NovelToon NovelToon

The Law Of BENZ LOGAN

WHO IS MR.LOGAN

Sebuah kastil yang berdiri megah di tepi teluk layaknya istana mewah, tengah ramai dengan sejumlah kembang api besar dan berwarna-warni meledak dimana-mana tepat mengelilingi kastil tersebut.

Suara musik yang keras, wanita-wanita yang berpakaian seksi, para pria dan wanita yang berjoged gila dengan minuman di tangan mereka.

Lalu para selebriti terkenal di Negara A, semua berdatangan, bahkan para pejabat negara yang memiliki perut buncit dan kumis tebal duduk di apit oleh beberapa wanita yang hanya memakai bikini.

Suara teriakan-teriakan itu sangat keras, namun jika kita masuk ke dalam lagi dan masuk jauh lebih ke dalam lagi, suara-suara itu menjadi lebih nyaring dan sedikit demi sedikit menghilang hingga terkadang hanya menyisakan suara pekikan dengan tawa yang samar-samar dengan intonasi yang rendah. Bahkan kemudian tidak terdengar sama sekali.

Di saat semua orang menikmati pesta, dan di saat mereka juga selalu datang di pesta megah yang di buat oleh sang pemilik Kastil di akhir pekan dengan uang-uang yang tak pernah ada habisnya, pria sang pemilik Kastil justru hanya duduk dan mengawasi dari balik jendelanya yang memiliki tirai berwarna merah hati.

Benz Logan, seorang pria yang tidak pernah menunjukkan wajahnya meski pun hanya sekali di depan umum, pria misterius yang membuat seisi kota bahkan di negara-negara selalu tersiksa dengan prasangka dan khayalan mereka tentang siapakah Benz Logan.

Namun sayangnya tidak ada satu manusia pun di luar kastilnya atau pun mereka yang ada di pesta mengenali wajah seorang Benz Logan, tidak ada yang tahu wajah asli Benz Logan.

Sudah hampir 5 bulan ritual pesta akhir pekan di kastil tersebut terus berjalan, pesta itu juga selalu terbuka untuk umum, namun setiap orang yang datang tidak pernah tahu dan tidak pernah bertemu dengan Benz Logan.

Sering kali mereka bertanya siapa Benz Logan, karena setiap koran yang memberitakannya sebagai orang paling kaya di dunia pun tidak pernah menampilkan fotonya.

Namun pertanyaan-pertanyaan itu semakin lama semakin meredup, Benz Logan adalah pria misterius yang tak pernah di ketahui wajahnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu pun perlahan menghilang seiring bertambahnya waktu, karena lautan manusia yang berjoged lebih menikmati pesta yang di suguhkan.

Para pelayan Benz Logan memberikan pelayanan yang sangat mewah, dengan segala minuman dan makanan yang enak dan tidak murah.

Di dalam ruangan yang terletak di bagian dalam kastil, jauh dari keramaian, ruangan itu tidak terlalu bercahaya, hanya lampu pijar berwarna orange menyinarinya, hingga membuat sinar itu terlihat remang-remang.

Benz Logan duduk dan menghirup permen karet berbentuk persegi panjang ke hidungnya, bau khas yang ia sukai, tangan kanannya memegang walking stick mewah yang berbentuk harimau dari emas dan kedua mata harimau tersebut terpasang berlian, sedang kan kelingkingnya memakai cincin berbentuk persegi berwarna hijau terbuat dari batu zamrud murni.

Seorang pelayan setia dengan tubuh tinggi dan proporsional mendatangi Benz Logan.

"Anda mau minum Tuan?" Tanya Alfred.

"Apa dia datang?" Tanya Logan.

"Maaf Tuan, saya menyesal untuk hal itu." Kata Alfred menundukkan kepalanya.

"Hm..." Logan berdiri dan memandangi kembali seberkas cahaya yang memancar jauh di depan sana. Tepatnya di seberang danaunya.

Tepat pukul 3 pagi pesta berakhir, semua orang meninggalkan kastil yang sudah penuh sampah pesta dan pulang dengan keadaan mabuk, beberapa orang pun harus diangkat oleh para pengawal dan di buang di depan gerbang. Mereka pingsan karena mabuk.

