NovelToon NovelToon

Panggil Aku Mawar

Bab 1

"Siapa tadi nama lo?"

"Mawar mbak..."

Tatapan wanita itu terlihat mengintimidasi, tapi Mawar tidak takut dan tetap percaya diri.

"Dandanan lo kampungan banget!"

"Emang kenapa kalau dandanan saya kampungan? Besok juga saya pakai seragam sama kayak mbak!"

"Wah-wah berani juga anak baru, sini ikut! biar gue tunjukkin pekerjaan lo disini

.."

Perempuan itu melangkah dengan diikuti ketiga temannya. Mau tidak mau Mawar mengikuti di belakang mereka.

Pagi itu, matahari bersinar cerah, secerah senyuman Mawar yang melangkah riang di hari pertamanya masuk kerja. Ya, hari ini adalah hari yang cukup spesial bagi Mawar, karena ini adalah hari pertamanya masuk kerja di sebuah perusahaan yang cukup bonafit di ibu kota. GAYA.Corp itulah nama perusahaan di mana Mawar akan bekerja. Sebuah perusahaan di bidang fashion yang berkembang cukup pesat dalam waktu singkat, karena konon katanya pemiliknya adalah seorang designer terkenal, yang nama dan hasil karyanya sudah di akui dunia.

Namun sepertinya harapan tak sesuai dengan kenyataan. Sebab di hari pertamanya bekerja, Mawar sudah berjumpa dengan rekan kerja yang menyebalkan.

Dengan terpaksa Mawar mengikuti tiga rekannya yang berjalan terlebih dahulu di depannya. Mereka berjalan di sebuah koridor yang cukup panjang. Dan cukup lama mereka hanya berjalan saja dalam keheningan karena tak ada yang bicara. Meski merasa canggung, Mawar akhirnya memulai percakapan.

"Maaf mbak, nama mbak-mbak ini siapa ya? Kita kan belum kenalan tadi..."

Seketika perempuan yang berjalan paling depan yang tadi mengejek Mawar berhenti, maka semua pun ikut berhenti. Lalu perempuan itu berbalik.

"Ingat baik-baik ya, nama gue Mona, gue yang paling senior dan paling cantik disini, yang dua ini temen gue, namanya Ratih dan Marni..." Kata Mona sambil menunjuk dua temannya bergantian.

"Terus yang satu itu, anak baru udik sama kayak lo, tar lo bisa kenalan sendiri sama dia, ngerti?" Kata Mona sambil menunjuk anak yang berjalan paling belakang atau tepat di depan Mawar.

"Ok Mbak Mona, saya ngerti kok! Nggak usah teriak-teriak ngomongnya nanti tenaganya habis, yuk kita jalan lagi!" Begitu ucap Mawar dengan santainya. Meski kesal, Mona lalu melanjutkan langkahnya dengan diikuti dua pengawal, Ratih dan Marni, juga dua anak baru yang akan dijadikannya kacung.

Mawar kemudian memegang pundak perempuan yang berjalan tepat di depannya.

"Hey, nama kamu siapa? kita belum jadi kenalan tadi!"

Gadis itu menoleh sambil tersenyum menatap Mawar.

"Namaku Rosa, aku masih baru sama kayak kamu, baru seminggu kerja disini.."

"Oh, namaku Mawar.."

"Iya sudah tahu, salam kenal Mawar..."

Mawar merasa senang sebab merasa mendapatkan teman yang senasib dan sepenanggungan. Tapi baru sejenak mereka saling menyapa, di depan Mona sudah berteriak.

"Hey, cepetan jalannya! Jangan berisik!"

Mawar lalu tertawa jahil sambil melanjutkan langkahnya, sementara disampingnya Rosa terlihat ketakutan.

Setelah melewati lorong yang cukup panjang, akhirnya sampai juga mereka di tempat yang dituju.

"Bersihkan tempat ini, buang sampah-sampah di meja, kumpulkan cangkir-cangkir ke troli, bawa ke pantry lalu cuci semuanya!"

Mawar tertegun mendengar Mona mengomel panjang lebar.

"Maaf, mbak nyuruh saya?"

"Ya iyalah, lo kan anak baru, harus dikasih tahu gimana caranya kerja..."

