Tristan segera bergegas menuju hotel. Menurut telepon dari nomor orang yang tidak dikenal, Emma-istrinya berada di kamar hotel.
Tristan membuka pintu kamar hotel dengan kartu yang ia dapat di meja resepsionis. Saat ia melihat ranjang, ia melihat tubuh polos istrinya yang sedang tertidur.
Sprei yang kusut, pakaian istrinya yang berantakan di lantai, belum lagi bekas-bekas kejadian ...
Tristan tahu istrinya telah dinodai oleh seseorang. Ia melihat kartu nama di meja kecil samping ranjang. Ia meremas kartu nama itu dan melemparkannya begitu saja.
Ia menangis di pinggir ranjang. Ia mengacak-acak rambutnya. Ia merasa telah gagal menjadi suami. Ia tidak bisa melindungi istrinya sendiri.
Tristan mengambil handuk dari kamar mandi. Ia membasahi handuk itu dengan air di wastafel dan memerasnya.
Ia mengelap tubuh istrinya.
"Tris ..." Emma tersadar. "Kita sudahan?" Emma melihat Tristan yang sudah berpakaian lengkap. Emma mengira ia telah tidur dengan suaminya dan melakukan itu.
Rupa-rupanya ada yang memasukkan obat ke minuman Emma yang membuatnya hilang kesadaran dan tidak mengingat apa yang terjadi padanya sebelumnya.
"Iya. Ayo kita pulang." Tris memunguti pakaian istrinya.
Emma melihat jam dinding. "Masih jam delapan malam. Sayang uangnya. Besok aja check out nya. Kita bisa habiskan malam ini di sini." Emma memeluk Tristan dari belakang.
Tristan meremas erat tangan kanannya. Ia lalu menjatuhkan pakaian Emma. Ia berbalik dan mulai mencium Emma.
Ciuman Tristan semakin panas. Jari-jari Emma dengan lincahnya membuka pakaian Tristan. Nafas keduanya semakin cepat. Detak jantung mereka juga tak kalah cepat.
Tristan mencapai puncaknya. Ia berebah di samping Emma. Menatap lembut wajah istrinya yang tak tahu apa-apa.
Em, beruntung kau tidak mengingat apa yang terjadi padamu tadi. Biarlah ini akan selalu menjadi rahasiaku. Kau tak perlu tahu.
Dua bulan kemudian Emma dinyatakan hamil. Tidak hanya satu bayi saja tetapi bayi kembar.
Mereka mulai memikirkan nama untuk anak mereka.
Saat pillow talk.
"Kamu ingin anak perempuan atau laki-laki?" Emma bertanya.
"Perempuan atau laki-laki aku tak mempersalahkannya. Yang penting bayi-bayi kita sehat. Kamu juga sehat."
"Aku beruntung bisa menikah denganmu. Terima kasih sudah mau mempertahankan aku." Hubungan mereka tidak disetujui oleh ibu Tristan karena asal usul Emma yang tidak jelas.
"Aku yang berterima kasih karena kau mau menikah denganku. Jika anak kita laki-laki, mau kamu beri nama apa?"
"Antony ... Satunya lagi belum." Emma masih memikirkan nama kedua. "Mungkin Leonardo?"
"Leonardo lagi. Leonardo lagi. Setiap hari aku tak pernah absen lihat wajahnya." Tristan cemberut. Emma adalah fans Leonardo Dicaprio. Setiap hari Emma menyetel film aktor peraih Oscar itu.
"Kamu cemburu?"
"Nggak usah ditanya. Aku sampai hafal semua dialognya di film."
"Tapi dia sesuatu yang tidak mungkin bisa aku raih. Aku menyukainya tapi aku mencintaimu." Emma mencium bibir Tristan. Tristan balik mencium Emma.
"Kamu yang mulai." Tangan Tristan bergerak lincah membuka dua kaitan di balik punggung Emma.
"Stop. Dokter bilang kita tidak boleh."
"Boleh. Tapi jangan kasar." Tristan mulai melancarkan aksinya. Tetapi ia tahu apa yang harus ia lakukan. Ia membuang benihnya di luar.
