NovelToon NovelToon

MAMPUKAH AKU MELEPASMU?

Kisah Memalukan yang Terbongkar

"Saya pernah berpacaran dengan pengusaha inisialnya J. Pria beristri, sekarang mereka memiliki dua orang anak," ucap Alleta Nicoline saat diwawancarai seorang influencer kenamaan yang pengikutnya sampai jutaan di sebuah platform media sosial.

Perempuan itu tidak sungkan untuk tertawa lepas, tidak malu untuk menceritakan sejauh mana hubungannya dengan pengusaha berinisial J tersebut.

Berbeda dengan keadaan di sebuah rumah mewah, seorang perempuan mematikan televisi yang menayangkan suasana dialog antara Alleta dengan influencer kenamaan bernama Brigitta Adams.

Temannya menghubungi agar menyaksikan drama itu, setidaknya sudah ada tiga influencer yang menayangkan kisah memalukan yang dilakukan oleh Alleta.

Perempuan berambut pendek dengan kulit warm ivory itu menghela nafas panjang, ada getaran di setiap tarikan udara yang masuk melalui hidungnya. Matanya memanas, ia mendongakkan kepala agar air matanya tidak berlinang.

Dirinya teringat dengan anak-anaknya yang saat ini sedang di luar rumah untuk bersekolah. Anak pertamanya seorang laki-laki bernama Dael Meyer berusia 7 tahun. Anak keduanya perempuan bernama Rosalie Meyer berusia 5 tahun.

Floretta Conie beranjak dari tempat duduknya setelah menaruh remot televisi di atas meja, ponselnya berdering.

Pesan masuk dari temannya, Alice Bouwer.

[Apa kau melihat Alleta yang tidak tahu malu itu? Para netter menyerangnya, tetapi ia tetap membuat keributan dengan menceritakan aibnya sendiri.]

[Netter menggosipkan nama suamimu, kau harus bertindak melawannya. Aku tidak percaya seorang Jarvis Meyer melakukan itu.]

Dua pesan itu dibaca oleh Floretta dengan seksama. Ia tidak ingin membalas apapun pada Alice. Perempuan itu menaruh saja ponselnya di atas meja.

"Aku akan menjemput Rosalie dari sekolah," ucapnya pada asisten pribadinya, setelah keluar dari kamar. Perempuan muda bernama Rayya itu heran mendengarnya, ia hanya menganggukkan kepala. Biasanya, cukup Rayya yang menjemput. Asisten Floretta itu keluar, menyuruh pengemudi keluarga untuk bersiap ke sekolah Rosalie.

Sepanjang perjalanan Floretta hanya diam, membuang pandangan keluar kendaraan roda empat milik suaminya.

Setibanya di taman kanak-kanak, Rosalie langsung menuju tempat yang disediakan untuk menunggu anak-anak keluar. Ternyata, di sana suaminya, Jarvis Meyer, telah duluan mendapati putrinya.

Langkah Floretta terhenti, ia tidak meneruskan arahnya menuju Rosalie, malah membalik tubuhnya. Jarvis menangkap sosok Floretta di kerumunan orang tua murid.

Dengan cepat Jarvis menggendong Rosalie, melangkah lebar menuju arah pergi istrinya.

"Kita pulang. Tuan Meyer telah menjemput putriku," ucapnya tenang pada pengemudi sesaat setelah masuk mobil.

Sewaktu mesin kendaraan dinyalakan, pintu depan diketuk dari luar, gegas pengemudi keluar saat melihat Jarvis Meyerlah yang mengetuk.

Floretta tetap diam di bangkunya, tidak menyambut suami dan anaknya.

Jarvis mendudukkan Rosalie di bangku penumpang depan lalu memasangkan sabuk pengaman. Sekilas ia melihat Floretta yang duduk di bangku belakang.

Sewaktu pintu ditutup, Floretta menyapa putrinya. Bocah kecil yang awalnya tidak menyadari keberadaan sang ibu, menoleh ke belakang, bukan main girang hatinya.

