NovelToon NovelToon

Bukan Pelakor Tapi Istri Yang Dibenci

Kehilangan

Desa di pelosok daerah

Sebuah rumah kecil terdapat beberapa bendera kuning bertengger, dan terlihat banyak orang berdatangan untuk bertakziah.

“Hiks ... hiks ... hiks ... kenapa bapak pergi.” Tangis Salma begitu terdengar menyayat hati di telinga para pelayat yang berdatangan.

“Kenapa Bapak tinggalin Salma, Pak ...,” tangis kejar tak terkira keluar dari bibir mungil seorang gadis.

Sungguh pukulan berat buat Salma, ketika baru pulang sekolah mendapatkan suasana rumahnya begitu banyak orang, serta adanya bendera kuning di depan rumah kecilnya. Jantung gadis itu berdegup kencang ketika melihat dari kejauhan, tak bisa di elakkan gadis desa yang cantik nan mungil berlari kencang menuju rumahnya.

Tubuh gadis itu seketika menjadi kaku, ketika melihat tubuh pria paruh baya yang sangat di kenalnya sudah tertutup oleh kain bercorak batik.

Semua pelayat yang datang segera memegang tubuh gadis itu yang tiba-tiba roboh tak sadarkan diri. Dan sekarang gadis itu sedang memeluk bapaknya yang sudah tak bernyawa lagi, pilu, sedih yang tak terkira menyelusup di hati gadis itu. Untuk kedua kalinya gadis itu kehilangan orang terkasihnya, sebelumnya empat tahun yang lalu kehilangan ibu tercintanya, sekarang gadis itu kehilangan bapak terkasihnya.

“Kenapa Bapak pergi ... hiks ... hiks ..."

“Salma, yang sabar ... kamu harus terima kepergian bapakmu ini.” Wanita berumur 40 tahun mengelus lembut punggung keponakannya.

“Kenapa Bik, kenapa bapak pergi ... padahal tadi pagi bapak baik-baik saja Bik ... hiks ... hiks ....” Salma bertanya sambil menoleh ke arah bibinya.

“Bapakmu waktu berangkat ke pabrik, tak sengaja di tabrak sama mobil, Salma,” ujar adik bapaknya Salma, yang duduk di samping istrinya.

“Di tabrak ...!!”

“Mana orang yang menabraknya!! Salma mau bunuh dia yang telah membuat bapak meninggal!!” Tersulut emosi Salma ketika mendengar bapaknya meninggal karena kecelakaan.

“Mana orangnya? Kasih tahu mana orangnya Paman!!” teriak Salma, tak menghiraukan para pelayat yang datang.

Di sudut ruangan kecil tersebut, ada pria menggunakan setelan kerja rapi, ikutan sedih melihat tangisan dan raungan gadis kecil itu. Iba tapi tak berdaya, pria itu hanya asisten pribadi yang mewakilkan Bosnya, yang telah menabrak seorang bapak mengendarai motor tak sengaja, tapi mengakibatkan nyawa orang tersebut hilang di tempat kejadian.

Sang Paman Salma adik korban melirik sesaat ke arah pria yang duduk bersila di sudut ruangan tersebut.

“Paman mana orang yang telah menabrak Bapak?" Salma menarik-narik lengan kemeja pamannya.

“Nak, tenang nak, sekarang lagi banyak orang nak,” Bibi Tia berusaha menenangi Salma yang masih saja menggoyangkan tubuh suaminya.

“Dasar brengsek, dia harus mati ngantiin nyawa Bapak Salma ... hiks ... hiks!! teriak Salma dalam isak tangisnya.

Bulu kuduk pria itu merinding mendengar teriakan gadis cantik itu. Selama Salma berteriak sambil menangis, Paman Didit dan pria itu saling bertatapan.

Kemudian gadis cantik itu kembali tak sadarkan diri, Paman Didit dan Bibi Tia langsung membopong tubuh Salma dan dibawa ke kamarnya.

Prosesi mandi jenazah serta pemakaman tetap berjalan, tidak menunggu Salma siuman. Sebagai adik dari bapaknya Salma, pria itu mengurus pemakaman kakaknya, dibantu oleh warga desa lainnya.

