"Aku akan menikahi wanita pujaanku. Apapun yang terjadi." Tekad kuat Kenan.
"Aku memang bersedia di nikahkan dengan salah satu anak Tuan Moza." Pemuda itu menjeda ucapannya, "Tapi aku ingin menikah dengan Shifani Moza putri bungsunya, bukan dengan si sulung yang buruk rupa, serta culun itu, aku benar-benar tidak mau menikahi Shafana Moza Ma!, memangnya Kalian tidak melihat penampilannya yang aneh itu? ". pria bermanik kelam itu mengemukakan pendapatnya, keberatan dengan apa yang di sampaikan kedua orangtuanya, bahkan ia meremat rambutnya dengan frustasi mengungkapkan penolakannya.
"Memangnya ada apa dengan penampilan Fana? Dia cantik dan ramah, bonusnya ia sangat sopan, Mama menyukainya".
"Astaga! Mama tidak melihat caranya berpakaian dan penampilannya, Gigi berpagar, rambut yang selalu di kuncir, serta jangan lupakan kaca mata tebal yang membingkai wajahnya itu membuatku geli Ma, dia adalah mahluk bermata empat yang menggelikan, pakaian kunonya juga membuat mataku sakit!" Panjang lebar Pemuda itu memaparkan pendapatnya.
"Berhenti berbicara Kenan! tidak selayaknya kau menghina seseorang, jangan berani membicarakan keburukan orang lain di hadapan Papa, Menurut Papa apa yang di katakan Mamamu benar, Fana memang gadis yang baik Papa juga menyukainya."
"Jika kalian menyukainya kalian saja yang menikahi Shafana." Kenan melangkahkan kakinya meninggalkan kedua orangtuanya.
Hah...
Selepas kepergian anaknya mereka secara bersamaan menarik nafas dalam, watak putranya memang seperti itu. "Dasar keras kepala!"
...
Rendy Moza hanya mengangguk-nganggukan kepalanya mendengar apa yang sahabatnya bicarakan, mencerna setiap kata demi kata agar ia bisa memutuskan dengan bijak harus dengan kata apa agar kalimatnya tidak menyinggung orang lain, lalu dengan hati-hati ia mulai membuka suara. "Begini Luki, aku hanya akan menikahkan putri tertuaku terlebih dahulu, jika putramu hanya ingin menikahi putri bungsuku maka tunggulah terlebih dahulu, Shafanaku menikah, karna sudah menjadi keputusanku untuk menikahkan putri pertamaku sebelum Shifani menikah, kau mengerti maksudku kan?"
Luki hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya menandakan ia memahami kekhawatiran temannya itu.
"Kenan, Papa sudah berbicara dengan Om Rendy". Luki menghampiri putra semata wayangnya, yang tengah duduk di bangku taman dengan memandang bintang dan rembulan di atas sana.
"Benarkah?, Lalu apa kata Om Moza Pa? apa aku boleh menikahi Shifani?" Kenan nampak antusias menanti jawaban dari ayahnya, matanya mengerjap dengan kadang memincing dengan tidak sabar.
"Tentu saja kau boleh menikahi Shifa, hanya saja sepertinya kau harus bersabar terlebih dulu!"
"Bersabar?"
"Ya kau harus menunggu Fana menikah dahulu, lalu setelahnya baru lah kau boleh menikahi Shifa."
"mengapa seperti itu? akan sangat lama menunggu Fana itu menikah, lagi pula siapa pria sial yang mau menikahi si buruk rupa itu!" Tentu saja Kenan berpikir karna rupa dan penampilan kunonya tidak akan ada pria yang sudi menjalin hubungan dengannya, jangankan untuk menikah, Kenan berani bertaruh jika Pria normal tidak akan mau menatap Fana lebih dari 10 detik.
"Kenan, kau seorang Pria tapi mulutmu lebih pedas dari cabai," sarkas Luki geram dengan mulut putranya, "Nanti Rendy akan membicarakan ini saat makan malam, Papa harap kau bisa menjaga bahasamu, jangan sampai menyinggung Om Rendy."