"Tapi mbak, pekerjaan saya kan office girl, bukan pembantu..."

"Maksud lo? Udah berani lo ngelawan gue?"

"Saya memang anak baru mbak, tapi saya nggak bodoh, office kan artinya kantor, kalo girl kan perempuan, jadi harusnya saya adalah perempuan yang mengerjakan pekerjaan kantoran, mbak mau ngerjain saya ya?"

Mona geleng-geleng kepala sambil melotot kesal mendengar jawaban Mawar.

"Lo itu pura-pura gobl*k atau gobl*k beneran sih?" Teriak Mona dengan putus asa.

Tapi sejurus kemudian Mona menemukan ide, Mona mengambil ponsel di sakunya lalu mencari di mesin pencari tentang pekerjaan seorang office girl. Setelah ketemu, Mona lalu menunjukkannya pada Mawar.

"Lihat ini! Lo bisa baca kan? Baca baik-baik, biar lo tahu apa aja pekerjaan office girl dan office boy!"

Mawar mengambil ponsel yang disodorkan Mona lalu membacanya sesuai instruksi seniornya itu.

"Ooo, gini to, saya baru tahu mbak...tak kira namanya keren-keren..office girl! Eh ternyata kerjaannya sama aja kayak pembantu! Makasih lo mbak udah dikasih tahu..."

"Ya udah, kalau lo udah tahu, buruan sana kerjain apa yang gue suruh!"

"Tapi kan saya anak baru mbak, belum ngerti gimana cara kerjanya disini, gimana kalau mbak kasih contoh dulu? Baru nanti saya ikutin sesuai contoh..."

Kali ini Mona benar-benar sudah habis kesabaran.

"Lo ini ya udah gobl*k, ngelunjak lagi! Pokoknya lo harus bersihkan ruangan ini sampai kinclong terserah gimana caranya, juga cuci semua cangkir dan piring itu! Gue kasih waktu satu jam, kalau sampai nanti gue balik kerjaan lu belum beres, awas ya!"

Setelah puas mengomel, Mona lalu melangkah pergi dengan diikuti Ratih dan Marni. Sedangkan Rosa masih tinggal disana menemani Mawar.

"Nggak papa Mbak Mawar, ayo kita kerjakan sama-sama. Saya juga anak baru kok, dari kemarin juga dibentak-bentak begitu, maklum namanya juga masih belajar, banyak salahnya jadi suka dimarahin..."

"Ssttt, jangan mau ditindas begitu, dia kan juga office girl, sama kayak kita, cuma lebih senior aja! Bu lastri aja nggak galak-galak amat..yuk mendingan kita ngopi dulu aja, nanti baru kita beresin kerjaan pelan-pelan..."

Mawar dan Rosa bersama-sama memindahkan cangkir dan piring-piring kecil bekas meeting ke dalam troli, lalu mendorongnya menuju pantry. Sesampainya di pantry, Mawar lalu menyeduh kopi sachet dua cangkir, lalu mengajak Rosa menikmatinya bersama.

"Santai dulu sambil ngopi, habis ini baru kita mulai kerja rodi..."

"Kok bisa si War kamu anak baru santai begini? Aku lo dari kemarin tegang banget gara-gara di bentak si Mona melulu..."

"Ngapain takut orang kita sama-sama manusia kok, bukan dedemit bukan juga malaikat..."

"Iya juga sih..."

Akhirnya setelah selesai menyelesaikan pekerjaan dengan asal-asalan mereka hanya duduk santai-santai saja di ruang meeting yang habis dibersihkan.

Tapi kemudian yang datang bukanlah Mona melainkan Bu Lastri, sang kepala divisi.

Untunglah Mawar dan Rosa masih berpeluh-peluh karena habis ngemil keripik pedas yang di beli Mawar di minimarket dekat kontrakannya. Cepat-cepat Mawar membuang bungkus camilannya dan pura-pura kelelahan setelah membereskan seisi ruang meeting.

"Sedang apa kalian disini?"

"Ini Bu, kami baru saja selesai membersihkan ruangan ini.."

"Hm, tapi ini belum sesuai standard kebersihan di kantor kita, bagaimana kalian membersihkannya?"

"Kami menyapu dan mengepelnya seperti biasa Bu..."