Terlihat para pelayan yang cukup banyak mulai membersihkan Kastil dan mengganti perabotan dengan yang baru lagi.

Ya, seperti itulah setiap akhir pekan.

Pesta di mulai, semua orang boleh datang, semua orang boleh mengikutinya, namun tepat pukul 3 pagi semua orang harus pergi dan pesta berakhir.

Kemudian para pelayan akan membersihkan dan mengganti segala perabotan yang rusak atau sudah terjamah oleh tangan-tangan manusia dengan perabotan yang baru.

Logan berbaring di ranjang besar nya yang terlihat sangat empuk, pria itu tidur dengan dada bidang polosnya.

Logan selalu tidur hanya memakai celana panjang, dan tanpa pakaian, itu adalah kebiasaanya.

Baru sekejap terlelap keringat mengucur deras dan terlihat tubuhnya menegang. Logan tidak pernah melewatkan satu malam pun tanpa memimpikan kenangan buruk itu.

"Tidak!" Kata Logan mengigau.

"Pergi!" Teriak Logan.

Tak berapa lama Alfred datang dan membangunkan Logan.

"Tuan Logan..." Kata Alfred menyentuh bahu Logan.

Logan mencengkram tangan Alfred dan siap membanting namun ia menahan dan membuka matanya tepat waktu, Logan sadar pada waktu yang tepat.

"Alfred..." Kata Logan lirih sembari meremas kepalanya.

"Maafkan." Kata Logan lagi.

"Tidak apa-apa tuan... Apa anda lupa dan tidak meminum obatnya?" Tanya Alfred.

Kemudian Alfred mengambil obat milik Logan dengan segelas air putih.

Logan menerima dan meminumnya.

"Hah..." Dengusan dari dada Logan seolah ia telah menahan nafasnya untuk waktu yang lama.

"Tuan Gonzales menghubungi, anda harus menghadiri pertemuan itu Tuan." Kata Alfred menyampaikan pesannya.

"Katakan pada Victor untuk menyiapkan semuanya, dan hadiri rapat besok dengan cepat." Kata Logan.

"Baik Tuan Logan."

Setelah Logan merebahkan dirinya lagi, Alfred pergi dari kamar Logan.

*****

Pagi ini Alfred sudah berdiri dengan membawa setelan jas mahal milik Logan. Sedangkan Victor berdiri menunggu tuannya siap dan akan mengawal Logan kemana pun pria itu akan pergi.

Namun tak lupa yang paling penting adalah, Alfred telah menyiapkan topeng Logan untuk pertemuan hari ini.

Kali ini Logan akan memakai topeng berbentuk tengkorak, salah satu koleksinya dari sekian banyak koleksi topeng miliknya. Logan tidak ingin di kenal sebagai dirinya, ia ingin menyembunyikan wajah aslinya.

Menjadi orang paling berpengaruh di dunia merupakan kesenangan tersendiri namun juga mengundang bahaya pula, bagaimana dirinya akan di incar sepanjang waktu oleh mafia-mafia yang ingin kaya hanya dengan jalan pintas, yaitu merampok, membunuh, dan menjarah.

Bukan hanya itu, menjadi pria kaya juga akan membuatnya di kerubungi wanita-wanita rendahan , membuatnya sangat risih, mereka seperti lalat yang menjijikkan, itulah yang Logan pikirkan.

Lebih dari pada itu, Logan memang ingin menyembunyikan identitas aslinya dari kemunafikan manusia-manusia yang perutnya hanya di isi oleh kerakusan dan ketamakan.

Bagi Logan, dunia ini memuakkan, namun ia juga ingin menundukkannya. Tanpa harus membuat seisi dunia tahu wajah aslinya dari balik topeng tersebut.

Pesawat pribadi telah siap di terbangkan, semua telah di maintance dengan baik dan dengan sangat kehati-hatian.

Logan menaiki tangga pendek pesawat Jet tersebut, sebelum itu ia memandangi sebuah kastil yang berada di seberang danaunya, tepat berhadapan dengan danau dan kastil miliknya. Kastil di ujung sana terlihat begitu kecil.

Terlihat bangunan kastil itu menjulang tinggi, kokoh dan megah, namun tidak lebih megah dari miliknya.

