NovelToon NovelToon

Istri Di Atas Ranjang

Meminta tanda tangan

"Marya!"

Marya langsung menoleh ke arah wanita yang memanggilnya dan berjalan ke arahnya. Wanita itu adalah atasan Marya bekerja, orang yang bertanggung jawab atas pekerjaannya.

"Ini surat rekomendasinya, tapi kamu minta tanda tangan sendiri ya ke pak Kanzo" ujar wanita itu.

Marya menerima selembar kertas itu dari tangan wanita itu." Trimakasih Bu Intan" ucapnya tersenyum.

"Hm..sama sama" balas Intan lalu pergi.

"Kamu mau mengajuin pinjaman?" tanya Widuri. Dia adalah teman Marya bekerja menjadi resepsionis.

"Iya" jawab Marya.

Widuri hanya bisa diam tanpa bisa membantu sahabatnya itu. Dia sudah tau permasalahan yang di hadapi Marya. Yang harus melunasi hutang Ayahnya, supaya tetap bisa mempertahankan rumah mereka.

"Sana cepat minta tanda tangan, mumpung belum istirahat" suruh Widuri.

Marya menganggukkan kepalanya, ia pun berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah lif untuk naik ke lantai teratas gedung itu.

Di dalam lif, berulang kali Marya menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Ini pertama kali Marya akan masuk ke ruangan nomor satu perusahaan itu, Marya sangat gugup.

Sampai di lantai petinggi petinggi perusahaan itu. Marya menghembuskan napasnya kasar, untuk mengusir rasa gugupnya. Melihat Sekretaris bos perusahaan itu berada di mejanya. Marya pun menyapanya dengan ramah.

"Mbak, Pak Kanzo nya ada?" tanya Marya.

Sekretaria itu langsung menoleh ke arah Marya yang berdiri di depan mejanya.

"Ada, ada perlu apa?" tanya Sekretaris itu.

"Untuk meminta tanda tangan pak Kanzo" jawab Marya.

Sekretaria wanita itu mengangguk paham" ada di dalam, ketuk aja pintunya."

"Trimakasih Mbak" balas Marya tersenyum, lalu melangkah ke arah pintu ruangan orang nomor satu perusahaan itu, lalu mengetuknya dengan ragu ragu.

Tok tok tok!

"Masuk!" sahut suara bariton dari dalam.

Perlahan Marya mendorong pintu berkualitas tinggi di depannya sembari melangkah masuk dengan kepala sedikit menunduk. Malu dan kawatir pengajuannya tidak di terima.

Tanpa Marya sadari, pria yang duduk di kursi kebesarannya terus memandanginya, dari atas hingga ke bawah.

"Pak, saya ingin meminta tanda tangan Bapak" Marya meletakkan kertas di tangannya di atas meja orang nomor satu perusahaan itu.

"Silahkan duduk" suruh pria itu mengambil selembar kertas dari atas meja tanpa melepas netranya dari wajah Marya.

"Trimakasih Pak" Marya mendudukkan tubuhnya tanpa berani membalas tatapan pria berwajah tampan itu.

Tak tak tak tak!

Pria itu membaca surat rekomendasinya dengan begitu santai sambil mengetok ngetok meja dengan ujung telunjuk, dan sesekali melirik wajah Marya.

Marya menggigit bibirnyan meremas pinggiran roknya karna pria itu terus meliriknya, membuat Marya semakin gugub.

"Untuk apa kamu meminjam uang?."

Marya mendongakkan wajahnya sebentar ke arah Kanzo. Lalu menghela napasnya, bingung harus menjawab apa. Ia meminjam uang untuk melunasi hutang Ayahnya di perjudian, yang sudah menggadaikan rumah mereka. Jika Marya tidak membayarnya, maka dia dan keluarganya harus angkat kaki dari rumah. Marya malu untuk mengatakan alasannya itu.