Tristan memeluk Emma. "Cup." Satu kecupan dari Tristan di pelipis Emma.
"Aku mau jujur," ucap Emma ragu-ragu.
"Ada apa?"
"Akhir-akhir ini aku sering bermimpi aku tidur dengan pria asing. Ia berambut pirang dan bermata biru."
"Leonardo lagi?"
"Bukan. Pria itu bukan Leonardo."
"Itu cuma mimpi." Tristan tahu siapa pria itu. Pria itulah yang telah meniduri istrinya. Apa motif pria itu ia tidak tahu. Selamanya ia akan menjaga rahasia ini. Sampai ia masuk ke liang kubur.
Keesokkan harinya.
Tristan bersiap-siap pergi bekerja. Emma memasangkan dasi untuk Tristan.
"Doakan aku. Proyek kali ini sangat penting untuk perusahaan."
"Aku selalu berdoa supaya suamiku bisa mendapatkan proyek yang ia incar."
T&E Company adalah perusahaan yang didirikan oleh Tristan. Ia sebelumnya pernah bekerja di Mason Company.
Tristan membawa asistennya. Mereka menuju ke ruang meeting.
Satu persatu perusahaan membeberkan proposal mereka tentang rencana pembangunan gedung perusahaan yang baru.
Giliran Tristan. "Mungkin Anda tidak tertarik karena harga penawaran kami yang melebihi perusahaan lain. Tetapi ada harga ada kualitas. Mahalnya harga yang kami pasang dikarenakan kami akan membuat gedung yang tahan gempa.
Seperti yang pernah kita tahu. Sepuluh tahun yang lalu daerah yang akan dibangun gedung baru pernah mengalami gempa. Banyak korban jiwa karena tertimpa reruntuhan. Kita tentu saja tak ingin hal tersebut terjadi lagi."
Para pimpinan mulai terbujuk. Harga yang sesuai begitu pikir mereka. Para pimpinan mulai berdiskusi.
"Selamat untuk T&E Company. Kalian yang memenangkan tender. Tolong bangun gedung yang aman untuk kami semua yang bekerja di perusahaan inj." Pimpinan tertinggi menyalami Tristan.
Tristan balas menyalami pimpinan itu.
"Terima kasih, Pak. Kami tidak akan mengecewakan kalian semua."
Tristan ingin berteriak kegirangan. Ia ingin melompat-lompat di tempat.
Tetapi di sisi lain ada yang terlihat marah. Ia adalah James Mason dari Mason Company. Ia kalah tender lagi dari Tristan.
James mendekati Tristan. Ia berbisik. "Bagaimana rasanya meniduri bekasku?"
Darah Tristan langsung mendidih. Ia ingin memukul pria itu di tempat. Tapi ia masih tahu diri. Ia masih berada di dalam ruang meeting kliennya.
Tristan mengepalkan tinjunya. Teleponnya berbunyi. Dari Emma.
"Tris, kamu di mana? Aku sudah ada di depan gedung," kata Emma.
"Aku turun sekarang." Tristan segera bergegas turun ke bawah. Ia tak ingin Emma dan James bertemu.
Terlambat. Tristan melihat James mendekati Emma. Emma hanya tersenyum. Sedangkan James pergi begitu saja setelah menatap Emma sekali.
"Apa ia mengatakan sesuatu?" Tristan tak ingin rahasia di kamar hotel itu diketahui oleh istrinya .
"Tidak. Tris, kau tahu? Pria itu yang selalu muncul di mimpiku. Apa kau kenal dia?"
"Tidak. Aku tidak mengenalnya. Kami saingan. Omong omong, aku menang kali ini. Hadiah untukku." Tristan menunjuk pipinya. Ia ingin dikecup.
"Aku sudah siapkan hadiah lainnya." Emma memperlihatkan kotak bekal buatannya.
Itu bukan hadiah tapi siksaan.
Mereka menuju taman dan duduk di bangku.
Tristan terpaksa menelan masakan istrinya. Ia terbatuk-batuk. Emma memberinya minum.
