NovelToon NovelToon

Ren-Yu (Berawal Dari Pernikahan Rahasia)

Kabur dari pertunangan

“Lusa kamu akan bertunangan,” ucap tiba-tiba orang tua Yuri dan orang tua Rendi berbarengan namun di tempat yang berbeda.

“Apa!?” teriak Yuri dan juga Rendi di saat yang bersamaan pula.

***

Dua hari kemudian..

Rendi yang telah memiliki seorang pujaan hati ini pun meminta pada kekasihnya agar hari itu mereka berdua dapat menikah di kantor KUA.

Rendi juga berharap kalau keputusan dia untuk menikahi wanita lain itu dapat membuat pertunangan menjadi batal.

Begitu pula dengan Yuri. Di hari itu dia memutuskan untuk kabur dari acara pertunangannya dengan membawa beberapa pakaian ke dalam tasnya.

Hingga beberapa saat kemudian, Rendi yang sudah siap di kantor KUA ini pun tiba-tiba mendapatkan sebuah pesan yang berisi:

“Maaf, Yang. Pernikahan hari ini untuk sementara kita batalkan. Soalnya aku harus pergi keluar negeri untuk melanjutkan studi S2 ku di sana.”

Betapa syok Rendi saat mendapatkan pesan tersebut.

Dengan hujan deras yang mengguyur kota saat itu, Yuri pun berjalan tanpa arah. Seluruh pakaiannya basah karena terguyur hujan deras.

Sedangkan di saat yang bersamaan, Rendi yang sedang merasa patah hati ini pun melihat ada seorang gadis sedang berjalan sendirian di tengah hujan yang sangat deras.

Karena merasa kasihan, Rendi pun langsung menghampiri gadis itu dan kemudian turun dari mobilnya dengan membawa payung.

Saat dia sudah berhadapan dengan gadis tersebut, betapa terkejutnya Rendi saat melihat gadis yang ternyata mahasiswanya sendiri.

“Yuri!? Ngapain kamu jalan di tengah hujan lebat begini?” tanya Rendi.

Yuri pun langsung melihat ke arah Rendi dan berkata, “Bapak!?”

Melihat keadaannya yang seperti itu, Rendi pun langsung memutuskan memapah Yuri masuk ke dalam mobilnya.

Setelah berada di dalam, Rendi pun langsung memberikan sebuah handuk yang selalu dia siapkan di dalam mobil manakala sedang terjadi situasi seperti ini.

Sementara itu, Yuri yang sudah menerima handuk dari Rendi ini pun langsung mengelap tubuhnya yang basah dan kemudian berkata, “Maaf, Pak. Mobil Bapak jadi basah semua.”

Rendi pun menggelengkan kepalanya dan kemudian bertanya, “Kamu kenapa sampai bisa hujan-hujanan seperti ini?”

Yuri pun terdiam sejenak dan kemudian berkata, “Aku kabur dari rumah, Pak. Hari ini rencananya orang tuaku akan menjodohkan aku dengan anak dari teman masa SMU mereka.”

‘Deg’

Hati Rendi pun tiba-tiba seperti diingatkan tentang dirinya sendiri yang juga sama-sama akan dijodohkan hari itu.

Karena merasa kejadian hari itu seperti lelucon, Rendi pun tertawa dan kemudian berkata, “Nasib kita sama, Yuri. Aku juga hari ini akan dijodohkan oleh perempuan yang belum pernah aku temui sebelumnya.”

Mendengar hal itu, Yuri pun terkejut dan langsung melihat ke arah Rendi yang saat itu sedang menatap lurus ke depan.

“Jadi Bapak juga kabur seperti aku?” tanya Yuri.

“Ya bisa dibilang begitu. Tapi kaburnya aku itu dengan cara ingin menikahi pacarku sendiri. Tapi sayangnya di saat-saat seperti ini, dia justru membatalkan pernikahannya dan pergi keluar negeri untuk melanjutkan studinya,” jelas Rendi.

