NovelToon NovelToon

Secret Love

Kabur...

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Cek lek.. cek lek... cek lek..

Aurora berkali-kali berusaha membuka pintu kamar anak tunggalnya tapi Skala sama sekali tak berniat untuk membuka benda itu padahal ia sudah bangun sejak tiga puluh menit yang lalu.

"Alaaaaa, denger Ibu gak?" teriak Aurora dari balik benda bercat putih tersebut.

"Skalanya gak ada, Bu. Masih tidur," jawab pemuda tampan tersebut.

Entah Aurora yang polos atau memang putranya yang terlalu cerdik bagai kancil yang jelas wanita baik hati dan solehah itu sering kali di kerjai oleh Skala.

"Ya Sudah, nanti katakan padanya untuk cepat dan lalu sarapan. Ibu dan Ayah tunggu di bawah," pesan Aurora lagi yang kemudian berlalu ke ruang makan karna sudah ada Sang suami yang menunggu.

Sampai di meja makan, Aurora menarik kursinya. Ia duduk disamping Leo yang sedang mengaduk teh panas yang barusan di buatkan oleh istri keduanya itu.

"Mana Skala?" Tanya Leo, Si imam dua surga.

"Katanya masih tidur, Yah," Sahut Aurora.

"Kata siapa?" kini kedua alis pria itu sampai mengernyit.

"Kata----? kata siapa ya?" Aurora balik bertanya dengan bingung sendiri.

Tau jika istrinya kembali dikerjai oleh anak semata wayangnya itu tentu membuat Leo tertawa sambil mencubit pipi Aurora dengan sangat gemas.

"Astaghfirullah, anak itu!" pekiknya kesal, ia yang baru mau bangun lagi dari duduknya tentu langsung ditahan oleh Leo.

"Biarkan saja, mungkin masih ngantuk, Bu."

"Tapi gak bohongin aku juga, Yah," oceh Aurora.

Wanita bercadar itu kini menjadi sosok ibu seperti pada umumnya, sering mengomel panjang kali lebar, dari A hingga Z apalagi Skala tumbuh menjadi anak manja, menyebalkan, urakan dan seenaknya meski ia tetap memiliki sisi malaikatnya juga. Nakalnya Skala masih dalam tahap wajar, hanya bolos sekolah dan nongkrong bersama teman-teman. Asal tak menyentuh barang haram dan mendekati Zina, tentu orang-tuanya masih cukup dengan mengomel sambil memberi pengertian saja.

"Udah biasa, dari dulu juga gitu," kekeh Leo.

Pagi ini pun mereka hanya menikmati sarapan berdua karna Abi Bumi dan Ummi Khayangan lebih senang menghabiskan waktu mengejar Akhirat agar bisa sampai menuju JannahNya yang Maha Kuasa.

.

.

.

Skala yang baru keluar dari kamar masih celingukan takut bertemu Ayah atau ibunya karna di jam seperti ini biasanya mereka masih berdua di teras atau halaman samping.

Dooooor..

"Dadet, Bum-Bum," kekeh Rain saat tiba-tiba sudah berada di hadapan sepupunya itu.

"Brisik lo, bapak kucing!" sentak Skala, jika Rain begitu imut dan menggemaskan berbeda dengan Skala yang hawanya ingin selalu makan orang.

"Yuk," ajak Skala sambil menarik tangan Rain kearah tangga.

"Bum cape ih, turun pake Lift aja, Keh," pintanya yang malah balik menarik tangan Skala kearah kotak besi.

Skala hanya membuang napas kasar sambil mengumpat dalam hati. Dua orang itu memang memiliki sifat bertolak belakang, entah gaya apa yang di lakukan Biru dan Samudra hingga bisa membuat anak selucu Rain.

"Diem ya, jangan berisik. Nanti Ibu liat," pesan Skala.

"Emang kenapa kalo Ibu liat?" tanya Rain

"Gak apa-apa, nanti gue ketauan lagi kalau bolos kuliah," jelas Skala yang masih menuntun tangan Rain. Sekesal apapun, ia tetap sayang dan menjaga Rain layaknya adik sendiri.

"Hayu, Bum! lo ngapain sih?" tanya kesal Skala saat langkahnya terasa begitu berat.

.

.

.

Bum, lagi dadah-dadah sama Ibu...

***********

Pas orok demen upet-upet, udah gede gak bisa di ajak Upet ya Bum 😂😉😂

Assalamu'alaikum, Tinggalkan nupel lama yuk seru2an sama yang baru.

"Teh, tamatnya Si Olla gantung?"

