NovelToon NovelToon

You'Re My Boy

Kejadian di Bali 1

Bali 

Boy baru saja mendarat dengan helikopter pribadinya. Langit di Bali masih tampak sangat gelap, karena ini baru jam 4 pagi. Boy menggunakan kacamata hitam supaya klien nya tidak melihat matanya yang sedikit bengkak. Ya, Boy sangat lelah karena pekerjaan akhir-akhir ini menguras waktu dan tenaganya. Dia yang biasanya bermain, kini harus melakukan banyak hal, karena klien nya semakin banyak. Seperti hari ini, klien Boy yang notabene adalah seorang pengusaha tambang meminta Boy menemuinya saat ini juga di Bali. Dan uniknya, dia tidak ingin perjalanan Boy ini diketahui oleh orang lain dan pertemuan mereka pun diadakan di pantai. 

Boy sudah memenuhi permintaan yang pertama. Dia terpaksa harus menggunakan helikopter pribadi untuk bisa ke Bali. Ini bukan soal sulit untuk Boy, karena dia tinggal menelepon orang suruhannya untuk menyiapkan helikopter yang hampir tidak pernah dia pakai. Yang sulit justru adalah ketika kliennya meminta bertemu di pantai jam 4 pagi. 

Apa tidak ada tempat lain yang lebih menarik? 

Saat ini Boy sudah meluncur ke sebuah pantai di Bali menggunakan mobil sewaan. Selama perjalanan, sudah tidak terhitung lagi berapa kali pria itu menguap. Boy harus menyelesaikan semua ini dengan cepat, lalu dia akan menyewa salah satu hotel untuk istirahat sebentar. 

Pantai kelingking di Nusa Penida terlihat sepi. Tentu saja sepi, karena ini masih terlalu pagi bagi orang-orang menyambangi pantai. Boy memarkirkan mobil di tepi jalan, lalu dia berlari menemui seseorang dengan topi dan jaket hitam yang berdiri di pinggir pantai. 

“Anda terlambat 5 menit.” Kata pria itu sambil menatap jam tangan mewahnya. 

Boy berusaha untuk sabar. Dia sebenarnya sangat kesal, tapi dia harus ingat jika klien nya ini bukan orang sembarangan. 

“Maaf, ini pesanan anda.” Boy memberikan sebuah flashdisk yang berisi program yang di minta orang itu. 

“Baiklah, saya pergi. Soal pembayaran, anda datang saja nanti malam ke night club X . Duduk di meja nomor 13, nanti orang saya akan mengantarkan untuk anda.” Jelasnya dengan detail. 

Boy mengangguk tanda mengerti. Padahal dalam hatinya, dia sedang mengumpat kenapa orang itu begitu ribet. Apakah dia tidak tau teknologi dan menggunakan sistem transfer saja? Atau dia sedang merencanakan sesuatu? 

Sementara Boy berpikir, orang itu sudah berlalu dari pantai. Kini hanya tinggal Boy yang berdiri seorang diri di bibir pantai. Dia pontang-panting secapatnya pergi ke sini, dan bicara pada klien nya tidak sampai 5 menit. Sungguh melelahkan. Boy akhirnya memilih duduk lebih dulu, sambil menunggu sunrise.

Kalau di pikir-pikir, sudah lama sekali Boy tidak berlibur. Daripada mubazir, anggap saja ini sebagai liburan singkat. 

Baru saja duduk dan menengok ke sekitar, Boy menangkap sosok wanita dengan baju putih yang berdiri di pinggir tebing. 

Boy mengucek matanya untuk memastikan bahwa itu bukan halusinasi. Dan setelah berulang kali melakukan itu, Boy bisa memastikan kalau apa yang dilihatnya memang nyata. 

Secepat kilat, Boy berlari menuju ke tebing untuk menghampiri wanita itu. 

Dia tidak ingin masuk berita karena menjadi saksi aksi bunuh diri di sini. 

“Hey, tolong jangan nekat.” Teriak Boy dengan nafas tersengal. 

Wanita itu menoleh. Ekspresi Boy berubah seketika karena dia mengenal sosok wanita di depannya. Wajahnya tampak sendu dan juga pucat. 