"Ibuu... aku senang Ibu dan Ayah datang ke sekolahku," ujarnya. Floretta mencium pipi sang putri dengan gemas. Anak perempuan itu kesusahan bergerak akibat sabuk pengaman yang membelit tubuhnya, maka Floretta memajukan tubuhnya.

Ia tidak mampu menahan senyum dan tawa saat bersama putra-putrinya.

Tidak lama Jarvis masuk dan duduk di bangku pengemudi. Sontak Floretta memundurkan tubuhnya kembali duduk ke bangku penumpang barisan belakang.

"Ke mana Walden?" tanya Floretta dari belakang. Ia melihat pengemudinya berjalan menjauhi mobil.

"Pulang bersama sopirku," jawab Jarvis sembari menyalakan mesin.

Kendaraan mereka keluar dari sekolah Rosalie. Floretta melihat arah kendaraab bergerak menuju ke rumah mereka.

"Em... aku masih harus menjemput Dael ke sekolahnya. Turunkan aku di halte depan saja," pintanya.

Jarvis tidak tahu-menahu jadwal sekolah Dael, yang ia tahu hanya putrinya, sebab Rosalie seringkali memohon agar Jarvis menjemputnya dari sekolah.

Pria yang masih mengenakan jas kerjanya itu merasa Floretta hari ini berbeda, setelah tadi dirinya dihindari di sekolah Rosalie, perempuan itu tidak memintanya untuk menjemput putra mereka dari sekolah bersama-sama.

Floretta perempuan yang terbuka selama sembilan tahun pernikahan mereka, meskipun Jarvis seringkali tidak bersedia memenuhi permintaan istrinya dengan berbagai macam alasan.

Bila ada kesempatan pergi bersama, seharusnya Floretta senang bila Jarvis memiliki waktu. Namun, kali ini ibu dua anak itu malah ingin pergi sendiri.

"Ya sudah, kita bersama-sama ke sana," tawar Jarvis percaya diri.

Saat ia akan bersiap memutar balik arah kendaraannya, Floretta menimpali, "Tidak perlu, Dael keluar dua jam lagi. Biar aku saja yang menjemputnya menggunakan taksi. Akan terlalu lama Rosalie menunggunya nanti."

Jarvis terdiam di bangkunya, perlahan ia menepikan kendaraan menuju halte yang disebut oleh istrinya tadi.

"Ros, Ibu akan menjemput Dael. Kau pulang bersama Ayah, nanti kita bertemu di rumah," ucapnya sembari mencium kening putrinya. Mereka saling ber-tos ria seperti kebiasaan selama ini. Rosalie mengangguk setuju.

Tidak ada salam perpisahan dan ciuman untuk Jarvis. Perempuan itu begitu dingin, kondisi aneh itu berlangsung seminggu belakangan ini.

Jarvis tidak menanyakannya sama sekali, ia hanya merasakan perubahan sikap istrinya. Pria itu jarang memulai pembicaraan terlebih dulu kalau bukan hal yang dianggap penting olehnya.

Biasanya Floretta akan memeluk atau menciumnya tanpa aba-aba kapanpun perempuan itu mau. Kadang, Jarvis risih dengan sentuhan-sentuhan istrinya yang kerap tidak melihat tempat. Keceriaan Floretta tidak lagi seperti biasa.

Belakangan semua mendadak hilang, Jarvis seakan-akan merasa kehilangan akan sikap manis istrinya.

Floretta turun lalu berjalan ke arah belakang mobil untuk menunggu taksi lewat. Kendaraan Jarvis belum beranjak dari sana, pria itu menoleh ke belakang, memandang sang istri yang begitu kentara menghindarinya.

Taksi berwarna putih datang, Floretta menaikinya, mobil itu putar balik menuju arah sekolah Dael. Tidak berpikir lama, Jarvis mengikuti dari belakang, ada rasa penasaran yang menyelubungi hatinya.

Akan ke mana istrinya untuk jeda dua jam sembari menunggu putra mereka?

