"Ran mana kopi untukku," ucap Ridwan.
Rani yang sedang memasak sarapan pun segera menyajikan kopi yang di minta oleh suaminya.
"Ini Bang," ucap Rani sambil menyodorkan kopi hitam kesukaan suaminya.
"Nih uang untuk mu, aku kasih lebih lima puluh ribu, belikan baju yang bagus, bedak atau lipstik, bosan aku tiap hari liat istri pakai daster sobek bau bawang, muka pucet seperti kamu," ucap Ridwan sambil menyodorkan uang pada istrinya.
Rani mengambil uang tersebut, seraya tersenyum getir, uang berjumlah satu juta lima ratus untuk satu bulan mana cukup untuk membeli baju bagus dan make up.
Ia menyimpan uangnya ke dalam dompet dan kembali menyiapkan sarapan, sarapan sudah selesai ia masak dan sajikan di meja ruang tamu, tidak ada meja makan di rumahnya jadi mereka terbiasa sarapan atau makan di sofa ruang tamu.
Empat porsi nasi goreng tersaji di atas meja.
"Nasi goreng lagi Bu? Gak ada menu lain apa kok tiap hari nasi goreng," ucap Endi anak sambung Rani yang kini duduk di bangku SMP.
Rani hanya diam tak menjawab ucapan anak sambungnya, ia memangku anak pertamanya yang baru berusia dua tahun di pangkuannya lalu mulai menikmati sarapannya.
Ia tak ingin menjawab perkataan anak sambungnya karna apapun yang akan keluar dari mulut Rani pasti salah di mata Ridwan suaminya, jadi Rani memilih diam.
Prank ...
Ridwan melempar sendok keatas piring dengan kencang hingga membuat suara berisik.
"Kamu tuh jadi istri bisa apa sih, masak aja gak enak begini, nasi goreng tuh tambahin baso, sosis atau yang lainnya gitu, ini yang kerasa cuma bawang, garem sama kecap aja," sarkas Ridwan.
"Bahan makanan sekarang mahal semua Bang, uang yang kamu kasih cuma cukup masak seadanya, belum lagi keperluan sekolah Endi dan juga keperluan ibu, ini aja pampers ibu sudah habis," jawab Rani.
"Ya makanya kamu jadi istri jangan cuma minta uang sama suami dong, bantu juga cari uang, terus ibu jangan di pakein pampers terus kalau mau buang air kecil atau besar bawa ke kamar mandi biar irit." bentak Ridwan.
Rani menghela nafasnya, sudah terbiasa di perlakukan sekasar itu oleh suaminya, Rani tak menjawab apapun lagi, ia melanjutkan makannya tak peduli suaminya memaki, ia harus punya tenaga untuk mengurus rumah, anaknya yang masih kecil di tambah mengurus ibu mertuanya yang sakit dan tidak bisa bangun dari tempat tidur alias lumpuh.
Ridwan menyarankan membawa ibunya ke kamar mandi, ia pikir tidak berat membawa seorang yang sudah tak mampu berjalan, jangankan berjalan berdiri pun ibu mertua nya sudah tidak sanggup.
Hanya Rani yang setiap hari mengurusi ibu mertuanya, jika Rani bekerja mungkin anak yang masih kecil dan mertua yang butuh perawatan itu akan tidak terurus.
"Bu minta uang dong aku mau berangkat sekolah sekalian beli kuota," ucap Endi anak sambungnya.
Rani menghembuskan nafas kasar, ucapan anak sambungnya membuyarkan lamunannya, anak sambung yang kedua berusia 13 tahun memang ikut dengannya, sedangkan anak perempuan pertama Ridwan ikut ibunya.
Dengan uang satu juta lima ratus Rani harus memutar otak untuk mengatur nya jangankan untuk beli make up dan baju, untuk makan saja kurang.
Uang sebesar sepuluh ribu rupiah di berikan Rani untuk anak sambungnya Endi.
"Kok cuma segini bu?" protes Endi
"Emangnya kamu mau berapa? Ibu harus beli beras dan lauk pauk untuk makan siang, uang dari ayahmu harus di atur agar cukup selama satu bulan," ujar Rani.