“Ari, bagaimana korban, sudah di makamkan?” tanya seseorang dalam sambungan teleponnya.

“Saya lagi di pemakaman korban, Tuan,” lapor sang asisten.

“Kamu sudah berikan uang kepada keluarga korban?”

“Belum, setelah ini saya akan kembali ke rumah korban.”

“Kamu usahakan keluarga korban itu menerima uang tersebut  jangan sampai kasus kecelakaan ini di laporkan ke pihak polisi!!” suara baritonnya terdengar jelas.

“Baik Tuan. Tuan tidak ada niat untuk ke rumah korban?”

“Tidak perlu saya ke sana, cukup kamu saja yang urusi dan mewakili saya sampai tuntas!!”

“Baik Tuan."

Pria itu memutuskan sambungan teleponnya, kemudian menatap tajam ke luar jendela dari dalam kamar hotelnya.

Buat pria itu cukup dengan memberikan sejumlah uang, maka permasalahan yang di hadapinya akan selesai.

Sebenarnya kejadian yang sungguh mengenaskan gara-gara sedang menerima telepon, akhirnya membuat konsentrasi pria itu buyar dalam mengendarai mobilnya, hingga menabrak motor di depannya. Untungnya jalanan sepi hingga tidak banyak orang yang melihat, pria itu langsung menghubungi asisten pribadinya yang berada di pabrik untuk menyusul ke tempat kejadian kecelakaan, dan memintanya untuk mengurusi korban. Dan ternyata korban salah satu karyawan yang bekerja di pabriknya.

Kembali ke rumah Salma

Para pelayat satu persatu sudah meninggalkan rumah Salma, kini tinggal Ari yang masih berada di rumah Salma.

“Ini tolong di terima, uang ganti rugi serta belasungkawa dari Tuan,” Ari menyodorkan amplop yang berisikan uang di hadapan Pamannya Salma.

“Dan tolong kasus kecelakaan ini jangan di perpanjang dan dilaporkan ke pihak polisi, di dalam amplop ini ada uang sebesar seratus juta, saya rasa ini cukup sebagai uang damai,” ujar Ari lagi.

Paman Didit dan Bibi Tia saling bersitatap seakan ada hal yang harus di bicarakan sebelum mengambil keputusan masalah perdamaian atas kasus kecelakaan yang menimpa kakaknya.

“Saya belum bisa menerima uang damai ini, masalah ini saya harus berembuk dulu dengan istri saya. Karena ini bukan hanya masalah kehilangan nyawa kakak saya, tapi nasib anak yang di tinggalkan oleh almarhum kakak saya, ada anak gadis yang di tinggalkannya, dan sekarang entah bagaimana nasib ke depannya," tolak Didit.

Ari menghela napas panjang, mendengar penolakan uang damai yang di berikan oleh Tuannya.

“Kalau bisa saya ingin bertemu terlebih dahulu dengan orang yang telah menabrak kakak saya,” pinta Didit, dengan sikap tegasnya.

“Tuan saya, orang sibuk jadi tidak bisa ke sini. Justru itu saya yang mewakilkan beliau untuk hadir di sini.”

“Kalau tidak bisa bertemu, maka kasus ini sebaiknya saya laporkan ke pihak berwajib, lagi pula sudah ada orang yang bersedia menjadi saksi!” ancam Didit.

Ari terlihat tampak berpikir, “baiklah akan saya menyampaikan ke Tuan atas keinginan anda, kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Ari.

“Silahkan." Didit mengantar pria yang berpostur tinggi dan gagah keluar rumah Salma.

Setelah memastikan tamu yang terlihat kaya dari sosok penampilannya telah meninggalkan rumah Salma, Paman Didit kembali masuk ke dalam.

“Mas kok uang tadi tidak di terima aja, lumayan loh seratus juta, bisa kita bagi-bagi,” ujar Bibi Tia.

“Kamu kalau persoalan uang aja cepat deh, memangnya kamu tidak bisa pikirkan masalah masa depan Salma keponakan saya!!” tegur Paman Didit. Bibi Tia tertegun sesaat.

Pama Didit duduk bersila di atas alas tikar, sambil menghela napas panjang.

