NovelToon NovelToon

Turun Ranjang

Bab 1 Keluarga bahagia

Dafa Mahesa sedang mengayun istrinya yang duduk diatas ayunan di pelataran rumah pagi itu sambil mengasuh anaknya, Adam.

Adam berlarian kesana kemari menendang bola dengan kaki mungilnya.

"Tangkap ayah!" teriak Adam sambil menendang bola ke arah ayahnya.

Plakkkk!

"Aduh," teriak Aishah Faradilla istri dari Dafa.

"Ouufff," Dafa malah tersenyum melihat istrinya terkena bola.

"Maaf," Adam berlari kearah ibunya dan mengambil bola itu. Mimik wajahnya takut saat bola itu mengenai wajah ibunya.

"Tidak papa sayang," Aishah lalu tersenyum dan membuat wajah bocah kecil berusia tiga tahun yang tadinya cemas dan takut, menjadi ceria kembali.

"Mas, tidak terasa sebentar lagi anniversary kita yang ke empat tahun ya?"

"Hem, lalu?" kata Dafa sambil mengayun istrinya dengan penuh kasih sayang dibawah terik matahari pagi yang hangat.

"Ehm, aku bahagia sekali menjadi istrimu Mas. Bahkan tanpa perayaan anniversary, bagiku, setiap hari bersamamu sangatlah berarti," tangan Aishah memegang kedua tangan Dafa ketika ayunan itu berhenti.

"Aku sangat mencintaimu Aisyah. Kamu adalah hadiah dari Tuhan yang menyempurnakan hidupku. Kau bukan hanya tulang rusukku. Kau adalah duniaku," kata Dafa menatap lekat kedua bola mata indah Aishah.

Lalu mengangkat jemari tangan istrinya dan menciumnya dengan bibirnya.

cup!

"Terimakasih Mas..." kata Aishah tiba-tiba.

"Untuk apa?" Dafa dan Aishah bertatapan sangat mesra.

"Untuk menjadi suami yang sempurna bagiku. Kau membuat aku selalu berharga sebagai seorang wanita. Kau bahkan selalu menegurku dengan cara yang lembut ketika aku bersalah. Kau membuat aku menjadi ratu dirumah ini," Aishah berkata dengan mata berkaca-kaca.

Entah kenapa dia merasa jika kebersamaan ini akan berakhir dan terasa begitu singkat di benaknya.

Ada sebuah rasa gelisah, yang dia simpan dan tidak berani dia ungkapkan pada suaminya.

"Sayang, aku menikahimu bukan saja karena aku sangat mencintaimu, tapi karena kita sudah saling mengenal sejak kecil. Aku sangat mengenal makanan yang kau sukai dan yang tidak kau sukai. Aku tahu warna favorit mu dan juga semua hal yang kau sukai. Mungkin itulah yang membuat pernikahan kita menjadi terasa indah dan mudah untuk saling memahami,"

Dafa berkata sambil teringat kenangan masa kecilnya bersama istrinya di desa. Sekarang mereka sudah pindah ke kota, dan hidup makmur karena pekerjaan Dafa yang sudah mapan.

"Kau benar Mas. Tidak sekalipun kita pernah bertengkar selama menikah. Kau memahami aku dan aku juga sangat memahami dirimu," Aishah menyandarkan kepalanya di bahu suaminya sambil berjalan mendekati Adam yang memberi makan ikan di kolam setelah bosan bermain bola.

"Semoga cinta kita abadi selamanya. Dan hanya maut yang akan memisahkan kita," kata Aishah berkata sambil menggenggam erat tangan Daffa.

Dalam hati merasa ada yang mengganjal dari kebersamaan hari ini. Terasa jika dia seperti akan kehilangan dirinya atau orang yang dia cintai. Beberapa hari yang lalu, dia bermimpi jika dia sendirian dihutan dengan baju putih. Tersesat seorang diri tanpa ada yang menemukannya.

Berulang kali dia memanggil suaminya namun tidak ada yang datang untuk menunjukkan arah padanya.

Untunglah dia ingat akan Tuhan kala itu, dan berdoa sebisanya. Hingga akhirnya terbangun dari mimpi buruk itu dengan dahi berkeringat dingin.

"Adaaaammm!" Teriak Chika Anastasya adik dari Aishah yang sedang menginap satu Minggu di rumah kakaknya.

"Lihat, apa yang Tante bawa!" Chika sangat ceria hari ini.