“Marsha? Ngapain lo di situ? Mana si Bear?” Tanya Boy dengan nada heran. Bear adalah sebutan untuk bodyguard Marsha yang selalu mengikutinya kemana pun. 

Karena tidak mendapat jawaban dari Marsha, Boy menjadi sedikit panik. “Lo ga niat untuk bunuh diri kan?” Lanjutnya sambil melangkah mendekat. 

“Sudah ga ada gunanya aku hidup,Boy. Juna sudah menikah dengan Tiffany dan sebentar lagi mereka akan punya anak.” Marsha menutup wajah dengan kedua tangannya. 

“Mars, lo itu cantik, pintar, berpendidikan, masih banyak yang mau sama lo. Kalau lo bunuh diri, nanti Bear akan kehilangan teman bermain.” Hibur Boy. Dengan perlahan tapi pasti, Boy mendekati Marsha dan kini sudah ada di depannya. 

Marsha menggeleng. Dia merasa tidak bisa menerima semua ini. Marsha melangkahkan satu kakinya ke ujung jurang, tapi Boy dengan sigap menarik Marsha dengan sekuat tenaga, sampai akhirnya Marsha jatuh dalam pelukannya. Satu tangan Boy melingkar di pinggang Marsha, lalu satunya lagi menahan punggung Marsha sebagai antisipasi jika wanita itu berontak. 

“Boy..” panggil Marsha. 

“Sudah Mars, tidak apa-apa. Ada gue di sini.” Boy menenangkan Marsha dan seketika itu dia merasa seperti Hero yang sedang menolong orang yang kesusahan. Dia tahu, meskipun Marsha sedikit licik dan kejam, tapi Marsha sebenarnya orang yang baik. Marsha pasti sangat terpukul karena Juna, mantan pacarnya sudah menikah dengan orang lain. 

Boy mendekap Marsha cukup lama, tapi dia merasakan ada yang janggal. Dia tidak mendengar suara isak tangis, tapi malah mendengar suara cekikikan. 

“Hey, lo ga nangis?” 

“Gimana akting gue, bagus kan?” Marsha mendongak ke atas dan melihat reaksi Boy yang tampak shock bercampur dengan kesal. 

“Jadi lo gak niat bunuh diri?” Boy menyeringai pada Marsha yang masih tertawa. 

Marsha menggeleng. Dia sebenarnya sedang berlatih akting untuk mengikuti casting film nanti siang. 

Boy tiba-tiba mengangkat Marsha. Dia membawa Marsha untuk lebih dekat dengan jurang. Marsha tentu saja berteriak-treriak sambil memukul Boy. 

“Lepasin gue, Boy. Gue belum mau mati.” 

“Gue bantu lo supaya lo cepet jadi putri duyung.” 

“Boooooy” Marsha memberontak sekuat tenaga. Dia mendorong Boy dengan kuat, sehingga Boy terhuyung ke belakang. Kini keduanya terjatuh dengan posisi badan Marsha berada di atas badan Boy. 

“Mars,, tangan lo.” Boy menunjuk tangan Marsha yang memegang dadanya. 

Marsha tersadar. Dia segera melepaskan tangannya dari dada bidang Boy. Marsha lalu bangun sambil membesihkan bajunya yang kotor. 

Boy akhirnya bisa bernafas lega. Dia menyandarkan badannya pada sebuah batu, karena badan Marsha ternyata mengakibatkan pinggangnya sakit. 

“Kamu betul-betul aneh.” Keluh Boy. 

“Makanya jangan ikut campur urusan orang.” Omel Marsha. Dia merasa ini bukan salahnya. Boy yang mendatanginya, jadi Marsha memutuskan untuk berlatih akting dengan Boy. 

Seorang pria berkaos hitam segera mendekat ke arah mereka ketika mendengar teriakan dari Marsha. Orang itu punya badan yang tinggi dan kekar hingga kaos yang dikenakan terlihat sesak. 

“Nona, anda jangan menghilang lagi, nanti saya di marahi Nyonya Lee.” 

“Sorry, Ken. Aku butuh ketenangan untuk belajar akting.” Marsha meringis sambil memegang lengan Ken. 

