NovelToon NovelToon

Benih Titipan Tuan Mafia

Prolog

Surabaya 2005

Seorang anak laki-laki di seret paksa menuju gudang belakang sebuah sekolahan. Seragam putih abu-abu itu terlihat compang-camping juga kotor.

Namanya Kai. Siswa Sekolah menengah ke atas yang kerapkali menjadi sasaran korban bullying teman-teman sebayanya. Tubuh kurusnya adalah pemicu dirinya di perlakukan tidak adil.

Mereka bilang Kai tidak pernah makan! Kai anak orang miskin! Tidak pantas bersekolah di tempat favorit. Sangat banyak kata-kata hinaan di tunjukkan untuknya namun saat itu Kai hanya bisa diam sambil menyimpan dendam.

Dari jarak aman. Seorang gadis merupakan Adik kelas Kai memergoki perundungan tersebut. Dia mengintip dari balik tembok ketika Kai di tendang beberapa kali.

Cepat-cepat dia beranjak dari tempatnya lalu memanggil guru untuk meminta bantuan.

"Hei kalian!!!" Teriak seorang guru. Sontak kerumunan itu bubar meninggalkan Kai yang sudah babak belur." Astaga anak-anak itu." Imbuh si guru duduk berjongkok untuk memeriksa keadaan Kai." Kenapa kamu tidak melawan?" Manik Kai malah menatap gadis yang berdiri di belakang si guru.

"Mereka terlalu banyak Pak."

"Paling tidak berteriak. Untung Sisil melapor pada Bapak."

Oh namanya Sisil? Dia cantik sekali. Aku hanya akan menikah dengannya suatu hari nanti...

Cinta pertama terucap begitu saja di dalam hati. Seperti bukan apa-apa namun tertanam kuat di otak Kai.

Tidak ada yang bisa di ingat kecuali sebuah tanda lahir di tangan kanannya. Apalagi hari itu adalah waktu terakhir Sisil berada di kota tersebut. Bisa di pastikan jika Kai tidak bisa bertemu lagi tapi tidak berniat untuk melupakan.

🌹🌹🌹

Ciiiiiiiiiiiitttttttttttt!!!!!!!

Braaaakkkkk!!!!

Sebuah motor terpental sejauh sepuluh meter dari lokasi kecelakaan. Mobil hitam penyebab dari kecelakaan naas tersebut melaju kencang meninggalkan area seakan tidak perduli.

Orang berlalu lalang berusaha menghentikan laju mobil namun tidak berhasil. Beberapa dari mereka memotret nomer polisi tapi mobil tersebut tidak memiliki plat nomor yang seharusnya ada di belakang.

Kerumunan tersebut memilih mengurus korban yang merupakan pasangan Suami Istri. Motor mereka terlihat hancur dengan banyak darah berceceran dimana-mana.

"Tidak!!! Nay!!!" Teriak Hendra memangku tubuh Nay yang bersimbah darah." Tolong Istri saya Pak. Tolong panggilkan ambulance." Imbuhnya berteriak di sertai suara isakan.

.

.

.

.

.

Tiga bulan kemudian...

Di sebuah ruang bawah tanah. Kai tersenyum simpul ketika beberapa orang anak buahnya membawa seorang lelaki berjas rapi. Kepala lelaki itu di bungkus kain berwarna hitam dengan kedua tangan terikat ke belakang.

Tanpa fikir panjang, si ketua gangster bernama Alan mendudukkan paksa si lelaki tepat di bawah kaki Kai. Dia membuka tudung hitam pembungkus kepala dan memperlihatkan sebuah lakban menyumpal mulut si lelaki. Dengan kasar Alan membuka penutup mulut. Sontak saja si lelaki mengumpat ke arah Kai.

"Kenapa saya di bawa ke sini!!! Apa salah saya!!" Teriaknya seraya mencoba melepaskan diri.

"Kau tidak mengingatku, Sandi?" Jawab Kai masih memperlihatkan senyuman simpul.

"Siapa kau!! Berani sekali kau berbuat ini!! Akan ku penjarakan kalian semua." Kai terkekeh nyaring. Dia berdiri sambil terus terkekeh sampai suaranya menggema di ruangan kedap udara tersebut.

