NovelToon NovelToon

Disaster

Prolog

Semua ini berawal ketika Raja iblis bangkit, memporak porandakan suatu dunia bersama para monster pengikutnya. Hiruk pikuk dunia bercampur dengan pekikkan nyaring yang memenuhi pendengaran, tangis nestapa yang muncul akibat serangan mendadak pun tak bisa terelakan. Dengan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki, mereka menghancurkan semua tanpa terkecuali. Termasuk nyawa manusia yang tidak bersalah.

Pasukan monster datang dari tiap arah menuju kota dan desa, manusia yang melihat peristiwa tersebut secara langsung menyebutnya sebagai Disaster.

Dunia menjadi kacau, begitu juga sistem kehidupan yang berlangsung. Terlebih kerajaan-kerajaan yang kini tidak bisa berdiri sendiri lagi karena masalah sumber daya manusia. Namun meskipun begitu mereka tidak pantang menyerah, demi kelangsungan hidup rakyat akhirnya seluruh kerajaan memilih untuk bersatu dan membentuk kerajaan baru bernama Malvis, dimana di dalamnya terdapat organisasi bernama petualang kerajaan dan kekuatan tambahan yang di dapat dari kristal kuno bernama pure crystal, mereka berusaha untuk melawan balik para monster dan Raja iblis.

.....

Satu tahun kemudian.

Sabtu pagi yang cerah di bulan Mei. Setelah mengakhiri ujian akhir semester 6, libur panjang pun tiba. Hans dan empat teman kampusnya memutuskan untuk pergi berlibur dengan menggunakan mobil ke salah satu pantai.

"Sepertinya cuaca sangat mendukung buat jalan-jalan hari ini." Hans membakar sebatang rokok sambil menatap ke langit dari jendela kamarnya.

Setelah selesai, Hans mulai menyiapkan barang yang akan dibawa, ia melihat ponselnya yang terdapat sebuah pesan dari temannya yang ternyata sudah tiba di depan rumah.

Buset udah sampai saja, batin Hans.

Hans keluar kamar dan menemui ibunya yang berada di dapur sebelum ia keluar rumah.

"Ibu, aku pergi dulu," pamit Hans.

"Iya, hati-hati di jalan," balas Ibu Hans.

Hans keluar rumah dan menemui temannya yang sudah menunggu, lalu masuk ke dalam mobil dan mereka memulai perjalanan.

Mereka menikmati perjalanan tanpa beban, di iringi musik dan canda tawa yang mengisi ruang mobil sepanjang perjalanan.

Tak puas hanya mendengarkan musik, mereka pun bernyanyi dengan bebas.

Teman Hans yang membawa mobil pun sampai terbawa suasana hingga terlambat menyadari bahwa di depannya ada seekor kucing yang sedang melintas tepat di depan mobil mereka.

Satu goncangan diakibatkan dari bantingan setir pun tidak dapat di hindarkan.

Karena panik dan tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, Hans sampai terlambat menyadari bahwa kini mobil yang mereka tumpangi sudah menabrak pembatas jalan.

"Brak!"

Lalu gelap.

Sesaat sebelum sadar, sekilas Hans mendengar orang-orang tengah berbicara cukup keras. Dan akibat suaranya pula Hans membuka mata. Dokter dan iring-iringan perawat adalah objek pertama yang dilihatnya.

"Cepat bawakan ranjang rodanya, kita harus membawa mereka ke ICU secepat mungkin."

"Pasien yang ini pendarahannya tidak berhenti dok."

"Masih ada 1 pasien lagi di belakang."

Mereka membawa Hans ke suatu tempat yang ia tidak tahu dimana, lalu bertepatan dengan Hans yang masih bertanya-tanya dalam hatinya. Hans melihat orang yang ia kenali sebagai temannya terbaring tanpa daya.

Tidak jauh, tepatnya di samping ranjangnya yang sedang di dorong ke suatu tempat.