“Boy?” Pandangan Ken beralih pada Boy yang baru saja berdiri. 

“Hai, Bear. Lama tidak bertemu.” Sapa Boy pada bodyguard Marsha. 

“Kenapa dia ada di sini?” Ken bertanya pada Marsha dengan pandangan curiga. 

“Sudahlah, biarin. Mungkin dia kurang kerjaan.” Jawab Marsha asal. Dia menarik lengan Ken untuk segera pergi dari situ. 

Lengkap sudah kesialan Boy pagi ini. Boy yang kini sendirian di situ juga memutuskan pergi mencari hotel untuk menginap. Dia butuh mengembalikan energi supaya tidak menjadi gila seperti Marsha. 

Kejadian di Bali 2

Semua mata memandang Marsha dan Ken dengan heran. Masalahnya, ini adalah tempat casting khusus para wanita, tapi Ken dengan percaya diri duduk di sebelah Marsha. Tentu saja dengan badan yang bagus dan wajah yang glowing, Ken menjadi incaran para wanita yang akan ikut casting. Mereka bukannya berlatih, malah sibuk memandangi Ken.

Tapi Ken Tidak peduli. Dia sudah nyaman dengan kursinya. Lagi pula, tugasnya adalah menjaga Marsha sejak majikannya itu membuka mata, sampai dia tidur.

"Ken, kalau aku lolos kamu akan aku traktir makan di hotel bintang 5." Ledek Marsha.

"Cepat selesaikan nona.. mereka mulai bertindak anarki." Ken berbisik sambil melirik ke arah wanita yang sedang memotret nya.

"Jangan terlalu kaku.. Kamu harus bisa mendekati wanita." saran Marsha sambil terkekeh.

Masalahnya adalah, Ken orang yang sangat pendiam dan juga dia tidak pernah terlihat dekat dengan seorang wanita. Padahal, jika dilihat Ken cukup tampan dan penampilannya selalu rapi.

Ken hanya diam. Dia kembali pada kesibukannya, main game online, sedangkan Marsha kembali menghafal naskahnya.

Ya, setelah putus dari Juna, Marsha banyak melakukan perubahan dalam hidupnya. Dia pindah ke apartemen, dan dia mulai mencari kesibukan lain dengan ikut casting.

Ny.Lee terpaksa mengikuti kemauan Marsha dengan syarat Ken harus mengikuti Marsha kemana pun. Ken bahkan tinggal di samping apartemen Marsha. Tapi, Marsha tidak masalah karena dia sudah lama mengenal Ken. Marsha akan dengan senang hati membawa Ken kemana pun dan kapanpun.

"Nona Marsha Lee." Panggil salah seorang kru dari balik pintu.

Marsha melompat senang. Akhirnya gilirannya datang juga. Sebelum masuk, Marsha menarik nafas panjang. Dia juga merapikan dress nya dan tidak lupa memasang senyum lebar.

Ken berdiri mengikuti Marsha di belakangnya, tapi Marsha menahan Ken tepat di pintu masuk.

"Kamu di situ dulu Ken..tidak akan terjadi apa-apa di dalam."

"Baik nona" Ken mundur. Dia membiarkan wanita itu pergi dengan pandangan cemas.

Marsha tersenyum pada 2 orang yang duduk di tengah ruangan. Satu sudah berumur dan botak. Marsha melihat di meja ada nametag dengan nama Bima. Sedangkan satu lagi seorang wanita cantik seusianya yang wajahnya tidak asing lagi, karena sering bolak balik muncul di televisi. Namanya Andrea.

"Halo Nona Marsha Lee.. apa anda siap?" Tanya Bima ramah.

"Ya.." Marsha menarik nafas panjang, lalu mulai berakting menjadi wanita yang putus asa karena ditinggal kekasihnya. Adegan nya hampir sama seperti latihan di pinggir pantai tadi pagi.

"Bagaimana?" Tanya Marsha percaya diri.

Andrea tertawa kencang, membuat Bima menoleh.

"Wah, akting Lo buruk sekali." Ejeknya setelah selesai tertawa.

"Saya rasa kali ini cukup maksimal." Balas Marsha dengan yakin.