Setelah menyampaikan arah tujuannya pada pengemudi taksi, Floretta menoleh menatap jalanan yang disinari terik matahari. Fokusnya pada masalah yang tengah membelit keluarganya.

Taksi berhenti di sebuah taman tidak jauh dari sekolahan Dael. Dari kejauhan, Jarvis melihat Floretta setengah berlari lalu memeluk Alice Bouwer, teman kuliah mereka dulu, yang kini menjadi pebisnis pasar modal yang sukses sekaligus vlogger yang kerap membagikan tips dunia usaha dan pribadinya.

Jarvis bisa melihat beberapa kali Floretta mengusap matanya sampai Alice memberikan sesuatu pada istrinya yang dipakai untuk menyeka pipi dan matanya.

Pria dua anak itu menduga, Floretta telah mengetahui semuanya, tayangan dan kisah di baliknya. Helaan nafas beban berhembus kencang dari mulut Jarvis. Ia mencengkram kemudi dengan kencang.

Floretta Berubah

Floretta pulang ke rumah bersama Dael. Bertepatan jam makan siang, Floretta terlebih dulu membantu Dael untuk berganti pakaian sekolah. Sementara itu, Rosalie diurus oleh pengasuh.

"Anak-anak mari kita makan," ucap Floretta begitu ia selesai membereskan pakaian putranya. Perempuan itu menghampiri kedua anaknya yang sedang bermain bersama.

Saat mereka masuk ke ruang makan. Dael bersorak senang, "Ayah... ada di sini?" Bocah kecil itu menghampiri ayahnya yang tengah duduk di kursi makan, memberinya salam dan pelukan.

"Ya, tadi ayah dan ibu menjemputku dari sekolah," pamer Rosalie bangga.

"Mengapa ayah tidak berkunjung ke sekolahku?" rengek Dael.

"Tadi ibu yang meminta menjemputmu sendirian, Dael. Sekalian berbicara dengan kepala sekolahmu," sahut Floretta menjelaskan. Ia berusaha menghindari pertengkaran antara Dael dan Rosalie menjelang jam makan siang.

"Mari kita makan, nanti Ibu akan membacakan buku cerita untuk kalian," bujuk Floretta saat memandang rupa Dael yang memang kesal mendengar kalau ayahnya hanya datang ke sekolah Rosalie, adiknya.

Kalimat itu berhasil mengubah suasana hati Dael. Ia bertepuk tangan. "Oke Ibu, aku mau dibacakan buku yang tempo hari kita beli dari toko," timpal bocah laki-laki itu.

Floretta melempar senyum dan anggukan setuju pada Dael. Mereka menikmati santapan siang dalam hening. Masing-masing terlihat fokus dengan apa yang ada di hadapan mereka.

Begitu jam makan siang selesai, Dael dan Rosalie beranjak ke ruang keluarga. Dael mengajak Rosalie bermain susun kata, meskipun masih bersekolah di taman kanak-kanak Rosalie telah mengenal huruf vokal dan konsonan.

Floretta masih di ruang makan ikut membantu merapikan meja.

"Boleh aku berbicara padamu sebentar?" tanya Jarvis saat aktivitas Floretta selesai. Ia duduk termenung sendirian di ruangan itu.

Floretta terlonjak, lamunan dalamnya buyar begitu mendengar suara Jarvis.

"Ya, katakanlah," sahut Floretta dengan dongakan untuk melihat suaminya.

"Tidak di sini, di kamar saja," pinta pria itu. Dia berjalan duluan menuju kamar pribadi mereka.

Floretta mengikuti langkah Jarvis. Mereka tiba di kamar yang menjadi saksi penyatuan panas mereka sebagai suami istri.

Beberapa hari ini Floretta tidak tidur di sini, ia memilih kamar Rosalie dengan alasan menemani putri mereka tidur.

Jarvis tidak menaruh rasa curiga sedikit pun saat Floretta meminta izin untuk itu. Pekerjaan yang padat membuat Jarvis tidak keberatan terhadap permintaan sang istri.