"Akan Kenan usahakan." tentu saja ia berkata seperti itu karna tidak yakin dengan mulutnya sendiri yang kadang ingin selalu melontarkan kata tajam kepada mantan teman kelasnya dulu.
...
Tadinya Kenan dan keluarga berniat hanya akan bertamu saja, berhubung Ayah Rendy sang tuan rumah menyarankan mereka untuk menginap, Tuan Moses serta keluarga kecilnya menginap di rumah temannya untuk malam ini.
Shafana menyiapkan makan malam dengan di temani pelayan dirumahnya, dengan cekatan dan teliti ia menyusun semua makan di atas meja, sepasang mata tak lepas memandangi gadis itu, surai hitam gadis itu bergelombang di satukan dengan ikat rambut berwarna senada.
"Sudah siap Nak? "
"Sudah!"
Pun Shafana memutar badannya penuh menghadapi wanita yang menyapanya, menggandeng tangan yang mulai keriput termakan usia meskipun masih terlihat bugar.
"Bibi, dan paman, duduklah terlebih dahulu, aku akan memanggil Shifa serta Ayah untuk makan malam bersama." Diselingi senyuman manis Shafana berujar sopan.
"Tolong sekalian panggilkan Kenan ya!"
"Baik Bibi"
jauh di dasar jiwanya Fana mengutuk dirinya, merasa keberatan dengan amanah dari teman ayahnya, tapi tidak memiliki keberanian untuk menolak.
Fana memang pendusta yang afik
Kenan adalah satu dari banyaknya anak yang dulu sering menghina dan membully Shafana, tidak terkecuali Shifani adiknya sendiri ikut serta saat pembullyan itu terjadi, tidak ada yang mengetahu antara Shafana dan Shifani adalah saudari, keduanya sepakat merahasiakan hubungan mereka dengan alasan masing-masing, jika Shafana di kenal dengan Si upik abu buruk rupa, maka Shifani adalah kebalikannya Shifa cantik dan menawan, tidak hanya itu Shifa memiliki kelebihan memakai pakayan yang selalu mengikutu trend masa kini.
Shafana tidak akan lupa wajah-wajah yang selalu menghina dan merendahkannya di masa sekolah menengah atas dahulu, ia masih ingat bagai mana ekspresi kegembiraan diwajah para pelaku selalu menganggapnya bahan lelucon, bahkan tak ayal wajah-wajah mereka selalu mampir di mimpi buruknya hingga kini.
Hah..
Untuk sekian kalinya Fana menghembuskan nafas malas, setelah memanggil ayah dan adiknya, sekarang kakinya mengayun menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai dua, tidak lain dan tidak bukan untuk memanggil Kenan seperti yang di perintahkan Bibi Lily.
Tok
tok
tok
Tanpa sabar Fana mengetuk pintu itu berulang kali, "Apa si pahit lidah itu mati di dalam dana?, mengapa lama sekali? "
Dorr
Dor
Fana menggedor pintu itu dengan kepalan tangannya, "Apa dia benar-benar mati? aku harus mencari bantuan!" di saat bersamaan Kenan membuka pintu.
Kenan mendekati Shafana, respon yang di lakukan Shafana sangat berlebih menurut Kenan, ia jelas melihat Fana memalingkan wajah dengan rona pipi berwarna merah jambu di balik kaca mata tebalnya, Kenan merasa gemas ingin melempar kaca mata itu agar bisa leluasa melihat si buruk rupa yang merona, tidak menarik sama sekali.
"Kenapa kau telanjang?"
"Aku habis mandi, karna kau sepertinya ingin mendobrak kamarku maka aku tidak sempat memakai baju ku terlebih dahulu."
"Alasan saja." Karna Pria gila ini mataku jadi tercemari, akan sangat sulit membuatnya suci kembali pikir Fana menambah-nambahi.