"Tambah dua puluh ribu lagi Bu, kan buat ongkos sekolah, sama buat beli kuota," ucap Endi.
Dengan berat hati Rani memberiakan uang dua puluh ribu lagi pada anak sambungnya.
"Jangan pelit pelit sama anakku, jangan kamu mau enak sendiri ngabisin uangku, anakku berhak atas uang itu," ucap Ridwan.
Rani menghela nafas kasar, jika di hitung hitung uang satu juta lima ratus untuk satu bulan berarti hanya lima puluh ribu untuk satu hari, jika di berikan pada anak sambungnya tiga puluh ribu maka sisa dua puluh ribu untuk hari ini, bayangkan saja dua puluh ribu bisa beli apa untuk masak makan siang.
Ridwan dan Endi keluar rumah tanpa pamit meninggalkan Rani, Ridwan bekerja sebagai buruh Pabrik, gajinya sebulan tiga juta ia berikan pada Rani satu setenga juta, lalu pada anaknya yang di urus mantan istrinya lima ratus ribu sisanya satu juta lagi ia bilang untuk pegangannya.
Rani menghabiskan sarapannya lalu membawa piring kotor ke dapur untuk di cuci, setelah itu membawa satu piring nasi goreng ke dalam kamar ibu mertuanya sedangkan anaknya yang berusia dua tahun mengekori dari belakang.
"Bu makan dulu ya," ucap Rani.
Rani membantu ibu mertua nya untuk duduk bersender di kepala ranjang lalu mulai menyuapi ibu mertua nya seperti bayi.
"Ran, maafkan Ridwan anak Ibu ya," ucap bu Minah, ibu mertuanya.
Setelah selesai makan Rani dengan telaten memberikan minum dan mengusap bibir ibu mertuanya agar tidak belepotan.
"Kamu wanita baik, tidak pantas dengan anak ibu yang kasar, tapi ibu butuh di rawat kamu, kalau kamu cerai dengan Ridwan ga akan ada yang mengurus ibu," ucap bu Minah.
Tak terasa air mata di pipi Rani mengalir, inilah salah satu alasan ia bertahan dengan suaminya, ia tak tega meninggalkan ibu mertuanya yang tak berdaya, di tambah anaknya yang masih kecil butuh kasih sayang seorang ayah meskipun Ridwan sebagai ayah tak pernah memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah pada Bintang.
"Maafkan Ridwan ya Ran," ucap bu Minah lagi.
Rani mengangguk lalu menghapus air matanya, rasa perih di hatinya sudah tidak bisa di ungkap dengan kata kata, bukan hanya kasar, sering kali Rani menemukan chat mesra di handphone suaminya dengan wanita lain, jika di tanya suaminya tidak segan akan menampar dan memukul Rani.
Jika tidak ada ibu mertua dan anaknya yang masih kecil mungkin sejak lama Rani pergi dari hidup Ridwan.
"Ibu sudah selesai makannya, Rani mau cuci piring dan beres beres rumah dulu ya, jika ada perlu apa apa panggil seperti biasa," ucap Rani.
"Iyah makasih Ran," ucap bu Minah.
Rani berlalu dari kamar mertuanya, ia memberikan lonceng kecil agar mertuanya mudah memanggilnya jika perlu apa apa tak usah berteriak, begitulah aktifitas Rani setiap harinya.
Selesai merapihkan semua sudut ruangan ia menidurkan anaknya yang sudah mulai rewel, rani memandang wajah anaknya yang begitu mirip dengan suaminya, perlahan air mata nya menetes kembali.
"Kamu alasan ibu bertahan dari semua petaka pernikahan ini, seandainya kamu tidak hadir dalam hidup ibu mungkin sudah sejak lama ibu meninggalkan ayahmu yang tak pernah menghargai ibu sebagai istrinya," gumam Rani.
Ia menciumi wajah sang anak yang terlelap dalan tidurnya lalu menangis tak bersuara untuk melepaskan segala sesak di dadanya.