Namun, semalam saat Floretta menolak sekamar dengannya barulah Jarvis mengilas balik perubahan demi perubahan pada istrinya.

Floretta duduk di sofa yang ada dalam kamar mereka, sementara itu Jarvis berdiri membelakangi istrinya menatap keluar jendela, tangannya ditaruh di kantong celananya.

Tidak ada suara dari Jarvis. Setelah menunggu beberapa waktu, barulah Floretta angkat bicara, "Apa yang mau kau sampaikan? Aku ingin menemani anak-anak membacakan buku." Floretta berdiri.

Suara Floretta terdengar dingin dan kesal, bukanlah tipe dirinya yang selalu ceria. Sejak kapan Floretta berubah? Jarvis tidak menyadarinya, tahu-tahu ibu dua anak itu seperti tampak tidak antusias dengannya.

Jarvis memutar tubuhnya. Jarak mereka tidaklah terlalu jauh, tetapi Floretta tidak bertingkah centil seperti biasanya kalau dekat dengan suaminya.

Kebiasaannya menempeli tubuh Jarvis tidak dilakukannya. Perempuan itu benar-benar menahan dirinya sendiri sekuat tenaga.

Sorot tajam mata Jarvis membuat Floretta salah tingkah, ia memutus pandangan dari suaminya.

"Kau sendiri, apa ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Jarvis berharap Floretta kembali seperti dulu.

"Kau yang mengajakku ke mari," sanggah Floretta, melirik Jarvis sekilas.

Raut jengkel begitu kentara dari paras Floretta. Jarvis bisa menemukan perbedaannya saat ini.

"Apa kau sudah menonton tayangan itu?"

"Tayangan apa?" ketus Floretta. Pikirannya mengawang pada sesi wawancara Alleta Nicoline bersama Brigitta Adams. Perlahan ia menarik nafas panjang bergetar.

"Aku rasa itu sudah berlalu dan kau tahu itu. Kita punya perjanjian di awal pernikahan bahwa aku boleh berhubungan dengan siapa saja dan kau tidak keberatan dengan hal itu," papar Jarvis mengingatkan Floretta.

Perempuan itu merasa bodoh sekali bahwa ia pernah punya perjanjian busuk dengan suaminya dengan motivasi ia tetap bisa menikah dengan Jarvis sang pujaan hati.

"Ya," ucapnya singkat. "Tidak masalah," ungkapnya berbohong.

"Apa aku sudah boleh pergi?" tanyanya. Ia mengerjap seserong mungkin menghalau rasa panas di maniknya yang indah.

Diamnya Jarvis dianggap persetujuan oleh Floretta. Ia memutar tubuhnya berjalan ke arah pintu kamar.

Sekejap Jarvis berjalan menghalau langkah Floretta, lengannya diputar menghadap suaminya. Perempuan itu tersentak memandang manik Jarvis dari dekat.

Namun, rasa jijik dan entahlah... marah barangkali, begitu menyerangnya.

"Lepaskan!" paksanya menarik lengan dari Jarvis.

Pria itu sampai mengangkat tangannya, ia pun terkejut dengan sikap tiba-tiba Floretta, perempuan yang tidak pernah menolak dipegang atau disentuh Jarvis.

"Ada apa denganmu? Mengapa berubah dengan cepat?"

Floretta mundur selangkah. Ia menetralkan emosi yang sedang menguncinya. Perempuan itu berusaha menahan diri.

"Tidak apa-apa... hanya... lelah," jawabnya.

Kata lelah dimaknai fisik oleh Jarvis. "Kalau begitu beristirahatlah di sini, biar anak-anak ditemani pengasuhnya."

Kalau dulu Floretta mendengar kalimat Jarvis itu, ia akan merasa senang terbang ke langit ke tujuh. Namun, kalimat seperti itu baru kali ini Jarvis ucapkan, tidaklah pernah terjadi dulu.