“Oh jadi seperti itu. Sabar ya Pak,” ucap Yuri mencoba menghibur Rendy.

Sesaat setelah itu, Rendi tiba-tiba saja melihat ke arah Yuri dan berkata, “Bagaimana kalau kita menikah saja?”

“Ha!?”

Untuk sesaat Rendi pun terdiam dan kemudian kembali berkata, “Kita sama-sama disudutkan pada situasi yang sama. Sama-sama gak mau dijodohin. Kenapa kita gak kerja sama aja untuk sementara waktu ini. Paling tidak sampai kamu lulus kuliah lha. Baru setelah itu kita pikirkan lagi cara untuk berpisah.”

Mendengar ucapan Rendi yang seakan tidak masuk akal ini pun Yuri hanya melongo. Dia benar-benar tidak tahu apakah harus menolak atau menerima usulan Dosennya tersebut.

Melihat ekspresi wajah mahasiswanya yang melongo seperti sapi ompong itu, tiba-tiba Rendi tidak dapat menahan tawanya sehingga membuat Yuri pun protes dengan berkata, “Kok Bapak malah ketawa ngakak sih?”

“Yuri Yuri.. aku sama sekali gak nyangka kalau wajahmu saat melongo itu mengingatkan aku dengan sapi yang ada di peternakan,” ucap Rendi sambil masih tertawa.

'Mooooooo' (suara sapi, red)

Yuri yang dikatai seperti sapi ini pun langsung berteriak, “Bapaaaaaaaaak!”

Sehingga membuat Rendi semakin tertawa terbahak-bahak.

Setelah puas dengan tawanya, Rendi pun teringat kembali dengan apa yang sedang dibahas.

“Bagaimana? Kita gak ada pilihan lain selain cara ini. Gak mungkin kan kita kabur-kaburan terus seperti buronan dimata keluarga kita sendiri!? Mau sampai kapan coba!? Lalu pikirkan juga dengan sekolahmu yang tinggal sebentar lagi,” ucap Rendi.

Yuri pun terdiam. Dia memikirkan semua yang sudah Rendi ucapkan tadi. Hingga beberapa saat kemudian...

“Baiklah, Pak. Kita menikah. Tapi ini jangan sampai ketahuan oleh orang-orang yang ada di kampus ya,” pinta Yuri.

“Sudah pasti itu Yuri. Ini akan jadi pernikahan rahasia kita berdua,” sahut Rendi.

Tanpa membuang banyak waktu, Rendi pun langsung memutar kembali mobilnya dan melajukannya ke arah kantor KUA.

Di tengah perjalanan, Rendi bertanya, “Kamu bawa surat-surat poto kopian yang diperlukan dan juga KTP gak? Umurmu udah menginjak 22 tahun kan?”

Yuri pun mengangguk dan kemudian berkata, “Untung aku bawa, Pak. Tadinya sih hanya buat jaga-jaga aja kalau harus mengurus sesuatu dan ternyata benar-benar digunakan, hehehe..”

Mendengar jawaban Yuri seperti ini, Rendi pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan kemudian berkata, “Anak jaman sekarang sungguh-sungguh mengkhawatirkan.”

Dilajukannya terus mobilnya tersebut hingga sesaat kemudian mereka pun sampai di kantor KUA.

“Bagaimana? Kamu udah siap?” tanya Rendi sesaat sebelum turun dari mobil.

Yuri pun mengangguk dan kemudian menjawab, “Siap gak siap sih. Kan gak ada jalan lain lagi berarti harus siap donk.”

“Bagus. Ayo kita turun,” ucap Rendi yang kemudian turun terlebih dahulu.

Sementara itu Yuri yang masih ada di dalam mobil ini pun untuk sesaat termenung dan berpikir apakah yang dia lakukan ini benar.

