Di sebuah rumah mewah di tengah kota. Dua keluarga sedang makan malam bersama. Namun, ada yang berbeda di sini karena terlihat seorang pria tampan tengah menundukkan kepalanya sambil mendapatkan tatapan dari semua orang yang seperti menunggu jawabannya. Namanya adalah Ansel, seorang pria berusia dua puluh tujuh tahun.
"Bagaimana, Ansel? Apakah kau setuju?" tanya Rafael yang merupakan ayahnya.
Ansel masih diam. Dia menegakkan kepalanya lagi, namun tidak berkata sepatah katapun. Di depannya ada seorang gadis yang sangat cantik tengah menatapnya penuh harap. Gadis itu adalah Clara, sahabatnya sejak kecil.
"Ansel, semua ini demi kebaikanmu. Kau sudah berusia matang. Tidak ada salahnya kami mulai memikirkan masa depanmu." Shena yang merupakan ibu Ansel juga menanggapi.
"Aku…aku.." Ansel masih ragu-ragu. Ditatapnya Clara yang saat ini menanti jawaban darinya. Dia mengetahui perasaan gadis itu, namun sampai sekarang dia tidak bisa menerimanya karena masih memikirkan Aruna, cinta sejatinya. Dia masih berharap Aruna ditemukan dalam kondisi hidup. Gadis kecil yang hilang dua puluh dua tahun yang lalu telah mengikatnya ke dalam ikatan cinta yang rumit. Jika masih hidup, saat ini Aruna pasti sudah berusia dua puluh lima tahun.
"Sepertinya Ansel memang belum siap, Shena, jangan dipaksakan." Cantika, ibu Clara akhirnya angkat bicara. Dia yang mengerti bagaimana perasaan anaknya pada Ansel tidak ingin pernikahan ini membuat sang putri terluka karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Clara mencintai Ansel sejak duduk di bangku SMA, namun Ansel tidak pernah menunjukkan perasaan lebih pada Clara. Dia memang menyayangi Clara, namun sebagai sahabat saja.
"Iya, Shena, biarlah Ansel memilih gadis yang diinginkannya. Memaksanya hanya akan membuatnya merasa tertekan." Reza, ayah tiri Clara juga mengemukakan pendapatnya. Meskipun dia hanyalah ayah tiri Clara, namun rasa sayangnya pada Clara melebihi rasa sayang ayah kandung.
Shena langsung terdiam mendengar ucapan temannya. Terlihat jelas tatapan kecewa yang kini ditujukan pada Ansel yang tidak menuruti keinginannya.
"Baik, kalau Ansel tidak…"
"Aku mau, Bu." Akhirnya Ansel memberikan jawabannya. Dia menatap serius pada semua orang yang kini menatapnya terkejut.
Wajah mereka langsung berubah senang setelah menyadari bahwa Ansel mau menikah dengan Clara. Gadis yang usianya dua tahun di atasnya itu juga terlihat sangat senang. Setelah menunggu selama belasan tahun, akhirnya dia bisa menikah dengan Ansel.
"Terima kasih, Nak. Kau memang anak kebanggaan ibu dan ayah." Shena tersenyum menatap putra sulungnya itu. Sejak kecil, Ansel memang menuruti semua ucapannya. Maka untuk kali ini, dia memang berharap Ansel tidak mengatakan tidak untuk perjodohan ini.
Karena sebelumnya, Ansel tidak pernah mau dekat dengan wanita manapun selain Clara. Mereka hanya takut Ansel tidak menyukai wanita sehingga memaksa Ansel menikah dengan Clara. Mereka hanya tidak tahu bahwa alasan Ansel melakukan itu karena dirinya masih berada di bawah bayang-bayang Aruna.
Dulunya Aruna hilang di usia tiga tahun saat tragedi mengerikan yang menimpa dirinya dan orang tuanya. Orang tuanya selamat, namun Aruna hilang dan belum ditemukan sampai sekarang.
Setelah acara makan malam selesai, dua keluarga memilih untuk bercengkrama di ruang keluarga. Mereka terlihat saling bersenda gurau dan sesekali tertawa ketika melihat album foto Clara dan Ansel saat masih kecil.
"Kenapa foto kami malah dijadikan bahan tertawaan," rajuk Clara sambil memanyunkan bibirnya.
"Lantas siapa lagi? Sera?"
"Apa? Aku? Kenapa aku? Tidak, tidak! Aku ke kamar dulu, ah. Dah semuanya." Sera pun segera pergi ke kamarnya.