"Tidak perlu," lirihnya. "Bersama anak-anak aku tidak pernah lelah," sambungnya. Hatinya mendadak hangat begitu mengingat Rosalie dan Dael.

"Atau kau mengingkan liburan?" tebak Jarvis. "Kita lama tidak liburan bersama. Terakhir kali kalian hanya bertiga," ucap pria itu.

Floretta ingat benar dengan liburan yang diucapkan Jarvis. Pria itu acapkali tidak bisa diajak berlibur dengan alasan pekerjaan, bukan hanya di awal pernikahan melainkan hingga dua bulan lalu pun ia tidak punya waktu.

"Ya, nanti aku akan jadwalkan liburan bersama anak-anak," imbuhnya mengangguk samar.

"Em... rasanya awal bulan depan aku punya waktu lowong untuk liburan." Kalimat itu sungguh mengejutkan untuk Floretta. Perkataan langka yang entah kapan terakhir kali pria itu mengatakan hal demikian, meskipun pada kenyataannya ia membatalkan di saat liburan telah tiba dengan alasan perusahaan membutuhkan kehadirannya.

Floretta terkekeh geli dan merasa miris dengan percakapan mereka yang seolah-olah harmonis, tetapi menyimpan banyak ketidakcocokan.

"Terserah padamu." Lebih baik Floretta menjawab demikian daripada ia memeluk dan mencium Jarvis, senang dengan ucapan itu, sayangnya tidak bisa dipenuhi.

"Kalau tidak ada pembicaraan lagi, aku ingin ke kamar bermain anak-anak," ucap Floretta ingin menghentikan dialog yang tidak akan ada ujung yang manis.

Floretta membalik tubuhnya. Saat ia sudah berada di pintu, kalimat selanjutnya membuat Jarvis benar-benar merasa istrinya mulai menjauhinya.

"Kalau nanti kembali ke kantor, aku tidak bisa mengantarkanmu. Tidak perlu berpamitan dengan anak-anak, nanti mereka terlalu berharap kau menemani mereka bermain."

Floretta melangkah keluar lalu menutup pintu. Tinggallah Jarvis di kamar, merenungi keanehan istrinya.

Dia menunduk melihat pakaiannya yang telah diganti lebih santai. Dia tidak berencana ke kantor lagi.

Memendam Perasaan

Floretta menyenderkan punggungnya di dinding, ia tidak mungkin ke kamar bermain anak-anaknya dengan linangan air mata.

Floretta masuk ke kamar putrinya, Rosalie. Ia menyentuh dadanya yang sesak. Tidak sanggup berdiri lama, Floretta menyeret punggungnya dari dinding sampai terduduk di lantai.

Rasanya begitu terlambat Floretta sadari bahwa Jarvis tidak pernah mencintai dan menginginkannya sepanjang pernikahan mereka. Wawancara Alleta Nicoline menginsafi kondisi rumah tangga mereka.

Floretta menutup kedua matanya, ia berusaha menormalkan laju nafasnya. Tidak bisa berlama-lama di kamar, Floretta pergi ke kamar kecil dalam ruangan itu lalu membasuh wajahnya.

Perempuan itu melangkah keluar menuju ruang bermain anak-anaknya. Betapa terkejutnya Floretta mendapati Jarvis tengah bermain bersama anak-anaknya. Pemandangan langka di masa lalu.

"Dari mana?" tanya Jarvis begitu Floretta mendekat. Rosalie dan Dael sibuk bermain dadu dan menjalankan pion di papan permainan.

"Dari kamar kecil," jawab Floretta tanpa memandang Jarvis. Ia memberi perhatian pada aktivitas anak-anaknya.

Jarvis memandangi Floretta lekat-lekat, ia bisa melihat warna putih manik mata istrinya sedikit memerah. Jarvis menggeser tubuhnya sedikit mendekat pada Floretta.

"Apakah kau baru saja menangis?" tanya Jarvis berbisik ke telinga Floretta.

Floretta terhenyak mendengar pertanyaan itu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan dengan posisi Jarvis saat ini.

