Di suatu hotel yang berada di pusat kota tempat Julia hendak melaksanakan pernikahan beberapa hari lagi. Mereka sedang menunggu mengiring pengantin dari pihak laki-laki maupun perempuan, pernikahan yang hendak di laksanakan besok itu sudah siap 98% selesai tinggal mengucap janji suci antara Julia dan Putra.
Mereka telah berpacaran cukup lama yaitu semenjak kuliah tepatnya 5 tahun yang lalu dan tinggal menghitung jam status keduanya berubah menjadi suami istri. Namun sedari tadi Julia merasa khawatir pasalnya salah satu pengiringnya belum datang juga dari luar negeri.
"Kau yakin dia bisa datang, waktu kita cukup mepet atau kau bisa ke altar dengan dan Tari dan Monic saja ?." Seru Putra.
"Gue nggak mau pernikahan yang sudah gue persiapkan dengan matang akhirnya nggak sempurna, kau punya 3 pengiring dan kalau gue cuma punya 2 jadinya jomplang." Wajah Julia benar-benar nampak cemas dan sedari tadi temannya sulit di hubungi.
"Julia ?." Seru seorang wanita dengan pakaian cukup seksi yang menenteng koper mendekati Julia dan yang lain.
Julia seketika bernafas lega dan memeluk temannya tersebut dengan erat. "Akhirnya kau datang juga Thalia, gue kira elo nggak akan datang karena hp mu sulit di hubungi."
"Maafin gue karena hp gue low bat."
"Nggak apa-apa, sini gue perkenalkan dengan teman dan calon suami gue." Julia mengenakan Thalia kepada dua teman pengiring wanita yang lain juga 3 pengiring laki-laki, tak lupa calon suami Julia sendiri. " Itu Alvin, Angga, Darren dan yang ini calon suami gue." Ucapnya.
Pandangan mata Thalia langsung berubah dan ia menyelipkan rambutnya kebelakang telinga. "Hallo gue Thalia." Ia mengulurkan tangan dan di sambut Putra, beberapa saat tatapan Thalia nampak sensual juga senyumannya yang penuh arti.
Setelah semua berkumpul, akhirnya mereka mendapatkan kamar sendiri -sendiri yang telah Putra dan Julia persiapkan agar bisa nyaman. Sedangkan untuk orangtua dari pengantin akan datang besok pagi lagipula acaranya siang dan semua sudah di persiapkan oleh WO jadi mereka tinggal terima beres.
Untuk memperkenalkan teman-teman Julia agar mereka lebih dekat akhirnya mereka memilih untuk memesan beberapa botol minuman beralkohol dan juga camilan di malam sebelum Julia dan Putra menikah.
"Ngomong-ngomong kalian nggak apa-apa nih karena setahu gue orang yang mau nikah itu dipingit, harusnya kalian nggak boleh ketemu sebelum pernikahan berlangsung ?." Angga yang merupakan salah satu teman Putra yang diminta untuk menjadi pengiring pengantin pria mengutarakan apa yang ada di pikirannya dan hal tersebut di iyakan oleh semua pengiring pengantin.
"Kata nyokap gue kalau pengantin ketemuan sebelum pernikahan bakal ada hal buruk yang terjadi, gue nggak nakut-nakutin cuma ini yang orang tua katakan." Timpal Alvin.
Putra sedikit tertawa karena ia merasa hal tersebut sudah terlalu kuno untuk di percayai.
"Gue sama Julia kan bukan orang zaman dahulu lagi, udah nggak zaman yang kayak gituan lagi pula kita nggak percaya sama yang kayak gitu - gitu."
Karena mereka sudah mengingatkan maka mereka anggap cukup, mau bagaimanapun nanti terserah Putra dan Julia dan kalaupun terjadi hal yang tidak baik maka itu urusan mereka setidaknya mereka sudah diingatkan.
Mereka minum-minum sampai habis beberapa botol minuman tetapi masih belum ada yang mabuk, malam kian larut tetapi belum ada yang berniat untuk tidur bahkan calon pengantin pria mengajak untuk bermain suatu permainan.
