...Enjoy Reading...
...-----------------------...
..."Jatuh cinta padamu adalah kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan dalam hidupku. Namun, siapa yang mampu menghindar dari takdir cinta yang sudah digariskan ini? Kurasa tidak ada. Terlebih, sebelumnya aku tidak tahu bahwa dirimu adalah seorang lelaki yang sudah beristri."...
Malam itu sebuah cumbu sedang berlangsung di antara sepasang kekasih. Di sebuah pantai yang indah, berpayungkan langit penuh gemintang dan redupnya sinar rembulan yang sedikit tertutup awan kelabu. Mereka adalah Binar Cempaka dan juga Fajar.
Cempaka, begitu sapaan akrabnya. Dia adalah seorang bunga desa nan ayu menawan, yang banyak digilai kaum lelaki. Sementara, kekasihnya bernama Fajar, tampan, wajahnya teduh dan penuh kharisma. Usia mereka bertaut 10 tahun. Cempaka berusia 20 tahun, sementara Fajar berusia 30 tahun.
"Mas, kapan kamu akan datang melamarku? Apa kamu tidak ingin kita berada dalam satu kamar tanpa rasa gusar?" ujar Cempaka dengan nada manja.
Fajar menghela napasnya dalam. "Kumohon bersabarlah sedikit, Cempaka. Aku janji, aku akan datang untuk melamar dan menikahimu," katanya sembari mengecup lembut bibir Cempaka.
"Benarkah? Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi, Mas," imbuh Cempaka mengungkapkan isi hatinya.
"Apa perhatianku padamu terasa kurang? Aku 'kan sudah memberikan banyak waktu untukmu, Sayang. Seperti saat ini, di mana kita menghabiskan malam bersama, walau bukan di kamar yang megah dan tidak bisa melakukan hal yang lebih."
"Tapi aku ingin memilikimu seutuhnya, Mas. Apa kamu tidak mau kita menikah dan melakukan banyak hal menyenangkan bersama?" rengek Cempaka sambil bersandar ke dada bidang Fajar yang beraroma harum dan membuatnya dimabuk kepayang.
"Apa kamu yakin? Kalau memang kamu sudah yakin, buktikan padaku, Cempaka."
"Buktikan bagaimana maksudmu, Mas?"
"Berikan mahkotamu padaku. Kita akan melakukannya malam ini juga."
"T-tidak seperti itu maksudku, Mas," gagap Cempaka.
"Aku merasakan hasratmu, Cempaka. Ayo kita sewa sebuah kamar untuk mewujudkannya."
Cempaka mengerutkan dahinya. Namun, dia tak dapat menampik keinginan yang sama dengan Fajar. Sehingga kala itu, Cempaka pun menuruti Fajar dan mereka pergi dari sana, untuk menyewa sebuah kamar di suatu penginapan yang berada dekat dengan pantai.
"Mas, tapi aku takut. Bagaimana kalau Ibu dan Bapak tahu? Pasti mereka akan mengusirku dari rumah," ujar Cempaka gusar.
"Mereka tidak akan tahu, asal kamu tidak memberitahunya, Sayang." Suara Fajar semakin berat ditindih nafsu yang kian memburu.
Detik berikutnya, sebuah jeritan terdengar dari mulut Cempaka. Ya! Fajar telah berhasil melabuhkan miliknya ke dermaga cinta nan hangat milik Cempaka. Gadis itu tampak meringis kesakitan, tetapi rasa cinta dan kenikmatan yang semakin lama semakin terasa, membuat Cempaka hanyut dan tenggelam di dalam madu cinta bersama Fajar.
"Peluk aku, Sayang. Ini tidak buruk, bukan? Kamu akan segera terbiasa," rayu Fajar di sela aktifitas panasnya.
Malam itu mereka habiskan sebagai pelepasan cinta yang menumbalkan kegadisan Cempaka. Cinta buta tak bisa lagi mencegahnya dari perbuatan dosa yang terasa sangat manis dan mengasyikkan. Sedikit sesal yang sempat singgah pun terhapuskan oleh bujuk rayu dan janji manis Fajar padanya.
"Sekarang kamu sudah menjadi milikku seutuhnya, Cempaka," tutur Fajar usai melakukan perbuatan terlarang itu.
"Aku harap kamu tidak mencampakkanku setelah ini, Mas." Cempaka bergelayut manja di lengan Fajar.