"Apa tidak memakai cairan pembersih? Kenapa masih ada aroma tidak sedap, hmm, sofa ini belum dibersihkan dengan vacum juga ya?"

Mawar dan Rosa hanya diam.

"Oh, apa kalian belum tahu dan belum diajari?"

Bersamaan Rosa dan Mawar menggeleng.

"Kemana si Mona? Anak itu nggak pernah beres kerjanya mentang-mentang senior, selalu saja seenaknya..."

Bu Lastri keluar dari ruangan, sepertinya mencari Mona. Bersamaan dengan itu Mawar dan Rosa saling memandang dan tersenyum dengan licik.

Bab 2

"Heh, ngapain kalian disini? Lagi ngomongin gue ya?"

"Eh, Mbak Mona, gimana kabarnya? Aduh mbak, jangan ge er ya, mbak nggak sepenting itu sampai saya harus menghabiskan waktu saya buat ngomongin mbak..."

"Halah, nggak usah sok-sok an lo, masih anak baru, udah belagu. Lo kan yang ngadu-ngadu ke Bu Lastri tadi?"

"Kita nggak ngadu mbak, cuma jawab pertanyaan Bu Lastri aja, tapi maaf kalau mbak sampai dimarahi berarti emang mbak sendiri yang salah..."

"Eh dengerin ya! Kalian itu anak baru, nasib kalian disini bergantung sama gue, jadi sebaiknya mulai sekarang lo baik-baik sama gue! Cuma gue yang mau ngajarin kalian disini, kalau sampai dalam waktu tiga bulan kerjaan lo masih berantakan, lo nggak bisa nerusin kerja lagi, ngerti?"

"Ngerti Mbak, nih saya ada camilan tadi dikasih Pak Andi, mbak mau nggak? Enak lo mbak!"

"Halah timbang dikasih camilan doang udah besar kepala, beresin makan kalian, habis jam makan siang kalian ikut gue! Gue bakal ajarin gimana caranya pakai peralatan tempur kita!"

"Ya mbak..."

Mona dan para pengawalnya berlalu. Sejenak Mawar dan Rosa bisa menghabiskan makan siangnya dengan tenang. Tapi baru saja jam istirahat berakhir, Mona sudah muncul lagi dengan peralatan yang dijanjikan.

"Hello, ketemu lagi sama gue Mona, office girl paling kece di kantor GAYA. Corp! Sesuai janji, kali ini gue mau memperkenalkan alat tempur kita sebagai office girl teladan. Dengerin penjelasan gue baik-baik karena gue nggak akan sudi ngulangin lagi, ngerti?"

"Ngerti Mbak Mona yang baik hati..."

Dalam hati Mawar dan Rosa membatin, tumben Mona baik mau ngajarin dan nggak nyolot kayak biasa. Tapi prasangka baik itu langsung terbantahkan saat Mona mengucapkan ultimatum kedua.

"Dan inget, dengan selesainya penjelasan gue nanti, maka tuntas sudah tugas gue sebagai mentor kalian. Jadi jangan sampai kalian ngadu ke Bu Lastri lagi kalau belum diajarin, ngerti?"

"Ya jelasin dulu dong mbak, baru kita tahu ngerti atau nggak..."

"Eh, masih berani nyolot juga lo ya! Pokoknya gue cuma akan jelasin satu kali kalian harus ngerti! Kalo kurang ngerti, kalian harus belajar sendiri! baca manual book kek, cari di internet kek! Gue nggak mau tahu! Disini kalian nggak bisa jadi anak manja!"

Setelah itu Mona, bersama dengan kedua asistennya Ratih dan Marni menjelaskan secara singkat tentang bagaimana menggunakan peralatan penunjang office girl di kantor mereka. Ada vacum cleaner, coffe maker, sampai mesin fotocopy. Semua dijelaskan dengan teramat singkat, padat, dan tidak jelas. Bahkan mengerti kalimat yang diucapkan Mona dan teman-temannya pun tidak, bagaimana bisa mengerti cara menggunakan alat yang masih asing itu?

Dan tanpa memberi satu kesempatan pun untuk bertanya, Mona dan kawan-kawannya sudah berlalu begitu saja. Meninggalkan Mawar dan Rosa yang masih diam terpaku karena tak mengerti.