"Gimana kalau kita main truth or dare, siapa yang kalah maka dia harus minum ini." Beberapa gelas kecil berisi cairan yang berwarna, entah itu apa yang pasti mereka akan merasa tidak nyaman setelah meminumnya.
"Apa ini tidak terlalu berlebihan, tidakkah sebaiknya kita tidur saja." Sudah jam 11.00 malam dan Julia merasa ia harus tidur dengan waktu yang cukup agar besok bisa maksimal, lagi pula kantung mata akan sulit disembunyikan jika ia kurang tidur hari ini.
"Tidak usah khawatir sayang cuma sebentar setelah itu kita bisa tidur." Putra bersikeras lalu mengambil botol.
Julia menurut dan ia kembali duduk di sebelah Monica lalu di saat Putra memutar botol cukup lama hingga botol tersebut berhenti tepat di depan Alvin.
"Anj*r apes gue, yaudah gue pilih dare."
"Elo pasti nggak mau pilih truth karena takut ditanya kapan nikah kan ?."
"Diem kalian." Sahutnya kesal.
Sudah menjadi rahasia umum kalau Alvin tidak suka ditanya perihal menikah dan pembukaan permainan tersebut mereka sudah tertawa karena tingkah lucunya.
"Yaudah kalau gitu gue bakal telfon resepsionis buat kirim beberapa makanan lagi tapi nanti gue mau elo nyatakan cinta sama yang ngirim makanan."
Niatan untuk terhindar dari masalah ternyata membuat Alvin kian masuk ke dalam masalah, ia melihat beberapa minuman yang pasti akan terasa buruk dan menimbang mana yang akan dipilih, menerima tantangan atau minum.
"Keterlaluan elo Putra, gue mau minum aja." Dari banyaknya minuman Alvin sangat ragu dan melihat mana yang isinya terlihat lebih sedikit tetapi mau dilihat sampai lama juga isinya sama semua.
Diambilnya salah satu gelas tersebut dan diteguk, Alvin langsung memperlihatkan wajah jelek akibat rasa aneh antara kecut dan pahit yang menyatu menjadi satu dalam gelas kecil tersebut. "Minuman apaan ini gak enak banget ?!."
"Ya kalau enak namanya bukan hukuman Alvin." Semua orang tertawa dan permainan dilanjutkan.
Beberapa dari mereka kebanyakan memilih truth karena pasti akan mendapat tantangan yang sangat menyebalkan jika harus memilih dare. Semua sudah terpilih oleh botol tinggal Putra, Darren dan Thalia.
Botol diputar dan berhenti tepat di depan Darren, lelaki itu mendengus kesal saat tiba gilirannya. Ia pasrah dan memilih untuk truth karena mencari aman.
"Gue aja yang tanya, " Julia yang sedari tadi belum bertanya kini membuka suara saat teman dari calon suaminya yang juga adalah teman baiknya selama kuliah. " Elo kan pernah cerita kalau udah punya cewek yang elo taksir tapi nggak berani nyatakan, siapa dia ?."
"Eh iya gue penasaran juga." Angga yang duduk di sebelah Darren jadi bersemangat menunggu jawaban. "Siapa Ren ?."
Dengan cepat segelas minuman di teguk, ia memilih untuk tak menjawab dan mengecewakan semua temannya yang sudah penasaran. " Biar itu jadi rahasia gue doang aja." Jawabnya sambil menahan rasa tidak enak dari minuman tersebut.
"Yah penonton kecewa." Suara Angga kian membuat Darren sebal.
Malam kian larut dan permainan selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing. Begitu Juga dengan Julia dan Putra yang berbeda kamar.
Di lain sisi Thalia sudah berganti baju tidur bahan satin berwarna maroon dan menyisir rambut, kebiasaannya sedari dulu sebelum tidur.
Tok tok tok
Ia hendak naik ke ranjang namun terdengar suara pintu yang di ketuk, sehingga harus menunda tidur, dengan penasaran Tahlia membuka pintu dan terkejut.
"Putra ...??."
Tok tok tok
Ia hendak naik ke ranjang namun terdengar suara pintu yang di ketuk, sehingga harus menunda tidur, dengan penasaran Thalia membuka pintu dan terkejut.