Rendi yang menyadari kalau Yuri masih ada di dalam ini pun langsung menengok dan memutar kembali langkahnya.

“Yuri, kenapa kamu masih di dalam? Ayo keluar,” ucap Rendi sambil kemudian membuka pintu mobil tempat Yuri duduk.

Yuri yang sebenarnya hatinya ini masih ragu akan keputusannya ini pun hanya berjalan perlahan-lahan mengekor di belakang Rendi.

Setelah beberapa saat kemudian, mereka pun akhirnya sampai di dalam kantor KUA dan Rendi pun mendaftarkannya terlebih dahulu sebelum akhirnya mereka benar-benar melakukan ijab.

Pada saat mendaftar, Rendi pun ditanya, “Pak, bukannya tadi Bapak sudah ke sini dan menunggu seseorang. Apakah orang yang Bapak mau nikahi itu sudah hadir, Pak?”

Rendi pun mengangguk dan kemudian dia pun segera melakukan pendaftaran.

Di saat mereka sedang menunggu giliran, tiba-tiba saja ponsel milik Rendi berbunyi.

Dan entah apa yang sudah dikatakan oleh orang di seberang telepon tapi yang pasti saat itu Rendi menjawab, “Aku udah menikah.”

Bersambung...

Bertemu orang tua Yuri

Setelah beberapa saat setelah urusan mereka di Kantor KUA selesai dan mereka berdua sudah sah menjadi pasangan suami istri, mereka memutuskan untuk mampir ke sebuah taman pinggir kota terlebih dahulu.

Di sana mereka sama-sama terdiam dan kemudian Yuri pun bertanya, “Pak, setelah ini, apa yang akan kita lakukan?”

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Rendi pun terdiam. Dia sendiri juga bingung apa yang seharusnya dia lakukan setelah ini.

Melihat Rendi hanya diam saja, Yuri pun langsung kembali bertanya, “Pak, kok Bapak diam aja? Habis ini kita ngapain? Kita mau pulang atau gak? Kalau mau pulang, kita harus pulang ke mana dulu? Rumah orang tua Bapak atau rumah orang tuaku?”

Setelah beberapa saat terdiam, Rendi pun akhirnya menjawab, “Hmm, Yuri. Kita pulang ke Apartemenku saja ya.”

“Ha!? Kok pulang ke Apartemen Bapak? Lalu bagaimana dengan orang tua kita? Mereka pasti juga akan mengkhawatirkan kita,” ucap Yuri.

Saat mendengar ucapan Yuri yang seperti itu, Rendi pun sadar kalau apa yang dikatakan Yuri memang terbilang cukup masuk akal. Namun jika saat itu juga mereka berdua kembali ke rumah mereka masing-masing, apakah ada jaminan kalau para orang tua tidak akan marah.

Mendapati Rendi yang kembali terdiam ini, Yuri pun kembali bertanya, “Pak, gimana? Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?”

“Ya sudah. Kita pulang ke rumahmu aja kalau begitu,” ucap Rendi pada akhirnya.

Mendengar ucapan Rendi, Yuri pun ingin memastikan sesuatu dengan bertanya, “Apa Bapak benar-benar yakin?”

Rendi pun mengangguk dan kemudian menyahut, “Yakin, Yuri. Ya sudah. Ayo kita pulang sekarang.”

Mereka pun pada akhirnya memutuskan seperti itu. Dengan harap-harap cemas, Rendi pun melajukan mobilnya menuju rumah orang tua Yuri.

Dalam perjalanan, sambil menyiapkan hati mana kala akan dimarahi orang tuanya, Yuri pun mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Hingga beberapa saat kemudian akhirnya tibalah mereka di rumah Yuri.

Sambil menghela nafas panjang, mereka pun akhirnya memberanikan diri turun dan kemudian melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah Yuri.

Mama Yani dan Papa Hendrik yang saat itu terlihat sangat kesal ini tiba-tiba terkejut dengan kedatangan Yuri bersama seorang pria.