"Tentu tidak, Sayang. Aku tidak akan ingkar pada apa yang sudah aku janjikan. Lagi pula, aku terlanjur tergila-gila padamu." Fajar mengulas senyum manis seraya membelai lembut pucuk kepala Cempaka.
****
POV Binar Cempaka
Setelah malam itu, tepatnya keesokan hari usai dia mengantarkanku pulang. Aku tidak mendapat kabar apapun lagi darinya. Sudah hampir satu minggu ini, aku kehilangan kontak dan tidak melakukan komunikasi dengan Mas Fajar, yang biasanya tak kenal absen memberikan perhatiannya padaku. Sungguh, aku menjadi sangat kacau sekarang. Pikiranku dipenuhi kemelut dan prasangka buruk pada Mas Fajar. Aku merasa sangat takut dicampakkan olehnya.
Aku menatap ke luar jendela. Berharap sosok yang aku tunggu-tunggu dan sangat aku rindukan itu akan datang menghampiriku dengan sapaan cintanya. Namun, ternyata harapan itu hanya sebatas angan belaka. Mas Fajar tidak juga menunjukkan batang hidungnya.
Kemudian, aku pun pergi untuk menemui Ari, salah satu temanku yang juga akrab dengan Mas Fajar. "Ari, kamu tahu Mas Fajar pergi ke mana? Sudah seminggu ini aku tidak bisa menghubunginya," kataku pada Ari saat kami sudah bertemu.
Ari tampak gugup ketika hendak menjawab pertanyaanku itu. "A-aku juga tidak tahu, Cempaka. Mungkin, Mas Fajar ada urusan mendesak," jawabnya dengan mimik wajah yang tidak dapat aku artikan. Apakah dia jujur, atau sedang menyembunyikan sesuatu. Aku pun benar-benar tidak tahu.
Perasaan takut, khawatir, dan curiga semakin gencar menyulutku. Bagaimana kalau Mas Fajar ternyata mencampakkan aku setelah mendapatkan mahkota paling berhargaku? Aku semakin tak tenang dibuatnya. Aku pun kembali ke rumah dengan langkah kaki yang gamang.
****
"Cempaka, ada yang mencarimu di depan," kata seorang wanita paruh baya bernama Ratih, ibu kandung Cempaka.
"Siapa, Bu?" Cempaka menyahuti dengan sedikit berteriak dari dalam kamarnya.
"Ibu tidak tahu, Nak. Kamu temui saja dulu," terang Ratih yang kemudian pergi dari depan kamar Cempaka.
Cempaka pun menemui orang yang mencarinya tersebut. "Ada apa ya, Mas?" ujar cempaka pada Lelaki asing yang sepertinya membawa sesuatu di tangannya.
"Saya mengantarkan ini untuk Mbak Cempaka," jawabnya sembari menyodorkan sebuah amplop yang entah apa isinya. Dia pun segera pergi dari rumah Cempaka setelah melaksanakan apa yang menjadi tugasnya.
Dengan hati berdebar dan detak jantung yang sudah tidak karuan. Cempaka membuka amplop tersebut. Dan betapa terkejutnya Gadis itu, saat mendapati isi dalam amplop tersebut.
"Mas Fajar ...," lirihnya disusul linangan air mata yang mengalir deras membasahi pipinya.
Bersambung ....
Hallo semuanya. Selamat membaca. Semoga kalian suka dan jangan lupa untuk berikan dukungannya, ya. Terima kasih. ❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤
Cempakan berlari dan dengan cepat masuk kembali ke dalam kamarnya. Tangisannya semakin menjadi, tetapi suaranya sedikit ditahan, karena khawatir orang tuanya akan mendengar suara isakan dan sedu sedan Cempaka. Dia meluruhkan diri, bersimpuh tidak berdaya di lantai kamarnya.
"Tega kamu, Mas. Selama ini aku sudah percaya padamu. Kenapa kamu tidak bilang sejak awal kalau kamu sudah memiliki istri? Kenapa baru sekarang setelah perasaanku terlanjur dalam dan segalanya telah aku berikan padamu?" raung Cempaka dalam tangisnya.
Ya! Ternyata isi di dalam amplop itu adalah sebuah foto pernikahan Fajar beberapa tahun silam, yang disertakan dengan sebuah tulisan sebagai keterangan di balik fotonya. 'Ini foto pernikahanku dengan Halimah. Kami sudah menikah 5 tahun silam. Maafkan aku tidak jujur padamu sejak awal, Cempaka. Tapi percayalah, perasaanku padamu bukanlah sebuah dusta. Aku mencintaimu, Cempaka'. Begitulah yang tertulis di balik foto pernikahan itu.