Beberapa saat mereka sibuk membaca buku petunjuk penggunaan masing-masing alat. Tapi meski sudah berulang kali dibaca mereka tetap tak mengerti sebab banyak istilah asing.

Tapi saat mereka hampir putus asa, harapan justru datang menyapa. Seorang pria tampan berseragam office boy datang menghampiri mereka.

"Eh, mbak-mbak ngapain cuma duduk disini, mukanya cemberut lagi?"

Tanya lelaki itu sambil tersenyum ramah. Hal yang jarang dilihat Mawar dari rekan-rekan seprofesinya.

"Masnya OB juga ya, kok baru lihat?"

"Iya, nama saya Farid, belum kenalan kan kemarin? Saya ada juga kok disini, mbaknya aja yang kurang perhatian sama saya..."

"Oh mas Farid ya namanya? jadi gini Mas, kita kan OG baru disini, tadi disuruh belajar memakai peralatan penunjang, tapi kita belum ngerti-ngerti, udah tanya sana-sini, tapi semua pada sibuk, kalau jelasin cuma sekilas aja dan kita tetep nggak ngerti.."

Mawar menjelaskan panjang lebar tentang masalah mereka.

"Oh, kebetulan sekali Mbak, pekerjaan saya baru saja selesai, mungkin saya bisa bantu, mbak-mbak mau diajarin yang mana dulu nih?"

"Yang mana aja Mas, terserah Masnya, kita belum ngerti semuanya..."

"Yaudah kita belajar bikin kopi pakai ini dulu ya, kebetulan saya lagi pengen ngopi...tapi nanti kopi hasil prakteknya biar saya yang minum ya?"

"Boleh Mas, tapi ngapain sih bikin kopi aja mesti ribet-ribet pakai alat beginian? Gampangan juga pakai kopi sachet tinggal tuang air panas dari termos juga jadi, enak lagi..."

"Beda dong mbak, yang ini level kopi nya ningrat, lebih nikmat dan dasyat aromanya, tentunya kalau bikinnya juga tepat! Ayo sini saya tunjukin cara buatnya!"

"Pertama-tama kita masukkan bubuk kopinya disini... Ini kopi premium ya, terbuat dari biji kopi pilihan, bukan kopi sembarangan..."

"Iya Mas tahu, kopinya juga ningrat kan?"

"Hehe, habis itu kita padatkan pakai alat ini..."

Farid menunjukkan alat itu pada Mawar dan Rosa, baru mempraktekkannya.

"Lalu kita pasang penyaringnya, kita tuang airnya disini, terus kita nyalakan mesinnya...nah jadi deh...tuh kopinya udah siap di cangkir..."

Rosa dan Mawar menatap dengan takjub.

"Ooo begitu ya..."

"Iya, lain kali kita coba alat yang lain ya? sekarang kita pulang dulu karena sudah waktunya pulang..."

"Wah, makasih banyak lo Mas, tapi kok Masnya cakep-cakep cuma jadi office boy sih?"

Farid tertawa mendengar pertanyaan jujur dari rekan seprofesi yang baru saja dikenalnya. Tentu Farid tidak kaget, karena pertanyaan semacam itu bukan kali ini saja di dengarnya.

"Terus kalau saya cakep harusnya saya jadi apa dong Mbak? Jadi pacar mbaknya gitu?"

Balas Farid sambil tersenyum menggoda. Mawar sempat salah tingkah, tapi kemudian berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat grogi. Alarm tanda bahaya menyala. Mawar bukanlah gadis polos yang akan dengan mudah tergiur mulut manis kaum adam, meskipun bertampang rupawan. Logikanya masih bekerja, dia bukanlah gadis dengan kecantikan bidadari yang bisa memikat lawan jenis dengan sekali pandang. Jadi kalau ada laki-laki yang baru saja bertemu sudah berani menggodanya, biasanya ada udang di balik bakwan.

"Ah Mas Farid ini, ada-ada saja...jangan mentang-mentang cakep jadi tebar pesona seenaknya, nanti banyak yang ngarep, bisa bahaya Mas!"

"Hahaha, enggak Mbak, mana berani saya sama Mbak Mawar, Mbak Mona saja berani dilawan, saya cuma bercanda mbak...lagian mbak duluan kan yang tanyanya mancing-mancing, pake muji saya ganteng segala, ya nggak?"