Papa Hendrik yang memiliki sifat keras ini pun langsung berkata, “Kamu masih berani pulang juga rupanya.”

“Maaf Pa."

Hanya ucapan seperti itu yang bisa Yuri katakan.

Sementara itu, Papa Hendrik yang mendengar ucapan Yuri ini pun langsung emosi dan berkata, “Kamu itu, ya!? Kenapa kamu sampai segitunya tidak mau dijodohkan ha!? Apa kamu gak tahu kalau kami itu sangat mencemaskan kamu.”

Mendapatkan respons seperti itu dari Papa Hendrik, Yuri pun langsung berkata, “Kalau Papa dan Mama memang khawatir sama aku, lalu kenapa kalian bersikeras menjodohkan aku dengan seorang laki-laki yang belum aku temui. Dan sekarang, aku sudah benar-benar menikah dengan orang yang aku cintai, jadi aku mohon, batalkan perjodohan itu.”

Mendengar ucapan Yuri, tiba-tiba saja Papa Hendrik tersadar akan kehadiran Rendi.

“Oh. Jadi laki-laki inilah yang udah buat kamu gak mendengarkan ucapan orang tuamu sendiri. Iya!?” ucap Papa Hendrik dengan nada lumayan tinggi.

Yuri pun mengangguk dan kemudian berkata, “Pa, tolong Pa. Batalkan perjodohan itu.”

Papa Hendrik pun untuk sesaat terdiam dan berkata, “Baik jika itu mau kamu. Tapi Papa juga punya satu permintaan.”

“Apa itu, Pa?” tanya Yuri.

“Begini.. permintaan papa itu, papa mau kamu dan suamimu ini harus bisa memberikan kami cucu dalam waktu kurang dari satu tahun. Gimana? Apa kalian bisa?” tantang Papa Hendrik.

Mendengar ucapan Papanya, Yuri pun langsung menatap Rendi yang kala itu hanya terdiam saja.

Hingga sesaat setelah itu Yuri pun berkata, “Pa, tapi aku masih kuliah. Jadi aku belum mau melakukan hal seperti itu!?”

Tanpa basa-basi, Papa Rendi pun kembali berkata, “Jadi kalian gak mau? Ya sudah. Kalau begitu lebih baik kalian bercerai saat ini juga dan kamu, Yuri, lanjutkan perjodohan yang sudah kami pilihkan.”

“Ta—tapi Pa,...”

Ucapan Yuri langsung terhenti mana kala tiba-tiba saja Rendi menjawab, “Baik, Om. Kami akan usahakan memberikan Om dan Tante seorang cucu dalam waktu kurang dari setahun.”

Mendengar jawaban Rendy, Papa Hendrik pun tersenyum dan kemudian berkata, “Bagus. Om pegang omonganmu barusan. Sudah. Sekarang kalian cepatlah istirahat. Hari sudah semakin larut.”

***

Sesaat setelah berada di dalam kamar Yuri, Yuri pun dengan nada berbisik akhirnya protes dengan berkata, “Pak, Bapak ini bagaimana? Kenapa Bapak tadi menyanggupi ucapan Papaku yang seperti itu?”

Rendi pun kemudian duduk di tepi tempat tidur Yuri dan kemudian berkata, “Kalau kita gak mengiyakan ucapan Papamu, berarti usaha kita terlepas dari perjodohan akan menjadi sia-sia donk.”

Yuri pun terdiam mendengar jawaban Rendi. Namun dia berpikir kenapa harus dengan cara menyetujui permintaan Papanya.

Melihat Yuri hanya terdiam seperti ini, Rendi pun akhirnya menyuruh Yuri untuk duduk di sebelahnya.

Dan sesaat setelah Yuri duduk, Rendi pun berkata, “Yuri, untuk sementara ini seperti ini aja dulu. Nanti perlahan-lahan kita pikirkan lagi cara mengatasinya. Ok!? Sudah. Sekarang kita segera tidur.”