"Untuk melunasi hutang ayahku, Pak" jawab Marya lirih. Wajahnya nampak merah menahan malu.

"Berapa?" pria itu semakin menatap intens wajah Marya.

"Lima puluh juta" Marya semakin menunduk, melihat pria itu terus memperhatikannya.

Pria itu pun semakin memperhatikan wajah Marya yang menunduk. "Bagaimana kalau kamu menjadi istriku?. Aku akan melunasi hutang ayahmu."

Sontak Marya mendongak ke arah bos besar perusahaan itu lagi. Tidak percaya dengan kalimat yang keluar dari bibir pria itu. Marya tidak salah dengar bukan?. Atau pria itu yang salah bicara.

"Bukankah Bapak sudah punya istri?" tanya Marya. Bahkan pria itu sudah memiliki seorang putri.

"Kenapa?, bukankah seorang pria boleh memiliki istri lebih dari satu?." Pria bernama Kanzo itu mengulas senyumnya. Sangat manis dan menawan, siapa pun yang melihatnya pasti terpesona, termasuk Marya. Tapi sayang, sudah milik wanita lain.

"Aku gak bisa Pak" tolak Marya tanpa berpikir.

"Ya sudah" Kanzo ******* ***** kertas di tangannya hingga bulat seperti bola, lalu melemparnya ke lantai.

Marya menelan air ludahnya dan mengarahkan pandangannya ke arah kertas yang berguling di lantai. Marya tidak percaya bos besar itu membuang kertas rekomendasinya karna menolak penawaran konyol pria yang selalu tampil berwibawa itu.

"Pak saya mohon, beri saya rekomendasi untuk mengajukan pinjaman, Pak" mohon Marya mengiba. Dia sangat membutuhkan uang yang banyak untuk menebus rumah mereka yang tergadai. Jika tidak Marya beserta Ibu dan Adiknya terpaksa minggat dari rumah mereka.

Marya Fawzia, gadis berusia 25 Tahun. Bekerja sebagai resepsionis di salah satu perusahaan. Marya adalah anak pertama dari Pak Maiman dan Ibu Hayati. Semenjak Ibunya sakit sakitan, dia adalah tulang punggung keluarga. Sedangkan Ayahnya, entah kemana menghilang karna tak mampu membayar hutang.

"Kertasnya sudah saya gulung gulung dan di buang" balas Kanzo tanpa merasa bersalah.

Marya meneteskan air matanya, karna pria kaya itu mempermainkan perasaannya. Tidak taukah pria itu bagiamana rasanya hidup miskin, itu sangat tidak enak.

"Saya mohon Pak" harap Marya mengiba lagi.

Kertas rekomendasi itu bisa di print kembali, asal bos perusahaan itu bersedia membubuhkan tanda tangannya saja.

"Jadilah istriku." Kanzo tersenyum, sambil memperhatikan layar laptop di depannya.

Marya menggeleng gelengkan kepala. Perempuan mana yang tidak ingin menjadi istri seorang Kanzo, pria tampan dan kaya. Tapi untuk jadi istri dari seorang pria yang sudah beristri, apa lagi menjadi istri simpanan, Marya tidak mau.

"Aku gak bisa Pak" tolak Marya lagi.

"Ya sudah, aku juga gak bisa" balas Kanzo acuh.

"Kalau begitu saya permisi, Pak." Setelah berpamitan, Marya berdiri dari tempat duduknya.

"Pikirkan penawaranku, kamu boleh kembali ke sini, kalau kamu bersedia!" seru Kanzo sebelum Marya membuka pintu ruangannya.

Marya mengindahkannya, ia pun meninggalkan ruangan itu dengan kecewa. Marya berjalan sambil menghapus air matanya. Sehingga Sekretaris yang duduk di depan ruangan Kanzo mengerutkan keningnya. Kanapa wanita itu menangis?.