Ah... sudah gelap, mungkin aku akan segera mati, batin Hans.

Hans pasrah ketika kegelapan perlahan tapi pasti merenggut kembali kesadarannya.

.....

Di suatu tempat yang sangat jauh.

"Malang sekali nasib kalian."

"Maafkan aku, bukan maksudku untuk mempermainkan jiwa kalian. Tapi tidak ada lagi yang bisa kami lakukan selain cara ini."

"Kalian boleh saja marah padaku, menghinaku atau menamparku akan kuterima dengan ikhlas, tapi untuk saat ini aku membutuhkan kalian."

"Ah terlepas, aku tidak bisa mendapatkan semua."

Sosok misterius yang tengah sibuk mengumpulkan jiwa manusia yang sedang kritis.

Dunia Baru

Angin berhembus pelan menyentuh sekujur tubuh, hawa panas yang mengudara bekerja sama meniup kulit hingga membuat Hans tersadar.

Hah! langit? Dimana aku? Apa aku sudah mati? Apa ini mimpi? Tempat apa ini, batin Hans.

Rasa kaget bercampur bingung menyelimuti Hans saat melihat sekitar.

Hans menggigit tangan guna memastikan jika semua ini mimpi atau kenyataan. Rasa sakit pun muncul saat Hans menggigitnya.

Saat akan beranjak bangun Hans sadar ternyata masih mengenakan kaus putih polos dengan bawahan jeans biru juga sepatu warna hitam. Persis sekali dengan yang ia gunakan pada saat kecelakaan terjadi. Hanya saja tanpa noda darah sedikit pun.

Saat mengedarkan pandangannya, Hans melihat pohon berukuran cukup besar dengan daun rindang tak jauh dari jaraknya sekarang. Tanpa banyak berpikir lagi Hans pun menghampiri untuk berteduh di sana.

Sampai dalam perjalanan menuju pohon, tanpa sengaja ia melihat sosok perempuan berambut panjang yang tak asing bagi Hans.

Namun seakan tidak menyadari keberadaan Hans, perempuan itu hanya diam tak berkutik dalam posisi duduk sambil memainkan daun yang jatuh.

"Terra!" seru Hans refleks.

Perempuan itu menoleh setelah mengenali siapa yang memanggilnya. Dia berlari menghampiri Hans dengan tergesa.

"Hans, kupikir cuma aku sendirian di sini. Syukurlah aku bisa bertemu kamu!" Terra memeluknya erat sambil menangis.

"Aku juga senang bisa bertemu kamu disini, Ter," balas Hans.

Hans mengelus kepalanya mencoba menenangkan, mereka memilih untuk duduk di bawah lindungan pohon rindang.

"Aku lapar," ucap Terra sambil mengusap air matanya.

"Kamu lapar?" Hans terpaku sejenak.

Berarti aku sama Terra belum mati, mana mungkin orang mati bisa lapar, batin Hans.

"Iya," jawab Terra sambil melamun dengan tangan melipat di lutut.

"Hei kalian, sedang apa disini? Apa kalian petualang?" tanya pria paruh baya yang mendorong gerobak rumput di jalanan.

"Kita mau pulang paman. Oh iya, apa itu petualang paman?" tanya Hans kembali.

Pria tersebut meminggirkan gerobak lalu datang menghampiri dan mereka pun berdiri.

"Dilihat dari pakaian kalian, sepertinya kalian bukan berasal dari dunia ini," ucap paman tersebut.

"Aku lapar, apa paman ada makanan?" tanya Terra memotong pembicaraan.

"Hahaha! kalian lapar? Baiklah ikut aku ke rumah, lagipula ini juga sudah waktunya makan siang," ucap paman tersebut.

Paman tersebut berjalan mendahului dan mereka mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di rumah, mereka berdua dipersilahkan duduk dan bersantai sejenak.