Sebuah kenyataan yang baru saja diterimanya, membuat cempaka kecewa begitu dalam. Dia tidak menyangka, bahwa selama tujuh bulan dirinya menjalin kasih dengan Fajar ternyata dia dibohongi. Fajar mengaku dirinya pria lajang dan belum pernah menikah. Fajar juga selalu bersikap baik, sehingga tidak ada gelagat mencurigakan darinya. Bahkan, dia juga berteman dengan para lelaki yang menjadi pesaingnya untuk mendapatkan Cempaka. Sungguh, Fajar mampu menaklukkan hati semua orang dengan perilaku dan sopan santun yang dia miliki.
"Cempaka! Ada Ari di luar. Dia ingin bertemu denganmu, Nak." Sekali lagi Ratih menyeru Cempaka dari balik pintu kamarnya.
Segera saja Cempaka menyeka air mata, dan menyudahi tangisannya. Dia tidak ingin Ratih mengetahui kesedihan yang sedang melandanya itu. "Baik, Bu. Nanti cempaka temui," katanya dengan napas yang diatur sedemikian rupa.
Usai membenahi dirinya, Cempaka pun pergi ke luar untuk menemui Ari. Sesampainya di luar, dia langsung melihat pada Ari yang sedang menunggunya dengan sabar. "Ada apa, Ari?" tanya Cempaka.
"Ikut denganku sekarang, Cempaka!" tandas Ari tanpa basa-basi.
Cempaka mengerutkan keningnya penuh tanya. "Ke mana?" katanya.
"Sudah, nanti juga kamu tahu. Ayo naik!" titah Ari.
Detik berikutnya, Cempaka pun ikut pergi bersama Ari menggunakan sepeda motor, setelah sebelumnya meminta izin pada kedua orang tuanya. Dia merasa penasaran. Kemana sebenarnya Ari akan membawanya? Kenapa sejak tadi Ari tidak menjawab pertanyaannya? Semuanya terasa aneh bagi Cempaka kala itu.
Sampailah mereka di sebuah danau yang terletak di perbatasan Desa Cisoka dan Desa Lemah Sari, tempat Cempaka tinggal. Ari menyuruh Cempaka untuk turun dan menunggu. Sementara itu, Ari sendiri pergi usai mengantarkan Cempaka ke sana.
"Ari! Kenapa kamu meninggalkanku? Apa yang harus aku lakukan di sini?" Cempaka meneriaki Ari yang melaju semakin jauh dengan sepeda motornya tersebut.
"Aneh sekali. Apa yang sedang berusaha Ari lakukan padaku? Apa dia sedang mengerjaiku?" gerundal Cempaka seraya mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian danau yang terbentang di hadapannya.
Tidak lama berselang, Seseorang datang menyapa Cempaka. Ya, suara itu sangat tidak asing. Cempaka dapat mengenalinya dengan baik. Lantas saja, dia pun menoleh ke arah suara berpusat.
"Cempaka ...," lirih Seseorang itu untuk kedua kalinya.
Lidah Cempaka tercekat. Bibirnya pun menjadi kelu. "M-mas Fajar ...," katanya. Rindu yang bergejolak di dalam hati Cempaka pun kini terobati.
Namun, tidak lama setelah itu Cempaka ingat kebenaran tentang Fajar. "Mau apa lagi kamu, Mas?" imbuh Cempaka bertanya dengan nada geram menyiratkan kekecewaan.
"Cempaka, aku tahu pasti kamu kecewa dan marah padaku."
(....)
"Tega kamu membohongi aku, Mas. Kejam kamu padaku!" cerca Cempaka dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu.
"Sayang, sebenarnya ak-"
"Apa lagi, Mas? Belum puas kamu menghancurkan hidupku, huh? Aku sudah memberikan seluruh rasa percayaku padamu. Bahkan, aku sudah menyerahkan kehormatan yang paling kujaga seumur hidupku. Jahat kamu, Mas, jahaaat!" jerit Cempaka tak dapat lagi membendung seluruh rasa yang bergemuruh di dalam dadanya.
Fajar hanya terdiam pasrah. Dia menyadari dengan sepenuhnya perihal kesalahan yang dia lakukan pada Cempaka. "Maki saja aku sepuasmu, Cempaka. Kamu berhak melakukannya," ucap Fajar tak kalah terisak.