"Memenjarakan ku? Hahahaha.. Kau saja belum tentu melihat matahari setelah ini." Saliva Sandi tertelan kasar. Ucapan tadi hanyalah gertakan sebab sebenarnya dia merasa sangat ketakutan.

"Apa salahku Tuan? Lepaskan, tolong. Aku punya anak dan Istri."

"Berani sekali kau berprotes!!!"

Duaaaaaakkkkkk!!!

Tanpa aba-aba Kai menendang kepala Sandi hingga tersungkur di lantai. Darah segar terlihat keluar di sudut bibirnya.

"Aku bahkan tidak pernah mengeluh ketika kau dengan tega menendang ku!!! Menyiram ku dengan air kencing dan memandikan ku dengan air kotoran." Sandi melebarkan matanya. Otaknya langsung mengingat satu nama, Kai.

Bisa di pastikan jika perundungan yang di alami Kai membuatnya memiliki kepribadian kejam. Mati-matian dia meraih gelar sebagai ketua Mafia yang sangat di segani hanya bertujuan ingin membalas dendam.

Tubuhnya memang masih terlihat kecil. Namun otot-otot yang ada di dalam dan beberapa luka sayatan menandakan jika dia sudah bukanlah Kai yang mudah di tindas.

"Kai.." Ucap Sandi terbata.

"Ya Kai!!! Kau ingat!!" Kepala Sandi di raih dan di paksa berdiri meski berusaha melawan." Aku akan memburu kalian semua. Kalian yang sudah menodai masa mudaku dengan warna hitam. Lihat apa yang kau tuai dari perbuatan mu dulu." Senyum Kai terlihat mengerikan dengan sorot mata tajam menusuk.

"Ampun Kai. Itu hanya kenalan remaja. Aku sekarang memiliki..." Penjelasan itu tertahan ketika Kai memutar kepala Sandi sampai tulang-tulangnya remuk. Tubuh Sandi di lepaskan, berserta sarung tangan karet yang di kenakan.

"Aku ingin kau cepat menemukan sisa nya." Pinta Kai kembali duduk di kursi kebesarannya.

"Siap Tuan."

"Bagaimana dengan korban kecelakaan tempo hari. Kau sudah mengurusnya?" Alan tersenyum. Beberapa hari lalu dia melontarkan pembahasan itu namun Kai tidak menggubrisnya.

"Sudah Tuan. Anak perempuannya tewas sementara si wanita mengalami luka bakar cukup serius."

"Lain kali jangan teledor. Kau tahu aturannya seperti apa!!"

"Maaf Tuan. Saat itu saya kurang fokus dalam menyetir."

"Apa perkerjaan Suaminya?"

"Dia berkerja sebagai supir pribadi Nona Jessica." Kai mengangguk-angguk seraya meraih sebatang rokok.

"Suruh Jessy memberikan satu perusahaan. Bilang ini perintah dariku."

"Tapi Tuan. Ada satu hal lagi."

"Apa katakan?" Alan mendekat lalu membisikkan sesuatu yang membuat Kai menghentikan gerakan tangannya.

"Aku tidak mau tahu. Perusahaan itu adalah bentuk tanggung jawabku atas hidup mereka."

"Baik Tuan. Permisi." Alan mengangguk sejenak lalu pergi bersama kedua anak buahnya.

Ahhh melelahkan... Umurku semakin tua tapi Sisil tidak juga bisa ku temukan. Aku hanya akan menikah dengannya. Di mana dia sekarang? Sepertinya aku harus mencari seorang wanita yang mau mengandung anakku untuk sementara. Aku ingin punya keturunan untuk mewarisi kekuasaan ku nantinya..

.

.

.

.

.

.

.

.

Potongan kejadian di atas saling terhubung satu sama lain.

Jangan bertanya dulu karena nanti kalian akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang bersarang di hati kalian.

Ikuti kehidupan Naysila selanjutnya...

Beri dukungan agar novel ini bisa terus berlanjut❤️

Jangan lupa vote dan share sebanyak-banyaknya..

Terimakasih...

Bagian 1

Di sebuah meja makan sederhana. Terlihat berbagai sajian menu makanan tertata. Asap masih mengepul sebab baru beberapa menit yang lalu Nay mengangkatnya dari kompor.