"Besok besok jangan bawa bekal lagi."
"Masakanku nggak enak ya?" Emma tahu ia masih kurang dalam hal masak memasak.
"Nggak. Enak kok." Tapi boong. "Aku nggak ingin kamu repot-repot masak. Supaya kamu bisa fokus dengan hal yang lain."
"Hal lain apa?"
"Aku dan bayi-bayi kita." Tristan menyentuh perut Emma yang sedikit buncit.
...***...
Di usia kandungan lima bulan.
Tristan mengantar Emma ke dokter kandungan. Mereka ingin mengetahui jenis kelamin bayi kembar mereka.
"Perempuan. Perempuan." Dokter menggerakkan alat USG di perut Emma.
Sepulangnya dari klinik kandungan. "Ternyata perempuan semua." Emma menginginkan satu perempuan dan satu laki-laki supaya ia tidak melahirkan lagi. Sepasang sudah cukup baginya.
Emma dan Tristan mempersiapkan kebutuhan untuk bayi kembar mereka. Dari pakaian, perlengkapan minum, sampai box bayi.
Tristan sudah memesan dua box bayi bernuansa pink. Ia merakitnya dengan susah payah. Butuh lima jam untuk menyelesaikan dua box bayi.
"Ini buat Shakira. Ini buat Sabrina." Tristan berbicara dengan putrinya. "Terima kasihnya mana?" Tristan mendekatkan telinganya ke perut Emma.
Tiba-tiba bayi kembar mereka menendang. Seolah-olah mereka berkata, "Terima kasih Papa."
"Sama-sama," jawab Tristan.
"Apa tidak apa-apa kamu keluar banyak uang?" Emma juga harus memikirkan keperluan bayi kembar mereka setelah lahir.
"Rejeki bayi kita. Sejak kamu mengandung, aku selalu menang tender. Asalkan tidak terlalu mahal, aku masih ada uang."
"Papa baik, ya." Emma mengelus perutnya. Bayi kembar mereka menendang lagi. Seolah-olah menyetujui ucapan Emma.
Saat lahiran.
Malam ini Emma agak gelisah. Ia sudah mulai merasakan sakit sejak sore. Tapi ia berusaha mengabaikannya. Rencananya besok ia akan pergi ke dokter.
Tetapi saat malam tiba. Rasa sakit itu mulai datang dalam waktu yang berdekatan. Tapi Emma masih mengabaikan kan dan tertidur. Sampai akhirnya air ketubannya pecah.
Tristan yang juga tertidur, merasa ada sesuatu yang basah di kasur.
Emma ngompol? Tristan membuka matanya lebar-lebar.
"Em. ... Em ..." Tristan membangunkan Emma.
"Ada apa?" Emma membuka matanya pelan.
"Kita harus ke rumah sakit sekarang."
"Kamu sakit?" Emma akhirnya menyadarinya. Mereka bergegas ke rumah sakit.
Di ruang bersalin.
Emma mulai mengejan. Ia mengejan lagi. Tristan berada di samping Emma. Ia memegang erat tangan Emma.
Di satu sisi ia merasa kasihan dengan Emma tapi di sisi lain ia sudah tak sabar untuk bertemu bayi kembar mereka.
"Owekkk ... Owekkk ..." Suara tangis Shakira terdengar sangat kencang. Dokter memberikan baby Shakira ke suster. Suster membersihkan Shakira.
Sister menjelaskan kondisi Shakira. "Bapak lihat. Jari-jari tangannya lemgkap. Jari-jari kakinya juga lengkap."
Emma mulai mengejan lagi. Tetapi bayi kedua mereka-adik Shakira-Sabrina tidak mau keluar.
Nana masih betah di perut Mama?
Emma mengejan lagi. Lahir Sabrina. Dokter terkejut. Suster terkejut. Tristan bingung. Ia melihat Sabrina. Sabrina berambut pirang.
"Ada apa Tris?" Emma tidak mendengar suara tangis bayi keduanya.
Dokter mulai menepuk-nepuk Sabrina. Tak lama kemudian Sabrina menangis. Suster memperlihatkan kondisi Sabrina ke Tristan.