"Kenapa kamu baru memberitahuku sekarang tentang pernikahanmu, Mas? Itu pun melalui sebuah foto yang kamu kirimkan lewat orang lain. Apa sebegitu inginnya kamu menghancurkan hati dan perasaanku? Kenapa tidak kamu bunuh saja aku sekalian, biar kamu puas, Mas!"
"Tidak, Cempaka. Aku tidak pernah ingin menyakitimu. Sungguh, aku benar-benar mencintaimu, Cempaka." Fajar menggelengkan kepalanya, menyangkal semua praduga yang dilontarkan Cempaka terhadapnya.
"Kamu sudah melakukannya, Mas. Kamu sudah menghancurkanku, hidupku, masa depanku, semuanya!" Tangis Cempaka kini pecah tak tertahan lagi.
Fajar mendekati Cempaka dan memeluknya dengan erat. Kala itu, Cempaka terus meronta dan memaki Fajar, meluapkan semua perasaan yang ada di dalam hatinya. Namun, Fajar tidak melawan. Dia memilih diam dan tetap berusaha untuk memeluk Gadisnya itu.
Cempaka mulai lemah. Tenaganya terkuras karena rasa marah dan kecewanya. "Tega kamu, Mas," ucapnya lagi dengan suara yang nyaris habis.
Detik kemudian, Cempaka sudah mulai tenang. Fajar membimbingnya untuk duduk di tepi danau yang sepi itu. Dia meringkuhi tubuh Cempaka dan membiarkan Gadis tersebut berada di atas pangkuannya.
"Dengarkan aku, Cempaka. Tentang pernikahanku dengan Halimah, aku memang tidak pernah memberitahumu sebelumnya. Aku tidak bermaksud menipu atau membohongimu. Hanya saja, aku terlalu takut akan kehilanganmu kalau aku jujur padamu sejak awal."
"Lantas, kamu lebih memilih untuk menghancurkan hidupku, begitu?" balas Cempaka.
"Tidak, Sayang. Bukan begitu. Aku menikah dengan Halimah karena paksaan dari orang tua kami. Aku tidak pernah mencintainya. Bahkan, hubunganku dengannya tidak lebih dari dua orang asing yang tinggal dalam satu atap. Kami tidak pernah membangun hubungan yang baik. Dia sibuk dengan dunianya, begitu pun aku," beber Fajar.
"Lalu pernikahan itu bertahan hingga 5 tahum lamanya? Dan aku harus percaya padamu tentang perasaan dan hubunganmu dengannya yang katamu tidak pernah baik itu, Mas? Yang benar saja!" tandas Cempaka.
"Mengertilah, Cempaka! Ada hal yang lebih rumit dari sekedar pernikahan kami. Orang tuaku dan orang tuanya sepakat untuk tidak memberikan harta yang menjadi hak kami, andai kami berpisah. Ketahuilah, kami juga tersakiti dalam pernikahan ini, Cempaka."
"Apakah alasanmu bertahan hanya karena takut tidak diberi harta dan warisan oleh orang tuamu, begitu? Mas, aku kira kamu berbeda dengan lelaki lain. Ternyata kamu sama saja."
"Cempaka, terserah padamu saja jika kamu masih ingin memaki dan menyudutkanku. Satu hal yang perlu kamu tahu adalah rasa cintaku padamu. Aku sungguh mencintaimu, Cempaka." Fajar meraih tangan Cempaka dan meletakkan di dadanya.
"Tatap mataku dan rasakan detak jantungku, Cempaka!" lanjutnya lagi. Gadis itu hanya menurut seperti tersihir oleh kata-kata Fajar.
Bersambung ....
Menatap mata Fajar sama halnya dengan menenggelamkan diri di kedalaman laut, bagi Cempaka. Dia selalu hanyut terbawa lembut pandangan dan bening indah netra Fajar yang begitu memikat hati. Tatapan keduanya pun semakin lekat dan memercikkan api cinta juga hasrat yang kembali membuncah. Selekas kemudian, mereka sudah saling memaggut satu sama lain.
"Aku mencintaimu, Cempaka," ungkap Fajar tak bosan-bosan.
"Aku juga terlanjur dalam mencintaimu, Mas."