Kepala Nay tertunduk, merasa tidak percaya diri dengan wajah rusak yang di miliki nya. Bagian kanan pipi terbakar begitupun tangan dan kaki.

Beruntung dia masih di berikan kesempatan hidup meski rasa syukur itu tidak terlihat pada sikap Hendra, Suaminya.

Hanya bertahan satu bulan saja. Hendra tidak merubah sikap padanya. Dia masih memberikan perhatian seperti sebelumnya. Namun perlahan-lahan, sikap itu berubah padahal kecelakaan itu bukan sepenuhnya kesalahan Naysila.

"Nia.. Sarapan sudah siap." Ucap Nay setengah berteriak.

Suasana rumah masih saja hening padahal waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Biasa Nia sudah menikmati sarapan paginya dengan memperlihatkan senyuman hangat pada Nay sebelum berangkat ke sekolah.

Cepat-cepat Nay berjalan ke arah kamar Nia lalu membuka pintu. Terlihat tempat tidur tertata rapi dengan rak buku dan meja belajar yang masih utuh tidak tersentuh.

"Hentikan kegilaan mu Nay! Kau masih saja berharap anak kita selamat!" Ujar Hendra menyadarkan Nay jika Nia meninggal akibat insiden tersebut.

"Nia.." Isakan tangis kembali terdengar. Membuat otak Hendra seketika memanas.

Bukan hanya perubahan fisik yang dia dapatkan. Nay menjadi tidak waras dan gampang menangis akibat kehilangan anak semata wayangnya.

"Terus saja begitu!" Sontak Nay membungkam mulutnya dengan tangan. Dia selalu terbawa perasaan seperti sekarang.

"Maaf Mas." Nay menutup pintu kamar Nia lalu berjalan menghampiri Hendra yang tengah memakai sepatu mengkilap nya." Kamu mau ku ambilkan atau ambil sendiri." Imbuhnya menawarkan.

Hendra tidak bergeming. Dia terlihat tergesa-gesa mengenakan sepatu seakan ingin segera pergi dari hadapan Nay.

"Mas." Perlahan tangan kanan Nay menyentuh pundak Hendra yang langsung tersingkir saat Hendra berdiri.

"Aku sarapan di luar." Jawab Hendra tanpa menatap ke arah Nay. Wajah itu begitu memuakkan untuknya semenjak dia di angkat menjadi supir pribadi bos pemilik perusahaan besar di mana dia berkerja.

"Aku sudah memasak Mas. Cicipi sedikit saja. Aku memasak makanan kesukaan mu dan Nia."

"Nia sudah meninggal! Kau harus ingat itu!" Sama sekali nay tidak merasa tersinggung dengan ucapan kasar Hendra. Dia ingin memahami jika mungkin Suami nya membutuhkan waktu untuk bisa menerima keadaannya sekarang.

"Iya Mas. Maaf, kadang-kadang aku masih lupa."

"Hm."

"Ku temani sarapan."

"Tidak. Sudah ku katakan. Aku sarapan di luar. Aku tidak berselera makan di rumah!!"

"Karena melihat ku?" Tanya Nay pelan.

"Bukankah setiap hari kau sudah ku suruh bercermin! Paling tidak pakailah penutup wajah dan baju lengan panjang. Kau sudah tidak cocok mengenakan dress ini!!" Menyentuh ujung baju Nay dengan gerakan kasar.

"Itu musibah Mas. Aku juga tidak ingin ini terjadi.."

"Kau tahu bagaimana perasaan ku sekarang. Ketika aku pulang kerja lalu melihat wajah buruk mu?" Nay berjalan mendekat, meraih jemari Hendra sehingga membuat Hendra sontak memundurkan tubuhnya untuk menghindar. Dia tidak ingin menyentuh kulit menjijikan milik Nay." Aku mencoba menerima kenyataan. Aku ingin mencintaimu seperti dulu tapi.. Ini memuakkan Nay. Aku tidak bisa hidup dengan wanita buruk seperti mu." Hati Nay seakan tergores belati tajam. Sikap dingin Hendra sudah terlihat beberapa Minggu lalu tapi sekalipun dia tidak pernah membayangkan sebuah perpisahan terjadi di pernikahannya.

"Aku mohon Mas. Jangan bicara seperti itu. Aku juga tidak ingin semua terjadi."