Logan menghela nafas nya pendek, dan berpaling, kemudian masuk ke dalam pesawat mewah miliknya, di susul oleh Victor kemudian sang pramugari menutup pintu pesawat, pilot telah mengumumkan bahwa pesawat siap terbang, deru pesawat yang halus telah terdengar pertanda pesawat akan lepas landas.

Setelah pesawat mengudara aman di atas langit yang cerah, para pramugari datang membawakan sarapan pagi Logan. Setelah pramugari pergi Logan melepaskan topengnya dan memulai sarapan pagi.

"Pekan depan, pastikan pesta nya lebih meriah Victor, perbanyak kembang api dan putar musik lebih kencang lagi, sebar pengumuman di koran-koran dan di media online." Kata Logan sembari duduk dan menikmati sarapan paginya.

"Baik Tuan." Kata Victor.

"Kenapa wajahmu gelisah, kau tahu aku tidak suka wajah penuh keraguan." Logan berbicara sembari masih mengiris dagingnya.

Victor kemudian menyerahkan sebuah foto pada Logan, membuat Logan hanya melirik sekilas pada foto yang ada di atas meja tepat di samping piringnya.

Pria itu masih menyantap sarapan paginya.

"Dia penyewa rumah di samping kastil milik anda."

"Apa gadis itu sudah membayar uang sewanya." Tanya Logan kemudian.

"Sudah Tuan..." Jawab Victor.

"Apa yang kau khawatirkan."

"Sudah di pastikan dan sudah di identifikasi tuan."

Logan berhenti mengiris dagingnya dan menelan makanannya, pikirannya melayang pada sesuatu.

Bersambung~

AURORA EULALIA

Pagi itu seorang gadis tengah mengarahkan beberapa orang pria yang membantunya pindahan. Orang-orang berbadan cukup besar di sewa secara khusus oleh gadis tersebut untuk memindahkan barang-barang isi rumah yang sebelumnya.

Aurora Eulalia, seorang gadis yang baru saja tiba di Ibu Kota Negara A, ia datang dari sebuah desa terpencil dan ingin merasakan bagaimana kehidupan kota, hingga akhirnya gadis itu menemukan rumah yang di sewakan di laman internet. Sebuah kota kecil yang ada di dekat danau bagian utara, tepatnya Ibukota Negara A.

Aurora sedikit naif, ia pikir hidup di kota akan membuatnya lebih mudah, parahnya Aurora telah menjual warisan ladang dan peternakan miliknya hanya demi hidup di kota dengan menyewa rumah.

Orang akan menganggap ia gadis aneh, bahkan di desanya pun sudah di panggil dengan sebutan gadis gila, dimana ia lebih memilih menjual rumahnya sendiri, bahkan menjual ladang yang berharga dan justru memilih hidup di kota dengan menyewa sebuah rumah sederhana.

Di desa memiliki rumah, dan ladang serta peternakan adalah hal yang sangat mewah dan di pandang wah.

Meski saat ini rumah sewaan Aurora memang memiliki pemandangan yang menakjubkan.

"Hati-hati tuan, itu mesin ketik peninggalan almarhum ibu ku." Kata Aurora pada para petugas.

Setelah semua barang di turunkan, Aurora pun membenahi rumahnya, ia menata dan merapikan, membersihkan dan membuat rumah itu layak untuk di sebut rumah yang nyaman baginya.

Dari pagi dan hingga malam Aurora baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian gadis itu beranjak ke dapur untuk memasak agar ia bisa mengolah bahan apapun yang bisa ia jadikan makanan.

Suasana malam cukup sepi, karena daerah danau tersebut jauh dari penduduk kota. Tapi, Aurora justru lebih menyukainya, ia suka dengan ketenangan, kesendirian, dan suka dengan suasana yang sepi.

Suara-suara alam menyuguhkan musik indah di telinganya, hewan-hewan yang ada di hutan itu sangat khas di telinga.

"Persis seperti di desa, bedanya ini jauh lebih menyenangkan karena benar-benar hanya ada aku, tidak ada pria-pria yang menggoda, atau ibu-ibu yang suka menggosip tentang kehidupanku yang di kelilingi pria penggoda, padahal mereka sendiri yang tidak bisa menjaga suami-suaminya namun justru aku yang di salahkan." Kata Aurora meneguk teh nya.

