NovelToon NovelToon

Pendekar Pedang Hitam

1 - AWAL MULA KEBENCIAN

"Hei, lihat! Si Hitam itu sedang berlatih pedang!"

Suara Bao Yu terdengar sampai ke telinga Jia Li yang masih melakukan gerakan berpedang yang sama, tiga gerakan saja. Jia Li sedang berlatih gerakan berpedang di hutan buatan Sekte Awan Petir yang merupakan Sekte Aliran Putih-Sekte menengah Kekaisaran Pertama- sangat jarang digunakan sebagai tempat berlatih, akan tetapi Jia Li menggunakan hutan buatan untuk berlatih pedang. Tidak disangka teman seperguruannya menangkap basah Jia Li sedang berlatih.

Anak perempuan berumur 8 tahun itu tersentak, dirinya segera menghentikan latihan dan menyarungkan kembali pedangnya. Dia memalingkan wajah karena kesal, jika sudah berhadapan dengan Si Mulut Pedas Bao Yu, rasanya Jia Li ingin sekali segera pergi. Telinganya terlalu berharga untuk mendengar hinaan dari orang.

Bao Yu dan ketiga temannya memandang rendah Jia Li--walaupun anak perempuan itu adalah anak dari salah satu Tetua Sekte Awan Petir, tetapi hal itu sama sekali tidak berpengaruh pada sikap yang ditunjukkan terhadap Jia Li.

"Hahaha, dia bahkan tidak bisa melakukan satu jurus! Hanya tiga gerakan yang payah!"

Bao Yu terus tertawa bersama teman-teman seperguruannya, bahkan saat tidak sengaja Jia Lian--adik Jia Li yang memiliki umur 7 tahun-- melewati hutan, dan mendengar perkataan Bao Yu, anak perempuan itu hanya mengembuskan napas dan tak memedulikan kakaknya yang tengah dihina. Jia Lian bahkan tidak menganggap Jia Li sebagai kakak.

Sudah menjadi kebiasaan Bao Yu saat melihat Jia Li melakukan hal apapun, Bao Yu langsung melemparkan kata-kata pedas pada Jia Li. Entah karena Jia Li tak pandai berpedang atau ... karena kulitnya berbeda dengan yang lain.

Sejak lahir kulit Jia Li memang berbeda dari orang biasanya. Kulit anak perempuan itu gelap, hanya giginya yang putih dan mata biru miliknya yang terlihat. Namun, bukan tanpa sebab kulit Jia Li gelap, kulit gelap tanpa cahaya itu merupakan sebuah kutukan dari musuh klan Jia yang berasal dari Sekte Aliran Hitam yang bisa membuat jurus kutukan hebat.

Ketika ibu Jia Li--Mei Yin--mengandung anak pertamanya, Sekte Awan Petir mendapat serangan dari musuh, hingga membuat Mei Yin diculik dan disiksa lalu di buat sebuah kutukan pada kandungannya. Kutukan itu dapat membuat sang calon bayi memiliki kulit gelap, bukan hanya itu bahkan kutukan tersebut dapat menggerogoti jiwa sang calon bayi dengan reaksi lambat dan cepat saat berumur 17 tahun. Memang kutukan yang sangat aneh.

Pertarungan-pertarungan tak bisa dihindari untuk menyelamatkan Mei Yin. Namun terlambat, saat Mei Yin diselamatkan kutukan itu telah diterapkan pada kandungannya. Sampai sekarang belum pasti ada penyembuh dari kutukan tersebut.

Jia Li mengepalkan kedua tangannya, sangat marah tetapi apa boleh buat, dirinya pun tidak bisa membalas Bao Yu. Anak perempuan itu berlari sekencang mungkin sebelum air matanya keluar.

Bao Yu yang melihat Jia Li lari segera dirinya ikut berlari mengejar Jia Li bersama ketiga temannya.

Tap

Anak laki-laki berusia 11 tahun yang memiliki rambut pendek berwarna merah, serta di bawah bibirnya memiliki tahi lalat dan wajah yang bersih menambah kesan tampan. Dia mendarat tepat di depan Jia Li yang langsung melompat mundur. Nampak Bao Yu tersenyum membuat Jia Li semakin mengepalkan tangan.