Kata karyawan lain, Pak Kanzo sangat baik. Sudah banyak karyawan yang mengajukan pinjaman. Pak Kanzo langsung saja menanda tanganinya tanpa membacanya.Tapi sepertinya, nasib sial lagi berpihak pada Marya hari ini.

Sampai di lantai bawah gedung perusahaan itu. Marya tidak langsung kembali ke meja kerjanya, Marya pergi ke toilet untuk membasuh mukanya yang di jejaki air mata.

Marya bingung harus bagaimana jika dia tidak mendapatkan pinjaman. Terpaksa nanti Marya harus membawa Ibu dan Adiknya mengontrak rumah.

Memikirkan itu, membuat Marya sakit kepala. Gajinya hanya sedikit. Marya rasa jika harus menyewa rumah, gajinya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari hari. Belum lagi Marya harus membeli obat Ibunya jika sakitnya kumat. Dan Juga Marya harus membayar uang sekolah adiknya dan memenuhi kebutuhan lainnya.

Kanzo yang berada di ruangannya, menggoyang kursinya ke kiri dan ke kanan. Berpikir bagaimana caranya untuk membuat Marya bersedia menjadi istrinya.

'Marya Fauzia' batin Kanzo mengingat nama lengkap karyawannya yang bekerja di bagian resepsionis itu.

Marya gadis cantik lembut keibuan. Memiliki rambut panjang sedikit bergelombang. Hidung mancung, kulit kuning langsat. Alis rapi, tidak terlalu tebal. Bibir ramun, terlihat lembut menggoda.

Kanzo baru meperhatikan wajah resepsionis itu, meski sudah sering melihatnya.Ternyata gadis itu sangat cantik, Kanzo menyukainya.

*Bersambung

Kamu harus mau

"Bagiamana, di setujui?"tanya Widuri saat Marya mendudukkan tubuhnya di kursi kerjanya.

Marya menarik napasnya panjang dan mengeluarkannya perlahan.

"Kata Pak Kanzo pinjamanku terlalu banyak. Mengingat gajiku yang sedikit, pihak Bank tidak akan mengabulkannya. Pak Kanzo bilang, biar dia sendiri yang mengajukan pinjamanku" jawab Marya berbohong.

Marya tidak ingin menceritakan sikap bos perusahaan itu pada Widuri.

Widuri mengulas senyumnya." Pak Kanzo benar benar bos yang baik ya" puji Widuri mengagumi bos besar perusahaan itu. Memang terkenal baik dan murah senyum.

Marya tersenyum hambar, kemudian kembali pokus dengan pekerjaan di mejanya.

**

Turun dari motor yang di kendarainya, Marya langsung masuk ke dalam gedung perusahaan. Marya langsung mendudukan tubuhnya di kursi meja resepsionis yang berada di ruang terdepan gedung itu.

Tak tak!

"Antar kopi ke rungan saya."

Refleks Marya menoleh ke arah pria yang berlalu begitu saja setelah mengetuk dua kali meja kerjanya. Marya menghela napasnya, ini pertama kali bos perusahaan itu menyuruh resepsionis membuatkan kopi. Biasanya Kanzo akan menyuruh sekretarisnya yang membuatkan kopi.

Melihat Widuri belum datang, Marya terpaksa harus membuatkan kopi untuk Pak kanzo Rivandra Salim yang terhormat. Kenapa pria itu jadi menyebalkan?, pikir Marya.

Setelah selesai membuatkan kopi, Marya pun mebawanya ke ruangan Kanzo. Marya mengetuk pintu di depannya terlebih dahulu sebelum masuk.

"Masuk!" sahut dari dalam.

Marya langsung mendorong pintu di depannya dengan bantuan tubuhnya, karna sebelah tangannya membawa secangkir kopi.

"Ini kopinya, Pak" Marya meletakkan kopi di tangannya di atas meja kerja Kanzo.

Kanzo langsung meraihnya dan sedikit menyesapnya dengan pandangan tertuju ke wajah Marya.