Gadis itu berjalan keluar dengan syal besar menggantung di bahunya, sembari memegangi secangkir teh hangat dan memandangi tepian danau yang cukup banyak di tumbuhi oleh pepohonan pinus.

Aurora kemudian duduk di balkon rumah belakangnya, menaruh cangkir tehnya dan membaca buku dengan selimut berada di kaki hingga pahanya.

Drrtt... Drrtt...

Ponsel yang ada di dekat cangkir mug nya berbunyi, ia mengangkat telfon dari nomor yang tak di kenal.

"Halo." Jawabnya.

"Dengan Nona Aurora Eulalia?"

"Ya."

"Kami sudah menerima surel dari anda dan kami tertarik untuk mewawancarai anda, bisa kita bertemu?"

"Apa ini dari University Of Imperial A? " Tanya Aurora semangat.

"Benar, beberapa waktu lalu anda mengajukan beasiswa pada University, dan sepertinya semua dewan akan berdiskusi, semoga anda bisa bergabung menjadi mahasiswi di sini."

"Iya benar itu adalah saya." Aurora kemudian berdiri dan membuat selimut yang ada di pahanya terjatuh.

"Kami menunggu anda besok kapanpun anda luang."

"Baik... Saya akan datang, saya selalu memiliki waktu luang." Kata Aurora bersemangat.

Kemudian panggilan terputus dan seketika Aurora melonjak senang.

Ini lah salah satu impian Aurora, dan ini jugalah yang membuat Aurora menjual warisannya yang ada di desa, Aurora ingin menjadi mahasiswi di University yang paling terkenal di seluruh dunia, dia tidak ingin terperangkap di desa yang kecil, ia ingin bekerja di kantor besar setelah lulus menjadi mahasiswi terbaik University of Imperial A dan akhirnya keputusannya memilih meninggalkan desanya yang kecil dengan segala pemikiran kecil para penduduknya membuahkan hasil.

****

Pagi hari di University Of Imperial A

Aurora sudah duduk dan merapatkan kakinya, semua mata para guru pengajar dan para mahasiswa atau mahasisiwi yang ada di sana tertuju pada gadis desa tersebut.

Pakaian Aurora memang terlihat aneh bagi orang kota, saat itu Aurora memakai kemeja dengan kerah yang menjuntai sedikit naik menutupi leher putih mulusnya yang jenjang, Aurora mengancingkan seluruhnya hingga dadanya pun terbungkus rapi.

Sedangkan untuk setelan bawahan, Aurora memakai rok sebatas lutut, serta memakai sepatu fantovel dengan tinggi heels hanya 3 cm.

Rambut panjang dan sedikit bergelombang tergerai rapih, namun di kedua sisinya Aurora menarik rambutnya dan memberikan hiasan jepit pita di belakang.

Tak di pungkuri wajah Aurora memang sangat cantik, berkilau dan luar biasa. Namun dandanannya yang tidak kekinian membuat semua orang heran.

"Apa ini masih zaman purba?" Bisik seorang mahasiswi bertubuh seksi pada temannya.

Kemudian para mahasiswi itu tertawa saat melewati Aurora yang tengah duduk.

"Aurora Eulalia."

"Ya." Sahut Aurora kemudian berdiri dan mendatangi pria yang memanggilnya.

Setelah masuk dan di persilahkan duduk, pria yang memanggilnya pun menutup pintu ruangan.

Ruangan itu mewah dan sangat bersih, bahkan lebih mewah dari rumahnya, batu marmer dan pigura-pigura terpajang indah.

Kemudian Aurora juga menahan batuk dan sesak, ketika sebuah asap menerpa wajahnya.

"Uhuk!" Aurora menahan mulutnya.

"Aa.. Maaf nona, saya sedang menyalakan difuser, ini terapi untuk paru-paru saya." Kata pria itu.

"Tidak apa-apa."

Dave Brixton, statusnya adalah guru pengajar yang juga merangkat sebagai pengurus universitas, biasa di panggil Profesor Dave. Perawakan yang tinggi dan tubuh berotot dengan kulit yang sangat putih membuat semua mata wanita tak kan rela berkedip, pria itu memiliki garis rahang yang kuat, mata yang tajam dan juga, mempesona.