“Selanjutnya Mas Didit, maunya seperti apa dengan masalah Salma?” tanya Bibi Tia turut duduk di samping suaminya.

“Anak kita ada tiga, di tambah Salma, yang mau tidak mau kita berdua harus mengurusnya. Otomatis sudah jadi tanggung jawab saya. Tapi keuangan kita juga serba kekurangan, buat kehidupan sehari-hari saja kita luntang lantung kalau gak di bantu almarhum bapaknya Salma,” Paman Didi mengurut dada, memikirkan kehidupan ke depannya, pasti akan terasa berat setelah meninggalnya bapaknya Salma.

Bersambung ...

Halo Kakak Readers yang cantik dan ganteng, kembali di kisah terbaru Salma Hadeeqa dan Kavin Ardana Adiputra. Semoga kisahnya bisa menghibur.

Dan seperti biasa mohon dukungannya untuk karya recehan yang isinya halunya Mommy Ghina 😁. Tinggalin jejak, komen, like, vote, di kasih hadiah juga senang. Dan jangan lupa rate ⭐⭐⭐⭐⭐

Plus mengingatkan jangan kasih rate ⭐ 1, 2 ,3, karena tidak ada untungnya buat kakak readers, tapi berharga buat yang nulis, percaya deh. Kalau tidak suka dengan ceritanya, sebaiknya di tinggalkan saja.

Seperti novel sebelumnya, ada ada Give Away buat pembaca setia ya....Terima Kasih

Love You sekebon 🌻🌻🌻🌻🌻

Salma Hadeeqa

Kavin Ardana Adiputra

Ide Bibi Tia

“Selanjutnya Mas Didit, maunya seperti apa dengan masalah Salma?” tanya Bibi Tia turut duduk di samping suaminya.

“Anak kita ada tiga, di tambah Salma, yang mau tidak mau kita berdua harus mengurusnya. Otomatis sudah jadi tanggung jawab saya. Tapi keuangan kita juga serba kekurangan, buat kehidupan sehari-hari saja kita luntang lantung kalau gak di bantu almarhum bapaknya Salma,” Paman Didit mengurut dada, memikirkan kehidupan ke depannya, pasti akan terasa berat setelah meninggalnya bapaknya Salma.

“Mas Didit, Salma sebentar lagi kan lulus SMU bagaimana kalau mas Didit minta uang yang banyak terus minta sama orang yang nabrak Mas Yudo, menikahi Salma sebagai bentuk pertanggung jawaban. Jadi kalau Salma di nikahi oleh orang itu, kita gak akan repot memikirkan masa depan Salma,” usul Bibi Tia.

“Menikah! Kalau orang itu sudah menikah atau sudah tua bagaimana!! Saya gak tega keponakan saya menikah dengan pria yang tidak jelas!!” tukas Paman Didit.

“Begini loh Mas Didit, gak pa-pa pria itu statusnya menikah, sudah tua atau sudah kakek-kakek. Lagi pula pria bisa menikah lebih dari satu kok! Yang penting pria itu bisa membiayai kehidupan Salma, syukur-syukur bisa bantuin uang belanja kita tiap bulan!!” ide terlintas di otak Bibi Tia.

“Coba Mas Didit perhatiin pria yang datang mewakilkan Tuannya, setelan pakaiannya aja udah kayak orang kaya, berarti Tuannya orang kaya banget. Pikirkan lagi usulanku Mas, ini demi kehidupan kita juga. Kalau Tuan itu tidak mau, ancam kecelakaan ini lapor ke polisi, jadi tinggal pilih mau di penjara lama atau memberikan kita uang dan menikahi Salma,” ujar Bibi Tia, yang termasuk licik orangnya.

Paman Didit tampak mencerna semua ide istrinya, ada benarnya. Apakah ide istrinya harus di coba??

🌻🌻🌻

Salma masih berbaring lemah di ranjang kecilnya,, tak kuasa membuka matanya yang terasa berat.

Retno sepupu Salma, anaknya Paman Didit setia menunggu Salma siuman. Di balurnya minyak angin ke beberapa bagian tubuh Salma, berharap saudaranya cepat sadar.

“Eeugh ...,”lenguhan terdengar dari bibir Salma, kemudian gadis itu mulai mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali.