"Kalau begitu saya permisi Pak" pamit Marya langsung memutar tubuhnya ke arah pintu.

"Bagaimana? Apa kamu sudah memikirkan penawaranku?" seru Kanzo, berhasil menghentikan langkah Marya.

Marya memutar tubuhnya ke arah pria yang duduk di kursinya." Maaf Pak, aku gak bisa."

Kanzo mengedikkan bahunya," ya sudah!" acuhnya.

Marya menghela napasnya, lalu berbicara." Kenapa Bapak mempermainkan aku?. Bukankah sebelum aku, karyawan lain sudah banyak yang mengajukan pinjaman, Bapak menyetujuinya dengan mudah."

"Aku pikir, aku juga membutuhkanmu" jawab Kanzo tersenyum tipis.

"Bukankah Bapak sudah punya istri?. Membutuhkanku untuk apa lagi, Pak?."

"Untuk apa lagi, kalau bukan untuk memuaskanku di atas ranjang" jawab Kanzo gamblang tanpa ada rasa malu sama sekali.

Marya terdiam sejenak, yang benar saja pria itu ingin menjadikannya objek pemuas nafs* saja.

"Kenapa Bapak tidak mencari wanita yang berpropesi di bidang urusan ranjang?. Aku rasa di luaran sana banyak wanita yang mau melayani Bapak." Marya tidak habis pikir apa yang ada di pikiran pria itu. Sudah punya istri, masih saja mencari wanita lain.

"Hei! aku ini pria baik baik. Yang benar aja kamu menyuruhku menikahi wanita jal***."

"Maaf Pak, aku gak bisa menikah dengan Bapak." Marya memutar kembali tubuhnya dan langsung keluar dari ruangan itu.

"Kamu harus mau" gumam Kanzo tersenyum. Bagaimana pun caranya, ia harus bisa menikahi Marya.

Siang hari, Marya yang sibuk dengan pekerjaannya, langsung mengangkat telepon yang berbunyi di depannya.

"Ha..."

"Saya memesan makanan dari luar. Kalau sudah datang, antar ke ruangan saya" potong suara seorang pria dari dalam telepon.Marya sangat mengenali suara itu dua hari ini. siapa lagi kalau bukan suara bos perusahaan itu.

"Baik,Pak" patuh Marya.

Sambungan telepon itu pun langsung terputus.

"Siapa?" tanya Widuri melihat wajah kesal Marya.

"Pak Kanzo memesan makanan dari luar. Dia memintaku mengantarnya ke ruangannya" jawab Marya.

"Biasanya Pak Kanzo meminta kurir untuk langsung mengantar ke ruangannya" ujar Widuri heran.

Selama bekerja menjadi resepsionis di perusahaan itu. Bos besar perusahaan itu tidak pernah meminta mereka mengantar makanan.

"Gak tau" balas Marya, wajahnya nampak cemberut."Nanti kamu aja yang antar ya. Aku malas ke ruangannya."

"Kenapa? Kan kamu yang di suruh?."

"Aku lagi malas aja."

"Gak ah, aku juga lagi malas" tolak Widuri. Dia lagi datang Bulan, bawaannya lagi malas gerak.

Wajah Marya semakin cemberut. Ia tau Pak Kanzo sedang mengerjainya.

Setelah makanan pesanan Kanzo di antar kurir. Dengan berat hati, Marya melangkahkan kakinya masuk ke dalam lif untuk naik ke lantai atas. Sampai di lantai atas, Marya melangkah ke meja Sekretaris di depan ruangan Kanzo.

"Mbak, ini makanan pesanan Pak Kanzo" ucap Marya, berharap sekretaris itu yang akan membawa masuk makanan itu ke dalam.

"Masuk aja kata pak Kanzo" balas sekretaris wanita itu."

Marya menggigit bibir bawahnya, terpaksa harus masuk ke ruangan pria menyebalkan itu.

"Masuk!" sahut dari dalam langsung saat Marya mengetuk pintunya.