"Putra ...??." Thalia kebingungan dengan kehadiran lelaki itu.
"Boleh aku masuk ?."
Pintu di buka lebar dan Thalia mengikuti lalu menutup pintu dan tak lupa menguncinya. Seolah mereka memiliki pemikiran yang sama, jadi ketika Putra mendekat untuk memeluk dan mencium Thalia dengan mesra, wanita itu tak merasa terkejut bahkan menerima dengan senang hati.
Tak berhenti di situ, kegilaan berlanjut saat Putra menggendong Thalia ke ranjang dan melepaskan kancing sampai menanggalkan baju ke lantai. Tangan Thalia tidak tinggal diam, ia menikmati tubuh Putra dengan sentuhan demi sentuhan.
Baju tidur satin itu ikut tergeletak di lantai, dua gunung kembar terpampang nyata. ******* keluar saat ia merasakan sensasi menyenangkan ketika tubuhnya di sentuh dan tiba waktunya untuk melakukan aksi yang paling berani yaitu melakukan hubungan int*m. Tidak ada rasa malu bahkan keduanya nampak seperti pemain handal.
Putra dan Thalia memejamkan mata ketika tubuh mereka menyatu di dalam, kenikmatan yang terasa luar biasa dan kehangatan yang kian panas. Gejolak itu tersampaikan dengan baik saat Putra berada dalam puncaknya. Tapi seperti tak ingin diam saja, Thalia membalikkan posisi hingga ia yang mengontrol sekarang.
"Ahh emh." Thalia memeluk dada bidang itu seolah laki-laki yang ada di bawah adalah miliknya seorang, ciuman dan meraba dengan seenaknya di lakukan tanpa rasa takut. Keduanya berpelukan saat semua selesai dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk menenangkan diri.
"Kau benar-benar nakal." Ucap Putra setelah ia duduk bersandar pada sandaran ranjang. "Tapi aku suka."
"Tapi kau benar-benar menikmatinya kan ? Ku akui kau sangat perkasa, tapi kenapa kau ke kamarku bukannya ke kamar Julia ?." Ia sangat penasaran.
"Itu karena wajahmu yang menggodaku saat tadi, sekarang aku yang tanya kenapa kau mau ?."
Bukannya langsung menjawab, Thalia tergelitik dan tertawa dengan jawaban yang di katakan Putra. Nampaknya lelaki itu benar-benar tergoda oleh caranya yang klasik. "Karena kau dan Julia belum menikah jadi ku anggap kau masih milik siapapun."
Tangan Thalia seperti meminta sesuatu ke Putra dan laki -laki itu simpulkan kalau Thalia meminta uang jadi ia mengambil dompet.
"Aku tidak mau uangmu, mana hp-mu ?." Saat tangannya sudah menerima hp milik putra, ia segera memasukkan nomor hp-nya juga mengirimkan nomor putra agar kapanpun bisa berhubungan lagi.
"Namaku di hp-mu adalah Red, jangan lupa hubungi aku dan ku tunggu kita melakukannya lagi." Ia tersenyum dengan sensual lalu mendapat ciuman dari Putra.
"Pasti kita akan sering bertemu setelah ini." Ia pergi setelah mengenakan bajunya kembali, meninggalkan Thalia dengan senyuman puas.
" I'm sorry Julia, calon suamimu adalah mainan baruku."
*****
Esok pagi telah tiba, Julia mandi dan bersiap menunggu pegawai salon yang akan meriasnya untuk acara pernikahan. Dengan makeup dan gaun pengantin yang sudah lama ia impikan akhirnya semua akan terwujud hari ini, juga jangan lupakan dengan calon suami yang tampan.
Makeup sudah selesai, Julia juga sudah mengenakan gaun pengantin dan membawa buket bunga. Kedua orangtuanya telah tiba dan memastikan putri mereka sudah siap.
"Sudah selesai, coba lihat di cermin apakah ada yang kurang."
Julia mengoreksi makeup yang ada di wajahnya dengan teliti. Ia ingin semua sesuai apa yang dia mau dan ketika makeupnya sudah cocok ia menyampaikan terima kasih.
Pegawai itu merapikan peralatannya dan pamit pergi karena harus kembali ke salon.