"Sepertinya kami juga harus pergi taman belakang. Ansel bilang ada banyak lampu di sana, aku ingin melihat," ujar Clara sambil menarik Ansel setelah mendapatkan anggukan dari keluarga mereka.
Sesampainya di sana, Clara begitu takjub melihat lampu taman yang sangat indah. "Wah, apa kau yang mendesainnya?" tanyanya.
"Ya, dibantu Sera." Ansel melirik beberapa lampu taman warna warni yang berbentuk boneka beruang.
"Ya, aku bisa melihat bagian yang dia desain." Clara menahan tawa melihat desain yang begitu mencolok di sana.
Ansel hanya menanggapinya dengan tawa kecil. Tergambar jelas dari wajahnya saat ini bahwa dia belum siap dengan perjodohan ini.
"Kalau begitu, bisakah kau mendesain kamar pengantin kita agar terlihat sangat romantis?"
Mendengar jawaban Clara, sontak Ansel langsung terkejut. Namun, dia tidak bisa mengatakan apapun kecuali mengangguk sambil tersenyum. Dia tidak mungkin melukai hati Clara, gadis baik hati yang sedari dulu menjadi sahabatnya.
"Ansel, kau tidak menjawab pertanyaanku."
"Eh, iya, aku akan mendesain kamar untuk kita."
"Kalau sudah menikah? Kau ingin punya anak berapa?"
"Anak? Aku bahkan tidak berpikir kita akan melakukan itu," batin Ansel dengan tatapan ragu.
"Oh, ya, Clara, perusahaan ku sedang membutuhkan cleaning service. Jika ada orang yang menurutmu cukup rajin, kau bisa merekomendasikannya padaku," ucap Ansel mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aneh sekali, bukankah itu urusan bagian HRD? Mengapa harus kau yang mencarinya? Apalagi jabatan yang menurut ku tidak perlu kau pikirkan." Clara menatap heran pada Ansel. Hati kecilnya mengatakan kalau Ansel sedang mengalihkan pembicaraan dengan topik bodoh seperti itu. Namun, dia berusaha untuk menepis pikiran buruk yang akan menyakitkan hatinya.
"Aku hanya tidak ingin perusahaan dimasuki orang-orang yang salah."
Clara menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Inikah rasanya mencintai orang yang aku sendiri belum tahu apakah dia mencintaiku atau tidak," batinnya.
"Ansel?"
"Ya."
"Apakah kau bahagia dengan perjodohan ini?"
Seketika Ansel menjadi tegang karena sesungguhnya dia tidak ingin mendengar pertanyaan ini.
"Kenapa diam? Kau hanya perlu mengatakan ya atau tidak."
"Apa yang terjadi jika aku mengatakan salah satu pilihan itu? Toh, perjodohan ini tetap akan berlangsung, kan?" Ansel tersenyum kecil.
"Ya atau tidak?" Clara menatapnya serius. Dia berharap Ansel akan mengatakan ya. Meski itu adalah kebohongan, namun dia tetap ingin mendengarnya.
"Clara, aku…" Ansel menggantung kalimatnya saat melihat mata Clara yang berkaca-kaca. Dia mengetahui perasaan gadis itu. Namun, dia tidak tega sahabat baiknya itu sakit hati karena menikahi orang yang tak mencintainya.
"Katakan saja. Aku akan menerima apapun keputusanmu. Bukankah kita punya hak untuk memilih dengan siapa kita menikah?" Air mata Clara tak mampu terbendung lagi.
"Mengapa menangis?" Ansel mengusap air mata Clara dengan ibu jarinya.
"Ini bukan tangisan. Ini adalah air yang keluar dari mataku."
Ansel mengangkat dagu Clara dengan tangannya sambil menggelengkan kepalanya. "Jangan pernah menangis. Kalau kau menangis, maka aku juga akan ikut menangis."
"Aku tidak menangis. Aku hanya…bahagia, itu saja."
"Kau bahagia dengan perjodohan ini?"
Clara kembali menundukkan kepalanya. Sebuah anggukan pun terlihat setelahnya.
Ansel menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku juga senang dengan perjodohan ini."
Sebuah kebohongan yang akhirnya Ansel ucapkan. Sesuatu yang akan menjadi duri dalam pernikahan mereka nantinya.
"Maafkan aku, Clara, aku tidak bisa mencintaimu," batin Ansel sambil meraih Clara ke dalam pelukannya.
