Di kediaman penerus keluarga Hambalan yang cukup besar untuk dijadikan tempat tinggal sepasang suami istri yang belum mempunyai sang buah hati, suasana tetap sepi tanpa adanya celotehan seorang bayi.
Hubungan Leo bersama istrinya tetap berjalan baik-baik saja tanpa adanya perdebatan antara Anggitinasya dan suaminya. Juga, tidak didapati kecurigaan apapun terhadap Leo Jantrika, sosok yang berstatus suaminya.
Baru saja keluar dari kamar mandi, Leo mendekati istrinya dan duduk di sebelahnya.
“Sayang, benar nih kalau aku tinggal kamu ke luar negeri lagi?” panggil Leo yang sekaligus bertanya pada istrinya yang tengah disibukkan dengan laptopnya.
Anggitinasya yang mendapati sebuah pertanyaan dari suaminya, ia menoleh langsung padanya, dan mengangguk tanda setuju.
“Ya, Sayang, tidak apa-apa. Lagi pula aku sedang ada kesibukan di dunia kerjaku. Maafkan aku yang tidak seperti dulu lagi, yang mana aku selalu menemanimu pergi untuk ke luar negeri. Kamu tahu sendiri kan, aku merasa minder jika harus ikut denganmu.” Jawab Anggitinasya berubah tidak bersemangat, lantaran harus mengingatnya.
Leo yang mengerti akan kegundahan pada istrinya, langsung memeluknya dengan erat.
“Jangan berkecil hati, sayang. Juga, kamu tidak perlu memikirkan omongan dari orang-orang yang hanya akan menjatuhkan mentalmu. Percayalah denganku, ada saatnya kita akan seperti yang lain, bahagia bersama impian kita.” Ucap Leo mencoba untuk memenangkan pikiran istrinya yang tengah bersedih.
Anggitinasya segera melepaskan pelukan dari suaminya, dan menatapnya dengan wajah yang terlihat tak bersemangat.
Anggit mengangguk tanda mengerti dengan apa yang diucapkan oleh suaminya, juga tak lupa untk tersenyum. Tentunya agar tidak merasa terbebani atas keadaan yang sedang dijalaninya.
“Nah, begitu dong. Kita harus optimis, dan jangan mudah menyerah begitu saja. Ya sudah kalau begitu, aku mau bersiap-siap dulu.” Ucap Leo yang teringat jika dirinya harus segera berangkat ke luar negeri.
Anggitinasya yang selalu membantu suaminya bersiap-siap ketika hendak berangkat, dirinya bergegas untuk mempersiapkan keperluan suaminya yang hendak dibawanya.
Sedangkan Leo sendiri juga tidak kalah sibuknya seperti sang istri yang tengah bersiap-siap.
Tidak ada lagi yang tertinggal, Leo dibantu istrinya untuk mengenakan dasinya, juga jasnya sebelum berangkat ke bandara.
“Ingat ya, jangan nakal di sana meski tidak ada aku yang menemanimu.” Ucap Anggitinasya yang tak lepas untuk mengingatkan suaminya.
Leo yang mendengarnya, pun tersenyum pada istrinya.
“Tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam di luar negeri. Cintaku hanya untukmu seorang, sayang.” Jawab Leo dengan senyum, dan mencium kening istrinya dengan lembut.
“Janji, awas loh kalau sampai bohong.” Ucap Anggitinasya seakan memberi ancaman untuk suaminya.
“Enggak, sayang. Aku akan menjaga kesetiaan kita, selamanya.” Jawabnya, dan memeluknya lagi.
Sebelum keluar dari kamar, Leo mencium mesra istrinya.
“Aku berangkat, jaga diri kamu baik-baik.” Ucap Leo yang langsung berpamitan dengan istrinya.
“Ya, sayang, hati-hati. Jangan lupa kalau sudah sampai di luar negri segera hubungi aku.” Jawab Anggitinasya dengan memberi pesan kepada suaminya.
Leo tersenyum pada istrinya.
Setelah itu, Anggit mengantarkan suaminya sampai di depan rumah, tepatnya hingga benar-benar berangkat ke Bandara.
Saat sudah di depan rumah, Leo bergegas masuk ke mobil. Kemudian, dengan perlahan mobil yang ditumpangi Leo telah pergi hingga tak lagi tampak bayangannya.
Sepi, suasana dalam rumah bertambah sunyi tanpa adanya sang suami yang menjadi teman tidurnya, juga teman mengobrol.