Sri maharani adalah seorang wanita cantik, dia hanya lulusan SMP terpaksa berhenti sekolah dan tak melanjutkan pendidikan sampai SMA karena ayahnya telah meninggal, dan ia memutuskan bekerja demi membantu ekonomi keluarga juga untuk biaya sekolah kedua adiknya.
Dia bekerja sebagai pengasuh anak (baby sitter) dari usia 16 tahun, karna terlalu fokus bekerja, ia hingga tak memikirkan masalah asmaranya hingga di usia 23 tahun ia baru bertemu dengan Ridwan, seorang duda beranak dua.
Kebaikan dan perhatian Ridwan saat itu membuat Rani luluh dan akhirnya memutuskan menikah dengan duda dua anak tersebut.
Awal pernikahan mereka Ridwan nampak baik dan penuh perhatian namun ketika Rani mengandung anak pertamanya keadaan mulai berubah, mulai terlihat sifat asli Ridwan yang kasar, bahkan sering menghina fisik Rani.
Flashback on.
"Rani, mau gak nikah sama Abang?" tanya Ridwan.
Rani di buat berdebar dengan pertanyaan Ridwan, duda beranak dua yang masih terlihat tampan itu memang belakangan selalu perhatian pada nya, Rani yang sibuk bekerja dan tak pernah memikirkan masalah percintaan di buat kasmaran oleh perhatian Ridwan.
"Abang serius? Aku ini cuma baby sitter dan hanya lulusan SMP, sedangkan Abang kerja di pabrik sudah mapan," ucap Rani.
"Serius, Abang jatuh cinta sama kamu Ran, kamu cantik dan baik, nanti setelah kita nikah kamu ga perlu bekerja sebagai baby sitter lagi, kan ada Abang yang nafkahin," ucap Ridwan meyakinkan Rani.
Rani berpikir mungkin sudah waktunya dia menikah, selama ini ia bekerja membantu ibunya untuk menyekolahkan adiknya, tapi kini adiknya sudah lulus sekolah mungkin waktunya untuk mencari kebahagiaan, meskipun Ridwan duda dan sudah punya anak dua tapi dia terlihat tulus dan bersungguh sungguh.
"Ya sudah Bang, kalau Abang serius, datang saja ke rumah untuk melamar, " ucap Rani
Ridwan pun akhirnya melamar Rani dan sebulan kemudian mereka menikah, tidak ada pesta mewah hanya akad di KUA dan pengajian keluarga.
Ridwan menjelaskan pada pihak keluarga Rani alasan ia bercerai dengan mantan istrinya karena mantan istrinya berselingkuh darinya sehingga pihak keluarga Rani yakin Ridwan lelaki baik hanya bernasib kurag beruntung, padahal kenyataannya Ridwanlah yang sering berselingkuh dan main perempuan hingga mantan istrinya memilih bercerai.
"Abang mau langsung punya anak atau tunda dulu?" tanya Rani setelah mereka beberapa hari menikah.
"Terserah kamu sayang, Abang akan tetap senang punya anak atau tidak dari kamu, asal kamu iklas mengurus anak dan ibu Abang," ucap Ridwan.
Rani tersenyum manis mendengar ucapan suaminya, sikap Ridwan yang selalu perhatian padanya membuat ia semakin jatuh cinta padanya, hingga Rani rela mengurus ibu mertua nya yang tidak bisa apa apa.
Namun nyatanya sikap manis dan perhatian Ridwan semakin hari semakin luntur, kebahagiaan yang Rani rasakan baru seujung kuku seketika berubah menjadi suatu kesedihan dan petaka pernikahan.
Setahun setelah menikah.
"Bang kok pulang malem banget?" tanya Rani.
Biasanya Ridwan pulang paling lambat jam 6 sore tapi hari ini jam 11 malam baru sampai rumah, Rani yang sedang hamil tujuh bulan begitu khawatir dengan suaminya yang belum pulang dan tak ada kabar, ia berkali kali menelpon ke nomor handpone suaminya namun tak di angkat.
"Bang kamu dari mana kok pulang selarut ini?" Rani kembali bertanya karna suaminya tak kunjung memberi jawaban.