"Kau mengatakan sesuatu?"
"Lupakan, cepatlah turun!"
"Ada apa?" Ujarnya malas, "selain keahlianmu memperburuk dirimu sendiri, kau sangat ahli membuat orang marah!"
"Ya Tuhan, ingin rasanya aku menyumpalkan bomz sungguhan pada mulutnya yang pahit itu", gerutunya.
"Hey, aku mendengarmu! "
"Itu artinya kau tidak tuli. Bibi Lily menyuruhmu turun kebawah untuk makan malam". Tanpa menunggu jawaban dari laki-laki menyebalkan itu Fana berlalu begitu saja tidak ingin berdebat lebih lama lagi, bagi Fana kesehatan mentalnya adalah yang paling utama.
Tidak terasa kakinya Fana sudah di depan meja makan, karna memang sela berjalan pikirannya ikut berlarian tak menentu.
"Di mana Kenan Nak? "
"Sebentar lagi Kenan turun paman, dia akan mengenakan pakaian terlebih dahulu.
"Kenapa lama Ken? ".
"Maaf Ma, tadi Ken habis mandi" baik kenan maupun Shafana keduanya sama-sama menarik kursi masing-masing untuk mereka duduki.
Makan malam berjalan dengan baik dan keheningan yang menemani, dan sesekali dentingan alat makan yang terdengar, sampai pada saat Ayah Randy membuka pembicaraan.
"Shafana, boleh Ayah bertanya sesuatu? " Ayahnya bertanya dengan nada lembut mendayu penuh kasih sayang.
"Tentu, tanyakan saja"
"Apa kamu sudah memiliki kekasih nak? ". Shafana menghentikan kunyahannya, mendadak makanan di mulutnya tersa pahit, dan sulit untuk ia menelan sehingga makanan itu tetap berada di indra perasanya, tubuhnya kaku, lidahnya kelu dan makanan masih tertahan disana, tak dapat menjawab kini Shafana hanya mampu mengggelengkan kepala lemah, dengan senyum pedih memamerkan pagar giginya, kemudian menundukan kepala menyembunyikan rasa sesak yang entah sejak kapan melingkupinya.
"Begini nak, ada yang melamar adikmu, dia seorang pemuda dan berniat serius dan ingin menikahi adikmu, hanya saja ayah ingin menikahkanmu lebih dulu, sehingga ayah hanya bisa menangguhkan lamaran itu".
Secara perlahan Shafana mengangkat kepalanya tatapan teduh ia tunjukan untuk ayahnya, lekas tangannya terulur mengusap punghung tangan ayahnya dengan lembut.
"Ayah tidak perlu mengkhawatirkan aku!. Aku baik-baik saja, jiga menurut ayah laki-laki itu baik dan pantas untuk menjadi suami Shifa maka nikahkan saja mereka, Sungguh Fana tidak apa ayah, "
"Fanaa"
"Ayah, untuk kali ini saja" Shafana memelas.
"Ya, Fana sudah memiliki kekasih. Sebentar lagi kami akan menikah." Bohong Fana, ia tak ingi terlihat menyedihkan di hadapan ayahnya. "Aku sangat mencintainya." Matanya berbinar saat mengingat seorang pria yang selalu ada di gatinya sejak belasan tahun lalu. Ziko pasti senang di cintai olehnya selama itu.
Kenan yang sedang makanpun merasa mendapatkan angin segar menerpa jiwanya, tidak lama lagi gadis yang ia sukai sedari dulu masih sekolah akan menjadi istrinya, Shifa akan memakai nama Moses di belakang nama gadis itu, hati Kenan bersorak gembira, Ah ternyata si Jelek itu pengertian sekali.
Shifani baru tersadar dari perbincangan Ayah serta kakaknya bahwa dia sebentar lagi akan menjadi seorang istri.
Shifani berdiri saking terkejudnya, "Apa Ayah menerima pinangan pemuda itu?" Pekiknya kencang, "Katakan Ayah! " desaknya kemudian.