Nih, udah ada gantinya 'kan?

kalau gak suka, ini di bab awal mending jangan lanjut dibaca ya, daripada ngomel mulu gak suka tapi nyampe juga Sampe bab Akhir alias Tamat 😂😂

KUNTI.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Plaaaak...

Skala langsung memukul lengan Rain saat ia menoleh ada Ibu di belakang mereka yang sama-sama sedang melambaikan tangan bersama Rain. Niat kaburnya pun dari rumah ambyar seketika.

"Lo ngapain sih?!"

"Ibu dadah-dadah, masa iya Bum diem aja?" tanyanya polos.

"Gak gitu konsepnya Bapak meong! Mana kunci mobil lo?" tanya Skala sambil menadahkan tangan.

"Dikamar Bum lah," jawab Rain yang membuat dahi Skala mengernyit.

"Kok di kamar?" Skala balik bertanya.

"Kan Bum kesini di anter sama Ta Buuuy," sahut Rain yang mau tersenyum tanpa sadar jika ia sebentar lagi akan di sembur oleh Skala.

"Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim!!! ampuni lah segala dosa dosa hamba," ujarnya sambil menahan rasa kesal.

"Aaaaaaaaaaaaamin!" timpal Rain sembari mengusap wajah tampan imut dan lucunya.

"Astaga! gue tendang lo ke neraka!"

Skala dan Rain yang berdebat tak sadar jika mereka ada diantara Ibu yang sudah melipat tangan di dada. Wanita itu tak lagi bicara karna ia telah berhasil menjewer telinga Skala dan Rain .

"Ampun, Bu! Bum kan gak nakal, ih," rengek Rain yang tak Terima di perlakukan sama dengan sepupunya.

"Bum, ngapain kesini? mau jemput Skala 'kan?" tanya Ibu yang di jawab anggukan kepala.

"Disuruh dia noh," jawab Rain sambil menunjuk kearah Si terompet kiamat.

Dua pemuda tampan para pewaris Rahardian itu duduk di. sofa panjang. Siraman rohani pun siap di lakukan Ibu di depan anak dan keponakannya tersebut meski rasanya kurang 2 yaitu Heaven dan ArXy.

Hampir 2 jam lamanya ocehan Ibu pun selesai, Skala langsung merenggang kan otot terutama di bagian leher karna sejak tadi ia terus menunduk. Berbeda dengan Rain yang justru sudah mendengkur halus.

"Skala denger gak sih kalau Ibu bicara?"

"Denger, Bu. Skala inget semua kok. Ibu jangan marah-marah lagi ya," sahutnya sambil merayu.

.

.

Niat hati untuk nongkrong bersama teman-teman pun urung di lakukan oleh Skala. Kini ia hanya berguling di dalam kamarnya yang luas seorang diri karna usai makan malam Rain pamit untuk pulang.

Tak ada yang ia lakukan pemuda itu sampai akhirnya Skala memilih untuk keluar.

Satu demi satu ia tapaki anak tangga dengan tergesa sampai langkah kakinya berhenti di ruang tamu.

"Nah itu dia, baru Ibu mau panggil kamu, La."

Skala hanya tersenyum, ia menghampiri Ibu dan satu harus yang cukup dekat dengannya, Nara.

"Ada apa malam malam?" tanya Skala yang duduk di pegangan tangan sofa.

"Mampir katanya, bawa kue kesukaan kamu juga. Mau di makan sekarang?" tawar Ibu pada putra semata wayangnya itu.

Skala menggelengkan kepala, ia memang sempat melirik kearah kotak kue diatas meja. Dan itu memang kue kesukaannya selama ini .

"Kak Skala mau kemana?" tanya Nara, Si gadis yang penuh obsesi pada Skala sampai hidupnya berantakan.

"Mau ke depan, mau ngajak Pak Katmin sama Pak Ujo main catur," jawab Skala, karna untuk keluar rumah rasanya tak akan di ijinkan kecuali ia kabur diam-diam.

"Oh, padahal ada yang ingin aku bicarakan," kata Nara yang sengaja memasang wajah sedih.

"Ya udah, bicara aja," balas Skala santai.

"Hem, gimana ya?" Nara yang ingin berduaan dengan Skala mulai berlaga kebingungan dan salah tingkah.

"Ibu ke dapur dulu kalau begitu ya, mau simpan kuenya," ujar Ibu yang paham gelagat aneh Nara. Mungkin benar jika ada yang ingin gadis itu bicarakan. Ruang tamu yang cukup luas dan terbuka tentu membuat Ibu percaya jika mereka tak akan macam-macam.