"Maaf Nay. Aku tidak bisa bersikap sehangat dulu. Kamu terlihat asing untuk ku."

"Terserah jika Mas Hendra mau menjauhi aku tapi jangan punya niat untuk meninggalkan aku." Hendra tidak menjawab. Dia hanya menghembuskan nafas berat seraya meraih tas kecil miliknya.

"Aku pergi. Nanti malam sebaiknya kamu tidur langsung saja. Tidak perlu menunggu ku." Hendra memperlihatkan kunci serep.

"Ya Mas." Nay menyeka pipi basahnya. Dia mengulurkan tangan dan berniat mencium punggung tangan Hendra. Tapi lelaki yang di sebutnya Suami itu pergi begitu saja. Masuk ke dalam mobil mewah berplat merah.

Nay terduduk lemah, menangis sejadi-jadinya sambil menatap kepergian Hendra. Dia tidak pernah membayangkan jika rumah tangganya akan di terpa bencana. Mengingat kehidupan hangat dan sikap hangat nan dewasa yang kerapkali Hendra suguhkan.

Rumah yang dulunya terasa hangat kini terasa sedingin es. Apalagi Nay harus menghadapi semuanya sendirian sebab Nia satu-satunya pelipur lara juga pergi meninggalkannya.

"Kenapa Tuhan!! Kenapa kau hadapkan aku dengan masalah seperti ini!!" Isakan tangis berubah menjadi histeris. Para tetangga yang tidak sengaja melintas malah mencibirnya dengan gosip murahan.

Anak-anak sekitar sering mengolok-olok Nay seperti nenek sihir ketika dia membeli sayur atau menyapu halaman depan. Para orang tua terdengar memperingatkan. Tapi rupanya peringatan itu hanyalah omong kosong. Di belakang Naysila mereka mencibir bahkan menertawakan fisik menyedihkan tersebut.

Braaaakkkkk!!

Nay membanting pintu rumahnya lalu berjalan ke arah dapur. Dia membuang semua makanan yang tersaji di meja sambil berteriak-teriak mengutuk dirinya sendiri.

"Aku memang bukan manusia!! Aku tidak lagi terlihat seperti manusia!! Berikan aku keajaiban Tuhan!! Kau dengar Suamiku mulai jijik melihatku. Aaaaaaaaaagggghhhhh!!! Kenapa tidak kau bunuh saja aku!!!"

Praaaaaannnggggkkkk..

Nay melemparkan satu piring ke arah lemari kaca. Serpihannya berceceran di lantai sementara Nay terduduk di bawah kursi makan.

Hendra begitu tega memojokkan perasaan Nay. Dia seharusnya berperan sebagai sosok penyemangat namun cinta Hendra tidak sebesar itu.

Sekuat apapun Hendra berusaha menerima. Tapi dia memang mencintai Naysila karena bentuk fisik yang teramat sempurna.

Nay memiliki bentuk tubuh ideal walaupun dia sudah menyandang status Mama. Kulitnya putih bersinar dengan rambut ikal alami. parasnya juga begitu cantik hampir sempurna sehingga kala itu Hendra begitu buta di buatnya.

Namun sekarang. Hendra harus melihat wajah buruk itu sampai membuatnya kehilangan selera.

"Maaf Nay. Aku tidak bisa berbohong lebih lama lagi. Aku muak melihat wajahmu." Eluhnya di dalam mobil sambil fokus menyetir. Raut wajahnya terlihat gelisah sebab sebenarnya dia merasa iba dengan keadaan Nay sekarang.

Seketika rasa gelisah itu sirna saat mobilnya terparkir di sebuah rumah mewah. Di depan rumah tersebut berdiri seorang wanita cantik dengan gaya modis. Gaun ketat yang di kenakan membuat bentuk tubuh sempurna nya terekspos bebas.

"Maaf Mbak saya telat." Ucap Hendra membuka pintu mobil untuk Jessy.

"Ini belum di perusahaan sayang. Jangan memanggilku Mbak." Hendra tersenyum simpul. Selama ini perubahan sikapnya tidak sepenuhnya akibat fisik Nay. Pernyataan cinta Jessy membuat cintanya goyah apalagi janda kaya raya itu menjanjikan kehidupan mewah.