Lalu, Fajar tersenyum lega mendengar kalimat yang baru saja terucap dari mulut Cempaka. Sorot matanya kini membiaskan binar bahagia. "Aku tidak sanggup jauh darimu." Fajar menggendong Cempaka, dan membawanya pergi ke tempat yang lebih tertutup.
Di semak belukar yang tampak rimbun. Letaknya tidak jauh dari danau itu. Mereka kembali memadu kasih, mencairkan kerinduan yang sempat menggumpal.
"Lakukan sekarang, Mas," pinta Cempaka.
"Dengan senang hati, Sayang." Fajar melakukan tugasnya dengan baik.
"Aku ingin terus bersamamu, Mas," racau Cempaka di sela aktifitas panas yang membakar gairahnya.
"Aku di sini, Sayang. Kita tidak akan pernah berpisah," kata Fajar sembari terus memberi hentakkan pada milik Cempaka.
Mereka benar-benar sudah lupa akan semuanya. Yang mereka rasakan saat ini, bahwa mereka saling tergila-gila dalam cinta dan keinginan untuk terus bersama. Menikmati setiap lenguhh manja dan gelinjjang sensual yang memantik hasrat keduanya. Semua norma mereka langgar, rasa malu pun tinggal nama. Cinta terlarang di antara Cempaka dan Fajar, telah menenggelamkan mereka ke dasar perasaan yang tidak memperdulikan apa pun lagi, kecuali perasaan mereka sendiri.
"Kamu hanya milikku, Cempaka."
"Miliki aku seutuhnya, Mas. Aku hanya untukmu."
Sebuah pelepasan nan indah pun mereka gapai dengan hati puas. Deru napas bersahutan dan saling berkejaran. Mereka seperti orang yang kecanduan pada apa yang sudah dua kali ini mereka lakukan.
Fajar mengenakan kembali pakaiannya yang tertanggal di atas rerumputan usai pertarungan sengit itu berakhir. Dia juga membantu Cempaka merapikan bajunya. Lantas, mereka berpelukan penuh perasaan.
"Cempaka ...," lirih Fajar.
"Iya, Mas." Gadis itu mendongakkan wajahnya ke atas, menatapi wajah Fajar.
"Aku akan berusaha semampuku untuk memperjuangkan hubungan kita. Kumohon padamu jangan menyerah, hum."
"Bagaimana kalau istrimu tahu, Mas?"
"Dia tidak akan perduli, Cempaka. Pernikahan kami hanya sebatas status saja. Aku juga tahu dia punya kekasih."
"Bukankah itu aneh, Mas? Kenapa kalian tidak bercerai saja? Apa gunanya pernikahan semacam itu dipertahankan?"
"Tidak semudah itu, Sayang. Sudah aku katakan, ada hal yang lebih rumit dalam pernikahan yang kami jalani."
"Lalu, sampai kapan aku harus menunggumu untuk menikahiku, Mas?"
"Aku usahakan sesegera mungkin. Yang penting, kamu mau bersabar sedikit saja."
Cempaka mengangguk pelan. "Oh ya, Mas. Apa selain aku, ada lagi yang tahu tentang pernikahanmu dengan istrimu itu? Terutama orang dari desa tempat tinggalku?" imbuh Cempaka memberi tanya.
"Ya! Ari tahu semuanya. Dia tahu tentang bagaimana rumah tanggaku yang sebatas status itu dengan Halimah. Karena itulah, dia tidak melarangmu berhubungan denganku, bukan?"
Cempaka kembali mengangguk. "Tapi, Mas. Bagaimana kalau aku-"
"Aku akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa padamu, Cempaka." Fajar seakan mengerti kegundahan hati Cempaka.
Tiba-tiba saja suara gaduh terdengar samar-samar. Baik Fajar maupun Cempaka saling berpandangan dan menatap penuh tanda tanya. Semakin lama suara itu semakin mendekat dan terdengar lebih jelas.
"Cempaka!" teriak seorang lelaki bernama Bahri. Dia adalah salah satu lelaki yang juga menaruh hati pada Cempaka.
"Mas, ada apa ini?" Cempaka panik dan langsung bersembunyi di balik punggung Fajar.
"Tenanglah saja, Cempaka," kata Fajar mencoba mengurai ketegangan.
"Ada apa ini, Bahri?" tanya Fajar, yang kebetulan sudah mengenali Bahri juga.
"Kalian berdua laknatt! Beraninya kalian melakukan perbuatan terlarang di wilayah desa ini. Kalain itu belum menikah. Cihh! Kalian berdua tidak ubahnya binatang," cela Bahri dibakar api amarah yang menyala-nyala. Sementara, enam pemuda lainnya masih diam dan hanya menyimak saja.