Demi masa depan dan kesuksesan, Leo disibukkan dengan dunia kerjanya.
Anggitinasya yang harus kembali masuk ke dalam rumah, ia segera masuk ke kamarnya untuk melanjutkan tugasnya yang belum diselesaikan.
Sedangkan Leo tengah dalam perjalanan menuju Bandara, tiba-tiba dikagetkan dengan suara dering ponselnya.
Dengan cepat, Leo langsung merogoh ponselnya dalam tas yang ia bawa.
Dilihatnya nama kontak, Leo tersenyum melihat layar ponselnya.
“Sebentar lagi aku akan sampai di Bandara, kamu tidak perlu khawatir. Tunggu saja ditempat biasa, nanti aku yang akan menemui kamu.” Ucap Leo, dan segera memutuskan panggilan telpon.
Sedangkan Dion yang berstatus sekretaris dan juga sopir pribadinya Leo yang tengah mengetahui siapa yang menelepon Tuannya, hanya bisa membatin dalam hatinya.
Cukup lama dalam perjalanan menuju Bandara, akhirnya sampai juga. Leo yang merasa lega, akhirnya dapat bernapas lega.
“Dion, lebih baik kamu langsung pulang saja ke rumah. Dan kamu tidak perlu menungguku di Bandara, mendingan kamu segera pulang. Takutnya istriku menunggumu kelamaan, kasihan.” Ucap Leo memberi perintah kepada Daniel.
“Baik, Tuan.” Jawab Dion dengan anggukan.
Kemudian, Dion yang mendapat perintah, segera turun sesuai perintah dari Tuannya.
Setelah koper diturunkan dari mobil, Leo cepat-cepat segera menemui seseorang yang sudah menelponnya.
Sedangkan Dion sendiri segera pulang ke rumah, yakni untuk mengantarkan istri Tuannya berangkat kerja.
Leo yang begitu bersemangat untuk berangkat ke luar negri, kini sudah menemui seseorang yang menelponnya di sudut tempat yang sering dijadikan pertemuan saat hendak berangkat.
Saat bertemu, Leo segera memeluknya. Bahkan, tak malu-malu jika harus mencium keningnya.
“Lama banget sih, sayang. Capek tau, nungguin kamunya. Aku pikir kamu tidak jadi berangkat, hampir saja aku mau pulang.” Ucapnya dengan bibir yang dibuatnya cemberut.
Saat itu juga, Leo justru langsung mencium bibirnya.
“Tenang, Amora ku sayang. Aku gak bakal mengecewakan kamu, aku pasti tepati janjiku. Jangan cemberut gitu dong, entar cantiknya hilang loh.” Kata Leo dengan gaya rayuannya, sedangkan Amora balik memeluknya.
Tanpa ada beban dan merasa tidak bersalah, keduanya seolah tengah dilupakan dengan kenyataan yang ada, yakni status Leo yang sudah beristri.
Tidak ingin berlama-lama berdiri, Leo mengajak Amora untuk pindah ke tempat lain agar lebih nyaman saat duduk berdua sambil menunggu waktu keberangkatan.
Sambil duduk bersebelahan, keduanya sudah seperti kayaknya suami istri. Bahkan, tidak ada rasa malu, seolah urat malunya sudah putus.
Lain lagi dengan Anggitinasya, dirinya tengah disibukkan untuk berangkat kerja.
Sambil menunggu Dion, Anggitinasya sambil mengerjakan pekerjaannya yang harus segera diselesaikan.
“Nona, permisi.” Ucap Dion dengan santun, mau bagaimanapun Anggitinasya adalah istri Bosnya.
Meski keduanya adalah teman dekatnya di masa remajanya, kini bagai atasan dan bawahan. Namun, semua itu tidak membuat keduanya untuk acuh tak acuh, tetap berteman layaknya teman. Hanya saja, Dion maupun Anggitinasya sama-sama menjaga jarak agar tidak menjadi prasangka buruk di mata Leo Jantrika.
“Maaf, tadi aku sedang fokus dengan layar laptopku. Oh ya, bagaimana dengan suamiku, apakah sudah berangkat?”
Dion yang mendapat pertanyaan dari istri Bosnya, sempat diam karena harus menjawabnya apa.
“Tuan Leo tidak mau ditemani, dan meminta saya untuk segera pulang, yaitu untuk mengantar Nona berangkat ke kantor.” Jawab Dion dengan terpaksa harus beralasan dan juga berbohong.