Bima menyenggol Kaki Andrea di bawah meja, tapi tampaknya Andrea hanya memandang Marsha dengan tatapan cukup tajam.

"Lo tau kekurangan Lo?" "Lo kaku, akting Lo juga aneh..kenapa Lo mau jadi pemain film? Apa Lo mau cari sensasi aja karena Lo udah di campak kan Juna?" Oceh Andrea.

Marsha hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Andrea. Tangannya sudah terkepal, tapi dia masih bisa menahan ekspresi wajahnya supaya tidak meledak.

"Jaga bicara anda." Tiba-tiba sebuah suara memecah keheningan.

Ken muncul dari pojok ruangan dengan kaos polo hitam yang mirip digunakan para kru. Sejak tadi dia ada di ruangan mendengarkan mereka. Dia mengancam salah satu kru, sehingga kru itu meminjamkan pakaiannya pada Ken.

Marsha sekali lagi harus menahan tangan Ken yang kini berdiri di sebelahnya. Jika Marsha tidak melakukan ini, sudah dapat dipastikan, bodyguard nya itu bisa mencekik leher Andrea.

Ken menatap Andrea dengan pandangan sengit.

"Saya tidak suka mencari sensasi. Karena saya sudah menyelesaikan casting ini, jadi saya permisi."

Marsha memberi kode pada Ken supaya pergi dari ruangan. Ken segera berbalik untuk mengikuti Marsha. Dia menyeimbangi langkah Marsha yang berjalan lebih dulu. Lalu, Ken segera melepaskan topi yang di gunakannya untuk dipakaikan pada Marsha.

"Wah, Dre, gue ga ikutan yah.." Bima mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Meskipun ini pertama kali dia bertemu dengan Marsha secara langsung, tapi dia tahu siapa Marsha Lee. Bima mencari aman karena jika keluarga Marsha sudah turun tangan, karirnya bisa hancur.

"Takut amat sih..dia masih manusia. Masih makan nasi." Andrea hanya melirik, lalu kembali melihat kertas-kertas yang masih menumpuk di depannya.

*

*

*

Marsha melepas topinya ketika sudah duduk manis di dalam mobil. Ken memberikan tisu karena air mata Marsha sudah tidak terbendung lagi.

"Harusnya aku beri wanita jelek itu pelajaran."Omel Ken yang masih tidak terima karena majikannya di hina.

"Kenapa anda tidak membalas dia?" lanjut Ken. Dia memarahi Marsha karena wanita itu hanya diam dan tersenyum.

Ken kenal betul Marsha. Dia gadis yang percaya diri dan tidak mudah ditindas. Atau karena orang tadi menyebut nama Juna? Apakah Marsha masih belum move on dari Juna? Ken mencoba berimajinasi sendiri.

"Ken, kamu jangan bodoh. Kalau kamu hajar dia, dia akan speak di medsos. Masalah akan makin besar." Jelas Marsha setelah lebih tenang.

"Anda memang luar biasa nona.." puji Ken.

Di mana-mana, para wanita akan bertindak dengan hati nya, tapi Marsha kebalikannya.

"Lalu apa rencana anda?" Tanya Ken penuh curiga.

"Minta sekretaris mom untuk batalkan kontrak film layar lebar Andrea." Marsha mengambil kacamata hitam nya di tas, lalu memakainya. Menghancurkan seorang Andrea itu persoalan yang mudah untuk seorang Marsha Lee.

Ya, Marsha tadi menangis bukan karena Andrea bilang aktingnya kaku, tapi karena perkataan Andrea tentang dicampakkan oleh Juna. Meski itu sudah lama berlalu, dari lubuk hatinya, Marsha masih sangat menyayangi Juna.

"Baik." Ken mengangguk dengan semangat.

Itu baru Marsha yang Ken kenal. Begitulah cara kerja majikannya. Mungkin dia sering melihat mantannya, alias Juna yang selalu menggunakan otak untuk menyusun strategi.

"Sekarang anda ingin kemana?"

"Kita ke club saja." Perintah Marsha.

"Tapi..."

"Tidak ada tapi-tapi an. Aku mau ke sana, titik tidak pakai koma."

