkesan.
"Hm, kau begitu baik Dave, kau sangat pantas menjadi menantuku."
Nyonya Nuel tersenyum dan mengusap pundak Dave dengan lembut.
Pandangan mata Dave begitu berbinar.
"Akhirnya aku sudah sampai pada tujuan utamaku, menjadi seorang menantu keluarga ini, baguslah. Aku berhasil melakukannya dengan baik, tanpa paksaan serta drama yang berlebihan," batin Dave penuh kemenangan.
Dia berharap jika akan mendapatkan satu hal yang membahagiakan yaitu, cintanya bisa terbalas meski Silva terlihat tak menyukainya.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!