Kini, di hadapan Hans dan Terra terdapat minuman yang sudah pria paruh baya tersebut suguhkan.

"Namaku William, siapa nama kalian?" tanyanya tepat setelah Hans meneguk minuman yang disuguhkan sampai habis tak tersisa.

"Terimakasih minumannya paman. Aku Hans Wijaya dan ini temanku, Terra Maharani." Terra mengangguk ramah setelah Hans selesai menyebut namanya.

"Oh begitu. Itu artinya kalian tidak tahu sedang berada di mana?" tanya Paman Wil.

Mereka menggelengkan kepala.

"Kalian sekarang berada di Desa Bibury bagian barat Kota Bigbeam," ucap Paman Wil.

Paman Wil menceritakan dengan lengkap seluk beluk Desa ini, mulai dari keadaan sumber daya alam sampai sumber daya manusianya. Bahkan, sesekali Paman Wil mengingatkan tentang beberapa hal yang memang harus dihindari.

Semua informasi yang diberikannya lengkap, sampai Hans bertanya-tanya dalam hatinya untuk apa pria tersebut memberitahu semua itu padanya. Seolah-olah menganggap mereka akan tinggal di sini dalam waktu yang cukup lama. Untuk sejenak Hans sibuk dengan pikirannya sendiri, sampai-sampai tidak menyadari jika ada sosok wanita paruh baya yang menghampiri mereka.

"Nak Hans, nak Terra, perkenalkan ini istri saya Liz." Paman Wil memperkenalkan istrinya yang tersenyum.

Mereka membalas senyumnya, "Salam kenal Bibi Liz," jawab Hans.

"Salam kenal juga, mari kita makan bersama. Saya baru saja selesai masak," ajak Bibi Liz.

Mereka pun segera duduk di kursi meja makan dan mulai bersiap untuk makan. Senangnya lagi, Hans bisa merasakan masakan rumah yang enak saat melahapnya. Sepertinya Terra juga merasakannya, dilihat dari caranya makan yang lahap tanpa peduli sekitar.

"Terima kasih untuk makanannya, paman dan bibi. Aku sangat menikmatinya," ucap Terra senang.

"Sama-sama, nak," jawab Bibi Liz.

"Oh iya, ada yang mau saya tanyakan. Apa kalian petualang terpanggil dari dunia lain?" tanya Paman Wil.

"Apa itu petualang terpanggil? Yang aku tahu hanya kami yang bukan berasal dari tempat ini," jawab Hans.

"Petualang terpanggil adalah manusia dari dunia lain yang dipanggil dengan sihir buatan kerajaan Malvis yang digunakan oleh Nona kerajaan. Dan itu adalah sihir yang dapat memanggil jiwa-jiwa yang sedang berada diambang kematian. Mungkinkah kalian adalah salah satunya? Apa sesuatu yang buruk menimpa kalian sebelumnya?" jelas paman.

Bukannya menjawab, Hans justru tersedak makanannya sendiri.

"Pelan-pelan saja makannya, nak Hans," saran bibi.

"Baik bi." setelah minum Hans melanjutkan makannya.

Paman melanjutkan ceritanya dengan sangat detail, sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15.40.

"Terima kasih paman untuk informasinya, tujuan kami berdua segera ke Kota Bigbeam sekarang." Hans tanpa pikir panjang lagi.

"Jangan nak, waktu yang di tempuh kesana dengan berjalan kaki cukup jauh dan memerlukan waktu lima jam. Saya rasa kalian tidak akan selamat saat malam tiba, karena kalian belum resmi menjadi petualang dan belum memiliki kemampuan apa pun untuk melawan monster diluar sana," saran paman.

"Iya nak, lebih baik kalian bermalam disini, kalian bisa pakai kamar kosong di sebelah sana," ucap bibi sambil menunjuk kamar yang terlihat tidak berpenghuni.

"Begitu ya, kalau begitu kami akan menginap. Terima kasih," jawab Hans menerima saran mereka.