Tanpa diduga, Bao Yu menarik pedangnya dan melesat menyerang Jia Li. Angin kejut yang dibuat Bao Yu membuat beberapa pohon tumbang, diusia 11 tahunnya, Bao Yu telah mencapai Tingkat Putih Tahap Tiga yang mana sangat jarang diusia tersebut telah di tingkatan ini.

Jia Li segera menghindar dan menghunuskan pedangnya.

"Kau ingin membunuhku?!"

Mendengar hal itu membuat Bao Yu tersenyum, senyuman yang membuat Jia Li ingin menangis. Rasa takut mulai menyelimuti tubuh, dirinya mulai bergetar.

"Tentu. Kau hanya menghalangi pemandangan Sekte Awan Petir dengan kulitmu, haha."

Anak itu melirik ke arah tiga temannya, penanda mereka akan menyerang Jia Li. Mereka juga ikut tertawa melihat Jia Li ketakutan.

Ketiganya menarik pedang dan bersiap menunggu aba-aba.

Jia Li semakin gemetar, dia berniat untuk melarikan diri, tidak mungkin dirinya menghadapi Bao Yu dengan teman-temannya.

"K-kenapa?! Kenapa kalian membenciku?!"

Jia Li mengatakannya dengan gemetar, dirinya sekarang tidak bisa melarikan diri sebab lawan telah mengepung.

Andai ada orang yang mau membantu Jia Li, dia tidak akan setakut ini. Dukungan, hanya dukungan yang perlu anak itu dapatkan. Sayangnya, tidak ada satupun orang yang dia kenal mendukungnya dari lahir sampai sekarang. Kehidupan yang menyedihkan!

"Kau hanya anak kutukan! Kutukan yang mungkin bisa membahayakan nyawa orang lain!" Bao Yu menaikkan alisnya sambil menyeringai. Setelah itu dirinya memberi aba-aba pada ketiga temannya untuk menyerang Jia Li.

Traaang!

Jia Li menahan serangan Bao Yu dengan gemetar, tetapi tidak bisa menangkis serangan lain yang mengakibatkan leher, tangan, dan kakinya tergores sampai mengeluarkan darah segar.

Jia Li merasakan sakit, terlebih pada hatinya yang mungkin akan sulit dihilangkan. Sekuat tenaga dirinya mendorong pedang Bao Yu, dan kemudian melompat mundur.

"Aku tidak membahayakan orang lain!"

Dengan tegas Jia Li berkata, air matanya mulai keluar, detik berikutnya dia langsung lari keluar hutan tanpa mempedulikan Bao Yu dan ketiga temannya yang tersenyum senang.

Hui Ying berumur sama dengan Jia Li, memiliki gigi gingsul serta rambut hitam seperti mangkok yang terbalik juga menambah ucapan Bao Yu, "cih! Cengeng sekali dia."

"Si Kulit Hitam memang pantas dibunuh."

Xin Feng menyarungkan kembali pedangnya. Dia memiliki tubuh yang cukup kekar diusianya serta mata tajam.

Sementara Bao Yu dan kedua temannya mengejek dan menghina Jia Li, tetapi satu teman Bao Yu hanya diam menatap Jia Li pergi.

"Kasihan sekali, Nona Li."

Bao Yu, Hui Ying, dan Xin Feng tersentak ketika mendengar gumaman Xiu Juan. Ketiganya mendekati Xiu Juan yang segera menutup mulut saat menyadari bahwa ketiga temannya menatap dengan kesal.

Bao Yu menginjak kaki kecil Xiu Juan menggunakan tenaga dalam, hal itu jelas sangat menyakitkan kaki kecil Xiu Juan.

Bocah berusia 5 tahun itu menjerit kesakitan, dirinya memohon agar Bao Yu nengangangkat kakinya. Namun, yang terjadi malah Xin Feng menarik telinga Xiu Juan.