Sebenarnya tidak tega, namun apa adanya yang hanya bisa mengikuti drama majikannya. Mau tidak mau, Dion terpaksa berbohong di hadapan Anggitinasya.
Setelah menunggu jam keberangkatan, akhirnya sudah waktunya untuk bergegas naik pesawat.
Leo maupun Amora segera masuk kedalam badan pesawat. Di dalam, Leo dan perempuan simpanannya duduk bersebelahan.
Perhatian yang diberikan kepada Amora, tidak beda jauh kepada istrinya. Justru, melebihi kepada istrinya sendiri.
Amora yang manja, membuat Leo seakan takluk padanya. Perempuan yang pernah gagal menikah karena tidak adanya persetujuan alias restu, akhirnya keduanya gagal menikah.
Tidak ada pilihan lain, Leo menerima perjodohan dari orang tuanya, yakni menikahi Anggitinasya. Seorang perempuan yang juga dari keluarga yang setara dengan keluarga Leo sendiri.
Anggit yang tengah dalam perjalanan ke kantor, begitu fokus melihat jalanan yang ia lewati.
“Dion, nanti kamu tidak ada kesibukan, ‘kan?” tanya Anggit saat teringat sesuatu.
“Tidak, Nona. Memangnya Nona ada perlu apa?” jawab Dion dan balik bertanya.
“Aku mau pergi ke panti asuhan, seperti biasa kegiatanku di akhir tanggal.” Kata Anggit saat menjawab pertanyaan dari Dion.
“Oh, apakah Nona sudah meminta izin kepada Tuan Leo?” tanya Dion memastikan.
“Sudah, dari hari kemarin aku sudah meminta izin padanya. Dan itupun tidak ada larangan, asal tujuanku tidak untuk bersenang-senang tiada guna.” Jawab Anggit.
“Kalau sudah meminta izin kepada Tuan Leo, saya tidak melarangnya. Saya hanya takut mendapat kesalahan dari Tuan Leo.” Ucap Dion yang kini cara bicaranya yang tetap formal, antara sekretaris dengan Bosnya.
Sebenarnya Anggit sendiri merasa risih, tapi takut juga dengan suaminya, lantaran tidak ada cara menghargai, pikirnya.
Mau tidak mau, Anggit terpaksa harus bicara formal dengan temannya sendiri.
Setelah sampai di depan kantornya, Anggitinasya segera masuk ke dalam. Sedangkan Dion sendiri harus pergi ke kantor Bos laki-lakinya, yakni kantornya Leo Jantrika.
Anggit yang sudah berada didalam ruang kerjanya. Duduk dengan kesibukan pekerjaan yang harus dikerjakan, juga untuk diselesaikan.
“Permisi, Nona. Ini secangkir kopinya.” Ucap salah seorang OB dengan membawakan secangkir kopi pahit untuk Bosnya.
“Terima kasih, Mbak Nena. Oh ya, tolong beresin ruangan istirahat saya ya Mbak?”
“Baik, Nona.” Jawab Mbak Nena dengan sebuah anggukan pelan.
Kemudian, Anggit kembali melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Mbak Nena selaku menjadi OB di kantor, segera membereskan ruang istirahat Bosnya.
Berbeda lagi di tempat yang begitu jauh nan di sana, yakni dalam perjalanan menuju ke luar negri. Leo yang tengah ditemani oleh seorang perempuan, tak membuatnya kesepian. Justru, hari-hari yang dijalani selama tidak didampingi seorang istri, Leo tetap merasa begitu nyaman.
Lebih lagi dirinya tetap mendapatkan pelayanan sebagaimana seperti dari istrinya sendiri, tentu saja tidak membuatnya ada yang kurang.
“Sayang, kamu yakin, istrimu tidak mengetahui hubungan kita ini?” tanya Amora pada Leo sambil bersandar di bagian pundaknya.
Leo merangkul Amora layaknya istrinya sendiri, semakin erat dan menjadi sebuah pelukan yang begitu mesra.
“Istriku sama sekali tidak mengetahui tentang hubungan gelap kita ini, semua berjalan dengan aman.” Jawab Leo dan mengecup keningnya.
Amora yang mendapat perhatian dari Leo, semakin tidak rela jika harus melepaskan miliknya kepada wanita lain.