“Salma,” panggil Retno, sambil memijat tangan Salma.

“Retno ... bapakku ... hiks ... hiks." Salma kembali teringat jika bapaknya telah tiada di dunia ini, dan gadis itu kembali menangis.

“Salma, yang sabar,” Retno berusaha menenangi saudara sepupunya.

Bibi Tia yang mendengar suara tangisan dari kamar, bergegas masuk ke dalam kamar Salma,”Nak, jangan menangis lagi, kasihan bapakmu kalau kamu menangis terus, bapakmu akan tersiksa, ikhlaskan kepergian bapakmu. Masih ada paman dan bibimu yang akan menemanimu,” Bibi Tia turut menenangi keponakan suaminya.

Dalam isak tangisnya dan masih dalam pembaringannya, Salma menatap wajah bibi Tia dan Retno. Mengikhlaskan kepergian orang yang sangat berarti tidaklah mudah, apalagi orang tua sendiri.

Gadis itu masih dirundung kesedihan yang tidak bisa di hentikan secepat itu, seperti kran air yang bisa di tutup jika sudah banjir dalam wadahnya.

“Bapak ... ibu ... hiks ... hiks,” tangisan pilu itu masih terdengar jelas dari mulut Salma, Retno dan Bibi Tia hanya bisa menemani, tak mungkin di tinggalkan begitu saja, seorang diri.

Sedangkan di luar kamar, para tetangga saling bahu membahu menyiapkan tahlilan untuk almarhum bapaknya Salma, yang akan di gelar setelah bada Isya.

🌻🌻🌻

Hotel

Pria tampan dengan tubuh gagah tapi raut wajahnya terkesan tegas dan arogan, tampak berdiri tak jauh di ruang tamu yang ada di dalam kamar tempat pria itu menginap.

“Keluarga korban tidak terima uang damai sebesar seratus juta itu, ck!!” Lidah pria itu berdecak kesal.

“Iya Tuan, adik korban tidak mau terima uang damai ini,” jawab Ari asisten pribadi pria itu.

“Apa yang mereka inginkan?”

“Mereka minta bertemu dengan Tuan, setelahnya baru memutuskan. Jika Tuan tidak menyanggupi permintaan mereka, maka kasus kecelakaan ini akan di laporkan ke pihak berwajib," lapor Ari, hasil pertemuannya.

“Ada-ada saja, mereka berani mengancam saya!!” geram pria itu.

“Ini bukan kasus bisnis Tuan, ini kasus kecelakaan, yang telah merenggut nyawa seseorang,” Ari mengingatkan kepada Tuan Besarnya.

“Ya saya tahu itu!!” Pria itu tidak terima di ingatkan kecelakaan tadi pagi akibat kecerobohannya sendiri.

“Jadi bagaimana Tuan keputusannya, biar masalah ini cepat tuntas. Karena jadwal Tuan harus segera kembali ke ibu kota," tanya Ari.

“Baiklah, kamu agendakan pertemuan besok siang dengan keluarga korban, di restoran hotel ini,” akhirnya pria itu memutuskan untuk bertemu dengan keluarga korban.

“Baik Tuan, kalau begitu saya segera hubungi adik korban,” Ari dengan sigapnya menelepon Didit untuk memberitahukan pertemuan besok siang.

🌻🌻🌻

Esok hari ...

Salma Hadeeqa, gadis berusia 18 tahun memiliki wajah blasteran menuruni wajah almarhumah ibunya yang punya darah campuran Padang Belanda.

Terlihat termenung, duduk di samping makam bapaknya, wajahnya tampak sendu dan kedua mata indahnya mengalir air mata, sedangkan bibir ranumnya melafadzkan doa untuk almarhum bapaknya.

Paman Didit dan Retno setia menunggu Salma yang masih berada di samping makam bapaknya.

“Salma, waktunya kita pulang, matahari sudah mulai terik,” pinta Paman Didit dengan menyentuh bahu keponakannya. Tidak terasa mereka bertiga sudah lama berada di TPU, dan selama itu juga Paman Didit melirik jam tangannya, karena teringat akan temu janji dengan orang yang menabrak kakak kandungnya.