"Kau merasa kasihan pada 'Si Kulit Hitam' itu? Kasihanilah dirimu sendiri, Juan'er!"

Xin Feng memuntir telinga Xiu Juan yang terus berteriak kesakitan sambil memohon pada temannya untuk melepaskan telinga dan kakinya. Bao Yu dan Xin Feng malah tertawa melihat temannya menangis.

"Kumohon ... aku minta maaf ...."

Xiu Juan dengan wajah polosnya terus meminta maaf dengan gemetar. Hui Ying yang tak tega melihat teman kecilnya menarik tangan Xin Feng dan mengatakan bahwa Xiu Juan masih terlalu kecil untuk dilukai.

Xin Feng segera melepaskan tangannya dengan kesal, semetara Bao Yu mengangkat kakinya setelah puas. Itu balasan bagi siapa pun yang berani mengasihani 'Si Kulit Hitam'.

"Itu pelajaran untukmu Xiu Juan, walaupun kau masih kecil tapi jika kau membela 'Si Kulit Hitam' itu maka kau akan kuhukum, mengerti?"

Bao Yu menyilangkan kedua tangan di depan dada, Xiu Juan hanya mengangguk mengerti walaupun dalam hati bertanya, 'memangnya kenapa jika kulit Nona Li gelap?'

Xin Feng mendengus kesal dan berkata, "jangan ulangi lagi, bocah!"

Hui Ying tersentak saat temannya yang barusan berbicara mengatakan 'bocah' pada Xiu Juan. Xin Feng sendiri masih berumur 10 tahun. Bukankah mereka masih sama-sama bocah?!

Hui Ying menggelengkan kepala. Benar-benar jangan sampai mulutnya menyinggung Bao Yu dan Xin Feng, bisa-bisa dia mati karenanya.

"Sudahlah, Senior. Sebaiknya kita kembali ke tempat latihan."

Walaupun Xin Feng baru memasuki Tingkat Putih Tahap Pertama, tetapi dia harus mengatakan 'Senior' pada Xin Feng sebab dirinya juga merasa bahwa temannya itu lebih kuat.

Bao Yu dan Xin Feng mengangguk. Meninggalkan Xiu Juan sendiri di hutan.

Di usia yang masih muda, Bao Yu, Hui Ying, Xin Feng, dan Xiu Juan telah memahami pertarungan, akan tetapi mereka masih belum memahami untuk apa dan siapa pedang diayunkan.

Angin menerpa rambut Xiu Juan yang panjang sebahu berwarna cokelat, mata teduhnya serta senyum hangatnya bisa membuat orang lain merasa tenang dan nyaman. Namun, semua itu musnah karena dirinya menjadi teman Bao Yu yang memiliki kesan buruk di mata teman seperguruannya.

Xiu Juan mengusap kakinya, merah. Bao Yu, dan Xin Feng memang anak yang keterlaluan! Jika saja dirinya tidak memiliki hutang budi pada keduanya, mungkin saja saat ini Xiu Juan tidak akan berteman dengan mereka.

Mata Xiu Juan memerah, dirinya mengepalkan tangan. Jauh dilubuk hatinya meminta maaf pada Nona Jia Li karena tidak bisa membantu.

Xiu Juan tahu betul mengenai kutukan pada tubuh Jia Li, sebab mendengar cerita dari kedua orangtuanya dan juga beberapa orang.

2 - JIA LIAN

Di perpustakaan Sekte Awan Petir memiliki banyak kitab, dari kitab jurus sampai memasak, ada di sana. Lengkap, terkecuali kitab yang membahas mengenai kutukan, sama sekali tidak ada di Perpustakaan. Gedung ini terletak di belakang Gedung Peristirahatan para murid yang memiliki 700 kamar. Di samping Gedung Peristirahatan ada Gedung Pelatihan mental, ada juga itu sebuah lapangan hijau luas untuk berlatih pedang.

Bukan hanya itu, terdapat juga Gedung Penjerat Jiwa, gedung tersebut sebenarnya adalah tempat di mana para murid yang melanggar aturan Sekte akan dihukum agar si pelanggar hukum merasa jera dan tidak akan mengulangi pelanggaran Sekte lagi.