"Sangat tampan, benar-benar tampan, apa dia manusia?"

Aurora cukup di buat terpesona dalam sesaat melihat ketampanan Dave. Di desanya tidak ada pria tampan selayaknya di kota. Desanya adalah tempat terpencil, dimana satu pria bahkan memiliki 4-5 istri karena di sana sangat kurangnya manusia berjenis kelamin laki-laki.

"Okey, aku tahu aku tampan, dan banyak yang terpesona denganku."

"Cetek... Cetek." Dave menjentikkan jarinya di sebuah buku bermaksud membangunkan Aurora dari lamunannya, sembari tersenyum dengan hangat.

"Oh... Maafkan saya, saya hanya sedikit melamun." Kata Aurora.

"Perkenalkan aku Dave, kau bisa memanggilku profesor Dave." Kata Dave mengulurkan tangan dan masih berdiri.

Setelah Aurora menerima tangan itu dan mereka saling berjabat tangan, cukup lama. Dave kemudian duduk.

"Jadi... Kau tinggal di rumah kecil tepatnya di danau utara?" Tanya Dave.

"Iya benar, sejujurnya saya menyewanya, saya hanya melihat dari laman internet." Kata Aurora tersenyum polos.

Dave mengangguk-anggukkan kepala dan memegangi penanya.

"Kapan kau bisa masuk, para dewan setuju memberikan beasiswa padamu di kampus ini?" Tanya Dave.

"A... Apa? Profesor apa saya di terima begitu saja tanpa melalui tes dan semacamnya?" Tanya Aurora masih tak percaya, mulutnya menga-nga.

Dave tersenyum dan menggendikkan bahu nya pertanda "Iya".

"Kapanpun, saya bisa masuk?" Kata Aurora.

"Bagaimana jika besok pagi datang sebelum pukul 8 pagi, aku akan menemanimu berjalan-jalan lebih dulu melihat kampus, aku tidak mau kau nanti tersesat, kebanyakan murid baru selalu tersesat." Kata Dave.

"Terimakasih Profesor Dave saya akan datang dan belajar dengan sangat tekun, ini adalah impian saya sejak lama." Kata Aurora pada Dave.

"Tunjukkanlah dengan prestasi dan jangan sia-sia kan kesempatan ini." Kata Dave tersenyum dan mengangkat jari telunjukknya.

"Baik... Profesor..." Sahut Aurora penuh keyakinan dan tersenyum menggigit bibirnya.

Setelah wawancara selesai, Profesor mengantar Aurora sampai pintu depan kantornya, Aurora berpamitan dengan sopan dan hendak pulang.

Universitas sangat besar sehingga ia harus melanjutkannya dengan menaiki bus mini yang di sediakan oleh pihak kampus.

Setelah sampai di depan bangunan mewah universitas, Aurora turun dan melihat kembali bangunan yang menjulang tinggi dan besar itu.

"Ini seperti mimpi, apa aku bermimpi, tolong cubit atau tampar aku."

Kemudian Aurora mencubit dan menampar dirinya sendiri.

"Aauuw!!! Ini nyata.... Akhirnya aku akan bersekolah di sini." Kata Aurora tersenyum bangga dan kegirangan.

Kemudian Aurora melanjutkan menaiki bus menuju danau di kota bagian utara, tujuannya adalah rumah yang ia sewa, setelah menempuh perjalanan cukup lama gadis itu turun di halte dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

"Seperti nya aku harus membeli mobil dengan uang tabunganku." Kata Aurora lirih.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup menguras energi dan kakinya terasa sedikit pegal, sampailah ia di rumah kemudian meminum air hingga habis satu gelas.

Namun ketika ia meminum, matanya tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di ujung dermaga.

Aurora menaruh gelasnya dengan perlahan dan memperhatikan sosok yang berdiri tersebut, pria itu nampak tinggi dengan tubuh yang bagus dan memiliki kulit putih.

"Orang keturunan rusia, amerika atau eskimo?" Tanya Aurora perlahan.

"Kenapa orang-orang di sini seperti vampire, apa mereka tidak punya pigmen?"