Ansel Smith (27 y/o) adalah seorang CEO perusahaan Smith. Memiliki paras yang tampan dan kejeniusan yang hebat sehingga menjadi pebisnis nomor satu di kotanya. Terjebak dalam cinta masa lalu akibat ikatan yang tak sengaja tercipta olehnya dan cinta masa lalunya.
Clara Miller (29 y/o) adalah seorang gadis cantik yang merupakan sahabat Ansel sejak kecil. Menyukai Ansel sejak usia lima belas tahun, namun tidak berani menyatakan perasaannya sampai sekarang.
Aruna Andini (25 y/o) Gadis yang hilang sejak berusia tiga tahun dan merupakan cinta yang mengikat Ansel sampai sekarang.
Dewa Angkasa (29 y/o) Teman masa kecil Ansel dan merupakan tetangganya yang ternyata menaruh rasa pada Clara sejak pertama kali melihatnya namun tak berani mengungkapkan.
***
Level tertinggi dalam mencintai adalah merelakan seseorang yang takkan pernah bisa dimiliki. Hal itulah yang sedang dilakukan oleh Ansel. Pria jenius dengan segala kesempurnaan yang dimilikinya. Memiliki otak yang cerdas, wajah tampan, kekayaan, hingga kekuasaan lantas tak membuatnya bahagia.
Sejak kecil, dia terjebak dalam cinta yang rumit dimana sosok gadis yang dicintainya tak kunjung ditemukan bahkan sampai dia dewasa. Gadis itu adalah Aruna, anak dari pasangan suami istri yang pernah merawatnya saat ibunya diculik. Aruna hilang saat tragedi yang menimpa keluarganya tepat dua puluh dua tahun yang lalu, tepatnya di usia tiga tahun.
Pencarian yang dilakukan oleh orang tuanya tidak membuahkan hasil hingga akhirnya dia dipaksa menyerah oleh orang-orang terdekatnya, bahkan orang tua Aruna sendiri yang meyakini bahwa Aruna sudah meninggal.
Akhirnya, di usianya yang ke dua puluh tujuh tahun, Ansel pun terpaksa menerima perjodohan dengan sahabatnya yang bernama Clara. Gadis pintar yang baik hati dan merupakan pengagum rahasia Ansel sejak kecil. Dia terpaksa dijodohkan karena tidak pernah mau dekat dengan wanita manapun kecuali Clara.
Ansel memang menyayangi Clara, namun dia tidak mencintainya karena menganggap Clara sahabatnya saja. Akan tetapi, demi membahagiakan keluarganya, dia rela menikah dengan Clara meski berada di bawah bayang-bayang Aruna. Walau bibirnya berucap bahwa dia sudah melupakannya, namun hatinya tidak bisa menyangkal bahwa dia masih mencintai Aruna.
Pernikahan mewah pun digelar. Semua orang berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang sangat sempurna. Namun, setelah pernikahan itu terjadi, Ansel tak kunjung mau menyentuh Clara hingga akhirnya dia mengatakan kejujuran pada Clara dimana dia masih sangat mencintai Aruna.
Mendengar hal itu, hati Clara hancur berkeping-keping. Dia tidak menyangka bahwa cinta pertamanya masih mencintainya masa lalunya.
Namun, demi menjaga nama baik Ansel, Clara memilih untuk tetap diam dan menerima keputusan Ansel. Bahkan dia ikut membantu Ansel mencari keberadaan Aruna meski hal itu semakin membuatnya terluka.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya mereka menemukan Aruna, akankah Clara kuat menjalani cinta segitiga dengan wanita yang sangat dicintai suaminya?
***
Hai, jangan lupa tambahkan novel ini favorit mu ya. Yang belum tahu, ini adalah spin off dari novel Mempelai Pengganti (Kisah Rafael dan Shena). Berkisah tentang anak mereka yang bernama Ansel Smith. Seorang anak jenius yang berhasil memecahkan kode sandi dan membongkar sebuah rahasia tergelap seseorang yang telah menculik ibunya selama lima tahun. Kini anak jenius itu tumbuh menjadi pria yang sangat hebat dan sempurna. Namun sayang, dia harus terikat janji masa kecilnya hingga membuatnya menetapkan janji itu sebagai cinta yang tak biasa.