Ken tidak punya pilihan dan dia segera menjalankan Huracan kuning milik bosnya dengan cepat.

Kejadian di Bali 3

Tidak butuh waktu lama menuju sebuah club yang disebutkan oleh Marsha. Klub X sangat terkenal di Bali. Ken sebenarnya tidak suka tempat ini, karena dia harus ekstra menjaga Marsha. Hanya saja gaya hidup orang kota milyuner memang seperti ini. Marsha duduk di salah satu bangku yang kosong, menikmati musik. Dia tidak minum minuman keras karena Marsha sangat peduli kesehatan. Ditambah lagi, selama pacaran dengan Juna, Marsha dilarang keras untuk minum alkohol.

"Hai Marsha Lee.. Kamu di bali?" Seorang pria bule mendekati Marsha.

Ken maju ke depan menahannya, tapi Marsha memberi kode supaya Ken mundur.

Ken mencoba mengamati pria yang duduk dengan Marsha itu. Dia tidak pernah melihat nya, tapi kalau Marsha tidak protes berarti dia kenal orang itu.

Ken tetap bersiaga dekat Marsha. Perasaannya tidak enak, apalagi pria itu membawa sebotol minuman.

"Ngapain Jas? Baru putus cinta lo?" Tanya Marsha sambil tertawa.

Pria itu hanya menghela nafas, lalu meminum vodka yang dipegang langsung dari botolnya.

Mereka berbicara dengan bahasa Inggris. Ken tampak tidak tertarik, karena mereka hanya membicarakan soal kekasih masing-masing.

Marsha menceritakan tentang Juna, dan pria itu menceritakan tentang kekasihnya yang bernama Zoe.

Di tengah percakapan itu, Ken menangkap sosok yang sejak dulu dia cari. Seorang wanita dengan rambut ikal yang menggunakan tank top hijau.

Dia menatap Marsha, dia masih asik bersama teman prianya itu.

"Nona,, saya mau ke toilet dulu. Anda jangan kemana mana." ijin Ken.

Marsha mengangguk mengerti, lalu asyik mengobrol kembali dengan Jasper.

"So, will you stay in bali?" Tanya Jasper sambil menikmati musik.

"No..Aku pulang minggu depan." jawab Marsha sambil menggeser duduknya sedikit menjauh dari Jasper.

Minuman Marsha datang. Marsha segera meminum gelas di depan nya karena dia sangat haus.

"Wah.. Ini masalah." Marsha sadar kalau minuman yang baru saja di minum nya mengandung alkohol karena terasa pait. Ini begitu aneh karena dia memesan minuman soda yang sama sekali tidak mengandung alkohol. Kenapa yang datang berbeda?

Dia harus segera mencari Ken sebelum minumannya bereaksi.

Dan tepat saat mengambil ponselnya, Marsha sudah merasakan kepalanya sakit. Dia bahkan tidak bisa melihat orang-orang di sekitarnya.

"Hey, Marsha.. Are you okay?" Jasper yang juga mulai mabuk segera menolong Marsha yang hampir jatuh dari kursi. Dia tau kalau Marsha mabuk.

"Dia begitu cantik.." Otak kotor Jasper segera berjalan. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Bahkan bodyguard Marsha pun tidak ada. Jasper sudah siap memapah Marsha untuk pergi dari situ. Tapi sebuah pukulan melayang tepat mengenai pipinya dengan keras. Seketika itu juga Jasper tersungkur di kursi.

Setelah cukup sadar, Jasper melihat pria yang berada di depannya. Pria itu mengambil Marsha, dan menggendongnya ala karung beras. Dan tanpa banyak berkata lagi, pria itu membawa Marsha keluar dari bar.

*

*

*

Kamar hotel itu begitu luas. Boy membaringkan Marsha di ranjang dengan hati-hati. Dia sedang pergi ke club untuk mengambil uangnya, tapi tidak sengaja dia malah melihat Marsha sedang bersama pria asing. Boy merasa ada yang tidak beres karena si Bear alias Bodyguard Marsha tidak terlihat. Di tambah Marsha juga sepertinya tidak sadarkan diri. Benar saja, pria itu ingin melakukan hal yang kurang ajar pada Marsha. Jadi Boy berinisiatif untuk mengamankan Marsha.