Sekitar sebelas meter dari Gedung Penjerat Jiwa, ada Gedung Pengambilan Misi yang hanya bertingkat dua. Kemudian dua puluh meter lagi terdapat hutan buatan.

Seseorang baru saja keluar dari hutan buatan dengan mata yang memerah. Dia kemudian menarik napas sebelum menghembusnya. Salah satu murid Sekte Awan Petir yang melihat dia hanya menggelengkan kepala.

"Menyebalkan."

Dengan berjalan santai, Jia Li menuju Perpustakaan untuk menenangkan diri. Walaupun Jia Li sering mendengar orang lain kutukan ada padanya, akan tetapi Jia Li tidak percaya begitu saja. Kulit hitam bukan hanya dia yang memiliki.

Beberapa murid yang melihat Jia Li nampak berbisik-bisik, tak ada satu pun dari mereka yang menyapa Jia Li. Diasingkan, walaupun berada di lingkungan sendiri rasanya menyakitkan. Jia Li menutup matanya, berusaha menenangkan hati dan menutup telinga.

"Jangan dengarkan perkataan mereka, Jia Li. Kau kuat. Oh ayolah! Mata, jangan sampai mengeluarkan air ...."

Jia Li membuka mata dan melangkah lebih cepat.

Perpustakaan ini memiliki 7 tingkat, biasanya para murid lebih menyukai tingkat atas sebab merasa di tingkat atas banyak kitab yang lebih hebat. Setiap lantai memiliki ruangan besar sebanyak sembilan untuk para murid yang ingin berkonsentrasi membaca. Di tengah-tengah tingkat ke 3-5 memiliki bangku yang berjejer panjang.

Penjaga Perpustakaan merupakan murid Sekte Awan Petir sendiri. Dengan setiap lantai memiliki lima murid penjaga.

Begitu melangkah memasuki perpustakaan, aroma khas dari buku tercium di hidung, suasana tenang ini yang dibutuhkan Jia Li. Beberapa murid lalu lalang bahkan terlihat tersenyum senang.

Jia Li masuk di lantai pertama, sama seperti murid lain bahkan penjaga Perpustakaan sama sekali tidak menyapanya. Jia Li segera mencari kitab yang menarik. Dia tahu bahwa kitab yang menjelaskan mengenai kutukan itu tidak ada di Perpustakaan ini. Jia Li berniat mencari kitab itu, tetapi entah kapan.

Kitab Teknik Pernapasan, Jia Li segera mengambil kitab itu yang berada di rak paling bawah.

"Hm, sepertinya menarik."

Jia Li berniat untuk mencari ruangan yang masih kosong untuk membacanya, tetapi matanya yang masih melihat buku ditangan tidak melihat ada orang yang dia tabrak sampai kitab itu terjatuh. Sontak Jia Li mengambil kitab itu.

"M-maafkan aku, aku tidak sengaja."

Jia Li membungkukkan tubuh. Merasa tidak ada jawaban, Jia Li mendongak saat yang dia tabrak ternyata adiknya, Jia Lian.

Jia Lian nampak sangat kesal saat ada orang yang menabraknya, dia menatap tajam sang kakak tanpa mengeluarkan suara.

"Lian'er, maafkan kakak. Aku tidak sengaja menabrakmu." Jia Li menatap adiknya dengan rasa bersalah, tetapi Jia Lian malah berdecih.

"Aku bahkan malu mengakui bahwa kau adalah kakakku."

Jia Li tersentak mendengar perkataan adiknya yang terasa seperti tusukan pedang pada hatinya. Jia Li menatap tak percaya pada Jia Lian yang bahkan telah membuang muka.

"Lian'er, sebegitu buruknya kah aku?"

Mata Jia Lian berwarna cokelat terang jauh berbeda dengan warna mata Jia Li. Dengan wajah kesal Jia Lian menghentakkan kaki sambil menatap Jia Li.

"Cih! Tanyakan saja pada cermin."