Gadis itu mendongakkan kepalanya melihat wajah Paman Didit, kemudian Retno membantu Salma untuk bangun dari duduknya di atas tanah. Langkah kaki gadis itu terasa enggan meninggalkan tempat pemakaman, Retno segera merangkul bahu Salma yang mulai terhuyung, takut jatuh tak sadarkan diri di sana.

Dengan sepeda motor yang dikemudi oleh Paman Didit, mereka bertiga kembali ke rumah Salma. Selepas Paman Didit mengantar Salma dan Retno pulang ke rumah, Paman Didit melanjutkan perjalanannya menuju kota ke tempat hotel yang telah diberitahukan oleh Ari.

🌻🌻🌻

Hotel

Ari sang asisten pribadi terlihat mondar mandir di lobby hotel, menanti kedatangan Didit, yang kelihatannya datang tidak tepat waktu yang telah di janjikan.

Dari luar lobby hotel terlihat seorang pria dengan penampilan sederhananya berjalan dengan cepatnya.

“Anda sudah di tunggu oleh Tuan saya,” tegur Ari, ketika pria itu menghampiri dirinya.

“Telat sedikit apa salahnya menunggu!!” ujar kasar Paman Didit.

“Silahkan anda ikuti saya,” pinta Ari, pria itu melangkahkan kakinya dengan langkah cepat, Paman Didit berusaha mengikuti kecepatan langkah pria itu.

Ari melangkahkan kakinya menuju restoran yang masih berada di hotel tersebut, kemudian masuk ke dalam ruang VIP.

Terlihat ada seorang pria tampan duduk di salah satu bangku, dan sudah pasti dengan sorot mata tajamnya, tampan tapi terkesan sadis terlihat dari wajahnya.

“Pak Didit kenalkan ini Tuan Kavin Ardana Adiputra,” Ari memperkenalkan Didit dengan Kavin. Di antara mereka berdua tidak ada yang satu pun yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Antara Kavin dan Didit sama-sama sedang saling mengamati.

Ck ... pria kampungan !! batin sombong Kevin.

bersambung ...

4 NOVEMBER 2023

HIMBAUAN SEKALI LAGI BUAT KAKAK READERS !! SEMAKIN KARYA INI SERING BERADA DI BERANDA, SEMAKIN BANYAK YANG KASIH RATE 1, PADAHAL SEJAK AWAL SUDAH DIBERITAHUKAN JIKA TIDAK SUKA ALUR CERITANYA SILAKAN TINGGALKAN TANPA PERLU KASIH BINTANG 1, 2, 3!!! GARA-GARA JARI LINCAH BEBERAPA PEMBACA BIKIN RATE KARYA INI TURUN.

KAKAK SEMUA DI SINI BACANYA GRATIS, APA SUSAHNYA HARGAI PENULIS YANG SUSAH PAYAH MENULIS DI SINI!!! KAMI GAK DIBAYAR SAMA KALIAN!!

SESAK LOH RASANYA SEENAKNYA DI KASIH RATE 1, KALIAN GAK TAHU KALAU NASKAH SAYA DI SINI TIDAK DAPAT APA-APA! APALAGI DI REGULASI BARU INI, UNTUK DAPAT 200 RIBU AJA HARUS BERSUSAH PAYAH!!

TOLONG HARGAI KARYA PENULIS, BUKAN HANYA KARYA SAYA SAJA!!

Kesepakatan Paman Didit dan Kavin

“Pak Didit kenalkan ini Tuan Kavin Ardana Adiputra,” Ari memperkenalkan Didit dengan Kavin. Di antara mereka berdua tidak ada yang satu pun yang mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Antara Kavin dan Didit sama-sama sedang saling mengamati.

Ck ... pria kampungan !! batin Kevin sombong.

Dua pria dengan kasta yang berbeda, walau sama-sama menggunakan setelan celana bahan dan kemeja, namun terlihat sekali perbedaannya. Mereka berdua bagaikan bumi dan langit.

Tatapan Paman Didit ketika melihat pria yang penuh dengan karismatik, terlihat menahan emosi, ingin rasanya salah satu tangannya melayangkan bogeman mentah ke wajah tampan tersebut.

Sedangkan pria yang ditatap, membalasnya den

gan tatapan dingin dan sedikit mencemoohkan.