"Mama nggak nyangka akhirnya putri mama yang malas ini nikah juga."
"Jangan gitu dong ma kan walaupun malas juga anak kesayangan mama."
"Papa juga nggak nyangka kalau putri kecil papa akhirnya jadi milik laki-laki lain, pasti rumah bakal sepi kamu tinggal pergi."
"Aku bakal sering berkunjung meskipun nanti kita beda rumah, jangan sedih." Julia memeluk kedua orangtuanya, setelah ini ia akan belajar mandiri sebagai istrinya Putra dan bukan lagi anak manja yang mengandalkan kedua orangtuanya.
"Udah jangan nangis nanti makeup kamu rusak, mama dan papa pergi menemui tamu dulu ya."
Setelah kedua orangtuanya Julia pergi, ia sendirian menunggu waktu yang telah di tentukan untuk keluar dan berjalan bersama dengan Putra lalu menyandang status sebagai nyonya Putra Aldi Wicaksono.
"Julia ....?."
Lamunan Julia buyar ketika ia terkejut dengan kedatangan Darren yang tiba-tiba, ia berdiri karena mengira kalau Darren akan memberinya selamat atau saran sebagai calon istri yang baik.
"Hei kau terlihat tampan dengan jas itu, siapa tau nanti di pestaku kau dapat pacar." Ia menggoda seperti biasa karena tau lelaki itu belum memiliki kekasih.
"Ada hal penting yang ingin ku katakan kepadamu sebelum semua terlambat."
Wajah Darren nampak sangat serius bahkan saat Julia tadi menggodanya, dengan pribadi Darren yang yang biasa santai membuat Julia merasa tidak nyaman dan takut saat laki-laki itu serius seperti ini.
"Kau mau bilang apa ?."
"Kau selalu bertanya kan siapa gadis yang aku suka tapi aku tidak pernah mengatakannya, sekarang aku akan mengatakan siapa wanita itu."
Tiba-tiba Julia merasa gugup padahal sebelumnya ia tidak pernah begini, meski takut akan jawaban Darren tapi rasa penasaran mendorong untuk tetap bertanya. "Memangnya kau suka dengan siapa ?."
"Kau Julia....aku menyukaimu bahkan sebelum kau berpacaran dengan Putra aku sudah menyukaimu, hanya saja aku tidak berani mengatakan hal ini."
Bagai di sambar petir di siang hari, jantung Julia seolah berhenti berdenyut untuk beberapa detik. Ia tidak menyangka tepat di hari pernikahannya malah mendapatkan pernyataan cinta dari teman sekaligus sahabatnya sendiri.
"Kenapa kau bilang sekarang waktu aku mau menikah, sudah selama itu perasaan mu kepadaku, kenapa kau tidak bilang dari dulu Darren ?."
"Waktu itu aku terlalu takut kalau kau menolak dan buruknya kau tidak akan mau menjadi temanku lagi lalu menjauh, tapi ketika kau dan Putra jadian aku sangat hancur dan aku tidak bisa membiarkanmu menjadi istri orang lain."
"Setidaknya kau ku terima atau ku tolak harusnya kau mengatakan perasaanmu dulu."
"Maaf ."
Julia kebingungan sampai ia melihat ke segala arah, semua ini sulit di cerna hingga waktu untuk mengucap janji suci sebentar lagi akan tiba. Di lain sisi Darren masih berharap dengan segala kemungkinan buruk yang mungkin akan di terimanya setelah mengatakan isi hati yang ia pendam selama ini.
"Ini masih belum terlambat Julia, ikutlah denganku pergi dan kita tinggalkan tempat ini." Tangan Darren terulur siap membawa Julia pergi, ia sangat berharap Julia akan mau bersamanya.
"Ayo Julia ..."
"Ini masih belum terlambat Julia, ikutlah denganku pergi dan kita tinggalkan tempat ini." Tangan Darren terulur siap membawa Julia pergi, ia sangat berharap Julia akan mau bersamanya.
"Ayo Julia ..."
"TIDAK DARREN, aku tidak mau pergi dan tolong lupakan kejadian ini karena aku juga akan melupakannya dan menganggap semua yang kau katakan tidak pernah terjadi."