Dia baru saja jadian dengan kekasihnya Aldo Bamastya. Yang berulang kali memenangkan juara buku tangkis di kampusnya.

"Mau Tante...." Adam segera berlari ke arah tantenya yang punya pembawaan ceria.

"Ini untukmu. Dan....ini untuk Mas Dafa juga mbak Aishah," kata Chika sambil memberikan ice cream yang tadi dia beli ketika diantar pulang oleh Aldo.

"Terimakasih...ada acara apaan nih? Kelihatan ceria banget?" goda Dafa dengan senyum ramah.

"Ahh, mau tau aja nih.... pokoknya rahasia," jawab Chika sambil berlari masuk kedalam rumah dengan riangnya setelah membagikan ice cream pada kakaknya serta keponakan satu-satunya.

Chika dan Aishah selisih dua tahun. Aisyah tidak kuliah dan memutuskan menikah di usia muda. Sedangkan Chika memilih untuk kuliah dulu dan belum ada niat untuk menikah di usia muda.

Mereka dua bersaudara. Ayah ibunya tidak pernah merasa was-was dengan keduanya karena mereka berdua saling mendukung dan jarang bertengkar.

Sang kakak sangat menyayangi adiknya. Begitu pula adiknya, dia sangat menyayangi kakaknya.

Bukan hanya sebagai saudara, mereka bisa sangat akrab layaknya teman dekat atau sahabat karib. Ketika Aishah kelas tiga SMA maka Chika kelas satu SMA.

Mereka berangkat bersama dan pulang bersama. Jarang yang tahu jika mereka adalah kakak adik. Kebanyakan menduga jika mereka adalah teman karib.

Wajah mereka memang tidak sama. Aisyah memiliki kulit putih dan cerah. Sedangkan Chika memiliki kulit lebih gelap dan kecoklatan turunan dari ayahnya.

Aishah memiliki karakter pendiam dan tidak banyak bicara. Sedangkan adiknya lebih cerewet dan banyak bercandanya.

Mungkin karena dua perbedaan itu mereka menjadi saudara kandung yang kompak. Yang satu suka bercerita dan yang satunya lebih suka jadi pendengar setia.

"Biasalah mas. Paling juga habis jadian. Aku sudah hafal jika wajahnya seceria itu. Dia pasti habis mendapatkan pacar baru," kata Aishah sambil mendekati Adam di pinggir kolam ikan.

"Kalian seperti timur dan barat," ucap Dafa sambil tersenyum pada istrinya.

"Kok bisa?"

"Ya, pokoknya bedalah. Kamu pendiam, dan adik kamu periang. Kamu setia dan adik kamu berganti pacar setiap bulan," kata Dafa sambil tersenyum lucu jika dua adik kakak ini sedang bersama.

"Ahh, kamu bisa aja Mas. Adam ...ayuk sayang, udahan mainnya. waktunya makan buah,"

"Ndak mau. Mau main lagi," bocah kecil itu menolak dan berlari menjauh dari mamanya.

"Sayang, dengar apa kata mama. Kita lanjutin mainnya didalam ya...kita akan main robot," kata Dafa merayu Adam.

"Asyiiik mau main robot," sahut Adam langsung berlari kedalam rumah.

Aishah nampak kesal.

"Kok sama kamu nurut sih? Aku kan ibunya? Tadi juga aku ajak masuk. Tapi dia ngga mau,"

"Sayang...dengerin, kamu tadi bilang suruh masuk dan akan makan buah. Terang aja dia ngga mau. Kamu kan tahu, Adam ngga suka buah,"

"Lalu...?" Aishah masih bingung dan suaminya sudah menggandengnya masuk kedalam.

"Ikut aku..." kata Dafa sambil mengambil buah serta robot diruang tamu.

Adam ada diruang tengah setelah mencuci tangannya.

"Sayang, ini robotnya," kata Dafa sambil memberikan robot itu kepelukan Adam.

Adam pun asyik bermain robot. Aishah hanya bengong dan diam di dekat mereka. Dia mau melihat bagaimana suaminya membujuk Adam makan buah.

"Sambil kita kasih makan robotnya yah, sekarang buka mulut Adam. Lalu kita kasih makan robotnya,"

"Aaaaaa" Adapun membuka mulutnya lebar.

"Pluk"

Dia lalu menggigit buah itu dan mengunyahnya.

"Kok asam?"

"Robotnya kan ngga bisa makan. Jadi Adam yang makan. Lalu tiupin ke robotnya. Fuuuuh gitu. Energinya masuk kedalam perut robot,"

"Ohh, gitu ya pa..."