“Didit.” Paman Didit akhirnya mengulurkan tangannya, untuk berjabat tangan. Namun sayangnya Kavin tidak menyambutnya.

“Silahkan duduk Pak Didit,” Ari mempersilahkan tamu Tuannya untuk duduk. Paman Didit memilih duduk berhadapan dengan Kavin.

“Jadi Anda yang telah menabrak kakak saya, sampai kehilangan nyawanya!!” tegur Paman Didit, nada agak meninggi. Paman Didit menilai jika pria yang ada di hadapannya usianya tidak jauh beda seperti dirinya, atau mungkin lebih muda dari usia Didit, jadi tidak perlu memanggilnya Bapak atau Tuan.

“Kecelakaan yang tidak di sengaja,” jawab santai Kavin, tanpa merasa bersalah.

“Saya sudah mengutus asisten untuk mengantarkan uang damai, kenapa Anda tidak menerima?” sambung Kavin, dengan memasang wajah dinginnya.

“Dengan mudahnya Anda memberikan kami uang damai, tanpa datang melihat sendiri keadaan korban, dan mengucapkan kata maaf serta belasungkawa kepada kami selaku keluarga korban yang di tinggalkan!!” balas dengan tegasnya Didit berkata.

“To the point saja berapa yang Anda minta agar urusan ini kelar! Tidak usah di perpanjang urusan kecelakaan ini?” Kavin bisa menebak jika pria kampung yang datang ini akan memeras uangnya.

Pria ini kelihatannya cukup kaya walau tidak terlihat muda lagi, saya rasa bisa meminta dia untuk menikahi Salma, batin Didit.

“Kakak saya, memiliki anak gadis yang di tinggalkan, usianya baru 18 tahun dan masih duduk di kelas 12,” ucap Didit, tanpa memutuskan tatapan matanya.

Kavin mengernyitkan dahinya, hingga kelihatan satu kerutan di dahinya.

“Lalu apa hubungannya dengan anak korban?” tanda tanya Kavin.

“Anak korban sekarang sebatang kara, sebelum meninggal Bapaknya, empat tahun yang lalu baru kehilangan ibunya. Sekarang yatim piatu,” balas Didit.

“Saya minta uang damai sebesar 300 juta, serta Anda harus bertanggung jawab dengan masa depan anak korban yaitu dengan menikahinya. Karena saya tidak sanggup menanggung beban hidup dan merawat keponakan saya,” pinta Paman Didit terkesan memaksa.

“Hahahaha ... Anda bilang saya harus menikahi anak korban ... ck, bocah ingusan baru umur 18 tahun!” Kavin tertawa terbahak-bahak.

“Ari coba dengan permintaan bapak ini, saya harus menikahi gadis kampungan yang masih bocah ingusan sebagai alasan bertanggung jawab akan masa depannya." Kavin benar-benar melanjutkan tertawanya.

Ari hanya tersenyum tipis, tidak bisa memberi tanggapan kepada tuannya.

“Jika saya tidak bisa menikahi keponakan Anda, bagaimana!” balas Kavin kembali dengan wajah seriusnya.

“Saya tidak segan untuk melapor kejadian kecelakaan kemarin pagi ke pihak berwajib!!” ancam Didit tidak main-main.

Reputasi Kavin sebagai pengusaha akan hancur jika sampai kejadian tersebut sampai terlapor ke pihak berwajib. Terpaksa pria tampan itu memutar otaknya.

“Bagaimana kalau uang damainya saya beri 500 juta, dan tanpa harus menikahi keponakan Anda?” Kavin berusaha bernegosiasi.

Paman Didit berpikir sejenak, setelah mendapat tawaran uang sebanyak 500 juta.

“Apakah Anda sudah menikah, hingga tidak bisa menikahi keponakan saya?” tebak Didit, karena melihat wajah Kavin yang tidak terlalu muda dan juga belum terlihat tua, pastinya sudah menikah dan mungkin saja sudah punya beberapa anak.

“Ya saya sudah menikah, dan tidak mungkin akan menikah dengan wanita lain. Karena saya sangat mencintai istri saya,” tukas Kavin.