Marya melangkah masuk sembari mendorong pintu di depannya. Dari tadi pagi, ia sudah dua kali masuk ke ruangan itu.

"Ini makanannya Pak, kalau begitu saya permisi." Marya langsung berpamitan setelah meletakkan kotak makanan di tangannya di atas meja.

Kanzo berdiri dari kursi kebesarannya, melangkah ke arah sofa.

"Marya, tolong rapikan buku buku di dalam rak sana" tunjuk Kanzo ke arah rak buku yang ada di ruangannya.

Marya yang hendak membuka pintu, menghela napas kasar. Ingin menolak perintah bos besar itu, tapi rasanya tidak mungkin. Marya pun melangkahkan kakinya ke arah rak buku yang di tunjuk Kanzo.

Kanzo yang duduk di sofa, menyantap makanannya sambil memperhatikan Marya yang sibuk merapikan buku buku di dalam rak. Entahlah? Mendapat penolakan dari Marya, semakin membuatnya penasaran dengan wanita itu.

"Sudah selesai Pak" ujar Marya, setelah selesai merapikan buku di dalam rak. Yang sebenarnya tidak berantakan sama sekali.

"Hm! trimakasih" balas Kanzo, lalu membiarkan Marya keluar dari ruangannya.

**

Pulang kerja, Marya lansung masuk ke dalam kamarnya, menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Waktu senggang untuk melunasi hutang Ayahnya, hanya di berikan satu Bulan. Jika Marya tidak bisa melunasi hutang Ayahnya, mereka harus angkat kaki dari rumah sederhana itu.

Kemana Marya akan membawa Ibu dan Adiknya pindah?. Gajinya pun tak cukup jika harus mengontrak rumah.

Tring!

Mendengar handphonnya berbunyi, Marya langsung mengeluarkannya dari dalam tasnya. Marya langsung membaca pesan masuk ke dalam ponselnya.

Jika kamu bersedia menikah, aku akan melunasi hutang Ayahmu di perjudian. Aku akan membiayai hidup Ibu dan Adikmu. Aku akan memberikan kalian kehidupan yang layak.

Begitulah isi pesan dari nomor baru itu. Marya menggigit ujung kuku telunjuknya. Berpikir dari mana pria yang di duga bosnya itu, mengetahui soal hutang Ayahnya di perjudian.

Marya tidak membalas pesan itu, lebih memilih keluar kamar untuk membersihkan diri ke kamar mandi.

Selesai membersihkan diri, Marya yang sudah rapi dengan pakaian rumahan. Menghampiri Ibunya di dalam kamar. Ibunya lagi sakit, semenjak dua Tahun yang lalu.

"Bu!"sapa Marya mengulas senyumnya ke arah Ibunya yang duduk bersandar di kepala ranjang.

Wanita paru baya itu pun mengusap lembut rambut Marya dari samping, menatap putrinya itu teduh.

"Bagaimana? Apa pengajuan pinjamanmu di terima?" tanyanya.

Marya terdiam sebentar dan terpaksa menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.

"Udah Bu" bohong Marya.

*Bersambung

Ketakutan

"Udah Bu" bohong Marya.

"Maafin Ibu ya, sudah menaggung beban berat karna Ibu gak bisa ngapa ngapain" ucap Ibu Hayati menatap Iba putrinya itu.

"Ibu, jangan bicara seperti itu. Marya juga berkewajiban membantu orang tua." Marya memegang tanga Ibunya dan sedikit meremasnya.

Ibu Hayati mengulas senyumnya, lalu mengangguk," trimakasih, Nak!."

"Adi belum pulang Bu?" tanya Marya, tidak melihat adiknya dari tadi.

"Sudah, palingan dia main bersama temannya" jawab Ibu Hayati.