Julia sudah memutuskan untuk tetap menikahi Putra karena ia mencintai calon suaminya, belum lagi dengan tamu yang telah hadir juga kedua orang tua Julia yang pasti akan malu kalau ia pergi.
"Tapi kenapa ? Aku tidak mau melupakannya."
"Tolong lupakan kalau kau masih mau menjadi temanku, aku menyayangimu tapi hanya sebagai teman tidak lebih."
Kepala Darren berdenyut seperti di pukuli palu. Resiko yang terburuk yang Darren pikirkan ternyata benar terjadi, meski ia telah siap sebelumnya tapi tetap saja mendapat penolakan ini begitu sakit.
Senyuman akan menghapus ketegangan di antara mereka meski tidak bisa menghapus rasa sakitnya. " Baiklah aku akan melupakannya, anggap saja tadi aku sedang mabuk dan sekarang bolehkan aku mendapat pelukan sebagai teman yang di tinggal menikah."
Julia memeluk Darren begitu erat seolah ada penyesalan bercampur rasa bersalah. Ia bahkan bertanya-tanya dalam hati apakah keputusannya telah benar. Tapi ingatan tentang kebersamaannya dengan Putra menyakinkan Julia bahwa ia tepat dalam mengambil keputusan besar.
"Aku akan selalu jadi sahabatmu." Darren menutup matanya, memeluk erat karena ia tidak akan mungkin mendapat kesempatan itu di lain kali, mungkin ini pelukan terakhir mereka sebelum Julia menikah.
"Juliaaa."
Panggilan dari seseorang membuat mereka terkejut dan melepaskan pelukan. Semua pengiring pengantin Julia masuk ke ruangan untuk melihat calon pengantin.
"Darren ternyata kau disini ?." Monica cukup terkejut akan keberadaan Darren dan Julia berdua saja.
"Aku mengucapkan selamat kepada sahabatku, lagipula aku lebih dulu mengenal Julia daripada mengenal Putra, sekarang aku akan pergi mengecek Putra." Ia dengan gugup mencari alasan dan pergi sebelum lebih banyak di tanya.
"Wow kau cantik sekali."
"Benarkah Thalia ? Tapi aku sangat gugup."
"Itu hal yang biasa untuk calon pengantin." Monica menenangkan Julia agar tak khawatir.
Beberapa saat kemudian WO memanggil karena acara inti dimana Julia dan Putra akan mengatakan janji suci. Putra menunggu di depan pintu lalu Julia berdiri di sebelahnya sambil memegang lengan Putra.
Di belakang Darren berpasangan dengan Thalia, Angga dengan Monica lalu Alvin dan Tari. Ketika pintu di buka para tamu telah berdiri menyambut pengantin dan bunga bertaburan.
Didepan sana pendeta telah menunggu, dan pengantin berdiri di hadapan pendeta sementara para pengiring duduk di tempat khusus agar tak terlalu jauh dengan pengantin.
" Tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing-masing menjawab pertanyaan saya, Putra Aldi Wicaksono bersedia kah saudara menikah dengan Fransisca Juliana, mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?."
"Ya, saya bersedia."
"Fransisca Juliana, bersedia kah saudara menikah dengan Putra Aldi Wicaksono, mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun dalam duka?."
" Ya, saya bersedia.”
Cincin di sematkan di kedua jari pasangan yang telah resmi sebagai suami istri.
"Atas dasar itu, cincin ini menyatakan bagi saudara berdua dalam kehidupan rumah tangga dengan mengasihi pasangan tanpa awal, juga tanpa akhir.“
"Sekarang kau boleh mencium pengantinmu."
Putra mengangkat tudung pengantin dan mencium bibir Julia dengan senyuman. Di sana ia dan Thalia saling memandang dari kejauhan.
"Kau bisa menikah dengan Putra, tapi apakah kau yakin Julia bahwa kau akan mendapatkan cinta suamimu ?." Thalia tersenyum ke arah Putra menandakan wanita itu turut bahagia.
Sebaliknya Julia saat tak sengaja melihat Darren merasa tidak enak hati ketika berciuman dengan Putra.