Mendengar kata tidur, baik Rendi mau pun Yuri, keduanya sama-sama melihat ke arah tempat tidur yang hanya dimuati oleh satu orang saja.

Rendi yang mengerti dengan keadaan ini pun akhirnya berkata, “Biar aku aja yang tidur di bawah. Kamu tidurlah di tempat tidurmu.”

Mendengar ucapan Rendi, Yuri yang merasa lega ini pun akhirnya mengangguk.

***

Keesokan paginya, saat mereka sedang sarapan bersama, Papa Hendrik pun bertanya, “Setelah ini, apa rencana kalian? Apa kalian masih mau tinggal di sini atau pindah?”

“Hmm, Om. Begini, kalau boleh, aku ingin membawa Yuri ke Apartemenku,” ucap Rendi.

Untuk sesaat Papa Hendrik pun terdiam dan kemudian berkata, “Ya sudah. Gak apa-apa. Bawalah dia ke Apartemenmu. Tapi ingat, jangan lupa permintaan Om kemarin.”

Rendi pun mengangguk sambil tersenyum.

***

Saat pagi menjelang siang, Rendi pun akhirnya membawa Yuri ke Apartemennya. Di sana, Yuri pun melihat-lihat ke seluruh ruangan yang ada di Apartemen tersebut sebelum akhirnya tiba-tiba saja..

‘Tingtong.. tingtong..’

Terdengar beberapa kali bel pintu berbunyi sehingga membuat Rendi pun langsung membukakan pintunya.

Sesaat setelah pintu terbuka, Tiba-tiba saja datang seorang laki-laki yang langsung berkata, “Ren, gue hari ini mau menginap di rumah lo.”

Mendengar ucapan sahabatnya yang bernama Deni ini, Rendi pun langsung berteriak, “Hei! Itu,...”

Belum juga Rendi melanjutkan ucapannya, Deni sudah terlebih dahulu melihat Yuri yang saat itu juga Yuri sedang melihat ke arah Deni.

Sambil terbata-bata, Deni pun bertanya, “Ren, Yu—Yuri kenapa bisa ada di Apartemen lo?”

Melihat situasi seperti ini, Rendi pun langsung menepuk jidatnya dan kemudian menyahut, “Dia sekarang istriku.”

“Haaaaaaa!?”

Bersambung...

Tak luput dari gosip

Melihat situasi seperti ini, Rendi pun langsung menepuk jidatnya dan kemudian menyahut, “Dia sekarang istriku.”

“Haaaaaaa!?”

Setelah mengakui kalau Yuri adalah istrinya, Rendi pun langsung merangkul bahu Yuri dan kemudian berkata, “Tolong rahasiain ini dari semua orang yang ada di kampus ya.”

Belum juga Deni menata hatinya yang terkejut, Rendi sudah langsung memintanya untuk membantu merahasiakannya.

Dengan nada masih sedikit bingung, Deni pun bertanya, “Bentar.. bentar.. ini jelasin dulu kenapa bisa sampai begini?”

Baik Rendi mau pun Yuri, keduanya pun saling memandang hingga akhirnya Yuri berkata, “Pak, aku tidak mau mengganggu kalian. Bapak tunjukkan saja kamarku di mana. Biar aku ke kamar saja membereskan pakaianku.”

Mendengar ucapan Yuri, Rendi pun langsung berkata, “Oh. Bentar ya, Den.”

Rendi pun langsung menunjukkan di mana kamar Yuri. Karena berhubung kamar hanya satu, mau tidak mau mereka pun harus tidur di dalam kamar yang sama.

Setelah selesai menunjukkan di mana kamarnya pada Yuri, Rendi pun langsung menemui Deni yang saat itu sedang menunggunya untuk memberikan penjelasan.

“Den,” ucap Rendi yang kemudian langsung duduk di sebelah Deni.