Emma akhirnya bisa melihat kedua bayinya. Ia tak kalah terkejut melihat rambut pirang Sabrina.
Kok bisa? Aku sama Tris nggak ada turunan bule. Apa ini kondisi langka?
Mama Tris berkunjung ke rumah sakit. Ia ingin melihat cucu-cucunya. Ia tak masalah dengan Shakira. Tetapi yang ia permasalahkan adalah Sabrina.
"Apa Sabrina itu putrimu?"
"Tentu saja, Ma. Aku yang temani Emma melahirkan. Aku lihat Sabrina keluar dari perut Emma."
"Kamu harus tes DNA." Mama Tristan berkata terang-terangan di depan Emma.
"Nggak perlu. Sabrina itu anakku. Ia putriku." Tristan tahu siapa ayah kandung Sabrina. Tapi ia tetap berharap Sabrina itu putri kandungnya.
Setelah Mama Tristan pulang.
"Apa betul yang dikatakan Mama tadi? Sabrina bukan anakmu?" Emma selama ini mengira ia hanya pernah tidur dengan Tristan.
"Sekarang jawab pertanyaanku. Kamu selama ini tidur sama siapa?" Tristan bertanya dengan nada datar dan sopan.
"Kamu."
"Jadi, sudah pasti Sabrina itu putriku."
"Tapi kenapa Sabrina seperti bule. Rambutnya pirang." Sabrina yang sedang disusui Emma, matanya tiba-tiba terbuka.
"Mata Sabrina biru, Tris." Emma mulai ragu lagi.
Tristan langsung bergegas melihat Sabrina. Sekarang Tristan benar-benar yakin Sabrina itu anak James.
*Kelahiran anak kembar berbeda ayah ini disebut superfekundasi heteropaternal. Hal ini memang pernah terjadi di Amerika. Satu bayi kaukasia. Satu bayinya lagi Afro Amerika. Setelah diselidiki ternyata mereka berbeda ayah. Sang ibu berhubungan dengan dua orang pria di saat yang berdekatan dan hamil dari dua orang pria.
Emma beserta bayi kembar mereka diperbolehkan untuk pulang.
Di rumah.
Emma menyimpan dua gelang bayi yang hendak ia pakaikan ke tangan bayi kembarnya untuk membedakan seandainya mereka mirip (kembar identik). Satunya bertuliskan Shakira. Satunya lagi bertuliskan Sabrina.
Ternyata ini tidak berguna.
Emma tak butuh gelang itu karena dua putri kembarnya itu sangat berbeda. Shakira, putri pertamanya berambut hitam. Sedangkan Sabrina, putri keduanya berambut pirang.
Selesai memandikan bayi kembarnya, Emma mengenakan pakaian kembar.
Imut. Lucu. Mama gemesss lihat Rara sama Nana.
Bayi kembar itu tumbuh dan bertumbuh. Sekarang mereka berusia tiga tahun.
"Papa ..." Rara dan Nana menyambut kedatangan Tris yang baru saja pulang dari kantor.
Tris langsung menggendong mereka sekaligus. Satu di tangan kiri, satu di tangan tangan. Ia mencium mereka.
"Hmm ... Bau. Belum mandi ya?"
"Beyum," Rara menjawab sambil terkekeh-kekeh kecil.
"Mandi sama Papa." Nana menjawab.
Tris memandikan Rara dan Nana. Tetapi saat ia meyabuni leher Nana, ia melihat benjolan. Selesai mandi dan berpakaian Tris memberitahu Emma.
"Ada benjolan di leher Nana."
Emma melihat sekilas. "Paling paling nanti kempes sendiri."
"Tapi perasaanku nggak enak. Besok coba kamu periksakan Nana ke dokter."
Rara mengalihkan perhatian Tris. "Papa ... Waka ... Waka ... E ... E ..." Rara menyanyikan lagu Waka Waka dari Shakira, penyanyi berdarah latin itu, sambil menari. Nama asli Rara juga diambil dari nama penyanyi lagu tema piala dunia tahun 2010 itu.