"Iya juga sih Mas, tapi saya nggak bermaksud mengombal, itu kan fakta?"

"Tuh kan mbak muji saya lagi? Iya deh emang saya ganteng kok dari sono nya..."

"Ealah, kok jadi tambah besar kepala! Iya situ emang ganteng, tapi bukan berarti saya naksir. Saya nggak level sama cowok yang sekedar ganteng, tapi juga harus punya kelebihan lainnya, istilahnya ganteng plus-plus, kalau cuma ganteng mah anugrah dari yang kuasa, nggak berhak manusia itu sombong "

Farid kembali tertawa mendengar celotehan Mawar yang panjang lebar. Cukup menghibur di sore hari yang melelahkan setelah seharian bekerja.

"Wah ternyata mbaknya ini selain berani, juga pintar ceramah, bener-bener multi talented deh!"

"Eh dinasehatin baik-baik malah ngeledek lagi...udah sana pulang, katanya udah waktunya pulang..."

"Wah-wah saya di usir nih sama anak baru..."

Selama Mawar dan Farid asyik mengobrol, Rosa hanya diam menonton sambil senyum-senyum sendiri, seperti sedang menikmati pertunjukkan live. Selama seminggu jadi anak baru dirinya nyaris hanya diam tak berkutik, bicara seperlunya saja, sebab takut salah ucap. Rosa mengagumi keberanian dan kepercayaan diri Mawar, berjanji bahwa esok dirinya juga ingin mencoba lebih berani dan tak mau ditindas lagi.

Sementara di luar ruangan, ada mata yang diam-diam memperhatikan mereka dengan tatapan penuh kedengkian. Namun kali ini pemilik mata itu tak berani berkutik, sebab tak ingin mencemarkan reputasinya sendiri di depan pangeran tak berkuda yang telah lama dikaguminya.

Ditunggu-tunggu pun mereka tak kunjung pulang, malah terlihat semakin asyik berbincang. Dengan sangat terpaksa akhirnya Mona melangkah pulang. Tapi tentu Mona tidak akan melepaskan anak kurang ajar itu begitu saja, esok hari pasti dia akan membuat perhitungan. Begitu rencana licik yang ada di dalam kepalanya.

Keesokan harinya, Farid kembali mencari Mawar di sela-sela waktu senggangnya. Tidak ada maksud lain, hanya ingin menepati janjinya untuk mengajari rekan barunya itu mengoprasikan peralatan penunjang kerja. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Farid menemukan Mawar sedang berdiri mematung di depan mesin fotocopy. Dan entah mengapa Farid merasa lega seperti baru saja menemukan anak yang hilang. Dan kelegaan itu juga dirasakan oleh Mawar begitu melihat Farid berdiri memandangnya.

"Eh Mas Farid! Akhirnya...."

Mawar bicara sambil menyuruh Farid mendekat dengan isyarat tangannya.

"Ada apa emangnya Mbak?"

"Ini lo, aku tadi disuruh fotocopy berkas sama Pak Andi, tapi bingung nggak tahu gimana caranya. Dari tadi nungguin orang lagi pada sibuk semua, nggak ada yang bisa bantuin..."

"Ohh, mana teman kamu Mbak Rosa? biar sekalian aku ajarinnya..."

"Bentar Mas aku panggilin, kayaknya tadi baru bikin kopi di pantry, paling sekarang udah selesai..."

Mawar beranjak mencari temannya dan tak berselang lama sudah kembali bersama Rosa.

"Ini Mas, ayo kita mulai, nanti Pak Andi kelamaan nunggunya..."

"Ok, jadi begini caranya..."

Farid mulai menunjukkan bagaimana cara mengoprasikan mesin fotocopy itu kepada dua rekan barunya. Mulai dari meletakkan berkas yang akan difotocopy ke dalam scanner, meletakkan kertas, hingga mengajarkan fungsi tombol-tombol. Semua dijelaskan perlahan, ditunjukkan caranya, lalu mereka masing-masing disuruh mencobanya.

"Tenang aja mbak, asal sering dipraktekkin pasti bisa kok, dulu waktu masih baru saya juga suka bingung..."