Entah perbuatan licik yang mana tengah menguasai Amora, hingga dirinya menjalani hubungan gelapnya bersama Leo Jantrika bertahun-tahun lamanya. Kemanapun perginya, Amora selalu menjadi pendamping Leo.
Dengan postur tubuhnya yang sama persis dengan Anggitinasya, juga wajah maupun segala sesuatunya yang hampir mirip, terkadang mudah membuat orang lain terkecoh.
“Sudahlah, sayang. Lebih baik kita tidur saja, lagi pula perjalanan yang kita tempuh memakan waktu yang cukup lama.” Ucap Leo meminta Amora untuk tidur daripada harus mengobrol.
Amora mengiyakan, dan tidur bersandarkan dada bidangnya Leo.
Berbeda dengan Anggit, tengah sibuk dengan pekerjaannya yang belum juga selesai. Ditambah lagi yang tidak terasa sudah waktunya untuk beristirahat dan makan siang.
Sejak suaminya sering disibukkan dengan dunia kerjanya, Anggit akhirnya mengikuti jejak suaminya untuk sama-sama sibuk, supaya dirinya terhindar dari pikiran yang selalu memojokkan dirinya karena belum juga dikaruniai sang buah hati.
“Ah ya, hari ini aku ada janji dengan pihak panti asuhan. Aku harus segera menyelesaikan pekerjaanku ini, baru bisa menghubungi Daniel untuk menjemput diriku dan mengantarkan aku ke panti asuhan, sekaligus ke rumah ayah.” Ucapnya sambil menatap layar komputernya.
Karena sudah waktunya untuk beristirahat dan makan, Anggit menyudahinya dan ikut makan siang bersama karyawan lainnya.
Anggitinasya tersenyum ramah saat mendapat sapaan dari karyawan kantornya, sekaligus mengajak para karyawannya untuk ikut makan siang bersama di kantin.
Setelah itu, beberapa karyawan ikut ke kantin bareng Bosnya. Bisik-bisik tengah dibicarakan oleh karyawannya sambil berjalan di belakang si Bos dengan jarak yang tidak begitu dekat.
Tidak ingin mendapat teguran, buru-buru mengejar langkah kaki Bosnya dan ikutan makan siang bersama karyawan yang lainnya.
Sedangkan dalam perjalanan yang cukup jauh dan memakan waktu yang lama, Leo dan Amora masih melakukan perjalanannya ke negara tujuan. Waktu makan siang pun telah tiba, kedua terbangun dari tidurnya.
Dengan memberi perhatian yang banyak, Amora begitu bahagia saat dirinya diperlakukan melebihi istri sendiri oleh Leo.
Berbeda lagi dengan Anggit, kini tengah makan bersama karyawan yang lainnya di dalam kantin. Sungguh menyakitkan jika hal itu diketahui Anggitinasya atas perbuatan dari suaminya.
Namun, sayangnya sama sekali tidak mengetahuinya. Anggitinasya tidak menoreh kecurigaan sedikitpun pada siang suami, lantaran begitu percayanya atas kesetian suaminya.
Begitu juga dengan Daniel, yang sebenarnya mengetahui atas kebenaran, sama sekali tidak berani untuk melaporkannya pada Anggitinasya. Sebenarnya ada rasa kasihan, lebih lagi temannya dahulu, tapi dirinya tidak mempunyai hak apapun untuk ikut campuri urusan rumah tangga orang lain.
‘Andai kamu bagian keluargaku, sedikitpun aku tidak rela membiarkan kamu dibohongi terus menerus. Tapi, kamu adalah teman baikku di masa lalu, tidak mungkin aku tunjukan langsung padamu.’ Batin Dion yang tengah sibuk dengan pekerjaannya untuk menggantikan Bosnya sementara waktu, karena dirinya adalah orang kepercayaan keluarga Razendaran.
Waktu yang dilewati rupanya sudah waktunya untuk pulang, jam kerja pun telah usai.
Dengan terburu-buru, Daniel bergegas untuk menjemput istri Bosnya. Takutnya dirinya membuat Anggitinasya menunggu lama, pikirnya.
Melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, sampai juga di kantor.
Semua karyawan wanita yang melihat sosok Daniel datang ke kantor yang dipimpin oleh Anggitinasya, begitu terpesona dengan ketampanannya. Bahkan, diantara mereka ada sebagian yang menyapanya, ada juga ada yang merasa malu dan memilih memandanginya.