Sesaat setelah Rendi duduk di sebelahnya, Deni pun kemudian bertanya, “Sebenarnya apa yang sudah terjadi?”

Rendi pun menyandarkan tubuhnya di sofa dan kemudian berkata, “Sebuah kebetulan.”

“Sebuah kebetulan!? Maksudnya?” tanya Rendi bingung.

Sambil menghela nafas panjang, Rendi pun akhirnya menceritakan semuanya dari awal hingga akhir kepada Deni. Deni yang mendengar ini pun langsung bertanya, “lha terus bagaimana dengan Adelia?”

Mendengar kata Adelia di sebut-sebut lagi, Rendi pun menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata, “Jangan sebut namanya lagi di hadapanku.”

Sambil menyipitkan matanya, Deni pun bertanya, “Kenapa?”

“Dia membatalkan pernikahan kami di saat-saat hari H nya kemarin,” jelas Rendi lirih.

Mendengar penjelasan Rendi, Deni pun tidak dapat berkata apa-apa.

***

Keesokan harinya, kuliah pun dimulai kembali. Dengan status yang berbeda, Yuri pun melangkahkan kakinya ke kelas.

Namun belum juga langkahnya sampai di kelas, tiba-tiba saja pundaknya ada yang merangkul dan menggiringnya ke suatu tempat.

Setelah sadar siapa yang sudah membawanya, Yuri pun langsung protes dengan berkata, “Lo mau ngapain sih, Syin?”

“Eh udah denger belum kalau pagi ini ada kabar mengejutkan yang datangnya dari dosen tampan kita, Pak Rendi?” tanya Syina sahabat Yuri.

Yuri pun menggelengkan kepalanya tidak tahu. Karena dari tadi saat berangkat sekolah hingga detik itu, dia merasa tidak ada yang aneh dengan Pak Rendi.

“Emangnya ada apa dengan Pak Rendi?” tanya Yuri.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Syina pun langsung menengok ke kanan dan kiri lalu kemudian dengan lirih menjawab, “Dengar-dengar Bu Ambar udah di lamar oleh Pak Rendi dan itu membuat seluruh mahasiswa perempuan yang ada di kampus pun jadi patah hati berjamaah.”

Mendengar jawaban Syina, seketika Yuri pun merasa syok dan kakinya mendadak gemetar dan lemas.

Syina yang melihat ini pun langsung bertanya, “Lo denger ini jadi syok dan lemas kan, Yur!? Gue juga sama. Itu sebenarnya kabar itu benar gak sih?”

Sambil berusaha berdiri dengan seimbang, Yuri pun menjawab, “Mana gue tahu, Syin. Udah ah. Gue mau ke kelas aja.”

Dalam perjalanannya menuju kelas, Yuri pun tidak berhenti berpikir kenapa dia bisa lupa kalau pria yang menikahinya kemarin adalah pria yang sangat tenar di kalangan dosen dan juga mahasiswa.

Yuri yang sudah sampai di dalam kelas ini pun langsung duduk termangu di bangkunya. Hingga jam pelajaran pun di mulai.

Yuri saat itu tidak sadar kalau mata kuliah jam itu adalah mata kuliah Matematika yang akan di ajarkan oleh Rendi. Sehingga membuat dia tetap saja duduk termangu.

Rendi yang menyadari akan hal itu pun langsung berkata, “Coba ya untuk semuanya. Tolong perhatikan penjelasan dari saya ini. Soalnya nanti ada kemungkinan di soal ujian akan ada soal yang seperti ini dan untuk kamu, siapa nama kamu!? Pokoknya jangan bengong aja. Perhatikan saya sedang menjelaskan.”

Maksud hati ingin menegur Yuri yang saat itu sedang bengong, tapi pada akhirnya malah ada salah satu mahasiswa yang menceletuk dengan berkata, “Bagaimana bisa fokus, Pak. Orang pagi tadi kami semua mendengar kabar kalau Bapak sudah melamar Bu Ambar.”