"Ya Mas makasih banyak, kayaknya selain jadi OB Mas Farid juga bakat jadi guru, buktinya sekali diajarin sama Mas Farid kita langsung bisa..."

"Ah, mbak Mawar bisa aja, ya udah saya lanjut kerja dulu ya, nanti kalau ada kesempatan dilanjut lagi belajar yang lain..."

"Eh sebentar Mas, saya mau tanya satu lagi, ini caranya fotocopy diperbesar gimana ya?"

Farid urung pergi dan kembali mengajari dua rekannya sebaik mungkin. Saat itulah tiba-tiba saja Mona datang menghampiri mereka.

"Eh lagi pada ngapain ini? Kok rame-rame disini? Emangnya pada nggak ada kerjaan?"

"Oh ini Mbak Mona, saya lagi ngajarin Mbak Mawar sama Mbak Rosa caranya pakai mesin fotocopy..."

"Aduh maaf lo Mas Farid, mereka pasti ngrepotin, sekarang Mas Farid lanjutkan saja kerjaannya. Urusan ngajarin mereka serahin aja sama saya, emang sudah tugas saya buat ngajarin mereka, yah meski harus disabarin-sabarin yah ngadepin mereka..."

"Emang udah selesai kok Mbak, ya sudah saya lanjut kerja dulu ya, dah Mbak Mona..."

Farid pun segera berlalu dengan terburu-buru. Sebab pekerjaannya memang sudah menunggu.

"Heh, anak baru! Berani-beraninya kalian godain Mas Farid? OB teladan paling ganteng sejagad GAYA. Corp!"

"Siapa yang godain Mbak Mona, kita cuma lagi belajar cara pakai alat-alat aja kok sama Mas Farid..."

Kali ini Rosa yang menjawab. Sudah lama Rosa mengumpulkan keberaniannya dan menunggu waktu yang tepat untuk eksekusi.

"Wah-wah, udah mulai berani kamu ya? Pasti diajarin teman kamu yang satu ini, iya kan?"

"Kalau iya emangnya kenapa Mbak Mona? Sudah sewajarnya kan kita melawan kalau ditindas seenaknya begini?"

"Eh siapa bilang gue suka menindas, gue ini senior kalian, jadi sudah sepantasnya kalau gue mendidik kalian biar bisa bekerja dengan baik dan benar, ngerti?"

"Iya Mbak Mona, tapi rasanya cara Mbak Mona mendidik kami kurang tepat, lebih seperti memperbudak kami..."

"Ah, berisik! Terserah deh kalian mau ngomong apa tentang gue! Yang jelas gue peringatkan dari sekarang, jangan berani-beraninya kalian godain Mas Farid!"

"Eh, emangnya Mbak Mona siapanya Mas Farid? Terus kalau Mas Farid yang godain saya gimana mbak?"

"Mustahil! Mana mungkin Farid yang keren mau sama lo yang udik dan kampungan gini!"

"Iya juga sih mbak, tapi nggak mungkin juga kan Mas Farid yang ganteng, baik hati dan suka menolong naksir sama Mbak Mona yang galak dan suka nyinyir?"

"Arrggh! Dasar anak kurang ajar, capek gue ngeladenin lo!"

Akhirnya Mona berlalu dengan hati yang dongkol. Sementara Mawar tertawa puas penuh kemenangan.

Bab 3

Mawar pergi ke kamar mandi, saat membuka ponselnya dan sepintas mengecek isi emailnya, mata Mawar terhenti pada satu-satunya nama yang dianggapnya penting saat ini. Diara. Sekretaris pribadi sekaligus orang kepercayannya. Diara sudah bekerja padanya sejak dirinya masih merintis karirnya sebagai designer.

Email itu semakin menarik perhatian Mawar dengan subjectnya. VERY URGENT.

Tanpa buang waktu Mawar langsung membukanya.

Je, ada masalah dengan design V503, design yang sama persis baru saja di launching perusaahan kompetitor VIVIAN hari ini, padahal kita sudah produksi masal dan baru akan launching pertengahan pekan depan.

Mawar memasukkan ponselnya dan berlari mencari Bu Lastri.

"Mau kemana War?" Tanya Rosa saat berpapasan dengan sahabatnya yang terlihat terburu-buru.

"Aku mau cari Bu Lastri, ada urusan sebentar!" Jawab Mawar, lalu segera berlalu meninggalkan Rosa yang kebingungan.