Air matanya masih ingin mengalir melewati kedua pipinya, Floretta tidak ingin itu terjadi, dia lantas beranjak dari sana. Floretta menyibukkan diri dengan membereskan mainan yang tidak dimainkan oleh anak-anaknya.

Jarvis memperhatikan dan mempelajari gerak-gerik istrinya. Ke mana Floretta, istri yang ingin selalu menempel pada dirinya? Ke mana Floretta yang ceria, sering memeluknya sampai Jarvis sering risih dibuatnya?

Floretta di hadapannya bukan lagi istrinya yang dulu.

"Yeey, pionku tiba duluan. Aku pemenangnya," sorak Dael gembira. Rosalie tampak sedih dibuatnya.

"Kau curang, menjalankan pionmu dua kali," sanggah Rosalie mengerucutkan bibirnya.

"Itu bukan curang Ros, angka daduku 6, jadi aku punya kesempatan sebanyak dua kali," jelas Dael pada adiknya.

Rosalie sedih hampir saja menangis. "Hei, sayang. Apakah kau sedih karena kalah?" tanyanya pada Rosalie yang telah mengeluarkan air matanya.

Jarvis memandangi paras cantik Rosalie yang semakin mirip dengan ibunya. Ia mengusap kepalanya lalu memeluk putrinya itu.

"Namanya permainan ada kalah dan menang, Rosalie. Saat ini kau kalah dan Dael menang. Lain kali bisa sebaliknya. Bagaimana kalau ayah menghiburmu?" tawar Jarvis sembari menghapus air mata putrinya.

"Ya, aku bersedih. Ayah ingin menghibur dengan cara apa?" tanya Rosalie memandang ayahnya.

"Em...." Jarvis berpikir keras, ia melirik Floretta yang tengah memegang sebuah buku cerita anak bergambar. "Ayah akan membacakan buku untuk kalian. Flo, kemarikan bukunya," ucapnya mengulurkan tangan pada Floretta.

Floretta yang diam mematung patuh saat Jarvis meminta buku yang ada di tangannya. Floretta cukup kaget karena Jarvis menawarkan diri untuk membacakan buku bagi anak-anak mereka.

Melihat kebersamaan Jarvis dan anak-anaknya, Floretta merasa senang. Ia berpikir kehadirannya tidak dibutuhkan saat ini, maka kakinya melangkah keluar kamar, lebih baik ia melakukan hal lain agar tidak melihat Jarvis.

Saat dirinya menuju pintu, jalannya harus melewati Jarvis, sontak tangannya ditahan lalu ditarik. Tubuhnya terduduk di pangkuan suaminya.

Suara cekikikan putra-putrinya membuat Floretta sedikit canggung.

"Lepaskan, apa yang kau lakukan?" tanya Floretta berbisik seraya mengurai belitan tangan Jarvis dari perutnya.

"Temani kami di sini," balas Jarvis dengan bisikan pula.

Floretta tidak menjawab, ia sibuk mengangkat tangan kokoh Jarvis dari perutnya.

"Aku tidak akan melepaskanmu, kalau kau ingin pergi dari kamar ini," bisik Jarvis mempererat belitan tangannya, bahkan bibir pria itu sengaja menyentuh daun telinga Floretta.

Floretta menoleh ingin marah, sesaat terkunci oleh tatapan memabukkan Jarvis. Tidak ingin lengah, cepat ia membuang pandangan ke arah lain sembari menjawab, "Oke. Cepat lepaskan!"

Belitan itu mengendur, gegas Floretta berdiri dan duduk ke ujung sofa menjauh dari Jarvis.

"Ayah dan Ibu begitu manis," ujar Dael seraya menunjukkan barisan gigi putihnya.

Jarvis tertawa mendengarnya. Ia menepuk sofa di sebelah kanan agar Dael duduk di sebelah kanannya. "Kelak kau harus memperlakukan perempuan dengan baik, Dael," ucap Jarvis mengusap kepala putra sulungnya itu.