"He em..."

"Nah sekarang buka lagi mulutnya...."

Begitu seterusnya hingga buah itu habis. Dan Aishah matanya melebar melihat Adam menghabiskan buah dalam waktu sepuluh menit.

Biasanya, Aishah harus membujuknya hingga satu jam lebih agar buah itu habis oleh Adam.

"Okey, sekarang sudah habis. Robotnya semakin kuat. Cia via!" Seru Dafa yang bermain dengan Adam.

"Kamu hebat Mas, pokoknya kalau ada kamu, aku tidak perlu marah ketika membujuknya makan buah,"

"Sayang, tidak perlu pakai marah, ajak main sambil makan, nanti juga akan habis sendiri,"

"Ehh,"

"He em," tiba-tiba Adam menatap ibunya dan mengangguk lucu. Seakan membenarkan ucapan ayahnya.

Bab 2 Direnggut takdir

Malam ini, Dafa mengajak istrinya ke sebuah restoran Jepang yang ada ditengah kota itu. Restoran itu sudah di pesan dan tidak ada tamu yang datang di jam delapan malam.

Dafa sengaja ingin memberikan kejutan pada istrinya di hari anniversary pernikahan mereka yang ke empat tahun.

Dafa menutup mata istrinya dengan kain berwarna merah marun. Dan Aishah terlihat anggun memakai gaun merah marun yang membuat dia terlihat sangat cantik di mata Dafa.

"Kamu sangat cantik dengan gaun ini sayang," ucap Dafa berbisik di telinga Aishah kala mereka berada didalam mobil.

"Ahh, kamu bisa aja Mas. Pegang dadaku Mas. Aku sangat berdebar," kata Aishah dan mengambil tangan Dafa lalu mendekapkannya pada dadanya.

Sementara, Chika dan Adam sudah lebih dulu sampai disana.

"Aku harap jantung ini tetap berdetak sampai rambut kita memutih," kata Aishah dengan perasaan yang sudah tidak enak sejak kemarin.

"Jangan pikirkan hal yang membuat kamu merasa takut dan cemas," Dafa mengecup tangan Aishah dengan lembut.

"Entah kenapa aku merasa takut," kata Aishah sambil menggenggam erat tangan suaminya.

"Jangan takut. Aku akan selalu menjagamu dan mendekapmu selamanya hingga akhir hayatku," Dafa memeluk Aishah yang matanya tertutup kain berwarna merah.

"Maafkan aku. Aku harus menutup matamu. Karena aku sedang memberikan kejutan di hari yang kau tunggu dan nantikan,"

"Andai semua suami sepertimu Mas. Maka tidak akan ada seorang istri yang depresi," kata Aishah menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.

"Kau berlebihan sayang....."

"Benar Mas. Aku sangat bangga padamu. Dan aku ingin menyatakan satu hal yang membuat aku gelisah sejak kemarin,"

"Apa itu? Katakan saja. Ini kan hari spesial kita berdua,"

"Mas....jika aku tiada. Aku ingin kamu melanjutkan hidupmu dan mencari ibu yang baik untuk Adam,"

"Hush! Jangan pernah mengatakan hal itu lagi. Apa yang kamu katakan sangat menyakiti hatiku,"

"Aku serius Mas. Berjanjilah padaku. Jika kau akan mencari ibu yang terbaik untuk Adam, kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok atau lusa. Aku merasa seakan aku akan pergi jauh darimu. Berulang kali akuenepis dugaan itu. Dan aku selalu berdoa untuk bisa menikmati hari tua bersamamu. Tapi jika takdir berlaku lain untukku. Berjanjilah kau akan memenuhi harapanku. Aku tidak ingin kau hidup sendirian. Aku ingin kau dan Adam selalu bahagia,"

Mata Dafa menangis mendengar permintaan istrinya yang aneh dan tidak masuk akal. Di hari bahagia dia mengatakan hal yang sangat menakutkan.

"Tidak. Aku akan mencintaimu sepanjang hidupku. Dan tidak ada wanita yang bisa menggantikan dirimu di dalam hidupku," kata Dafa memeluk istrinya.

Aishah merasa seakan ini adalah pelukan terakhir dari suaminya.

Tiba-tiba, sebuah mobil minibus lepas kendali dan menabrak mobil yang di tumpangi Dafa dan Aishah.

Duaaarrrr!!!

"Mas Dafaaaaaa!" Aishah berteriak histeris ketika suaminya terlempar keluar.