"Nanti di dengar pembantu mu."

"Ah mereka tidak penting." Jessy masuk di ikuti oleh Hendra.

"Kemana jadwal hari ini?"

"Ke apartemen. Aku ingin mengobrol santai."

"Memangnya kamu tidak sibuk?"

"Tidak sayang. Sebenarnya hari ini kamu bisa libur tapi aku tidak tega melihat mu bersama Istri mu yang buruk rupa itu." Hendra tersenyum simpul. Dia ikut merasa tersakiti ketika Jessy menghina Nay. Tapi kenyataan soal itu terlihat jelas sehingga Hendra memilih bungkam." Lantas kapan kalian bercerai?" Tangan lentik Jessy mulai meraba paha Hendra dengan gerakan memutar.

"Aku masih kasihan padanya."

"Aku butuh kejelasan sayang. Em hal yang ku bicarakan nanti pasti akan membuatmu bersemangat untuk bercerai. Daripada kamu hidup bersama wanita yang tidak lagi kamu sukai bukankah lebih baik kamu akhiri saja semuanya."

"Hm aku masih memikirkan itu." Hendra tersenyum simpul seraya fokus menyetir. Niat berpisah sudah terencana satu Minggu lalu tapi dia tidak tega mengutarakannya. Bagaimana jika setelah aku mengatakan perpisahan Nay semakin terpuruk? Aku takut dia berbuat nekat, tapi.. Aku juga berhak bahagia..

Sungguh egois perkataan Hendra. Dia berhak bahagia tanpa memikirkan bagaimana perasaan Nay nantinya saat dia menuntut perpisahan ketika keadaannya sedang berada di puncak keterpurukan.

🌹🌹🌹

Bagian 2

Hendra menelan salivanya kasar dengan mata membulat ketika sebuah berkas di geser ke arahnya. Jessy menjanjikan sebuah perusahaan dengan syarat Hendra harus menceraikan Istrinya.

Tentu saja pertahankan Hendra semakin goyah apalagi dirinya memang begitu tertarik pada Jessica. Bukan hanya berparas cantik. Jessy juga kerapkali memanjakannya dengan barang branded dan gaji yang begitu tinggi.

"Itu baru awal. Setelah aku yakin kamu mencintai ku. Semua perusahaan milikku akan menjadi milik mu." Imbuh Jessica menimpali. Dia memanfaaatkan perintah Kai sebagai jurus ampuh menjerat Hendra padahal Kai sudah memberikan uang ganti rugi begitu besar.

Sengaja Kai bersembunyi sebab dia memang selalu melewati jalur belakang. Tujuannya memilih Jessy adalah untuk mempermudahnya memberikan bantuan tanpa membawa namanya.

Jessy dan Kai sudah lama menjalin kerjasama. Sejak itu terjalin, bukan hanya kenyamanan yang Jessy rasakan tapi harga saham perusahaannya terus mengalami peningkatan

"Ayo katakan sayang. Kalau kamu sudah setuju, surat perceraian segera ku urus."

"Aku merasa tidak yakin sayang."

"Ini adalah semua berkas PT. JACO. Lihat, ini surat pengalihan hak milik. Kamu tidak akan lagi menjadi supir tapi seorang pengusaha."

"Aku tidak tahu soal perusahaan. Kamu tahu aku hanya mantan satpam."

"Tenang saja, ada aku. Kamu hanya berperan sebagai Bos setelah ini." Aku akan mendapatkan kebahagiaan batin setelah aku berhasil menikah dengan Hendra.

Faktanya, Jessy sudah mengincar Hendra sejak awal. Di umurnya yang ke 43 tidak membuat gairah seeks nya berkurang. Dia malah menginginkan sosok lelaki muda seperti Hendra yang pasti memiliki stamina sesuai keinginannya.

"Baik sayang. Aku mau." Maafkan aku Nay. Aku berhak memilih hidup.

Jessy tersenyum simpul lalu menyuruh Hendra membubuhkan tanda tangan pada beberapa lembar kertas. Tidak lupa, dia menyuruh kaki tangannya mengurus surat perceraian agar hubungannya dengan Hendra bisa di syah kan.

.

.

.

.

Pukul 11 malam..