Visual Ansel Smith
Clara Miller
Visual Aruna
Di sebuah rumah mewah di tengah kota. Dua keluarga sedang makan malam bersama. Namun, ada yang berbeda di sini karena terlihat seorang pria tampan tengah menundukkan kepalanya sambil mendapatkan tatapan dari semua orang yang seperti menunggu jawabannya. Namanya adalah Ansel, seorang pria berusia dua puluh tujuh tahun.
"Bagaimana, Ansel? Apakah kau setuju?" tanya Rafael yang merupakan ayahnya.
Ansel masih diam. Dia menegakkan kepalanya lagi, namun tidak berkata sepatah katapun. Di depannya ada seorang gadis yang sangat cantik tengah menatapnya penuh harap. Gadis itu adalah Clara, sahabatnya sejak kecil.
"Ansel, semua ini demi kebaikanmu. Kau sudah berusia matang. Tidak ada salahnya kami mulai memikirkan masa depanmu." Shena yang merupakan ibu Ansel juga menanggapi.
"Aku…aku.." Ansel masih ragu-ragu. Ditatapnya Clara yang saat ini menanti jawaban darinya. Dia mengetahui perasaan gadis itu, namun sampai sekarang dia tidak bisa menerimanya karena masih memikirkan Aruna, cinta sejatinya. Dia masih berharap Aruna ditemukan dalam kondisi hidup. Gadis kecil yang hilang dua puluh dua tahun yang lalu telah mengikatnya ke dalam ikatan cinta yang rumit. Jika masih hidup, saat ini Aruna pasti sudah berusia dua puluh lima tahun.
"Sepertinya Ansel memang belum siap, Shena, jangan dipaksakan." Cantika, ibu Clara akhirnya angkat bicara. Dia yang mengerti bagaimana perasaan anaknya pada Ansel tidak ingin pernikahan ini membuat sang putri terluka karena cinta yang bertepuk sebelah tangan. Clara mencintai Ansel sejak duduk di bangku SMA, namun Ansel tidak pernah menunjukkan perasaan lebih pada Clara. Dia memang menyayangi Clara, namun sebagai sahabat saja.
"Iya, Shena, biarlah Ansel memilih gadis yang diinginkannya. Memaksanya hanya akan membuatnya merasa tertekan." Reza, ayah tiri Clara juga mengemukakan pendapatnya. Meskipun dia hanyalah ayah tiri Clara, namun rasa sayangnya pada Clara melebihi rasa sayang ayah kandung.
Shena langsung terdiam mendengar ucapan temannya. Terlihat jelas tatapan kecewa yang kini ditujukan pada Ansel yang tidak menuruti keinginannya.
"Baik, kalau Ansel tidak…"
"Aku mau, Bu." Akhirnya Ansel memberikan jawabannya. Dia menatap serius pada semua orang yang kini menatapnya terkejut.
Wajah mereka langsung berubah senang setelah menyadari bahwa Ansel mau menikah dengan Clara. Gadis yang usianya dua tahun di atasnya itu juga terlihat sangat senang. Setelah menunggu selama belasan tahun, akhirnya dia bisa menikah dengan Ansel.
"Terima kasih, Nak. Kau memang anak kebanggaan ibu dan ayah." Shena tersenyum menatap putra sulungnya itu. Sejak kecil, Ansel memang menuruti semua ucapannya. Maka untuk kali ini, dia memang berharap Ansel tidak mengatakan tidak untuk perjodohan ini.
Karena sebelumnya, Ansel tidak pernah mau dekat dengan wanita manapun selain Clara. Mereka hanya takut Ansel tidak menyukai wanita sehingga memaksa Ansel menikah dengan Clara. Mereka hanya tidak tahu bahwa alasan Ansel melakukan itu karena dirinya masih berada di bawah bayang-bayang Aruna.
Dulunya Aruna hilang di usia tiga tahun saat tragedi mengerikan yang menimpa dirinya dan orang tuanya. Orang tuanya selamat, namun Aruna hilang dan belum ditemukan sampai sekarang.
Setelah acara makan malam selesai, dua keluarga memilih untuk bercengkrama di ruang keluarga. Mereka terlihat saling bersenda gurau dan sesekali tertawa ketika melihat album foto Clara dan Ansel saat masih kecil.
"Kenapa foto kami malah dijadikan bahan tertawaan," rajuk Clara sambil memanyunkan bibirnya.
"Lantas siapa lagi? Sera?"
"Apa? Aku? Kenapa aku? Tidak, tidak! Aku ke kamar dulu, ah. Dah semuanya." Sera pun segera pergi ke kamarnya.