“Anda tidak perlu mencintai keponakan saya, cukup nikahi keponakan saya secara siri kalau tidak bisa melegalkan pernikahannya. Setelahnya terserah Anda mau di anggap istri atau pembantu di rumah Anda,” tawar Didit, agar pria yang ada di hadapannya mau menikahi Salma.

Ari yang mendengar ucapan Didit seketika terbelalak sungguh teganya seorang paman menikahkan keponakan cantiknya hanya untuk lepas dari tanggung jawab, dan membiarkan keponakan cantiknya untuk di jadikan pembantu oleh pria yang akan menikahinya.

Kavin mencoba memahami permintaan keluarga korban, menikahi anak korban tanpa cinta, dan anggap saja sebagai pembantu. Sepertinya ide yang bagus, tapi di satu sisi dirinya seperti mengkhianati istrinya.

“Jika Anda tidak bisa, maka saya permisi. Urusan kita sampai di sini, sampai ketemu si kantor polisi,” Didit beranjak dari duduknya.

“Tunggu ...,” cegah Kavin, agar Didit kembali duduk dan tidak pergi terlebih dahulu.

“Baiklah saya menerima permintaan Anda, tapi ada syarat yang harus Anda terima!”

“Persyaratan apa?”

“Saya akan menikahi keponakan Anda secara siri, akan tetapi tetap keponakan Anda tinggal di desa, saya tidak bisa membawanya ke tempat saya karena saya sudah punya keluarga. Dan sebagai tanggung jawabnya tiap bulan saya akan memenuhi nafkah lahirnya. Jadi hanya sekedar menikahinya saja, tidak lebih dan jangan banyak menuntut. Jika Anda tidak terima persyaratannya, maka silahkan Anda laporkan saya ke pihak berwajib,” tukas Kavin, menjawab permintaan Didit.

Sepertinya persyaratannya tidak terlalu susah, nanti tinggal bicarakan dengan Salma, batin Didit.

“Baik kalau begitu saya terima, uang damai 300 juta dan Anda bersedia menikahi keponakan saya secara siri.” Paman Didit menyetujuinya.

“Jadi kapan saya harus menikahi keponakan Anda?”

“Besok siang, lebih cepat lebih baik!!” ujar Paman Didit.

“Satu lagi jangan mengundang orang banyak, dan pernikahan ini hanya ijab kabul saja, tidak ada resepsi,” kata Kavin penuh penegasan.

“Baik, akan saya menuruti permintaan Anda,” balas Paman Didit.

Kesepakatan antara pihak korban dan tersangka terjadi di siang hari ini. Ari sebagai asisten akan menyiapkan surat kesepakatan sesuai perintah Tuan Kavin, agar ke depan tidak  ada tuntutan kembali.

🌻🌻

Sore hari Paman Didit sudah kembali ke  rumahnya, dan kebetulan rumahnya bersebelahan dengan rumah kakaknya, bapaknya Salma.

Sesampainya di rumah, Paman Didit memberitahukan hasil pertemuannya dengan sang penabrak, dan terlihat senyum sumringah dari Bibi Tia, setelah mendengar uang sebesar tiga ratus juta. Buat wanita paruh baya itu, angka yang sungguh luar biasa banyak.

Pikiran wanita paruh baya itu mulai berkhayal akan belanja ke kota, lalu membeli gelang, kalung emas. Kemudian mengganti perabotan rumahnya, sungguh senang sekali hati Bibi Tia.

Paman Didit dan Bibi Tia mulai ke rumah Pak RT setempat untuk meminta bantuan untuk mengelar acara akad nikah Salma, dan Pak RT menyanggupinya. Kemudian Tia segera memesan beberapa makanan untuk acara besok.

Sedangkan keadaan Salma, masih tergolek lemas di kamarnya, gadis itu seperti tidak ada nyawanya. Untuk makan saja, gadis itu tidak berselera  apalagi untuk melakukan kegiatan sehari harinya. Dan untungnya wali kelas di sekolahnya memberikan izin masa berkabung untuk Salma, tanpa menentukan berapa harinya, se siap Salma nya saja.

bersambung ...

Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya. Terima kasih sebelumnya.

Love you sekebon 🌻🌻🌻🌻

Salma lagi sakit

Ternyata Kavin sudah punya istri

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!