"Marya siapin makan malam dulu ya Bu" pamit Marya. Hari sudah petang, dia harus menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Tadi Ibu dan Adi sudah memasak. Putri Ibu istirahat aja, pasti kamu lelah."Meski sakit sakitan, Ibu Hayati masih bisa memasak meski harus di bantu.

Marya pun membaringkan tubuhnya di samping sang Ibu. Benar, tubuhnya sudah lelah seharian bekerja. Tapi yang paling membuat Marya lelah adalah otaknya yang terus memikirkan kemana dia harus mencari uang yang banyak.

**

Pagi Hari, Marya yang sudah selesai menyiapkan sarapan, masuk ke dalam kamar Ibunya membawa nampan berisi makanan dan segelas air putih.

"Adikmu sudah sarapan?" tanya Ibu Hayati.

"Udah Bu!" jawab Marya meletakkan nampan di tangannya di atas meja samping kasur.

"Kak, uang sekolahku kapan di bayar?. Kata gurunya kalau uang sekolahku gak di lunasi aku gak boleh ikut ujian."

Marya dan Ibu Hayati langsung menoleh ke arah Adi yang menyembul di balik horden pintu.

"Adi malu Kak, sering di tanyain guru" ucap Adi lagi, menatap Marya dan Ibunya meneduh.

"Kakak belum gajian, nanti Kakak coba minjam duit sama teman kakak dulu ya" ujar Marya menghela napasnya pelan.

Ibu Hayati hanya bisa diam dengan mata berkaca kaca. Penyakit diabetes membuatnya tidak bisa bekerja lagi. Dan suaminya pun menghilang entah kemana. Sehingga Marya yang harus menggantikan peran orang tuanya mencari nafkah.

Seharusnya putrinya itu memikirkan masa depannya. Menabung sebagian gajinya, untuk bekalnya menikah nanti. Ini malah semua gaji putrinya itu habis untuk biaya hidup mereka.

"Usahain dapat ya Kak, Adi malu di tagih guru terus" ucap Adi lagi.

"Iya, sana berangkat, nanti kamu terlambat" balas Marya.

Adi pun masuk ke dalam kamar, menyalam Ibu Hayati dan berpamitan, lalu pergi.

"Maafin Ibu ya Nak" lirih Ibu Hayati.

"Ibu..." tegur Marya, tidak suka melihat Ibunya yang selalu merasa bersalah." Marya senang bisa berbakti sama orang tua" ucapnya tersenyum tulus.

"Kamu juga perlu memikirkan dirimu Nak." Ibu Hayati membelai lembut rambut putrinya itu.

"Itu pasti Bu, gak usah kawatir"balas Marya." Kalau begitu Marya berangkat kerja dulu Bu. Ibu jaga diri baik baik di rumah. nanti jangan lupa makan siang. Dan selalu doain Marya." Setelah menyalam tangan Ibunya, Marya langsung berangkat kerja, dengan melajukan motor kesayangannya.

Sampai di perusahaan, Marya langsung masuk ke dalam gedung perusahaan. Di sana sudah ada Widuri sahabatnya.

"Ini aku sudah bawain" ujar Widuri memberikan beberapa lembar uang pada Marya yang baru duduk.

"Trimakasih ya, aku selalu nyusain kamu." Marya menerima uang yang di pinjamnya pada Widuri tadi sebelum berangkat kerja.

"Ya selagi aku bisa bantu, pasti aku bantu." Widuri mengulas senyumnya.

"Kamu memang temanku yang paling baik" balas Marya mengulas senyumnya.

Melihat pintu masuk perusahaan itu di buka dari luar. Marya dan Widuri sama sama berdiri dari tempat duduk mereka, melihat bos besar perusahaan itu masuk.

"Slamat pagi Pak!" sapa mereka berdua ramah.

Pria bertubuh tinggi itu pun membalasnya dengan tersenyum, dan melihat ke arah Marya dari sudut matanya.

Marya yang melihatnya pun, memandangi pria itu sampai menghilang masuk ke dalam lif.