Jia Lian membalikkan badan, baru dua langkah, dirinya menoleh ke belakang tepat pada Jia Li yang memperlihatkan ekspresi sedih. Rasanya dia begitu malu bahwa Jia Li adalah kakak kandungnya. Rasa muak sudah lama Jia Lian rasakan.

"Kau jangan pernah lagi menyebut namaku, atau kau akan kubunuh," kata Jia Lian berkata sinis.

Jia Li kembali dibuat tersentak. Bibirnya bahkan kelu ketika ingin mengatakan sesuatu. Hanya tatapan yang sulit diartikan mengarah pada Jia Lian yang semakin pergi menjauh. Tanpa disadari, Jia Li yang telah menggenggam kitab, mengepalkan tangan kuat. Ini untuk pertama kalinya Jia Lian mengatakan hal buruk padanya, tidak seperti biasanya yang hanya diam tak menanggapi perkataan Jia Li ketika berbicara.

Untuk pertama kalinya juga Jia Li merasa dirinya sama sekali tidak pantas hidup. Hatinya sesak hanya karena perkataan barusan. Mungkin bagi orang lain perkataan Jia Lian biasa saja, tetapi berbeda dengan Jia Li.

"Lian'er ...."

Jia Li menghembuskan napas. Dirinya segera bergegas pergi saat melihat ada ruangan kosong. Walaupun hatinya sakit, dia tidak mau terlalu terbawa emosi untuk saat ini.

Kitab Teknik Pernapasan yang dibawa Jia Li memiliki lima teknik, yaitu Teknik Pernapasan Udara, Teknik Pernapasan Angin, Teknik Pernapasan Api, Teknik Pernapasan Air, dan Teknik Pernapasan ... Jia Li mengerutkan alis ketika membaca teknik pernapasan terakhir.

"Teknik Pernapasan Mata? Memangnya ada? Ck, namanya aneh sekali."

Jia Li menggelengkan kepala, dirinya baru akan membaca teknik-teknik pernapasan tersebut tetapi kepalanya sudah pusing duluan.

"Bagaimana cara melakukannya? Aku sama sekali tidak mengerti!"

Jia Li hanya membolak-balik kertas, melihat gambar yang menjelaskan gerakan-gerakannya dengan penjelasan, akan tetapi sepertinya otak kecil Jia Li tidak sanggup menerimanya. Beberapa kali mencoba mempraktekkan, Jia Li lagi-lagi salah. Entah mengapa dirinya sulit menghapal.

Senja mulai menampakkan diri, banyak murid-murid yang telah duduk di lapangan. Aturan setiap akhir bulan, para murid Sekte Awan Petir diharuskan mendengarkan ceramahan dari Tetua-tetua Sekte, makan bersama, seakan menghilangkan beban sejenak dipundak, kemudian akan ada latihan pedang tanpa menggunakan tenaga dalam. Aturan tersebut disebut Tali Jiwa, yang mana para murid dan Tetua akan merasa ada jiwa yang saling tarik menarik atau seperti tali persahabatan.

Jia Li hampir pingsan ketika sudah membaca kitab yang dipegangnya beberapa kali namun tidak juga paham.

Bocah itu kemudian menaruh kembali kitab itu di tempat semula. Dia berniat akan pergi ke rumah sebentar untuk mencari Ibunya dan akan menanyakan Teknik Pernapasa Mata. Setelah itu dirinya akan mengikuti acara Tali Jiwa.

Jia Li dapat melihat di lapangan telah disiapkan api unggun merah yang sangat besar, bukan hanya itu, ada banyak daging dengan tubuh besar yang siap dibakar yang akan ditambah dengan bumbu, beberapa sayur dan umbi-umbian. Jia Li berdecak kagum, dia memang sering mengikuti acara ini, tetapi tidak semeriah ini. Di atas lapangan terdapat lampu berwarna warni, ditambah dengan kumbang cahaya yang menerangi. Ini sangat berbeda dari acara akhir bulan sebelumnya.

Jia Li mengambil kumbang bercahaya saat lewat di depannya, seulas senyum terukir di wajah anak itu.