"Kenapa nasib gue jadi ngurusin cewe-cewe yang patah hati gini sih." Keluh Boy. Dia pernah menghadapi situasi yang sama hampir 3 taun lalu, di mana dia menolong Aeris yang baru saja putus dari Reno. (Kisah mereka di tulis di novel Happy Ending? Silahkan di baca..hehe). Sekarang giliran dia menolong Marsha.

"Keeeen.. Kenapa ini berputar? Apa ada gempa?" Marsha bangun dari ranjang dan berdiri di depan Boy.

"Astaga.. Tidur saja lah.." Boy mentoyor dahi Marsha dengan jari telunjuknya, sehingga Marsha kembali jatuh di ranjang.

Boy memandang jam tangannya. Ini sudah jam 12 malam. Dia harus pergi ke helipad saat ini juga. Tidak ada waktu lagi untuk mengurus Marsha. Boy sudah bersiap pergi, tapi dia merasakan seseorang menepuk pundaknya.

"Ken.." Marsha sudah berada dihadapan Boy kembali. Kali ini Marsha melepaskan cardigan nya dan hanya menyisakan kaos tipis.

"Panas sekali, nyalakan AC nya." Perintah Marsha.

Boy menelan ludah nya. Cepat-cepat ia mengenyahkan pikiran yang mengatakan bahwa Marsha begitu cantik dan sexy.

"Ayo.. Kita tidur.." Boy membimbing Marsha ke ranjang dengan susah payah. Wanita itu sudah kehilangan akal karena dia terus mendekatkan diri pada Boy.

"Haduh.. kenapa jadi gini sih?" Boy berhasil meletakkan Marsha kembali ke ranjang. Dia segera menyelimuti Marsha yang tampak masih tidak sadar itu.

"Marsha.. Kenapa kita selalu bertemu dalam keadaan yang konyol?" Boy bicara sendiri.

"Junaa.. jangan pergi." igau Marsha. Marsha meraih tangan Boy, lalu menggenggamnya.

Boy merapikan rambut Marsha yang berantakan dengan satu tangannya yang masih bebas.Dia dapat melihat air mata mengalir dari sudut mata Marsha yang tertutup.

'Dimana pengawal tidak tau diri itu?' Boy berbicara dalam hati nya. Dia mengambil ponsel Marsha. Boy lalu mencoba menempelkan ponsel pada kelima jari Marsha secara bergantian, dan berhasil pada jempolnya.

Kontak Ken berada di urutan teratas nomer yang paling sering dihubungi oleh Marsha. Boy terkekeh sendiri. Cocok sekali dia memberikan julukan Marsha and the Bear, karena mereka selalu bersama kemana pun.

Ponsel Marsha berdering lebih dulu, tepat ketika Boy akan menelepon Ken.

"Wah, sepertinya dia punya indra keenam." ucap Boy kagum.

"Halo nona, anda di mana?"

Boy diam tanpa bicara apapun. Dia sengaja ingin mengerjai Ken lebih dulu supaya Ken panik.

"Nona Marsha.. kenapa diam saja? Halo.." suara Ken mulai terdengar panik.

"Ehem." Boy berdehem.

"Siapa kamu? Mana Marsha?" Ken tambah panik karena mendengar suara laki-laki.

Boy sudah tidak dapat menahan tawanya lagi. Dia benar-benar geli sendiri membayangkan Si Bear yang kebakaran jenggot.

"Hey, siapa kamu?" ulang Ken.

"Bear, Nona anda sudah aman."

"Boy Setiawan?"

"Kamu jemput dia saja sekarang. Aku akan sharelock hotel dan beritahu kamarnya." Boy mematikan telepon sepihak.

Dia tidak ingin Ken menginterogasinya. Saat ini Boy sudah kehabisan waktu. Dia hanya punya sisa waktu 30 menit lagi untuk kembali ke Jakarta.

Boy meletakan ponsel Marsha kembali pada tempatnya. Dia juga melepaskan tangan Marsha dengan perlahan. Terakhir, Boy menghapus air mata Marsha menggunakan tangannya sebelum dia pergi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!