Floretta memutar bola matanya dan menggeleng samar. Bagi Floretta ucapan pria itu seharusnya ditujukan bagi dirinya sendiri bukan Dael yang masih kecil.

Jarvis membacakan kembali buku untuk putra-putrinya sampai mereka berdua tertidur menyender pada ayahnya.

"Bisakah kau membantu untuk mengangkat anak-anak? Biarkan mereka tidur di sini," ucap Jarvis.

Floretta memenuhi permintaan suaminya. Ia memindahkan Rosalie, sementara Jarvis memindahkan Dael.

Setelahnya mereka keluar kamar bermain. Saat melewati kamar pribadi mereka berdua, mendadak Jarvis menarik Floretta masuk ke dalam.

Pria itu menutup pintu lalu menghujani Floretta dengan kecupan penuh gairah sampai-sampai Floretta terbuai dibuatnya. Tidak sadar mereka telah berbaring di ranjang, padahal hari masih siang.

Jarvis masih terus mengecup istrinya. Saat Jarvis menginginkan hal lebih, ia memandang mata teduh milik Floretta.

Jarvis mendekatkan wajahnya untuk kembali mengangkat gelora Floretta. Deru nafas mereka menyatu.

Namun, secara mendadak Floretta menutup matanya lalu memalingkan wajahnya disertai air mata. Ingatan Floretta digempur dengan ucapan-ucapan Alleta Nicoline yang mengaku pernah disentuh oleh suaminya hingga membuatnya tidak berdaya. Ditambah lagi, ingatan akan segala usaha-usahanya yang percuma untuk membuat Jarvis berpaling padanya.

Jarvis mendengar isak tertahan istrinya, dia lantas menggulingkan tubuhnya ke samping Floretta. Perempuan itu memiringkan tubuh ke arah yang berlawanan dengan Jarvis.

"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi padamu," ucap Jarvis sembari menoleh pada Floretta. Punggung bergetar tanpa suara menandakan kesakitan hati istrinya yang dipendam. Namun, mengapa Floretta selama ini diam saja?

"Kau bisa mengucapkan apa isi hatimu, bukan dengan cara mendiamkanku seperti saat ini," sesal Jarvis, menaruh tangannya di balik kepalanya.

Mereka diselimuti keheningan beberapa saat hingga ucapan Floretta begitu mengganggu Jarvis.

"Aku ingin kita berpisah."

Floretta menutup kedua matanya, bening keluar membasahi kasurnya. Ia sendiri tidak menyangka telah mengucapkan kata yang ditolaknya beberapa hari ini. Tidak mungkin ada perpisahan antara suami dan istri menurut kepercayaan yang dianutnya.

Mendengar permintaan konyol istrinya, Jarvis berang. Ia kembali naik ke atas tubuh istrinya lalu menggenggam pergelangan tangan Floretta di kedua sisi kepala perempuan itu.

Floretta membelalak menerima sikap Jarvis yang kasar.

"Berpisah? Beri aku alasannya!" seru Jarvis menekan kuat pergelangan tangan Floretta.

"Kau tidak pernah mencintaiku! Lepaskan aku dan carilah perempuan yang bisa membuatmu betah di rumah dan memuaskanmu di ranjang," sembur Floretta dengan berani. Kalimat yang telah lama dipendamnya.

Jarvis mengamati istrinya yang melempar tatapan menantang.

"Cinta? Bukannya dulu kau katakan dalam pernikahan kita tidak peduli aku mencintaimu atau tidak, kau akan mengusahakannya sendiri?"

Floretta memalingkan kembali wajahnya ke arah lain.

"Aku menyerah, lelah dan butuh istirahat," tekadnya. Bening dari matanya kembali jatuh, seolah-olah menyatakan keberatan akan rencana Floretta untuk meninggalkan Jarvis.

"Dengar, jangan bertindak bodoh! Tidak akan ada perpisahan di antara kita. Aku sudah terjebak bersamamu dalam pernikahan ini. Takdirmu bersamaku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!