Di ruang tengah Nay duduk seraya menonton televisi. Walaupun Hendra melarangnya menunggu namun kebiasaan itu tidak dapat di hilangkan begitu saja.

Bagaimana tidak tubuh Nay semakin kurus, jika setiap hari dia jarang memejamkan mata. Makan pun terkadang lupa karena dirinya kehilangan selera semenjak rumah tangganya berubah dingin.

Jemari tangannya tidak berhenti mengganti Channel televisi. Tidak ada acara bagus menurutnya. Sesekali matanya melirik ke arah ponsel yang sejak tadi pagi hening. Biasanya Hendra selalu meramaikannya dengan beberapa pesan juga panggilan suara ketika dirinya merindukan Nia.

Sudah hampir jam setengah 12. Kenapa Mas Hendra tidak juga pulang.

Triiiing!!!

Cepat-cepat Nay mengambil ponselnya untuk memeriksa pesan.

💌Nay kamu baik.

Wajah Naysila terlihat kecewa saat mengetahui pesan tersebut dari Caca temannya.

💌Ya.

💌Aku baru saja tiba malam ini. Besok ku sempatkan waktu datang ke rumahmu.

💌Tidak perlu.

💌Kenapa? Aku ingin melihat keadaan mu.

💌Aku sudah tidak bisa di kenali.

💌Aku sudah tahu dari teman-teman. Kita sahabat Nay. Aku tidak mungkin meninggalkan mu hanya karena masalah itu.

💌Semua orang pergi. Jangan munafik kamu Ca.

💌Itu tandanya kamu tidak mengenalku dengan baik. Aku tidak menjenguk karena perkerjaan. Ini saja ku sempatkan waktu mengambil cuti.

💌Akan lebih baik kita tidak bertemu.

Pesan beralih pada panggilan suara namun Naysila malah meletakkan ponsel miliknya dan memandanginya. Tidak adanya dukungan membuat perasaannya mengalami hantaman kuat.

Dulu dia di sanjung, di kagumi dan di kelilingi banyak teman juga sahabat. Tapi setelah insiden kecelakaan tersebut, semuanya menjauh karena merasa malu jika harus berdekatan dengan tubuh buruknya.

Ada beberapa orang yang benar-benar merasa perduli dan mencoba menghibur. Namun Nay enggan merespon. Dia menganggap semuanya memiliki kesamaan yang hanya akan mencibirnya ketika berada di belakang.

Nay memutuskan untuk berbaring sambil menonton televisi dengan tatapan kosong. Stres berat kini semakin menggerogoti akal sehatnya. Sampai tanpa sadar matanya tertutup akibat rasa lelah yang meradang.

Baginya hidup terasa tidak berguna tanpa Nia juga Hendra yang selama ini menjadi satu-satunya penghibur dan tempat berkeluh kesah.

.

.

.

.

Singkat waktu. Nay di kejutkan suara gedoran pintu rumah. Dengan tergopoh-gopoh dia bangun dan mengira jika itu adalah Hendra.

Namun ketika pintu di buka. Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri di balik pintu tersebut. Dia merupakan pemilik rumah kontrakan yang sekarang di tinggali.

"Ada apa Bu." Tanya Nay lirih. Wajahnya tertunduk karena merasa tidak nyaman dengan tatapan penuh hinaan yang di suguhkan si pemilik kontrakan.

"Masih tanya kenapa?!! Kontrakan ini sudah jatuh tempo satu bulan lalu. Saya masih memberikan kelonggaran karena kasihan dengan musibah yang menimpa kalian." Jawabnya kasar.

"Bukannya sudah di urus Mas Hendra Bu?"

"Kalau sudah di urus, mana mungkin saya menagih."

"Nanti saya bicarakan dengan Mas Hendra ya Bu."

"Dari Minggu lalu juga bilangnya begitu. Tapi itikad baik Suami mu itu tidak ada. Kalau memang sudah tidak di perpanjangan, sebaiknya kalian keluar dari kontrakan agar saya bisa menyewakannya pada orang lain."

"Mungkin Mas Hendra lupa."

"Halah banyak alasan. Jangan fikir saya kasihan sama kamu ya. Saya sudah baik tidak menagih dari satu bulan lalu."

"Iya Bu terimakasih pengertiannya. Saya benar-benar akan membicarakan ini nanti."