"Kau cantik, kuharap kelak aku juga akan sepertimu."

Jia Li kemudian kembali berjalan ke arah rumah, tak sabar memberi kumbang bercahaya pada sang Ibu.

Dua murid Sekte Awan Petir terlihat tengah berbicara sambil membawa dua karung umbi-umbian yang telah hidup 50 tahun. Mereka mengatakan Tetua dari Sekte Angin Es, dan Lembah Kabut akan menghadiri acara ini.

Jia Li yang tak sengaja mendengarnya menaikkan sebelah alisnya. "Wah, ini hebat! Biasanya para Tetua sibuk dengan pekerjaan, tapi Tetua Sekte Angin Es, dan Lembah Kabut mau mendatangi acara ini!"

Jia Li tersenyum, dirinya melajukan langkah agar cepat sampai rumah.

Rumah Jia Li berada 45 meter dari Sekte Awan Petir. Dikelilingi oleh pohon plum serta pohon persik. Tidak ada semak-semak, hanya ada tanaman bunga berwarna warni yang menambah kesan indah. Sekitar 25 meter dari rumah Tetua Jia Fu--ayah Jia Li--terdapat sungai buatan dengan dasar sungai yang terbuat dari giok biru, sungai ini memiliki panjang 15 meter, lebar 10 meter, dan tingginya sekitar 8 meter. Diujung sungai terdapat tanaman herbal, dan beberapa teratai biru atau disebut sebagai teratai uthpala. Di tengah-tengah sungai terdapat jembatan, Jia Li berjalan sambil menghirup udara segar. Hah, rasanya Jia Li ingin segera menemui Ibunya.

"Kumbang, kau jangan mati dulu, aku akan membawamu pada Ibuku."

Jia Li tak memudarkan senyuman, sambil berjalan melewati jembatan. Di depannya sekarang adalah rumah besar dan bertingkat. Senyumnya kian mengembang di tengah gelapnya malam.

Di kamar besar berwarna putih, dengan corak petir, dua orang tengah berbicara. Salah satu dari mereka anak berumur 7 tahun, dan satunya lagi wanita berumur sekitar 30 tahun. Mereka nampak senang berbicara.

"Kau satu-satunya anak Ibu."

Mei Yin mengelus pucuk rambut Jia Lian sambil tersenyum hangat. Sementara Jia Lian mengusap-usap rambutnya yang berantakan karena Ibunya. Dirinya mengatakan jangan merusak rambutnya. Mei Yin hanya menggeleng melihat tingkah putri ini.

"Ibu, jangan berbicara seperti itu. Bagaimana dengan Kakak Li?"

Pertanyaan Jia Lian membuat Mei Yin mengembuskan napas. Dirinya sama sekali tidak menyukai Jia Li, walaupun dia adalah darah dagingnya. Entah mengapa dia merasa bahwa Jia Li hanya kesialan dalam kehidupannya. Sambil mengerucutkan bibir, Mei Yin berkata,

"Hanya kau anak Ibu, Lian'er. Tidak ada yang lain. Si Gelap itu bukanlah anak Ibu."

Bagai sambaran petir di malam hari itu. Jia Li membeku di depan kamar sang ibunda saat ini. Telinganya mendengar dengan jelas ucapan Jia Lian dan ibunya. Tanpa disadari, perlahan setitik air matanya mengalir.

3 - PERGI DARI SEKTE

Gemuruh sakit di dada mulai menjalar. Semakin deras air keluar dari pelupuk matanya. Jia Li ingin tidak percaya dengan pendengaran barusan, akan tetapi semakin lama di depan kamar Mei Yin, semakin jelas bahwa Mei Yin sama sekali tidak menganggapnya ada.

Jia Li mencoba mengatur pernapasan pelan. Suara Mei Yin dan Jia Lian masih terus berlangsung.

"Memang Lian'er melihat ada kemiripan wajah ibu atau ayah di wajah Jia Li?" Mei Yin menaikkan sebelah alis sambil bertanya. Dirinya kembali bertutur, "hmph. Sama sekali tidak ada. Itu sudah jelas menandakan Jia Li bukan anak ibu maupun ayah."