.

.

.

Ibu mau kemana? Skala gak mau di gangguin KUNTI.

Gak ada jodoh.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Mana kuntinya?" tanya Ibu bingung saat ia dicegah untuk bangun.

"Sekarang belum ada, tapi kalau Ibu pergi pasti ada," jawab Skala masih memegang tangan wanita bercadar itu.

"Ibu cuma mau taruh kue dan ambil minum untuk Nara, nanti balik lagi kok."

"Iya tapi tetep gak baik juga ninggalin bujang sama perawan berdua udah malam gini, Bu," ucap Skala memberi alasan.

"Lagian Nara gak haus 'kan?" tanyanya lagi pada gadis yang sudah menyimpan rasa pada Skala tersebut.

"Hem, i-- iya, Kak." Nara terpaksa mengiyakan karna Skala menatapnya tajam untuk tak membantah.

Ibu pun hanya menghela napas, ia membenarkan lagi posisi duduknya agar bisa mendengar apa yang akan Nara katakan saat ini. Rasa canggung dan malu membuat Nara salah tingkah hingga akhirnya ia memilih untuk pulang.

"Kamu hati-hati di jalan ya, bawa mobil sendiri lagi," pesan Ibu saat Nara berpamitan.

"Hem, iya, Bu. Padahal aslinya takut banget," jawab Nara yang kini menunduk.

Ada dua pilihan yang ingin ia dengar, yaitu antara di antar oleh Skala pulang atau menginap di kediaman Rahardian.

Tapi, tak satupun harapannya itu di tawari padanya yang sampai detik ini masih menunggu.

"Antar Nara sampai depan ya," titah Ibu pada putranya.

"Iya, Bu," sahut Skala, untuk hal ini tentu ia tak akan menolak.

Skala dan Nara berjalan berdampingan sampai pintu utama karna Nara tak memarkirkan mobilnya di garasi.

"Aku pulang ya, Kak."

"Hati-hati dijalan," sahut Skala yang di jawab anggukan kepala oleh Nara.

"Kak--,"

"Apa lagi?" tanya Skala yang sebenarnya sudah sangat risih dengan sikap agresif Nara padanya.

"Aku mencintaimu!"

.

.

.

Tak ada pagi yang berbeda, Ibu tetap menggedor pintu kamar seperti biasa setiap pagi asal putra semata wayangnya itu bisa sarapan bersama.

"Hidup segan mati tak mau!" gumam Skala saat ia membuka mata karna suara teriaka Ibunya.

"Ganteng, pinter, kaya, baik hati dan tidak sombonh," tambanya lagi sambil terkekeh geli memuji dirinya sendiri.

Skala pun akhirnya bangun, ia turun dari ranjang lalu berjalan kearah pintu kamarnya.

Cek lek..

"Minggir, gue mules!"

Skala yang didorong saat membuka pintu hanya melongo saat Heaven masuk begitu saja kedalam kamarnya.

"Dateng pagi-pagi cuma numpang buang To**i, dasar sodara Laknat!" omel Skala pada pewaris Biantara tersebut.

Omelan nya tentu tak di gubris oleh Heaven. Ia tetap masuk kedalam kamar mandi sambil memegang perut yang melilit.

"Abis makan apa dia?" tanya Skala pada ArXy.

"Susu Si cimol kali," jawab Putra sulung Baby Koala.

Keduanya pun duduk di sofa, tak ada orang obrolan karna dua cucu laki-laki dari Bumi dan Khayangan tersebut sibuk pada ponsel masing-masing.

"Gue mau pacaran sama Jingga, ikut yuk."

"Jih, pacaran ngajak-ngajak," timpal ArXy sambil tertawa.

"Emang udah di Terima sama Jingga?" tanya Skala tak percaya.

Heaven pun mengulum senyum, ia menggaruk kepalanya yang tak gatal karna tak punya jawaban.

"Inget! lo harus sampe Lumutan nungguin si Jingga," ledek ArXy yang langsung membuat Heaven merengut kesal.

Namun bukan menjawab, Heaven malah mendekat kearah Skala yang berbaring dengan wajah menyedihkan.

"Lo kenapa terompet kiamat?"

.

.

.

Pengen pacalan, pengen piyuk-piyuk, pengen alan-alan. Tapi jodohnya gak ada!!!!

Ngenes!!!!!

Sini gue bisikin, di beberapa tahun kemudian lo bakal doyan tembak-tembakan, La.

Asah terus pistol aernya ya Ganteng 😂😂

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!