Pria itu hanya terlihat bagian belakang dan kemudian seorang pria lagi mendatanginya, kemudian berbisik sesuatu yang membuat pria pertama pergi.

Namun saat pria kedua ingin pergi seolah pria itu tahu jika sedang di awasi dan menatap pada rumah dan langsung tepat sasaran menatap dapur milik Aurora. Seketika Aurora berbalik.

Jantung Aurora seolah berhenti sejenak, lalu berdetak kencang bagaikan ingin perang. Seolah jantungnya langsung di tembak dan tepat sasaran.

Aurora berbalik dan duduk merosot di lantai.

"Kenapa tatapan itu menakutkan? Apa dia punya kekuatan atau ilmu hitam? Jarak pandang sangat jauh dan tertutup semak pepohonan, dan dia masih bisa mengetahui ada orang yang sedang memperhatikannya." Sahut Aurora pelan.

"Mata itu... Sangat menakutkan."

Seketika Aurora menelan ludahnya dan merangkak lalu setelah sampai di ruang tengah ia berdiri berjalan kaku menuju kamarnya, tidak berani lagi untuk melihat ke arah dermaga.

Bersambung~

EL VICTOR

Seperti biasa setiap malam Aurora selalu duduk di balkon belakang rumahnya untuk membaca buku tentang sains dan teknologi tak lupa ia juga selalu menikmati teh hangat dengan mug kesayangannya.

Sesekali Aurora melihat pada arah kastil yang menjulang tinggi dan megah. Aurora cukup di buat penasaran, siapa pemilik kastil tersebut.

Dan rasa penasaran Aurora pun terjawab ketika pagi telah tiba, ia berangkat ke sekolah untuk pertama kalinya.

Kali ini Aurora memakai seragamnya. Sore kemarin seragam itu datang melalui pengiriman.

"Astaga, apa mereka kekurangan bahan? Rok ini sangat pendek." Kata Aurora.

Sesampainya di Kampus, Aurora menjadi pusat perhatian, karena Profesor Dave telah menjemputnya secara pribadi di gerbang depan kampus, Dave mengajak Aurora tour kampus dan ia menjadi sangat terkejut ketika melihat sebuah bangunan yang bersinar.

"Auora... Aurora... Aurora..." Kata Dave yang berdiri di samping Aurora. Memanggil Aurora berulang kali.

"Ah... Ya Profesor maaf."

Saat itu Aurora terkesima dengan bangunan mewah yang ada di belakang kampus, bangunan itu seperti taj mahal, namun lebih besar.

"Kita akan lanjut mengelilingi kampus." Kata Profesor Dave.

Melihat Aurora terperangah melihat bangunan itu, Dave tersenyum

"Bangunan itu di bangun oleh Tuan Benz Logan, Tuan Benz Logan adalah pemilik dari University Of Imperial A."

"Benz Logan?" Tanya Aurora.

"Ya, pria itu yang memiliki kastil di dekat rumah mu, bukankan rumah yang kau sewa juga miliknya? Kau menyewanya dari dia kan." Kata Dave sembari membungkukkan tubuhnya menatap tepat di depan Aurora.

Aurora mendadak mundur dengan tatapan itu, wajah Dave memang sangat mempesona.

Jantung Aurora berdebar tak wajar, seketika Aurora meremas kemejanya.

"Benz Logan? Orang itu pemilik rumah yang ku sewa?" Aurora mengingat bagaimana tatapan dingin pria yang ada di dermaga.

"Bagaimana jika tugas pertamamu adalah mewawancarai nya? Semua murid di sini sudah mengumpulkan tugas mereka? Kau menyewa rumahnya pasti kau tidak akan kesulitan kan." Kata Profesor Dave.

Aurora tidak memiliki pilihan lain kecuali menerima tugas pertamanya di sekolah, mewawancarai tokoh besar seperti Benz Logan pasti tidak mudah, tapi Universitas itu sangat terkenal mustahil jika setiap tugas sekolah adalah tugas yang biasa.

Lagi pula hanya mewawancarainya kan? Apa susahnya. Aurora meyakinkan dirinya sendiri dan menenangkan dirinya sendiri.