"Ya baik. Saya tunggu sampai malam ini. Kalau masih tidak di bayar, terpaksa kalian harus pergi."

"Baik Bu."

"Dasar! Mau enaknya saja. Sudah di tolong malah seperti itu." Gerutu si pemilik kontrakan seraya berjalan pergi.

Nay kembali masuk sambil mengusap keningnya yang berkeringat. Kepalanya mendongak ke arah jam dinding yang tergantung.

Sudah pukul tujuh pagi tapi matahari tidak tampak sebab mendung tengah menyelimuti langit.

"Mas Hendra tidak pulang." Gumamnya lirih.

Baru saja dia akan melangkah masuk kamar, suara mobil Hendra terdengar terparkir. Nay memutar tubuhnya lalu berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintu.

Senyum masih saja mencoba di perlihatkan. Meski Hendra terlihat membuang muka dan enggan melihat ke arahnya.

"Mas tidur di mana semalam?" Tanya Nay lembut. Hendra tidak menjawab dan melewatinya begitu saja. Tangan menyentuh daun pintu lalu menutupnya. Maniknya beralih pada Hendra yang sedang duduk di ruang tamu.

"Aku ingin kita berpisah."

Nay berdiri mematung, gerakan kakinya tertahan ucapan yang meluncur dari bibir Hendra. Kata-kata itu adalah ketakutan terbesar semenjak tubuhnya tidak lagi indah.

"Ma Mas bercanda?"

"Tidak Nay. Ini surat resminya." Jawabnya meletakkan surat dari pengadilan agama. Entah bagaimana caranya Jessy mendapatkan surat tersebut. Otak Hendra tertutup hawa naffsu dan tidak ingin tahu menahu tentang masalah tersebut." Mulai hari ini kamu bukan Istri ku lagi." Hujan perlahan turun, mengiringi pemutusan janji suci sehidup semati.

"Tidak Mas jangan lakukan itu."

"Maaf Nay." Hendra berdiri lalu berjalan ke dalam kamar dan menurunkan koper besar dari atas lemari.

"Bukankah kamu bilang sekarang kamu sudah mendapatkan pekerjaan baik. Kita bisa memperbaiki wajahku seperti dulu." Rajuk Nay berdiri di ambang pintu. Hendra enggan melihat ke arahnya sebab sesungguhnya dia merasa tidak tega.

"Itu sangat mahal. Hidup kita saja seperti ini." Jawab Hendra beralasan. Belum tentu dokter bisa memperbaiki tubuhnya.

"Aku mohon Mas. Kalau Mas Hendra menceraikan ku. Bagaimana hidupku nanti."

"Tenang saja. Aku sudah menyiapkan uang agar nantinya kamu bisa menyewa rumah dan membuat usaha kecil-kecilan." Hendra merogoh jaket hitamnya dan meletakkan sebuah amplop berwarna coklat di atas meja rias.

"Aku juga butuh kamu Mas. Aku tidak bisa menghadapi semuanya sendiri."

"Tidak bisa Nay. Kita bukan lagi Suami Istri. Akta perceraian akan segera di proses."

"Aku mohon Mas hiks hiks hiks. Jangan tinggalkan aku." Rajuk Nay bersimpuh di hadapan Hendra seraya memegang erat lututnya. Dia berusaha merendahkan diri serendah-rendahnya dan berharap Hendra mau membatalkan perceraian.

"Maaf Nay. Jika aku terus mempertahankan pernikahan ini, kamu akan semakin tersakiti. Aku harap setelah ini akan ada seseorang yang bisa menerima kekurangan mu."

"Omong kosong Mas. Kamu saja tidak bisa menerima ku padahal kita sudah berjanji untuk terus bersama. Lalu untuk apa kamu membicarakan orang lain." Nay berusaha menahan langkah kaki Hendra.

"Aku kehilangan selera. Maaf."

Dengan teganya Hendra menyingkirkan tangan Nay lalu cepat-cepat melangkah ke arah mobil. Terlihat jelas mata Hendra mulai berkaca-kaca sebab dirinya juga tidak menyangka jika perpisahan akan terjadi dengan Naysila yang sudah terjalin bertahun-tahun.

Maafkan aku Nay.

🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!