"Ya nak ayah menerimanya, Ayah yakin dia pemuda yang baik, dia tampan dan lebihnya dia adalah anak dari sahabat Ayah." Kenan mengulum senyum mendengar sanjungan calon mertuanya.
"Mengapa Ayah seceroboh itu? mengambil keputusan tanpa bertanya terlebih dahulu kepadaku? ". Amarah menguasai Shifa ia belum pernah sesekecewa ini ini kepada Ayahnya.
"Siapa laki-laki itu? " tanyanya tanpa sabar.
"Pemuda itu ada di hadapan kita semua, tamu kita sendiri malam ini Kenanlah yang melamarmu".
"Apa!?, Bisa-bisanya ayah menerima lamaran dari pria kasar dan bermulut tajam sepertinya", Shifa menunjuk wajah kenan yang kini sudah merah padam, "Bahkan setiap ucapannya bagai belati untuk orang lain". Kenan sudah mengepalkan kedua tangannya harga dirinya merasa di injak-injak. Sedang Bibi Lily dan panan Luki hanya menyimak reaksi setiap orang terutama putra mereka.
"Hey Kenan, aku bersikap baik padamu hanya karna kau teman sekolahku dulu tidak lebih, jangan berbesar kepala dan ingin menikahiku, aku sudah memiliki kekasih yang lebih tampan dan lebih segalanya, kau tidak ada apa-apanya jiga di bandingkan dengan kekasihku, dia Noval Hillatop". Kenan hanya tersenyum sinis untuk pertama kalinya dia di permalukan di hadapan orang lain, bahkan di sana ada kedua orang tuanya.
"Nak tenang lah ayah ingin yan terbaik untuk anak-anak ayah, itu sebabnya ayah menerima lamaran Kenan ayolah nak jangan seperti ini, bukankah ayah sudah mengatakan tidak menyukai mantan kekasihmu itu".
"Dia bukan mantanku, kami masih menjalin hubungan,"
"Kau harus tetap akanku nikahi Shifani."
Jauh-jauh Kenan datang kerumah teman ayahnya untuk meminang seorang gadis tapi respon gadis incarannya mengejutkan.
Kenan tetap memaksakan kehendak untuk tetap menikahi Shifani.
,
Ungkapan itu membuat terkejut semua orang yang berada di sana, 'Lihat saja Shafani aku akan membuatmu menyesal telah menolakku'. Kenan sampai memejamkan kedua matanya untuk meredam seluruh gejolak yang ia rasakan.
"Aku menolak! " Dengan tegas Shifani berkata, Hey siapa wanita yang ingin menikah dengan Pria arogant, yang menjadi penyebabnya menitikan air mata di masa lalu karna penolakan Kenan di masa lalu.
"Kau tidak memiliki hak untuk menolakku"
Bukan tanpa alasan Kenan menolak Shifa di masa lalu melainkan karna, teman Kenan sendiri menyukai gadis itu, jadi Kenan lebih memilih mengalah untuk membiarkan Shifa menjalin hubungan dengan temannya, meskipun Kenan menolaknya dengan kalimat berlebihan yang membuat Shifa sakit hati dan membencinya hingga kini.
"Kenapa? Aku cantik dan karierku bagus aku juga memiliki pria yang kucintai berhak menolakmu?"
"Takdirmu tergantung diriku". Sarkasnya, setelah itu Kenan memutuskan untuk pergi meninggalkan semua orang, tidak ingin lidah pahitnya berkata kembali dan menyinggung temen dari ayahnya.
.
"Ayah ku mohon. Aku tidak ingin menikah dengan Kenan, Ayo lah ayah. " Shifani terus memohon, baginya hanya sang Ayah yang dapat membantunya untuk lepas dari jerat Si pahit lidah.