Sedangkan Aishah terjepit didalam mobil dan tidak sadarkan diri.

"Mas Dafa...." tiba-tiba Aishah membuka matanya dan melihat suaminya tak bergerak di trotoar.

"Maafkan aku mas.... selamat tinggal," Aishah menutup matanya. Jantungnya berhenti berdetak.

Beberapa mobil segera menghentikan laju kendaraan dan menolong mereka. Sebagian menelpon polisi. Tidak lama kemudian ambulans datang dan membawa para korban.

Sementara itu,

Di restoran Chika gelisah karena kakaknya tidak kunjung datang. Sudah terlambat setengah jam dari yang seharusnya.

"Kenapa mereka belum datang juga," gumam Chika lirih.

Adam mulai rewel dan cemas.

Satu jam kemudian ada telepon dari kepolisian dan mengatakan jika kedua kakaknya mengalami kecelakaan.

Dreettttt.

"Halo," Chika mengangkat nomor tidak dikenal yang menelponnya.

"Benar dengan mbak Chika?" suara dari telepon itu.

"Iya saya sendiri, ada apa ya?"

"Kami dari kepolisian. Dan kakak anda mengalami kecelakaan. Yang satu meninggal ditempat dan yang satu lagi kritis,"

"Apa!?" Chika merasa seluruh tulangnya terlepas dari raganya. Badanya lemas tak bertenaga. Wajahnya pucat dan shock mendengar kata polisi itu.

"Tidak mungkin. Kakak saya hari ini akan merayakan anniversary pernikahan mereka yang ke empat tahun. Pak, mungkin anda salah orang. Kakak saya tidak mungkin mengalami kecelakaan," berharap jika keyakinan nya benar. Kakaknya pasti terjebak macet dan masih dalam perjalanan.

"Tidak nona. Itu benar atas nama Dafa Mahesa dan Aishah Faradilla,"

"Jadi benar? Mereka kecelakaan?" serasa air matanya tumpah mendengar jika itu benar kakaknya yang mengalami kecelakaan baru saja.

"Baik, saya akan kesana," Chika menutup teleponnya.

Hati Chika remuk redam dan hancur seketika. Dia lalu menangis dan memeluk Adam.

"Tante? Kenapa menangis?" Adam bingung menatap wajah tantenya yang tiba-tiba menangis.

"Tidak papa sayang. Tante ...oh ya. Kamu pulang ya. Biar Tante antar. Karena acaranya di tunda," Chika berusaha menutupi kesedihannya atas kecelakaan yang menimpa kakaknya.

Tidak ingin membuat keponakannya cemas. Chika memberinya ice cream sebelum pulang.

Chika tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Ketika didalam taksi, berulang kali dia mengusap airmatanya dengan tissue.

"Mas Dafa...Mbak Aishah..." bisik lirih Chika sambil memeluk keponakan nya yang tertidur karena kelelahan dan bosan menunggu acara anniversary yang berujung pada tragedi.

"Adam....semoga orang tuamu baik-baik saja. Kamu masih sangat kecil jika harus kehilangan. Kamu masih sangat membutuhkan mereka. Tante tidak akan membiarkan mu sedih. Tante akan selalu menemani dan membuatmu bahagia, Tante janji...." kata Chika lirih.

"Mereka pasti baik-baik saja. Pak polisi tadi pasti salah. Informasi nya pasti salah. Semoga salah. Ini pasti tidak benar. Aku yakin. Ini salah,"

Berusaha memberi kekuatan pada diri sendiri dan berharap informasi ini salah.

Begitu sampai dirumah, Chika menitipkan Adam pada susternya. Dan dia langsung keluar lagi dengan taksi yang sama.

"Pak. Kerumah sakit di jalan Ara," Chika langsung menelpon keluarganya yang dikampung.

Tapi ternyata mereka sekarang sedang dalam pesawat dan akan ke kota begitu mendengar dari keluarga Dafa jika putra putrinya mengalami kecelakaan.

"Kenapa tidak di angkat?"

"Baiklah. Biar aku lihat dulu. Aku harus memastikan siapa mereka. Baru aku mengabari ayah dan ibu,"

Taksi yang di tumpangi Chika sudah sampai di depan gerbang rumah sakit.

Chika turun dan kakinya terasa kelu untuk melangkah kedalam.

"Ini neng kembaliannya," kata driver itu.

"Tidak usah pak. Untuk bapak saja,".