"Apa maksudmu, Bahri?" lontar Fajar seakan tidak mengerti.
"Jangan pura-pura bodoh kamu, Fajar. Kalian pikir kami tidak tahu apa yang sudah kalian berdua lakukan? Menjijikan!"
"Usir saja mereka dari desa ini!" teriak salah seorang dari ketujuh Pemuda itu.
"Benar! Usir saja mereka sebelum malapetaka datang menghampiri desa ini!" timbrung yang lain. Suara mereka semakin riuh saling bersahutan.
Lalu, Bahri yang sedari tadi sudah tersulut emosi pun langsung melayangkan sebuah pukullan ke wajah Fajar, hingga Kekasih Cempaka itu mengaduh kesakitan. Sementa itu, Cempaka hanya bisa berteriak seraya memohon. Kini Gadis desa itu menangis penuh ketakutan.
"Kamu, Cempaka! Tidak kusangka kecantikan wajahmu yang kami agungkan, ternyata memiliki nilai yang rendah," hardik Bahri.
"Cukup, Bahri! Jangan salahkan Cempaka," bela Fajar. Dia tidak terima Cempaka turut menerima caci maki dari Para Pemuda tersebut.
"Diam kamu, Lelaki Pecundang! Selama ini kami mengira kamu adalah sorang lelaki baik yang punya harga diri. Ternyata, semua itu hanya topeng saja. Beraninya kamu menodai gadis desa kami, sebelum resmi menjadi suaminya!" maki Bahri tak berhenti.
Saat itu, Fajar tidak kuasa mengelak lagi. Namun, dia masih bertanya-tanya di dalam hatinya. "Siapa sebenarnya yang sudah mengintai gerak gerikku bersama Cempaka?" pikirnya dipenuh rasa penasaran.
Detik berikutnya, Para Pemuda Desa itu pun membawa paksa Fajar dengan Cempaka, untuk menghadap kedua orang tua Cempaka. Mereka ingin membongkar kelakuan Anak Gadis yang selalu dibanggakan oleh kedua orang tuanya tersebut.
"Mas, aku takut," adu Cempaka lirih. Dia terus saja beruraian air mata.
"Aku akan menjelaskan pada orang tuamu, Cempaka," kata Fajar menenagkan.
Sesampainya di rumah Cempaka, Para Pemuda itu kembali berteriak memanggil Ayah dan Ibu Cempaka. "Bu Ratih, Pak Seno, Keluar kalian!" pinta mereka dengan suara lantang. Tak ayal suara mereka yang begitu bising itu mengundang para tetangga Cempaka untuk turut menyaksikan kegaduhan yang sedang berlangsung itu.
"Pak, ada apa di luar sana?" tanya Ratih pada Seno yang kala itu sedang menikmati secangkir teh.
"Tidak tahu, Bu," jawab Seno. Dia pun akhirnya bangkit berdiri, lantas berjalan ke luar untuk memastikan.
Alangkah kaget dan malunya Seno kala itu. Dia tidak percaya Anak Gadis kebanggaannya digiring warga karena terciduk melakukan perbuatan tidak senonoh dengan seorang pria yang belum menjadi suaminya. Mau ditaruh di mana muka Seno dan Ratih? Sungguh, Seno benar-benar sangat malu pada semua orang termasuk para tetangganya.
"Apa yang sudah kamu lakukan, Cempaka?" kata Seno sembari meremmas kepalan tangannya frustasi.
"Ada apa, sih, Pak?" Ratih turut menyusul ke luar. Dan dia tidak kalah terkejut mendapati Cempaka tertunduk lemah tidak bergeming.
"Apa yang sudah terjadi padamu, Cempaka?" kata Ratih sambil menangis kesal.
"Maafkan Cempaka, Bu," ucap Cempaka pelan. Bibirnya bergetar begitu juga dengan tubuhnya.
Fajar menoleh pada Cempaka. Sungguh, saat itu dia ingin sekali memeluk dan memberikan pembelaan pada Kekasihnya tersebut. Namun, Fajar tidak punya daya dan upaya. Dia hanya bisa meneguk saliva dengan kasar. Merasakan perihnya melihat Cempaka dibegitukan akibat ulahnya.
Bersambung ....
Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih. ❤❤❤❤❤❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!