"Maafkan aku Putra, mungkin akan sulit tapi kau harus menerima kenyataan kalau aku milik orang lain."
Hati Darren begitu teriris melihat orang yang di sukai akhirnya menikah dengan orang lain. Jika bisa ia ingin membakar tempat ini seperti hatinya yabg terbakar sekarang. Tapi ia tidak segila itu untuk memperlihatkan rasa cemburu.
"Kenapa rasanya sakit sekali, haruskah setega ini Tuhan kau membenciku ?." Ujar Darren dalam hati sambil menghela nafas.
Ketika ciuman usai para tamu bertepuk tangan termasuk Thalia dan Darren. Sekarang Putra dan Julia memulai babak baru menjadi pasangan suami istri yang akan selalu bersama dalam suka dan duka.
Acara masih berlangsung, para tamu menikmati jamuan makan dan beberapa dari tamu memberikan selamat, ada juga yang berpamitan untuk pergi lebih awal karena ada acara lain yang harus di hadiri.
"Selamat akhirnya kalian menikah, mama nggak sabar menunggu kabar baik untuk segera di beri cucu." Mama Julia ikut senang akhirnya putri semata wayangnya menikah.
"Sabar ma baru juga menikah." Ucap papa.
Obrolan mereka terhenti saat ada tamu yang menyalami, hingga waktu berjalan terasa begitu cepat. Mungkin karena hari ini hari yang menyenangkan bagi Julia karena salah satu impiannya untuk menikah dengan Putra dan memakai gaun indah juga di tempat dan dekorasi yang megah terwujud.
"Kak Putra, kak Julia terima kasih telah mempercayakan pernikahannya di Wedding organizer kami, sekarang kami pamit untuk diri."
"Aku yang harusnya berterima kasih kepada kalian, pernikahan impianku terwujud. Ini aku ada sesuatu sebagai kenang-kenangan sebagai tanda terimakasih."
"Tidak masalah, kepuasan pelanggan adalah tujuan utama kami, sekali lagi terima kasih."
Akhirnya pernikahan telah usai dan ini waktu untuk istirahat. Para orangtua telah pulang ke rumah sementara Julia dan Putra masih menginap untuk menikmati masa pengantin baru di mana mereka membutuhkan privasi untuk berdua saja.
Mulai hari ini Julia dan Putra akan tidur dalam satu kamar. Meski lama pacaran tapi Julia berpendirian teguh pada prinsipnya yaitu tidak boleh melakukan hubungan sebelum menikah dan Putra mengikuti prinsip yang di buat hanya dengan Julia saja.
"Ini pertama kalinya kita satu kamar." Putra memeluk Julia dari belakang, tangan kekarnya dengan erat melingkar di perut dan mengesap leher jenjang tersebut.
"Kau pasti sudah tidak sabar setelah menunggu lama. Tapi aku senang kau bisa tahan dan bersabar menunggu sampai kita menikah."
Sejenak Putra terdiam dan tersenyum seolah ia memang lelaki yang seperti Julia katakan yaitu lelaki baik-baik. "Walaupun sulit tapi aku berhasil menunggumu."
"Badanku berkeringat, aku atau kau yang mandi dulu? Setelah itu kita bebas mau melakukan apapun."
"Aku dulu." Putra mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi.
Tidak perlu waktu yang lama untuk selesai, badannya terasa lebih segar dengan guyuran air yang membasahi tubuh.
Sekarang giliran Julia untuk mandi, ia sedikit kesulitan saat melepaskan resleting gaun pengantin yang berada di belakang dan meminta bantuan Putra.
Sedikit canggung saat punggungnya di elus ketika sudah terbuka. "Sabar aku mandi dulu."
Julia masuk kedalam kamar mandi dan Putra memakai baju yang telah ia bawa. Notifikasi hp berbunyi, nama Red tertera di layar.
Putra sedikit bingung dengan nama yang sepertinya tidak ia kenal. Baru ingat bahwa ini nomor Thalia dan wanita itu memasukkan nomornya sendiri di hp Putra, sebuah pesan singkat ia baca.
"Aku kesepian, bisa kau temani aku malam ini ?."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!