"Terimakasih neng,"

Chika segera menyeberang dan hampir saja dia tertabrak sepeda motor karena tidak waspada. Cemas dan khawatir serta rasa takut menghantui dirinya.

Bab 3 Belahan jiwa

Dafa masih dalam kondisi koma ketika keluarga besar datang kerumah sakit. Saat Chika datang keluarga Dafa sedang mengurus jenazah Aishah.

Chika tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ketika kakaknya di bawa melewatinya untuk di bersihkan luka luarnya. Keluarga Dafa lalu memeluknya tanpa mampu berkata apapun.

"Mbak Aishah..." Chika menangis dan ketika itu, ayah serta ibunya juga sudah sampai dengan cepat.

"Ayah...ibu...." Chika lalu memeluk mereka dan menangis karena sangat terpukul.

"Mbak Aishah sudah meninggal. Dan Mas Dafa sedang koma," kata Chika pada ibunya.

"Iya....ibu juga sedih. Ibu tidak menyangka hal ini akan terjadi. Secepat ini kakakmu telah pergi," Ibunya berusaha tegar dan menyeka air matanya.

Dokter datang dan mengatakan jika Aishah bisa dibawa pulang sekarang juga.

Keluarganya lalu membawa Aishah kerumah untuk di makamkan. Sedangkan Dafa dalam pengawasan dokter karena masih koma.

"Mas Dafa masih koma," kata Chika ketika berada di mobil bersama keluarganya.

"Ya. Untunglah Adam bersama denganmu," ucap ibunya sambil membayangkan jika Adam bersama mereka.

"Iya. Saya dan Adam menunggu di restoran. Mbak Aishah dan Mas Dafa datang belakangan. Lalu tiba-tiba polisi menelpon kami dan mengatakan jika mereka kecelakaan. Chika tidak percaya jika ini benar-benar terjadi. Ibu cubit Chika. Mungkin ini hanya mimpi," Chika dan ibunya lalu berpelukan.

"Ini bukan mimpi Chika. Kakakmu memang telah tiada. Dan kita tidak bisa melawan kehendaknya. Ini sudah takdir. Kita harus ikhlas," ibunya terlihat lebih tegar daripada Chika sendiri yang belum lama dia berbicara dan ngobrol dengan kakaknya. Lalu tiba-tiba sekarang mereka akan berpisah untuk selamanya.

Hatinya hancur berkeping-keping, dan membayangkan Adam yang pasti akan rewel mencari ibunya, membuat dia lebih sedih lagi.

*

*

Satu Minggu kemudian....

Dafa terbangun dari koma. Dia menatap satu persatu keluarganya. Dan mencari seseorang yang sangat dia cintai dan ingin dia lihat senyumnya hari ini.

"Dimana Aishah?" Bertanya pada seluruh keluarganya yang berdiri mengitarinya.

Semua terdiam. Keheningan terasa sangat mencekam.

"Istrimu....istrimu telah meninggal satu Minggu yang lalu dalam kecelakaan," kata Romi papanya.

Mama Rasti lalu memeluk Dafa putra kesayangannya.

"Tidak mungkin. Kalian pasti bohong. Mana Aishah? Aku ingin melihatnya. Aku ingin bertemu dengan-nya," Dafa lalu melepas semua selang dan akan bangun mencari istrinya.

"Dafa. Tenang nak. Papa berkata yang sesungguhnya. Istrimu telah tiada. Dia meninggal begitu sampai dirumah sakit. Dan kau koma selama satu Minggu," Mama Rasti memberikan pengertian pada putranya yang terlihat marah dan tidak bisa menerima kenyataan jika Aishah telah meninggal dunia.

"Tidak! Ini pasti kejutan. Kalian pasti menyembunyikan istriku. Kami akan merayakan pernikahan kami yang ke empat tahun. Aishah pasti yang meminta kalian untuk berbohong kan? Aishah ada dirumah dan sedang membuat kejutan untukku bukan? Aishah pasti sudah menungguku. Aku harus pulang. Aku akan pulang sekarang. Dia tidak boleh menunggu lama,"

Dafa tidak percaya dan tidak menerima kenyataan ini. Dia tidak percaya jika istrinya meninggal dalam kecelakaan.

"Dafa...tenang nak. Jangan kemana-mana. Kamu masih sakit,"

"Tidak ma. Aku harus pulang. Aku ingin bertemu istriku. Dia pasti sudah menungguku,"

Semua yang ada disana menjadi terisak melihat Dafa yang tidak percaya jika istrinya telah di renggut takdir.