"Jangan cerewet kamu, suami pulang harusnya di sediakan kopi bukan malah bertanya macam-macam," ucap Ridwan dengan nada tinggi.
"Loh Bang kok malah kamu yang marah, harusnya aku yang marah, aku lagi hamil gini ga bisa tidur karena nungguin kamu yang belum pulang, di telponin ga di angkat, dimana ada orang kerja sampai pulang larut malam dan gak ada kabar," ucap Rani tak kalah emosi.
"Terus kalau aku pulang malam kenapa kamu curiga? Kamu pikir aku ngapain di luar selingkuh?" tanya Ridwan.
"Aku ga mikir kesitu loh Bang, tapi kok kamu malah bilang gitu, apa jangan jangan kamu beneran selingkuh di luar?" tanya Rani.
"Udahlah berisik banget kamu, aku ngantuk mau tidur, lagian kalau aku sampai selingkuh juga wajar, kamu ngaca dong tuh badan kamu udah kaya gentong, wajah kamu kusam, baju dasteran mana nafsu aku lihat kamu, sedangkan perempuan di luar banyak yang cantik dan bahenol," ucap Ridwan sambil berlalu meninggalkan Rani yang masih mematung di ruang tamu.
Tanpa rasa bersalah Ridwan memasuki kamarnya lalu melempar sembarang jaketnya, tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu ia langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur lalu tertidur tak memikirkan istrinya lagi.
Sedangkan Rani mengusap air matanya menutup dan mengunci pintu rumahnya lalu berjalan gontai menuju kamarnya, ia memungut jaket suaminya yang berserakan di lantai dan memasukannya ke dalam keranjang cucian kotor, perlahan ia mendekat ke arah suaminya di Pandang wajah suaminya yang sedang terlelap itu.
"Tega kamu Bang berkata seperti itu, badanku besar Karena sedang mengandung anakmu, aku hanya memakai daster, wajahku kusam dan tidak wangi karna uang yang kamu berikan tidak cukup untuk membeli baju baru dan make up serta farfum," gumam Rani.
Ia mengusap air matanya dan berbaring membelakangi suaminya, ia mencoba memejamkan matanya namun tak kunjung terlelap, ia menangis tak bersuara mengingat pedasnya perkataan suaminya tadi.
"Kenapa secepat itu kamu berubah Bang, dulu kamu penuh perhatian dan cinta, tapi sikapmu sekarang malah kebalikan, sudah bosankah kamu padaku bang," gumam Rani.
Rani mengusap air matanya yang dengan lancang berderain di pipinya.
"Apakah benar-benar ada wanita lain yang membuatmu bosan padaku?" gumam Rani.
Flasback off.
Hari sudah sore, Rani hanya memasak sayur labu siam bening, ikan asin dan sambal.
Treng treng treng.
Suara lonceng dari kamar ibu mertuanya berbunyi.
Ia segera melangkah menuju kamar ibu mertuanya.
"Kenapa bu?" tanya Rani dengan Nada lembut.
"Ibu Bab Ran, gak betah sudah lengket ini," ucap ibu mertuanya.
Rani tersenyum lalu kembali ke dapur untuk mengambil air dan handuk kecil untuk membersihkan bagian tubuh ibu mertuanya, Rani menggungakan penutup hidung lalu dengan telaten membersihkan sisa sisa kotoran yang menempel dari tubuh ibu mertuanya.
Setelah itu membuang kotoran tersebut.
"Ran makasih ya, kamu menantu yang baik, dengan tulus mengurus ibu, Ridwan bodoh selalu menyakiti kamu, mantan istrinya aja ga sebaik kamu, dia ga mau mengurus ibu," ucap bu Minah.
Rani hanya tersenyum mendengar ucapan ibu mertuanya, ibu mertuanya sering mendengar pertengkaran antara Ridwan dan Rani dan dia begitu kasihan pada menantunya dari pada anaknya.
Prank ...
Tiba tiba suara gaduh seperti suara pecahan piring terdengar, membuat Rani terkejut dan berlari mencari sumber suara.
"Ya ampun Bang Ridwan," ucap Rani terkejut.
"Ya ampun Bang Ridwan, kenapa?" tanya Rani.