Jia Lian tersenyum senang mendengar perkataan barusan. Dirinya tertawa manis dan mengusap-usap telapak tangan Mei Yin ke pipi.

"Itu benar, ibu. Kalian sama sekali tidak mirip."

Mei Yin tertawa kecil melihat tingkah lucu putri di depannya ini.

"Lian'er, bidadari ibu, kau semakin hari semakin cantik, ya."

Mei Yin mengusap pipi Jia Lian dengan gemas, walaupun usia Jia Lian baru menginjak 7 tahun, tetapi wajahnya sudah menampakkan kecantikan yang luar biasa. Kecantikan itu berasal dari Mei Yin yang juga sangat cantik ditambah ketampanan sang ayah, kecantikan Jia Lian semakin bertambah.

"Tentu saja, aku 'kan anak ibu."

Jia Lian tersenyum, dirinya memeluk Mei Yin dengan erat, begitupun dengan sang ibu yang memeluknya.

Entah dua orang itu merasakan kehadiran orang lain atau tidak. Mei Yin seakan hanya memiliki satu putri, padahal di bibir pintu putri pertamanya tengah memandang mereka dibalik pintu kamar yang sedikit terbuka.

Jia Li segera mengusap air mata menggunakan lengan, tanpa pikir panjang berlari keluar rumah dengan cepat, ttidak peduli ada murid yang ditabraknya begitu saja. Selama ini, Jia Li berpikir bahwa Ibunya menyayanginya sama seperti Jia Lian. Namun semua itu salah. Semua pemikiran itu hancur berkeping-keping malam itu. Kepingan harapan yang mungkin tidak akan pernah bisa disatukan kembali.

Jia Li terus berlari dengan kencang, tangannya terkepal kuat. Hatinya kembali terluka dan semakin parah mengingat ucapan Mei Yin. Selama ini dia beranggapan bahwa semua hinaan yang didapatnya akan hilang seiring berjalannya waktu, akan tetapi dugaannya itu salah. Selama Ibu dan Ayahnya yang walaupun jarang berbicara padanya, Jia Li tetap menjadikan hinaan itu seperti dukungan dari orang-orang. Namun sekarang dia tak memiliki orang yang mau menerima dirinya. Sangat menyakitkan! Dia terlalu polos dan berpikir naif di dunia kejam ini.

Air mata Jia Li terus keluar, bibirnya sulit kelu hanya untuk mengeluarkan sepatah kata. Dia berlari digelapnya malam. Ketika dia melewati gapura Sekte Awan Petir, dirinya merasa dadanya sangat sakit. Beruntung Jia Li tak bertemu murid Sekte Awan Petir saat melarikan diri dari sekte.

Angin malam begitu dingin, awan tiba-tiba saja muncul dan siap menyemburkan air. Hawa yang begitu aneh mulai terasa disekeliling kota Awan Ungu, bahkan beberapa warga segera masuk ke rumah dengan mengunci pintu dan jendela. Perasaan yang pernah mereka rasakan ini pernah terjadi sekitar 8 tahun lalu. Sebuah bencana akan terjadi yang akan menewaskan banyak orang. Bagi pendekar yang mengetahui tentang awan yang tiba-tiba muncul dengan warna ungu ini, mereka akan segera pergi mencari tempat yang aman dari derasnya hujan yang akan datang. Mereka menyebut peristiwa ini dengan,

BADAI HUJAN PENGHILANG NYAWA

Di kota Awan Ungu bersebelahan dengan Hutan Terlarang yang konon siapa pun yang masuk ke dalamnya disaat peristiwa Badai Hujan Penghilangan Nyawa, tidak akan selamat. Tubuh mereka akan lenyap begitu saja bak ditelan bumi. Kecuali orang itu mendapat keberuntungan.

Awan Ungu tiba-tiba saja menyelimuti Hutan Terlarang, suasana mencekam mulai keluar dari sana. Kota Awan Ungu beruntung Awan Ungu hanya berada di atas.