Bibi Liz hanya tersenyum.

"Oh iya, kalau kalian ingin mandi kalian bisa pakai handuk dan baju yang ada di kamar tersebut," lanjut Bibi Liz.

Mereka mengangguk paham.

"Kalau begitu saya akan kembali ke ladang untuk memasukan ternak. Kalian beristirahatlah," pamit paman.

.......

Kini hari sudah malam.

Suasana sudah kembali sunyi. Untuk membunuh jenuh setelah selesai makan malam Hans memilih keluar guna mencari angin di atas bangku kayu panjang yang berada di sebelah rumah paman.

Lama Hans sendiri di luar, sambil mengibas-ngibas baju yang bahannya cukup membuat gerah meski sekarang sudah malam.

"Oh kamu di sini," tegur paman sambil menghampiri dan duduk disampingnya.

Hans mengangguk sambil tersenyum.

"Mm-mm... Oh iya, apa paman punya anak?" tanya Hans.

Paman hanya diam dan tersenyum melihat Hans.

"Maaf sebelumnya jika pertanyaanku lancang, hanya saja aku penasaran dengan baju yang ada di kamar itu. Sepertinya milik seseorang," lanjut Hans.

"Ya, saya punya anak kembar. Bisa dikatakan umur mereka tidak jauh dari kalian. seorang laki-laki dan perempuan, aku memberinya nama Patricia dan Patrick. Sekitar lima bulan lalu mereka mendaftar sebagai petualang di Kota Bigbeam tapi sampai sekarang mereka belum kembali," jelas paman.

"Kenapa mereka berniat menjadi petualang? Mereka kan bukan prajurit?" tanya Hans kembali.

"Mereka ingin membantu kerajaan mengalahkan monster dan iblis, lagipula siapa saja bisa mendaftar menjadi petualang nak, mau warga biasa atau pun prajurit," terang paman.

Mereka berbincang hingga larut malam.

Pembicaraan berakhir, Hans kembali masuk ke rumah setelah sebelumnya mohon pamit untuk masuk terlebih dahulu.

Saat di kamar, Hans melihat Terra sudah tertidur pulas di ranjang dan Hans hanya tersenyum melihatnya.

Setelah merebahkan badan, Hans tidak langsung tertidur pulas. Pikirannya melanglang buana memikirkan nasib Jasmine, Ryo dan Arslan setelah kecelakaan itu sampai tak terasa kantuk menarik paksa kesadarannya.

Kota Bigbeam

Hari sudah pagi.

Hans terbangun lalu berdiam sejenak mengumpulkan kesadarannya.

Seketika ia merasakan sesuatu yang aneh. Ada pergerakan pelan di sampingnya, seingatnya ia hanya tidur sendirian. Dan betapa kagetnya saat ia menoleh, Hans mendapati Terra yang tertidur di lengan kanannya.

Refleks dari kaget Hans membuat Terra terbangun.

Terra membuka mata.

“A--aa!” teriak Terra.

Sontak, paman pun masuk ke kamar setelah mendengar jeritan Terra.

“Ada apa?” tanya paman panik.

“Tidak ada apa-apa paman hehe,” jawab Hans, karena sebenarnya ia pun bingung apa yang sedang terjadi saat ini.

“Kamu ngapain tidur di ranjangku?!” kesal Terra.

“Coba lihat, siapa yang ranjangnya dekat jendela?” tantang Hans menunjuk ke ranjang yang satunya.

“Kok bisa ya?” Terra bingung.

“Nikmatilah masa muda kalian, saya tunggu di depan rumah,” ucap paman berlalu meninggalkan kamar.

Dia yang salah dia yang galak, batin Hans.

Tanpa mau pikir panjang, Terra langsung bangun dari kasur dan mengambil handuk. Berjalan keluar kamar.

.....