Rani yang mendengar suara piring pecah segera menggendong anaknya, lalu berlari kecil mencari sumber suara, rupanya suara pecahan itu dari dapur, terlihat Ridwan berdiri di depan rak piring dan ada pecahan piiring berserakan di lantai.
"Ada apa Bang kok piring bisa pecah?" tanya Rani.
"Bersihin tuh beling di bawah, aku pulang kerja laper pengen makan, begitu liat menu makannan yang kamu masak mendadak hilang nafsu makanku, kamu tuh jadi istri ga becus ya, tiap hari masak itu itu aja," ucap Ridwan.
Nafas rani terasa sesak mendengar ucapan suaminya, lalu ia menurunkan anaknya dari gendongan mendudukan anaknya di tempat yang jauh dari pecahan beling.
"Bintang, sayang diem di sini dulu ya, ibu mau bersihin pecahan beling, nanti kalau BIntang deket deket takut kena beling, berdarah terus sakit," ucap Rani.
Anak Lelaki yang belum genap berusia dua tahun itu pun mengangguk, meski masih kecil tapi ia mengerti sedikit demi sedikit ucapan ibunya.
Rani mulai memunguti beling di lantai dengan tangan kosong lalu di masukan ke dalam plastik, tak sengaja jarinya tergores pecahan beling itu.
tak terasa air bening mengalir dari sudut matanya.
"Jangan cengeng kamu makanya jadi istri pinteran dikit, jangan masak itu itu terus setiap hari." ucap RIdwan.
Rani tak tahan untuk tidak menjawab ucapan suaminya kali ini.
"Aku juga mau makan enak bang, aku juga mau masak menu berbeda setiap hari, tapi uang yang Abang kasih ga cukup buat beli bahan masakan enak dan beragam," sahut Rani.
"Itu lagi, itu lagi yang kamu bahas, kamu kan tau aku cuma buruh pabrik, gajiku berapa dana untuk apa saja kamu tau, kenapa masih bahas uang yang aku kasih terus sih," ucap Ridwan.
"Kan memang itu kenyataanya Bang, udah tau gaji Abang kecil, Abang kasih uang ke aku ga cukup buat beli makan enak tapi Abang ga mikir kesana dan selalu menyalahkan aku," sergah Rani.
Ridwan kesal karna istrinya berani melawan perkataannya, lalu dengan entengnya ia melayangkan tangannya ke pipi istrinya.
Plak.
"Sudah berani kamu menjawab ku, dasar istri ga berguna kamu," ucap Ridwan.
Ridwan melangkahkan kakinya meninggalkan rumah tak peduli lagi pada istrinya yang sedang menangis.
Pipi Rani terasa sangat panas, bekas tangan Ridwan mencetak merah di pipi Rani, sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah, ia menangis tergugu memeluk anaknya.
"Ya Allah kenapa suamiku bisa setega itu padaku, jika tidak memikirkan ibu dan Bintang mungkin aku sudah meninggalkannya," gumam Rani.
Di saat Rani menangis di rumah, Ridwan malah asik sendiri mendaatangi kios bakso membeli bakso untuk memanjakan perutnya sendiri tanpa memikirkan bagaimana istri dan anaknya di rumah.
"Mantap Lah makan bakso di sini selain enak pelayannya juga cantik," ucap Ridwan menggoda anak pemilik kios bakso tersebut.
Anak pemilik kios bakso tersebut hanya menanggapi dengan senyuman, setelah memberikan bakso pesanan Ridwan gadis itupun kembali ke belakang untuk mengerjakan tugas lain.
"Coba istri di rumah kaya gitu, betah lah aku di rumah," gumam Ridwan.
Ridwan menyantap baksonya sampai habis, tak lama kemudian handphone nya berdering.
ia mengangkat pannggilan masuk dari temannya itu.
Ridwan : "Hallo,"
Edi : "Hallo di mana bro?"
Ridwan : "Di bakso Pak Sur emang kenapa?"
Edi : "Sini lah temenin nongkrong cewek ku bawa temen ga ada yang nemenin ni,''
Ridwan : "Emang dimana?"