Kebetulan Anggitinasya baru saja keluar, Daniel merasa lega karena tidak membuat Bosnya menunggu kedatangannya.
“Nona, mari.” Ucap Daniel dengan hormat kepada Anggitinasya.
“Mari, ayo kita pergi ke panti asuhan.” Jawab Anggit yang juga mengajaknya untuk segera berangkat.
Kemudian, keduanya bergegas pergi ke panti asuhan dengan waktu yang sudah hampir sore.
Berbeda dengan Leo yang ditemani Amora, rupanya sudah sampai ke negara tujuan. Keduanya pun sudah sampai tujuan yang dijadikan tempat tinggalnya.
Baru juga sampai, keduanya langsung bergegas membersihkan diri. Seperti biasa, Amora dan Leo melakukan kegiatan panas yang begitu menjijikkan bagi yang mengetahui status keduanya.
Namun, otaknya yang waras, kini telah dikotori dengan perbuatan yang tidak selayaknya dilakukan dengan status hubungan gelap.
Selesai melakukan ritual hubungan suami istri, keduanya segera membersihkan diri duduk santai dalam ruangan ditemani secangkir kopi panas.
Dengan sikap manjanya, Amora bergelayut manja di pangkuan Leo.
“Sayang,” panggil Amora dengan suaranya yang dibuat manja.
“Ya sayang, kenapa?” tanya Leo sambil menatap wajah Amora.
“Mau sampai kapan hubungan kita akan terus seperti ini?”
“Aku tidak tahu, aku belum memikirkannya.” Jawab Leo dengan entengnya.
Saat itu juga, Amora langsung bangkit dari posisinya.
“Kok tidak tahu? Terus, aku mau dianggap apa dimata kamu, sayang? Aku juga menginginkan kebebasan agar bisa selalu bersama kamu tanpa ada rasa khawatir. Juga, aku ingin tinggal bersama denganmu juga putri kita, Azura. Apa kata teman-temannya nanti kalau mendapatkan cibiran dari teman-temannya.” Kata Amora yang mulai terbawa emosi.
Leo yang mendengar perkataan dari Amora, juga ikutan berdiri.
“Tapi itu tidak mudah, Mora? Apa lagi aku masih punya istri, juga tidak mungkin aku ceraikan dia.” Ucap Leo yang kini mulai gelisah.
“Terus, apakah aku harus menjadi wanita simpanan kamu?” tanya Amora yang mulai mendesak Leo untuk menjadikannya seorang istri yang dipublikasikan.
Leo mencoba mengatur pernapasannya.
“Pokoknya aku butuh pengakuan darimu, meskipun harus menjadi istri keduamu.” Sambungnya lagi yang tetap mendesak.
Leo yang sulit untuk memberi keputusan kepada Amora, napasnya terasa memburu. Baru saja sampai dan juga baru saja selesai bercinta, harus dicampur dengan pertanyaan yang memaksa.
“Apa kamu benar-benar tega pada Azura? Kasihan sekali dia jika harus kehilangan sosok ayahnya yang tidak mau mengakuinya di depan umum. Lebih lagi akan masuk sekolah, perlu pertimbangan yang jelas.”
“Ya, aku tahu itu. Tapi, aku tidak bisa melakukan hal itu dengan mudahnya. Aku butuh waktu untuk melakukan semuanya. Kamu tahu sendiri kan, aku sudah beristri. Juga, tidak mungkin aku ceraikan dia. Yang ada aku akan kehilangan karirku.” Ucap Leo dengan napasnya yang mulai terasa panas saat Amora tetap memaksakan kehendaknya.
“Aku enggak mau tahu, pokoknya setelah kita pulang, bawa aku ke rumah utama milikmu, juga perkenalkan kepada istrimu siapa aku sebenarnya. Pokoknya aku tidak ingin ada yang disembunyikan.” Ancam Amora pada Leo, agar dirinya mendapat pengakuan darinya.
Leo yang benar-benar tidak menyangka akan hal itu, kini harus berpikir keras untuk mencari solusinya.
“Aku tidak bisa janji, karena aku masih membutuhkan karirku selamat. Kalau sampai aku bercerai, maka aku tidak bisa memiliki apa-apa. Memangnya kamu sudah siap untuk menjadi miskin bersamaku?”
“Kamu kan, anak semata wayang, kenapa mendadak bingung? Mau bagaimanapun, kamulah pewarisnya, dan anak kita.” Ucap Amora yang masih tetap mendesak Leo agar mau menerima permintaan darinya.