Saat mereka sudah siap untuk pergi, mereka menemui Paman Wil di halaman rumah. Paman Wil bersama seorang pria berkacamata yang berdiri di samping kereta kuda sedang berbincang dengan Paman Wil.

Pria tersebut berjalan menghampiri Hans dan Terra untuk menyapa.

“Hai! aku Darwis Paman Wil meminta aku mengantar kalian ke kota. Salam kenal ya.” Darwis mengulurkan tangannya.

Hans menjabat tangannya, “Iya salam kenal juga, aku Hans Wijaya dan ini temanku Terra Maharani. Terima kasih sudah memberikan kami tumpangan sampai ke kota.”

“Tidak apa, lagi pula aku setiap hari pergi ke kota untuk beli keperluan ladang dan kebutuhan lainnya,” balas Darwis.

Setelah semuanya siap, mereka pun berpamitan pada paman. Tak lupa menitipkan salam juga pada Bibi Liz yang sedang ke peternakan.

Ditengah perjalanan Darwis membuka percakapan.

“Oh iya Paman William bilang, kalian berdua orang yang terpanggil, tapi info kemarin yang aku dengar dari kota ada tiga orang yang berhasil terpanggil,” ucap Darwis.

“Tiga? Di mana satunya sekarang?” tanya Hans penasaran.

“Aku tidak tahu, sekarang di dunia ini cuma ada empat kota yang terdiri dari tiga kota kecil dan satu kota kerajaan.  Kota Malvis tempat tinggal kerajaan yang banyak petualang di dalamnya, dan kota kecil yang kita tuju bernama Bigbeam. Di Kota Bigbeam ada markas para petualang juga, maka dari itu banyak petualang yang beristirahat dan mengambil misi juga disana,” jelasnya.

“Kalau begitu terima kasih atas infonya, Darwis,” ucap Hans.

Mereka menikmati perjalanan dengan melihat pemandangan sekitar.

.....

Selang beberapa waktu, mereka pun sampai di Kota Bigbeam dan Darwis menurunkan mereka di depan bangunan petualang bernama Serikat Petualang.

Saat Hans dan Terra masuk, suara dan suasana sangat ramai yang berasal dari para petualang. Banyak petualang yang sedang asik berbincang, tertawa maupun makan bersama. Hans mengedarkan pandangan ke semua penjuru, siapa tahu ada orang yang bersedia membimbing mereka untuk melakukan hal selanjutnya. Sampai akhirnya setelah cukup melihat-lihat, tanpa sengaja Hans melihat papan bertuliskan pendaftaran, dengan wanita berparas cantik berambut pirang yang memakai baju pelayan dengan tanda pengenal bernama Mia.

Hans segera menghampiri, “Halo, bagaimana cara agar kita bisa mendaftar jadi petualang?”

“Silahkan tuan, ikut saya,” ajak Mia.

Tuan? Hans tertawa kecil dalam hati.

Hans dan Terra diajak ke arah kristal putih cerah untuk identifikasi data diri. Mereka disuruh memegang kristal dengan kedua tangan untuk beberapa saat.

Sampai akhirnya tak butuh waktu lama keluarlah semacam kartu petualang dengan nama, foto wajah, dan juga titel.

Saat Hans melihat hasil kartunya, ia takjub karena warna kulit sawo matang dan rambutnya yang sangat mirip.

Hebat sekali kristal ini, batin Hans.

Mia sontak terkejut saat melihat kartu mereka yang mempunyai titel petualang terpanggil.

“Perhatian teman-teman! kita kedatangan petualang terpanggil disini!” seru Mia meminta perhatian.

“Ooohhh yeeeaaahh!!!”

“Selamat datang di dunia ini kawan!”

“Hore! Bantuan dari dunia lain bertambah lagi!”

“Aku padamu!”

“Setelah cap ibu jari pasti kelasnya Warrior yang kastanya paling tinggi!”

“Selamat, tuan dan nona telah terdaftar sebagai terpanggil ke 243 dan 244,” ujar Mia.