"Kau harus tetap menikah dengannya sayang, Keinginan Ayah sangat sederhana hanya ingin menikahkan kau dan kakakmu, sungguh setelah itu ayah tidak menginginkan apa-apa lagi, bahkan jika Tuhan memanggil Ayah untuk pulang Ayah telah siap nak, Ayah mohon menikahlah dengan Kenan". Kali ini Ayahnya yang memohon sampai matanya berkaca-kaca jika saja mengedip, maka cairan bening itu bisa di pastikan akan luluh lantah.
Melihat Ayahnya menghiba seperti itu terang saja Shifani merasa bersalah, tidak selayaknya dirinya membuat Ayahnya merasa sedih dengan berat hati Shifani mengiyakan keinginan ayahnya.
.
"Akhirnya kita akan mendapatkan menantu Pa." Sang istri sangat antusias.
"Tapi Papa melihat Kenan tertekan Ma. oleh ucapan Shifa. Meskipun ia sangatmenginginkan pernikahannya"
"Ya Mama juga menyadari hal itu, tapi terlepas dari itu semua, Kenan menginginkan pernikan itu Pa, tanpa tekanan dari siapapun".
Papa Luki merasakan risau, jika mengingat sang putra yang menahan amarah, "Pasti Kenan merasa harga dirinya terluka, tapi semoga saja seiring berjalannya waktu Kenan baik-baik saja".
Pasangan suami istri itu melanjutkan perbincangan mereka sebelum rasa mengantuk menghampiri mereka.
.
"Beraninya Shifani menolakku!,". Takdir macam apa ini? bagai mana bisa aku menyukai Shifa sedalam ini. Untung saja si jelek itu sudah memiliki kekasih, jadi aku tidak usah mengatakan akan mencari jodoh untuk menikahinya, sedangkan dia yang selalu menghinanya, akan seperti apa tanggapan teman-temannya jika mereka kukenalkan Kenan wanita jelek itu. "Untung saja aku berhasil mengancam Shifa."
"Pasti Shifa bahagia akan menikah dengan pria tampan dia hanya gengsi, karna dulu pernah menampar dan meludahiku".
Shafana tidak dapat memejamkan kedua matanya, pikirannya melayang jauh menyusuri bayang-bayang menikah dengan Ziko adalah hal mustahil karna pria itu sudah tiada lebih dari sepuluh tahun lalu aish halunya terlalu tinggi, sungguh tidak pernah terbesit dalam dirinya meskipun hanya dalam mimpinya sekalipun.
Ceklek..
Tiba-tiba pintu terbuka begitu saja, Shafana mengalihkan pandang dari langit-langit kamar, kornea matanya mendapati sosok pria calon adik iparnya.
"Aku perlu bicara denganmu". Kenan berucap tanpa dapat melepas pandang dari objek di hadapannya, seorang gadis dengan rambut terurai tanpa kuncir, tanpa kaca mata, netranya mengunci pandang sosok itu jiwanya sedikit bergetar melihat gadis itu.
"Cantik dan Sexy" namun kata itu hanya tertahan di tenggorokannya dan ikut tertelan bersama gumpalan saliva yang menjadi alot untuk ia telan.
"Ini sudah malam, besok saja kita berbicara aku mengantuk."
"Aku ingin berbicara sekarang."
"Segera kenalkan kekasihmu, karna aku akan menikahi Shifa secepatnya."
"Pergilah jika kau tak ingin di nikahkahkan ayahku malam ini"
"Sial,!" ia menyadari dirinya mulai bereaksi tak suka saat gadis itu mengusirnya. Kenan memutar badan, saat ia menggapai handle pintu suara gadis itu menghentikan langkahnya.
"Kenan. Tunggu"
Kenan masih bergeming di tempatnya tanpa menoleh dan enggan beranjak bahkan tangannya masih menyentuh handle pintu itu. Apakah gadis itu berubah pikiran dan ingin berbincang dengannya. " Sudah kuduga si
Jelek itu tidak bisa menolak pesonaku". Cih sayang si jelek itu bukan seleranya
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!