"Maaf Bu saya ada urusan mendadak, bisa saya izin pulang sekarang?"Tanya Mawar pada Bu Lastri, berusaha sesopan mungkin.

"Urusan mendadak apa? Baru kerja sudah mau izin?"

"Maaf Bu, sepertinya Ibu saya kena serangan jantung dan tidak ada keluarga lain dirumah!" Terpaksa Mawar berbohong, dalam hati menyesal kenapa harus mengorbankan Ibunya segala.

"Oh, kalau begitu cepat pulang, jangan sampai terlambat ditangani!" Bu Lastri jadi ikut panik.

Mawar mengangguk dan berterimakasih, lalu mengambil barang-barangnya dan bergegas turun. Di kamar mandi bawah, Mawar mengganti pakaiannya menjadi serba hitam. Tak lupa mengenakan masker dan kacamata yang telah disiapkannya. Lalu kemudian menghubungi Pak Bin, Sopir andalannya yang selalu standby setiap saat.

"Mau kemana Non?"

"Ke apartement lalu kembali ke kantor!"

"Wah kenapa harus repot bolak-balik segala Non?"

"Ada berkas yang harus saya ambil!"

Pak Bin hanya geleng-geleng kepala sambil menyetir dengan kecepatan maksimal.

"Non...non, ada-ada saja, sudah enak-enak jadi bos kok repot-repot jadi OG segala? Emangnya kerjaan non kurang apa?"

Pak Bin adalah orang kedua yang tahu tentang penyamaran M.Jelita Rosadi, majikan sekaligus bos perusahaan menjadi Mawar si office girl kampungan.

"Hehe, cari tantangan baru Pak.." Jawab Mawar sekenanya, sambil matanya terus menatap ponsel.

Tapi, sebenarnya apa alasan Jelita mau repot-repot jadi OG? Patah hati? Yah, alasan klise sekaligus bodoh. Tapi Jelita tak ingin memungkirinya.

Peristiwa patah hatinya adalah hal pertama yang membuatnya berfikir ingin meninggalkan dunianya yang gemerlap. Dan selebihnya, Jelita merasa muak dengan para penjilat yang mendekatinya hanya karena kedudukan dan kekayaan yang dimilikinya. Jelita ingin tahu, seandainya dirinya hanyalah dirinya saja, tanpa topeng harta dan kedudukan yang kini disandangnya, masihkah orang-orang memperlakukannya dengan sama baiknya?

Sampai di loby apartemennya, Mawar langsung turun dan bergegas naik ke unitnya. Mawar mengganti bajunya dengan setelan baju kerja berwarna merah menyala, lengkap dengam blazernya. Warna favorit Mawar agar terlihat mencolok dan mengintimidasi lawannya. Tak lupa Mawar memoles wajahnya dengan make up yang cetar membahana, yang harga satu produk foundationnya saja bisa setara satu unit motor. Dan...sim salabim! Bagaikan di sulap, kini Mawar si office girl kampungan telah berubah menjadi M.Jelita Rosadi, designer sekaligus owner GAYA.Corp yang disegani dan dipuja-puja semua orang.

Tak lupa Jelita menyemprotkan parfume mahal beraroma lembut sekaligus memikat untuk menyempurnakan penampilannya.

Jelita mengambil ponselnya dan membalas email dari Diara.

Jadwalkan meeting terbatas pukul 13.30 untuk membahas masalah ini, saya akan tiba di lokasi setengah jam lagi.

Email terkirim. Tidak lama berselang sudah muncul balasan.

Ok Je, meeting terbatas sudah terkoordinasi dan siap dilaksanakan.

Done. Diara memang selalu bisa diandalkan. Dan Jelita membiarkan Diara memanggilnya dengan namanya saja, karena mereka memang sudah akrab seperti sahabat.

Jelita mengambil berkas meeting di ruangan kerjanya, lalu segera keluar dari apartemennya dan turun ke lobby, dimana Pak Bin sudah setia menunggunya.

"Jalan Pak, balik ke kantor!"

"Siap Non!"

Saat mobil melaju Jelita melihat arlojinya. Masih satu jam lebih sebelum meeting dimulai.

"Pak Bin sudah makan siang?"