Suasana mencekam itu membuat Tua Bangka yang tengah ditodong pedang hanya diam di gang pasar kota Awan Ungu. Perasaannya benar-benar tidak enak. Beberapa kali dirinya mengatakan akan terjadi suatu bahaya. Namun Pendekar Aliran Hitam yang merasa Tua Bangka di depannya membual hanya tertawa bersama kedua temannya.

"Kau ingin mengelabui kami, Tua Bangka?"

Dai Yu menyeringai, hanya dalam satu tebasan, kepala Tua Bangka di depannya akan menggelinding. Namun detik berikutnya temannya merasakan hal yang tidak wajar.

"Wah, ada awan ungu! Lihat, sangat jarang ada awan berwarna ungu!" Tao Ping menatap langit dengan kagum. Dirinya baru melihat awan yang berwarna ungu selama hidupnya ini.

Hu Jing menaikkan sebelah alisnya, dirinya seperti pernah mendengar cerita mengenai Awan Ungu. Sesaat dia terdiam sebelum tubuhnya gemetar.

"Dai Yu, sepertinya kita harus cepat kembali ke Sekte."

Ucapan Hu Jing membuat Dai Yu menyerngit heran. Apalagi mendengar perkataan Tao Ping membuatnya menggelengkan kepala. Memangnya ada ada dengan Awan Ungu?!

"Apa maksudmu? Kita akan membunuh Tua Bangka ini!"

Dai Yu berdecak kesal, dirinya menatap Tua Bangka di depannya dengan tajam. Tua Bangka itu menelan ludah susah payah, tubuhnya telah terluka, jika dirinya melawan kemudian tewas ditempat ini, lalu bagaimana dengan tanggung jawabnya di tempat lain?

"Sebelum kau membunuhnya, sebaiknya kau lihat langit itu."

Hu Jing menunjuk di atasnya dengan wajah yang mulai memucat. Mereka harus segera pergi dari kota Awan Ungu, jika tidak sesuatu yang buruk akan terjadi.

Di tempat Hutan Terlarang, baru saja seorang bocah masuk tanpa mempedulikan Awan Ungu yang mengelilingi hutan. Dia terus meneteskan air mata tanpa mengeluarkan suara. Hatinya benar-benar hancur, bahkan mungkin akan sulit disatukan kembali.

Dia berlari kecang sampai tersandung akar besar, membuat tubuhnya terjatuh. Suara petir bergemuruh di atas, bocah itu bahkan tak mendengarkannya sebab terlalu larut dalam suasana hatinya.

"K-knapa?! Kenapa aku memiliki kutukan ini?!"

Bersamaan dengan kalimat Jia Li yang baru saja keluar, petir mulai menyambar di atasnya. Angin mulai berhembus kencang.

"Apa jika aku tidak memiliki kutukan, semua orang akan mencintaiku? Aku akan mendapat kasih sayang keluarga? Tidak dikucilkan dan memiliki kehidupan normal?!"

Jia Li berteriak kencang di tengah-tengah hutan. Jia Li memukul tanah dengan keras sampai membuat retakan tanpa disadari. Dia terus menangis. Perkataan Ibunya, Jia Lian, Bao Yu, dan yang lainnya terngiang-ngiang di kepala sampai membuat Jia Li merasa tak layak hidup. Dia tak menyalahkan Tuhan untuk segalanya, hanya saja Jia Li merasa dirinya yang salah dalam segala hal.

Jia Li berdiri dengan cepat menarik pedang dari sarungnya dan kemudian menebas angin untuk menghilangkan rasa sakit di dada. Angin kejut yang dihasilkan membuat beberapa pohon tumbang. Bahkan Jia Li berteriak keras berharap dengan begitu seluruh sakitnya akan hilang. Anak perempuan itu menebas pohon secara liar dan penuh dengan tenaga dalam. Bahkan saat ada Siluman Beruang Merah yang lewat dengan cepat Jia Li menyerang beruang itu secara brutal. Entah sadar atau tidak yang dilakukan Jia Li benar-benar diluar dugaannya sendiri.

Arrrghhhh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!