Rara ingin menari bersama Tris. Tris membuka YouTube melalui smart TV dan menyetel lagu itu di TV.
Tris, Rara dan Nana mulai menari bersama.
Keesokkan harinya.
Emma membawa kedua putrinya ke rumah sakit. Hanya Nana yang diperiksa. Rara hanya menemani.
"Apa maksud Dokter?" Emma tidak mempercayai perkataan dokter. Nana divonis mengidap Limfoma.
"Anak Anda terkena Limfoma."
*Limfoma \= kanker kelenjar getah bening.
Dokter melanjutkan. "Sabrina harus segera menjalani pengobatan."
Selesai berkonsultasi dengan dokter, ada panggilan masuk dari Tris. "Nana bagaimana?"
Emma menangis. "Nana terkena Limfoma. Kata dokter, Nana harus kemo." Emma sudah membayangkan rambut Nana akan banyak yang rontok dan badan Nana akan semakin kurus.
Tris menjawab. "Bila itu yang dikatakan dokter, kita harus melaksanakannya."
...***...
Nana mulai menjalani kemo. Rambut Nana mulai rontok, nafsu makannya juga hilang.
"Nana harus makan supaya sehat. Nana mau main sama Rara lagi kan?"
Tetapi Nana masih menutup mulutnya. Nafsu makannya tidak ada. Semua makanan terasa hambar di lidahnya. Emma melancarkan senjata terakhirnya. Ia menelpon mama mertuanya yang sedang menjaga Rara.
"Mama ..." Rara yang menjawab panggilan video dari Emma.
"Oma ke mana?"
"Masak. NANA!" Rara melihat Nana kembarannya.
"Nana nggak mau makan. Rara bantu Mama bujuk Nana makan."
"Iya." Rara mulai menasehati Nana dengan bahasa khas anak kecil. "Nana hayus makan. Yaya mau main sama Nana."
Nana akhirnya mau makan. Ia ingin cepat sehat dan bisa bermain dengan Rara.
Setelah beberapa kali pengobatan, Nana dinyatakan sembuh. Tetapi Emma tetap waspada. Kanker adalah penyakit yang bisa kambuh.
Tetapi kesehatan Nana tidak berlangsung lama. Satu tahun kemudian kanker itu muncul lagi. Kali ini Nana hanya bisa diobati dengan donor sumsum tulang belakang.
Emma dan Tris mencoba melakukan tes. Tetapi sumsum tulang belakang mereka tidak cocok.
Sambil menunggu donor, kesehatan Nana menurun. Emma mempersiapkan hatinya untuk menerima hal pahit.
Saat berada di rumah sakit, Emma mencoba untuk memeriksa golongan darah Nana. Hasilnya mengejutkan.
Eh? Golongan darah Nana B? Nggak mungkin. Pasti hasilnya tertukar.
Emma mencoba tes lagi. Hasilnya tetap sama. Golongan darah Nana tetap B.
"Tris, Nana memang putriku. Tapi ia bukan putrimu. Golongan darahnya B." Golongan darah Emma dan Tris A. Anak-anak mereka hanya akan bergolongan darah A atau 0.
Tris memberitahu Emma kejadian di hotel.
"Kau tahu siapa ayah kandung Nana?"
"Aku tahu. Ia James Mason."
Tanpa berpikir panjang Emma langsung mendatangi James. Bagi Emma, James bisa menyelamatkan Nana.
Emma bergegas ke gedung perusahaan Mason Company.
"Nyonya, Anda tidak bisa masuk begitu saja." Asisten James menghentikan Emma.
"Biarkan dia masuk."
"Tuan. Putriku Nana itu putrimu. Tolong selamatkan dia. Nana butuh donor sumsum tulang belakang. Aku akan melakukan apa saja untukmu." Emma menangis. Ia seharusnya marah dan dendam kepada James tetapi ia kesampingkan semuanya demi Nana.
"Apa saja?" James merasa mendapatkan kesempatan emas
"Iya, Tuan." Emma sudah putus asa.
"Ceraikan suamimu. Menikahlah denganku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!