“Penilaian kamu itu sangat salah, kakekku sangat tegas dan sulit untuk aku kendalikan.” Kata Leo.
“Sudahlah, lebih baik kita pergi keluar untuk menikmati makan malam. Soal pengakuan, nanti kita pikirkan lagi. Aku yakin jika istrimu akan menerima, karena putri kita yang akan dijadikan alasan, yaitu si Anggit yang tak kunjung memberimu keturunan.” Ucap Amora yang kini mulai menyudutkan Anggitinasya sebagai pokok permasalahannya.
Karena merasa bosan yang sedari tadi didesak oleh Amora, mau tidak mau akhirnya Leo menurutinya.
Tidak mempunyai cara lain lagi, juga dirinya yang memang ingin mengakui jika Azura adalah putrinya di muka umum. Tapi, Leo masih mencoba untuk menjaga perasaan istrinya. Juga, tentang karirnya yang takut akan kehilangan.
Mau tidak mau dan dengan segala resikonya, Leo menyetujui permintaan Amora. Bagi Leo yang dikatakan Amora memang ada benarnya, jika dirinya harus berterus terang tanpa harus bersembunyi sembunyi mengenai hubungannya bersama Amora.
Lain lagi dengan Anggitinasya, baru saja sampai di rumah orang tuanya bersama Daniel, sekretaris suaminya.
“Nona, sepertinya saya harus segera pulang. Besok pagi saya akan menjemput Nona.” Ucap Dion yang baru aja keluar dari mobil.
“Tapi, Dion. Kamu belum makan malam, juga masih ada waktu untuk istirahat sebentar. Tadi kamu kecapean, istirahat aja dulu.”
“Yang dikatakan Anggit itu benar, ayo ikut masuk. Tadi Ibu sudah masak banyak untuk makan malam bersama kamu, sudah jangan menolak.” Ucap ibunya Anggit yang tidak membedakan status.
“Dion, ayo masuk. Ibunya Anggit sudah masak banyak, jadi gak baik jika kamu menolak ajakan. Lagi pula belum larut malam, ayo masuk. Kaya' sama siapa saja, kalian berdua dulunya itu teman, dan enggak baik menolak ajakan.” Timpal ayahnya Anggitinasya yang tetap memaksa Daniel untuk segera masuk ke rumah.
Dion yang tidak mempunyai pilihan lain, sama sekali tidak bisa menolaknya.
Meski ada rasa tidak enak hati, Dion tetap bersikap santun dan penuh kehati-hatian. Kemudian, semua menikmati makan malam di rumah kediaman Razendra hingga selesai.
Setelah itu, Dion langsung berpamitan untuk pulang ke rumah. Sedangkan Anggitinasya sendiri segera masuk ke kamarnya.
Berbeda lagi dengan Leo yang baru saja pulang dari jalan-jalan malam bersama Amora, keduanya merasa kecapean dan memilih untuk segera tidur agar badan lebih enakan ketika bangun dari tidurnya.
Seperti biasa ketika berada di luar negri untuk melakukan kerja sama dengan pihak yang lainnya untuk mengembangkan bisnisnya, Leo tetap bersikap profesional.
Hingga tidak terasa waktu yang dijalani oleh keduanya cepat sekali harus kembali pulang ke tanah air.
Tidak terasa juga, sudah hampir genap tujuh tahun, keduanya tengah menjalani hubungan terlarangnya. Hubungan yang seharusnya dipublikasikan, justru harus tersembunyi dengan rapat.
Bahkan, rasa bersalah pun tidak dimiliki oleh Leo. Keduanya sama-sama tidak memikirkan akan perasaan yang satunya, yang mereka berdua pikirkan yaitu, kesenangannya semata.
Baru saja berangkat ke luar negri, tidak terasa juga rupanya sudah sepuluh bulan lamanya berada di negri orang.
Keasyikan berada di luar negri karena ada teman yang selalu ada di setiap waktunya, tidak tahunya waktu yang dilewati begitu cepat dan harus memaksakan dirinya harus kembali ke tanah air.
Amora yang begitu semangat, cepat-cepat untuk segera berkemas-kemas. Rasa yang sudah tidak sabar untuk memberi kejutan kepada putrinya, sudah lama dinantikannya.
“Sayang, sudah tidak ada lagi yang tertinggal, ‘kan?” tanya Amora selesai mengemasi barang-barang bawaannya.