"Belum Non.." Jawab Pak Bin jujur.

"Kita mampir makan sebentar di restoran sunda langganan..."

"Baik Non..."

Jelita menikmati makan siangnya bersama Pak Bin, sambil mengobrol akrab selayaknya teman. Pak Robin, atau biasa Jelita memanggilnya Pak Bin juga salah satu orang kepercayaannya seperti halnya Diara. Orang yang menjadi saksi jatuh bangunnya Jelita merintis karir dan bisnisnya benar-benar dari bawah. Sebenarnya Pak Bin juga masih saudara jauh. Dan kepada Pak Bin lah orang tua Jelita menitipkannya sebelum keduanya meninggal. Karena itulah baik Jelita maupun Pak Bin merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga satu sama lain.

Setelah makan siang Jelita memesan benerapa menu untuk dibungkus. Pak Bin lalu mengantarkan Jelita kembali ke kantornya.

"Pak Bin boleh pulang dulu, bawa ini untuk keluarga Pak Bin dirumah..." Kata Jelita sambil menyerahkan bungkusan makanan yang tadi dipesannya.

"Terimakasih banyak Non.."

"Nanti jemput saya lagi jam tujuh malam.."

"Baik Non.."

Tanpa banyak bertanya Pak Bin sudah melajukan mobilnya meninggalkan majikannya.

Di kantor Diara sudah menunggu Jelita sambil menyiapkan bahan meeting. Diara segera menghampiri Jelita setelah bosnya duduk di kursi kebesarannya.

"Ini berkas penyelidikan sementara..."

Sesaat Jelita mengamati berkas yang disodorkan Diara.

"Sudah gue duga..."

Mata Jelita tertuju pada satu nama yang telah lama dicurigainya. Orang yang punya posisi cukup tinggi di perusahaan dan pernah ditolongnya dulu. Tapi kenapa orang itu bisa menusuknya dari belakang? Tentu saja kini Jelita tak akan tinggal diam. Tapi Jelita tak ingin terburu-buru. Jelita ingin memastikan semuanya hingga jelas, baru setelah itu mengambil langkah yang tepat.

"Apa langsung kita sidang saja?"

"Jangan! Kita main cantik saja.."

"Nanti dia juga akan ikut meeting..."

"Biarkan saja, biarkan dia merasa menang dan kita pura-pura bodoh..."

"Hmmm, okelah terserah lo..kan lo bosnya..."

"Ya emang gitu, kalau dikantor lo harus nurut sama gue!"

"Awas aja lo, tunggu pembalasan gue! Btw, gimana rasanya jadi Mawar si OG gaptek dan kampungan?"

"Haha pegel sih, tapi seru juga..."

"Jangan keasyikan lo aktingnya! Kerjaan gue jadi dobel nih, naek gaji donk!"

"Beres, selama jabatan gue lo ambil alih, gaji gue buat lo!"

"Nggak sekalian aja, gaji lo buat gue selamanya? permanen gitu jangan tanggung-tanggung!"

"Eh, ngelunjak lu ya? Kalau bukan pengikut gue dari dulu udah gue pecat karyawan rakus kayak lo!"

"Siapa takut, berani pecat gue, lo yang rugi! Mana ada asisten seperfect gue? Udah pinter, rajin, loyal, dan super setia kawan!"

Kalau sudah bertemu berdua, mereka sering asyik mengobrol sampai topiknya melebar kemana-mana. Maklum saja ritme kerja yang cepat dan padat membuat keduanya tak punya teman lain untuk sekedar ngopi sambil ngobrol. Jadilah momen di sela-sela pekerjaan begini di jadikan ajang saling meledek atau curcol.

"Iya deh percaya Diara Rahma yang paling cantik dan perfect sejagad GAYA.Corp, sekarang waktunya meeting, yuk buruan cuz ke ruangan!"

Tapi baik Diara maupun Jelita tetap sadar waktu, lalu kembali fokus pada pekerjaannya.

Merekapun berjalan bersama, begitu melangkah keluar dari ruangan obrolan mendadak berhenti. Jelita menjadi bos dingin penuh kharisma yang berjalan di depan, sementara Diara berubah wujud menjadi asisten penurut dan cekatan yang mengikuti Jelita berjalan di belakang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!