Hans yang penasaran lalu bertanya. “Apa kemarin atau pagi ini ada yang terdaftar sebagai petualang terpanggil juga?”

“Ada tuan, kemarin di Kota Highway. Namanya Ryo Wiedan dengan kelas Knight,” jawab Mia.

“Itu Ryo, Ter. Apa habis ini kita langsung kesana?” tanya Hans pada Terra.

“Tidak mungkin tuan, para petualang setiap harinya menjalankan misi disaster keliling dunia, kesempatannya kecil untuk bertemu,” ucap Mia memotong pembicaraan Hans.

“Begitu ya, baiklah,” ucap Hans.

Aku senang mendengarnya, kalau ada waktu mungkin kita akan bertemu yo, batin Hans.

“Nona, bisa letakan ibu jarimu di kartu itu,” pinta Mia pada Terra.

“Kita akan melanjutkan pendaftarannya,” lanjutnya.

Terra meletakkan jarinya sesuai perintah, kemudian keluarlah daftar kelas dan kemampuannya.

PETUALANG TERPANGGIL

NAMA : TERRA MAHARANI

LEVEL : 1

KELAS : PRIEST

SKILL  : HEAL, LEX AETERNA, CLEARANCE

SKILL PASIF : KEKUATAN SERANGAN MENJADI 2X LEBIH SAKIT JIKA MELAWAN TIPE UNDEAD

SENJATA : MACE

“Ooohhhh yeeeeeeaaahh!”

“Hebat nona!”

“Itu termasuk lima kelas tertinggi dari kelas petarung!”

“Gabung lah ke tim kami!”

“Sembuhkan aku nona!”

Terra terlihat malu setelah mendengar teriakan kata mereka.

“Nah, sekarang giliran tuan,” ujar Mia.

PETUALANG TERPANGGIL

NAMA : HANS WIJAYA

LEVEL : 1

KELAS : THIEF

SKILL  : COPY, WIND WALK, EAGLE EYE

SKILL PASIF : ?

SENJATA : BEBAS

Hening. Semua terdiam.

“Ya... dia payah. Lebih baik dia jadi pembawa barang dan pemberi informasi petualang saja.”

“Petualang yang dapat kelas seperti itu lebih menguntungkan untuk berdagang, hahaha!”

“Pertama kali aku lihat petualang terpanggil dapat kelas terendah di kelas petarung.”

“Berdagang lebih baik daripada mati saat raid, kawan.”

“Pppffhh...” Mia menahan tawanya.

Masa sih ini kelas lemah? batin Hans. ia heran sambil melihat kartunya.

“Ini pakaian kalian sesuai kelas dan uang 100 golz untuk persiapan awal. Dan tuan, karena kelasmu bisa pakai semua senjata, tuan bisa pilih senjata apapun,” lanjut Mia sambil menunjukan ruang peralatan senjata.

Hans melihat dari kiri ke kanan, karena ia tidak tahu mana senjata awal dengan serangan tinggi. Setelah terdiam cukup lama akhirnya pilihannya jatuh pada senjata yang terlihat keren saja.

“Aku pilih ini,” ucap Hans menunjuk.

“Apa apaan dia? Kenapa dia pilih sabit, apa dia mau bunuh diri?”

“Dia memilih itu paling hanya untuk menakuti musuhnya saja.”

“Ini tuan, hehe,” ucap Mia sambil tertawa kecil.

“Tuan dan nona mulai hari ini kalian sudah bisa ambil misi disaster dari papan yang disebelah sana, saya sarankan untuk mengambil misi kelas rendah terlebih dahulu,” lanjut Mia menunjuk papan misi.

“Mungkin kita berdua akan memulainya dari besok, sekarang kita ingin berkeliling di kota ini terlebih dahulu. Terimakasih Mia untuk bantuannya,” pamit Hans pada Mia lalu keluar dari pintu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!