Edi : "Tempat kost cewek aku, nanti aku sharelock,"
Panggilan telepon di matikan, lalu Ridwan mendapatkan sharelock dari Edi, Edi adalah temannya di pabrik sebenarnya Edi sudah punya istri di kampung tapi ia berselingkuh dengan wanita lain yang bekerja satu pabrik juga dengannya.
Ridwan melajukan motornya menuju alamat yang di berikan oleh Edi, setibanya di sana ia memarkirkan motor di sebuah deretan bangunan berpetak, ia mengenali mtor dan juga sendal yang biasa di gunakan Edi hingga ia dengan santai melihat ke dalam salah satu rumah petak tersebut.
Terlihat edi dengan kekasih gelapnya itu sedang bercumbu mesra, bertukar saliva dengan nikmat tanpa memperdulikan temaan wanitanya yang duduk si sana sambil memainkan gawai sesekali memakan kuaci di hadapannya.
"Woi masih siang woi," ucap Ridwan.
Seketika Edi dan kekasih gelapnya melepas pangutan bibir mereka, edi terkekeh melihat kedatangan temannya itu.
"Masuk Wan, cepet juga kamu sampe, kenalin tuh Weni temennya Sinta," ucap Edi.
RIdwan menjawbat tangan wanita seksi dengan pakaian mini dan make up cukup tebal tersebut.
Ridwan telah mengenal Sinta karena mereka kerja di pabrik yang sama.
"Kamu temenin weni ya, kasian sendirian," ucap Edi.
Edi menarik tangan kekasih gelapnya lalu membawanya kekamar, Ridwan sudah mengerti apa yang akan segera pasangan selingkuh itu lalukan.
"Temen kamu gila ya, siang siang maen juga mau aj lagi sama si Edi," ucap Ridwan.
Weni tersenyum dan kembali memakan kuaci, Ridwan menyalakan sebatang Roko lalu menghisapnya.
"Maklumi ajalah mereka sama sama kesepian jauh dari pasangan," ucap Weni.
Ridwan menelisik penampilan Weni yang sungguh berbeda jauh dengan istrinya.
"Kamu sendiri jauh gak dari pasangan?" tanya Ridwan.
"Gak punya pasangan, aku janda," ucap Weni.
"Wah janda semok," ucap Ridwan terkekeh.
"Kamu kerja di mana? kayanya bukan anak pabrik ya aku ga pernah lihat," ucap Ridwan.
"Emang bukan, aku pemandu lagu, di tempat karoke," jawab Weni santai.
Ridwan mengangguk, pantas saja penampilannya seperti itu, seorang pemandu lagu harus berpenampilan menarik agar ada yang mau memberi tips saat ia menemani tamu karoke.
Suara erangan dan ******* dari kamar Edi dan Sinta terdengar hinga keluar, hingga membuat Ridwan ikut terbakar gairah.
"Sial banget si Edi, kalau mau gituan ga usah teriak teriak smpe kedengeran kesini juga kali," umpat Ridwan.
"Kenapa emang Bang, pengen juga yah?" tanya Weni terkekeh.
Ridwan mulai memandang Weni dengan tatapan memburu, Weni yang di tatap justru semakin bersemangat menggodanya.
"Aku cowok normal, denger suara aneh gitu ya tentu jadi pengen," ucap Ridwan.
Ridwan mendekatkan tubuhnya kepada Weni, wanita **** itu diam saja tak menghindar sehingga kini tubuh mereka semakin dekat.
dengan nafas memburu RIdwan dengan berani mendekatkan wajah mereka, sehingga hembusan nafas Ridwan terasa sampai kepada weni.
lalu dengan lancang Ridwan mencium bibir weni, merasa tak ada perlawanan ciuman itu berubah menjadi ******* yang semakin bergelora.
Emh ...
******* Weni semakin membuat Ridwan tertantang, kini tangannya mulai nakal menjamah sintalan wanita **** itu.
Ridwan dan Weni menikmati permainan dan pertemuan pertama mereka, Ridwan tidak memikirkan lagi bagaimana perasaan anak dan istrinya di rumah sungguh lelaki tak berperasaan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!