"Sepertinya kami juga harus pergi taman belakang. Ansel bilang ada banyak lampu di sana, aku ingin melihat," ujar Clara sambil menarik Ansel setelah mendapatkan anggukan dari keluarga mereka.
Sesampainya di sana, Clara begitu takjub melihat lampu taman yang sangat indah. "Wah, apa kau yang mendesainnya?" tanyanya.
"Ya, dibantu Sera." Ansel melirik beberapa lampu taman warna warni yang berbentuk boneka beruang.
"Ya, aku bisa melihat bagian yang dia desain." Clara menahan tawa melihat desain yang begitu mencolok di sana.
Ansel hanya menanggapinya dengan tawa kecil. Tergambar jelas dari wajahnya saat ini bahwa dia belum siap dengan perjodohan ini.
"Kalau begitu, bisakah kau mendesain kamar pengantin kita agar terlihat sangat romantis?"
Mendengar jawaban Clara, sontak Ansel langsung terkejut. Namun, dia tidak bisa mengatakan apapun kecuali mengangguk sambil tersenyum. Dia tidak mungkin melukai hati Clara, gadis baik hati yang sedari dulu menjadi sahabatnya.
"Ansel, kau tidak menjawab pertanyaanku."
"Eh, iya, aku akan mendesain kamar untuk kita."
"Kalau sudah menikah? Kau ingin punya anak berapa?"
"Anak? Aku bahkan tidak berpikir kita akan melakukan itu," batin Ansel dengan tatapan ragu.
"Oh, ya, Clara, perusahaan ku sedang membutuhkan cleaning service. Jika ada orang yang menurutmu cukup rajin, kau bisa merekomendasikannya padaku," ucap Ansel mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aneh sekali, bukankah itu urusan bagian HRD? Mengapa harus kau yang mencarinya? Apalagi jabatan yang menurut ku tidak perlu kau pikirkan." Clara menatap heran pada Ansel. Hati kecilnya mengatakan kalau Ansel sedang mengalihkan pembicaraan dengan topik bodoh seperti itu. Namun, dia berusaha untuk menepis pikiran buruk yang akan menyakitkan hatinya.
"Aku hanya tidak ingin perusahaan dimasuki orang-orang yang salah."
Clara menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Inikah rasanya mencintai orang yang aku sendiri belum tahu apakah dia mencintaiku atau tidak," batinnya.
"Ansel?"
"Ya."
"Apakah kau bahagia dengan perjodohan ini?"
Seketika Ansel menjadi tegang karena sesungguhnya dia tidak ingin mendengar pertanyaan ini.
"Kenapa diam? Kau hanya perlu mengatakan ya atau tidak."
"Apa yang terjadi jika aku mengatakan salah satu pilihan itu? Toh, perjodohan ini tetap akan berlangsung, kan?" Ansel tersenyum kecil.
"Ya atau tidak?" Clara menatapnya serius. Dia berharap Ansel akan mengatakan ya. Meski itu adalah kebohongan, namun dia tetap ingin mendengarnya.
"Clara, aku…" Ansel menggantung kalimatnya saat melihat mata Clara yang berkaca-kaca. Dia mengetahui perasaan gadis itu. Namun, dia tidak tega sahabat baiknya itu sakit hati karena menikahi orang yang tak mencintainya.
"Katakan saja. Aku akan menerima apapun keputusanmu. Bukankah kita punya hak untuk memilih dengan siapa kita menikah?" Air mata Clara tak mampu terbendung lagi.
"Mengapa menangis?" Ansel mengusap air mata Clara dengan ibu jarinya.
"Ini bukan tangisan. Ini adalah air yang keluar dari mataku."
Ansel mengangkat dagu Clara dengan tangannya sambil menggelengkan kepalanya. "Jangan pernah menangis. Kalau kau menangis, maka aku juga akan ikut menangis."
"Aku tidak menangis. Aku hanya…bahagia, itu saja."
"Kau bahagia dengan perjodohan ini?"
Clara kembali menundukkan kepalanya. Sebuah anggukan pun terlihat setelahnya.
Ansel menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. "Aku juga senang dengan perjodohan ini."
Sebuah kebohongan yang akhirnya Ansel ucapkan. Sesuatu yang akan menjadi duri dalam pernikahan mereka nantinya.
"Maafkan aku, Clara, aku tidak bisa mencintaimu," batin Ansel sambil meraih Clara ke dalam pelukannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!