*****

Sore itu, di dalam kamarnya yang mungil dan di penuhi pernak-pernik hiasan dinding, Aurora di landa dengan kegugupan dan kegelisahan yang tidak terbantahkan. Aurora melihat laman-laman Internet yang mengulas tentang Benz Logan.

Hampir seluruhnya tidak ada foto Logan, bahkan beberapa yang lain hanya mengatakan bahwa Logan adalah pria yang lahir dari tangan dewa, lahir kaya dan juga selalu membagikan harta nya.

Lalu koran, media massa, dan tabloid serta majalah yang lainnya hanya memberikan foto Logan yang selalu memakai topeng, mereka menyebutkan bahwa topeng-topeng tersebut sesuai dan mewakili dengan apa yang sedang Logan rasakan saat itu.

Yang paling unik adalah, Benz Logan selalu menggelar pesta setiap akhir pekan, dan pesta ini sudah berjalan 5 bulan sejak Benz Logan tinggal di kastil tersebut. Apalagi yang paling membuat Aurora bingung adalah, semua orang boleh datang dan semua orang boleh ikut berpesta. Tanpa terkecuali.

Lalu ada yang menyebutkan jika Benz Logan adalah pria kejam, mampu membunuh orang, dan dia adalah monster.

"Mungkin datang ke pesta adalah kesempatan untuk bisa mewawancarai tuan Benz Logan." Kata Aurora lirih.

Namun sebelum datang ke pesta tersebut Aurora akan mencoba untuk bertamu lebih dulu. Kemudian Aurora berfikir bagaimana cara nya mendekati Kastil itu.

******

Paginya Aurora mencoba dengan berjogging. Aurora melihat lihat kawasan sekitar kastil lebih dulu.

Rumah Aurora hanya bersebelahan dengan Kastil, membuatnya juga bisa leluasa mengitari kawasan tersebut.

Aurora berjogging sembari melihat-lihat hingga tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Oh maafkan saya, saya tidak melihat ada orang di depan." Kata Aurora.

"Kau berjogging tapi matamu ke arah lain." Sahut pria itu.

Aurora menelan ludahnya, pria tampan yang sangat menggoda, seksi, dan juga bertubuh tinggi, dengan suara yang memiliki intonasi rendah.

"Astaga, kenapa di sini banyak sekali pria tampan."

"Apa kau sudah puas memandangi tubuh dan wajahku?" Tanya pria itu.

"Oh maafkan saya." Kata Aurora yang tertegun dan pasti sangat terlihat bodoh.

"Hapus air liur mu." Sahut Pria tersebut.

"Apa? Hey, itu tidak sopan..." Teriak Aurora.

"Kau berbicara tentang kesopanan tapi kau sendiri memandangiku seolah ingin bercinta denganku." Kata pria itu menyeringaikan bibirnya.

"Astaga, apa yang dia pikirkan." Bisik Aurora pada dirinya sendiri. Wajahnya malu dan bersemu merah.

Pria itu kemudian hendak masuk ke dalam kastil melalui pagar yang hanya setinggi pinggulnya.

Kemudian Aurora mengejar dan pria itu menutup pagar, mereka saling berhadapan dengan pagar sebatas pinggul membatasi tubuh mereka.

"Tunggu tuan, apa anda yang punya kastil ini? Apa anda yang menyewakan rumah itu pada saya?".

Aurora bertanya dengan mendongakkan kepala, pria di hadapannya sungguh sangat tinggi.

"Kau yang menyewa rumah kecil di sebelah kastil?" Tanya pria itu.

"Ya, saya."

Kemudian, pria itu menggelengkan kepala.

"Aku bukan pemilik kastil ini, aku hanya seorang pelayan."

"Pelayan?"

"Ya." Jawab pria itu dingin dan tanpa ekspresi.

"Apa pemiliknya bernama Tuan Benz Logan?" Bisik Aurora.

Pria itu melengkungkan bibir dan mengangguk pelan.

"Apa saya bisa bertemu dengan tuan Benz Logan untuk mengucapkan terimakasih karena telah menyewakan rumahnya untuk saya tempati?"

"Anda bisa mengiriminya surat dan masukkan ke dalam kotak surat di depan pagar kastil."