“Iya, Pak. Itu benar. Kami mendengarkan sendiri Bu Ambar bilang seperti itu saat beliau sedang bicara dengan Pak Taufik,” sahut mahasiswa yang lainnya.

Mendengar ucapan seperti itu, Rendi pun langsung melirik ke arah Yuri dan kemudian berkata, “Sudah sudah. Apa yang kalian dengar itu tidak benar. Saya sama sekali tidak ada melamar Bu Ambar. Sudah. Apa bisa sekarang kita lanjutkan pelajarannya?”

“Oooooh jadi begitu. Baik, Pak. Kita lanjutkan pelajarannya,” ucap serentak mahasiswa yang kemudian setelah itu mereka semuanya pun akhirnya bisa fokus memperhatikan Rendi sedang mendengarkan.

***

Saat jam istirahat, Yuri pun langsung di ajak oleh Syina ke kantin kampus. Tapi karena statusnya sekarang sudah berubah, dia pun tidak berani meminta uang jajan pada Rendi.

Sehingga Syina mengajaknya memesan makanan, Yuri pun hanya menggelengkan kepalanya.

Mendapatkan tanggapan seperti itu dari Yuri, Syina pun langsung bertanya, “Kenapa kamu gak mau pesan makanan, Yur?!”

Belum juga Yuri menjawab pertanyaan Syina, tiba-tiba saja Pak Rendi datang dan duduk di hadapan Yuri sehingga membuat Yuri terkejut dan berkata, “Eh, kutu kupret.”

Mendengar Yuri berkata seperti itu, Rendi pun bertanya, “Kamu yang tadi bengong terus di kelasku bukan!?”

“Eh, ada Bapak dosen yang tampan. Kenapa Bapak bisa nyasar duduk di sini?” tanya Yuri asal ceplos.

Syina yang mendengar temannya bicara seperti itu pun langsung spontan menyenggol bahu Yuri dan kemudian berbisik, “Yur, lo ngapain bilang gitu ke Pak Rendi?”

“Eh!? Emangnya gue tadi bilang apa?” tanya Yuri dengan tampang bingung.

Syina yang mendapatkan respons seperti ini pun langsung memukul jidatnya dan Rendi yang juga mendengar ucapan Yuri ini pun langsung tertawa sambil berkata, “Selain latah, kamu juga tulalit ya!?”

Mendapatkan celetukan seperti itu dari dosen sekaligus suaminya sendiri membuat Yuri menangis dalam diam sambil dalam hati bergumam, “Kenapa aku bisa sepakat nikah sama ni dosen satu sih!? Aih..”

Dan di saat bersamaan, Yuri pun dengan nada bingung langsung berkata, “Eeeeeh!?”

Mendapatkan tanggapan seperti itu, Rendi pun paham kalau Yuri memang beneran sedang bingung. Sehingga membuat dia berkata, “Sudah sudah. Gak usah di lanjut. Terus ini kenapa gak pesan makanan?"

Yuri pun menggelengkan kepalanya dan dengan lirih berkata, “Gak punya uang.”

Rendi yang mendengar ini pun menghela nafas panjang dan kemudian berkata, “Udah sana pesan. Bilang, nanti saya yang bayar.”

“Beneran, Pak?” tanya Yuri yang spontan langsung berubah ekspresi.

“Hem.”

Setelah mendapatkan persetujuan seperti itu dari Rendi, tanpa segan Yuri pun akhirnya memesan satu mangkok baso, satu gelas es teh manis, satu bungkus roti, dan beberapa camilan lainnya.

Melihat cara Yuri memesan makanan, Syina pun langsung menceletuk, “Lo emangnya udah gak makan berapa lama, Yur?”

Belum juga celetukan Syina ditanggapi oleh Yuri, tiba-tiba saja...

“Sayang, nanti kita pulang berang kan?”

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!