“Tidak ada.” Jawab Leo dengan singkat.
“Kalau gitu, kita langsung berangkat ke bandara, ‘kan?” tanya Amora kembali.
“Ya, kita akan langsung pulang.” Jawab Leo sedikit tidak bersemangat, pasalnya akan membawa Amora pulang bersama Azura.
Sedangkan yang berada di rumah, tengah sibuk menyambut kepulangan suaminya dari luar negri. Dulunya Anggitinasya yang selalu menemani suaminya, kini ternyata telah digantikan oleh perempuan lain tanpa diketahuinya.
“Sepertinya Nona sangat bersemangat untuk menyambut Tuan Leo, berasa menjadi muda lagi ya, Non?” ledek asisten rumah yang menjadi tangan kanan Anggitinasya tanpa kecuali.
“Bibi bisa aja, pulangnya juga masih nanti malam kok, Bi. Jadi, aku masih punya kesempatan untuk pergi perawatan. Kalau gitu, Bibi siapkan segala kebutuhan untuk makan malam.” Ucap Anggitinasya dan meminta asistennya untuk menyiapkan segala kebutuhan yang akan diolah maupun untuk dihidangkan.
“Baik, Nona.” Jawabnya dan bergegas pergi ke dapur.
Sedangkan Anggitinasya yang sudah tidak sabar untuk menyambut suaminya pulang, ingin membuat kejutan dengan merubah penampilannya agar terlihat lebih cantik lagi dari hari sebelumnya.
Penuh bersemangat, Anggitinasya tengah mendapat pelayanan yang cukup memuaskan dengan hasilnya.
Berlama-lama saat merubah dirinya agar lebih cantik lagi dimata suaminya, Anggitinasya tidak menyadari jika dirinya sudah memakan waktu yang cukup lama.
Saat itu juga, Anggit mendapat pujian atas penampilannya yang terlihat berubah menjadi cantik.
“Kamu ini ya, kalau disuruh ngeledek itu jagonya. Ya deh, ya, buruan sulap aku menjadi lebih cantik lagi.” Kata Landa yang tengah bergurau dengan asisten yang selalu mengurus kesehatan badannya dan juga tentang fisiknya.
Sedangkan asistennya tersenyum dan tetap terus memuji Bos perempuannya.
Cukup lama berada dalam ruangan khusus kecantikan, Anggitinasya akhirnya dapat melewati waktunya dalam seharian. Bahkan, tidak merasa kesulitan ketika sudah jadwalnya untuk makan.
Setelah itu, Anggitinasya di makeover untuk merubah dirinya menjadi lebih cantik lagi. Kemudian, setelah semuanya selesai, tinggal menunggu suaminya pulang.
Sedangkan di lokasi lainnya, Amora dan Leo rupanya sudah sampai di tanah air. Dan kini keduanya tengah dalam perjalanan pulang ke rumahnya setelah menjemput putrinya.
Azura yang begitu bersemangat karena akan tinggal bersama ayah Leo untuk seterusnya, tidak lagi harus memberi pertanyaan yang sama terus menerus.
“Kamu yakin sudah siap untuk melihat Anggitinasya marah?” tanya Leo dengan tatapan yang begitu serius.
“Aku sudah siap dengan segala resikonya, meski harus merebut kamu darinya.” Jawab Amora dengan tekadnya yang sudah bulat mengenai keputusannya.
Leo yang mendengarnya, pun hanya menggelengkan kepalanya yang terasa mau meledak.
Berbeda lagi dengan Anggitinasya, tengah membayangkan suaminya pulang dan langsung memeluknya, juga digendong oleh suaminya sampai dalam kamar dan berakhir dengan bercinta.
Namun rupanya, lamunannya telah dihentikan oleh suara bel pintu utama.
“Suamiku sudah pulang, benarkah?” gumamnya bertanya-tanya seperti mimpi saat indra pendengarannya itu salah mendengar.
Berkali-kali Anggitinasya menepuk kedua pipinya untuk memastikan, antara mimpi dan nyata, pikirnya.
Merasa sedang tidak bermimpi, Anggitinasya langsung membuka pintunya.
Saat itu juga, pintu terbuka dengan lebarnya. Anggitinasya yang melihatnya, pun langsung terkejut saat kedua matanya melihat sosok perempuan dan anak kecil tengah digandeng oleh suaminya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!