"Tidak... Tidak... Itu tidak sopan untuk seorang pria seperti dia."

"Seperti dia?" Tanya Pria itu.

"Yah, saya membaca beberapa artikel yang menyebutkan tuan Benz Logan adalah pria yang sangat kaya dan berwibawa, itu tidak akan sopan bukan jika saya hanya mengiriminya surat?"

"Lalu?"

"Lalu saya ingin bertamu dan berterimakasih secara formal membawakan sedikit bingkisan." Kata Aurora.

"Baiklah, aku akan mencoba menyampaikannya." Kata pria itu dan hendak pergi.

"Tunggu dulu, siapa nama anda?" Tanya Aurora.

"Victor...?" Kata Pria itu.

"Victor?" Ulang Aurora.

"Ya, El Victor." Sahut pria itu lagi.

"Baik tuan El Victor, saya sangat bergantung pada anda untuk membantu saya, saya sangat meminta tolong, dan nama saya adalah Aurora Eulalia, anda bisa berkunjung ke rumah saya atau saya bisa mengunjungi anda tentang kabar selanjutnya?" Tanya Aurora.

"Cukup panggil Victor." Tegas pria itu.

"Dan aku yang akan mengunjungimu." Sahut Victor lagi.

"Terimakasih." Kata Aurora tersenyum dan mengigit bibir bawahnya.

"Hm.." Victor menjawab datar dan pergi meninggalkan tempat itu.

Aurora pulang dengan keringat yang bercucuran cukup banyak, ia memang gadis sehat yang menjaga dengan baik tubuhnya.

"Aku tinggal menunggu kabar darinya bukan?" Kata Aurora meminum air nya.

"Ku rasa malam itu, pria yang berdiri di dermaga salah satunya adalah dia. El Victor." Kata Aurora lagi.

Beberapa hari berlalu...

Hingga satu hari pun terlewati, dua hari dan 3 hari terlewati. Aurora kesal menunggu dan menunggu namun tidak ada yang bertamu. Apalagi tugas sekolahnya ini sangat penting, ia frustasi.

Akhirnya ia membuka pintu dan berniat akan menemui pria itu lagi. Namun saat Aurora beranjak dari halaman rumahnya, El Victor datang.

Pria itu berjalan santai menuju rumahnya. Entah mengapa, jantung dan dadanya berdegup kencang.

"Astaga kenapa dia begitu tampan, bahkan lebih tampan dari Profesor, astaga aku bisa gila jika hidup di kota ini, begitu banyak pria tampan, apa mereka semua bukan manusia!" Sahut Aurora.

El Victor berdiri di depan Aurora.

"Hey." Kata Aurora.

"Aku sudah menyampaikan pesanmu pada Tuan Benz Logan, katanya kau bisa menemuinya saat pesta besok."

"Pesta?"

"Ya, kau pasti tahu setiap akhir pekan Tuan Benz Logan mengadakan pesta meriah."

"Apa tidak bisa bertemu secara pribadi, bukan di pesta, masalahnya saya tidak pernah datang ke pesta dan tidak memiliki gaun pesta." Kata Aurota.

"Aku akan mengutus orang untuk membawakan gaun untuk mu." Kata El Victor.

Sejujurnya Aurora tidak suka dengan pesta dan suara musik yang keras, maka itu ia mencoba untuk bertemu secara pribadi.

"Baiklah kalau begitu." Kata Aurora lemah.

"Kenapa, ada masalah lain?"

"Sejujurnya saya tidak terlalu menyukai pesta, suara musik yang keras sangat membuat bising, dan dada saya bergetar tidak nyaman. Lalu suara wanita dan pria saling berteriak, pakaian mereka yang seksi dan saling menekan tubuh satu sama lain." Kata Aurora sembari tertawa kaku.

"Pesta itu ada di ruangan depan, setelah kau datang aku akan membawamu masuk dan bertemu tuan Benz Logan, di dalam tidak akan terdengar suara musik, atau suara-suara lainnya." Kata Victor.

"Baiklah, saya akan datang." Kata Aurora.

Victor kemudian pergi untuk kembali ke dalam kastil, sedangkan Aurora yang membayangkan pesta megah itu sudah membuatnya gugup setengah mati.

Bersambung~

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!