'Dia sangat pintar menjaga imagenya. Aku bahkan tidak menyangka, kalau Pak Kanzo yang terlihat baik, tega ingin menghianati istrinya' batin Marya. Mengingat pesan nomor baru semalam yang masuk ke dalam ponselnya.

"Marya, ada apa?. Kenapa lihatin Pak Kanzo?" tanya Widuri heran.

"Ah! gak ada." Marya tersadar dari lamunannya." Wid, aku ke ruang Pak Kanzo dulu ya. Ingin menanyakan soal pinjamanku. Mumpung belum masuk jam kerja" pamit Marya langsung melangkahkan kakinya ke arah lif.

Widuri hanya diam, mengerutkan keningnya saja. Beberapa hari ini sahabatnya itu memang sering masuk ke ruangan nomor satu perusahaan itu.

Marya yang sudah sampai di depan ruangan Kanzo, langsung mengetuk pintunya. Dengan sikap Kanzo yang mempermainkannya, sepertinya rasa segan Marya terhadap bosnya itu sudah mulai hilang.

"Masuk!" sahut pria dari dalam ruangannya sembari tersenyum. Dia sudah tau, jika yang mengetuk pintu ruangannya adalah Marya.

Marya mendorong pintu di depannya sembari melangkah masuk. Tanpa sengan menatap pria yang tersenyum manis ke arahnya. Menyebalkan sekali.

"Ada apa?" tanya Kanzo tanpa melepas netranya dari wajah Marya. Wajah gadis itu terlihat bertambah cantik dengan wajah kesalnya.

"Pak! aku mohon, beri aku surat rekomendasi pinjaman Pak" mohon Marya mengiba. Marya tidak tau harus mencari uang pinjaman kemana. Perusahaan itu adalah harapan satu satunya.

"Kamu di tawari hidup enak, gak mau. Padahal aku mengajakmu menikah, bukan berbuat dosa" ujar Kanzo." Apa yang salah" tambahnya.

"Kalau kamu mau, aku akan membayar hutang Ayahmu. Dan aku akan membiayai hidupmu dan keluargamu. Jadi kamu tidak perlu pusing lagi memikirkan uang."

Marya memejamkan matanya sembari menarik napas dalam. Sombong sekali laki laki itu. Apa dia pikir semua wanita bisa di beli dengan uang?. Kalau pun ada, kenapa pria itu tidak mencari wanita yang mau di bayar dengan uang?.

"Apa Bapak gak kasihan dengan istri Bapak?. Tega menduakannya?" tanya Marya.

"Justru karna aku kasihan padanya. Dia harus melayaniku sampai kesakitan. Karna aku memiliki libido yang tinggi" jawab kanzo tanpa rasa malu sedikit pun.

Marya terdiam, dan bergidik ngeri di dalam hati. Memikirkan sebuas apa pria itu di atas ranjang.

"Aku membutuhkan wanita tambahan untuk memuaskanku" ucap Kanzo lagi, menatap Marya dengan menyeringai lebar.

Membuat Marya mendadak ketakutan," Aku gak bisa Pak!." Marya langsung mengacir keluar dari ruangan itu.

Tawa Kanzo langsung pecah setelah Marya menghilang di balik pintu.

"Dia sangat lucu" gumamnya.

"Siapa yang lucu?."

Pandangan Kanzo langsung terarah ke arah pria yang masuk ke ruangannya.

"Gak ada" jawab Kanzo masih tidak bisa melunturkan senyumnya.

Pria yang duduk di depannya itu menatapnya penuh selidik." Kenapa resepsionis itu berlari keluar dari ruanganmu?."

"Aku mengajaknya menikah" jawab Kanzo, lalu menghela napasnya.

"Kamu serius?" pria bernama Haris itu melebarkan penglihatannya ke arah Kanzo. Dia adalah sahabat Kanzo sekaligus asisten pribadinya.

"Serius, tapi gadis itu tidak mau."

* Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!