"Chika. Katakan. Kamu sangat sayang pada Adam bukan? Katakan dimana Aishah kakakmu! Mereka semua berbohong. Kau pasti jujur. Dimana kakakmu?"

"Mas Dafa....Mbah Aishah....sudah meninggal dunia. Meninggalkan kita untuk selama-lamanya...." Chika berkata dengan terbata dan juga kesedihan yang mendalam.

"Kau juga berbohong pada kakak iparmu? Kalian semua berbohong padaku! Kenapa!? Diana istriku!?" Dafa berteriak sambil memukul dadanya sendiri hingga membuat dia pingsan.

"Dafa!" Mama Rasti kaget dan berteriak memanggil dokter.

"Dokteeerrrr!"

"Silahkan kalian tunggu diluar. Kami harus segera melakukan tindakan. Tuan Dafa mengalami shock dan tekanan yang sangat dalam,"

Semua keluarganya lalu keluar.

*

*

Beberapa jam kemudian.....

Dafa membuka matanya dan hanya dokter yang dia lihat diruangan itu.

"Dokter....dimana istri saya?" bertanya dan berharap mendapatkan jawaban yang berbeda.

"Dihatimu..." Dokter memahami apa yang dialami pasiennya.

"Disini?" Dafa berkata sambil memegang dadanya.

"Ya. Istrimu selalu dihatimu,"

"Tapi dokter..." Dafa nampak kebingungan.

"Jika kau sangat mencintai nya, maka kau harus mengikhlaskan kepergiannya. Raganya memang pergi. Tapi bukankah dia selalu ada dihatimu?"

Dafa mengangguk pelan.

"Apakah kalian sudah punya anak?" tanya Dokter.

"Adam namanya. Usianya tiga tahun,"

"Istrimu mencintai nya?"

"Tentu saja. Kenapa dokter bertanya? Semua ibu pasti mencintai anaknya,"

"Kalau begitu, hiduplah untuk anakmu. Dan cintai dia sebagai mana istrimu mencintai anakmu,"

"Jadi...apakah istriku memang sudah tiada?" bertanya dengan hati yang teriris sembilu.

"Benar,"

"Ohh, Aishah. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Kau tiada karena aku. Andai kita tidak merayakannya maka kau pasti masih hidup,"

Dokter yang mendengar penyesalan dari Dafa lalu mendekatinya.

"Jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi. Kenanglah hal baik yang kalian lewati yang membuat kau bersemangat untuk hidup dan membuat istrimu tenang di alam sana. Menyalahkan diri sendiri hanya akan membuat kau hancur setiap hari. Selain itu, kau juga akan membuat keluargamu sedih karena penyesalan mu,"

"Tapi dokter, ini memang salahku," Dafa mulai meratapi rasa kehilangan yang sangat menyakitkan. Dia menyesali acara perayaan yang berujung nestapa.

"Maafkan dirimu. Tidak semua bisa kau kendalikan dalam hidup ini. Ada saatnya kita hanya harus menerima dan bersabar atas musibah dan cobaan yang terjadi. Hadapi dengan ikhlas lalu segeralah bangkit demi putramu. Istrimu juga berharap hal yang sama seperti yang aku katakan. Sekarang kau temui keluargamu, aku akan melihat pasien lain,"

Dokter yang sangat bijaksana laksana sahabat yang membetikan air di tengah gurun pasir dan menghilangkan dahaga yang menyiksa.

"Terimakasih dokter...." Dengan berat hati, Dafa akhirnya sadar jika semua ini adalah kenyataan.

Mama dan papanya lalu masuk dan memeluk Dafa yang mulai bisa menerima kepergian Aishah dari sisinya.

"Ma, pa...Aku merasa sakit disini. Di hatiku. Aku merasa separo nyawaku telah meninggalkan aku..."

"Sabar Dafa. Sabar. Ingat anakmu Adam. Kamu harus tetap semangat dan ikhlas akan musibah ini demi Adam. Dia membutuhkanmu," bisik Mama Rasti di telinga Dafa.

"Babar nak. Semangat lah untuk putramu. Cepat sembuh. Dia sangat merindukanmu dirumah,"

"Dimana Adam?"

"Dirumah dengan suster..."

"Aku ingin segera pulang," kata Dafa.

"Ya...nanti papa akan bicara dengan dokter,"

Semua keluarga merasa lega akhirnya bisa melihat Dafa yang bersemangat dan bisa ikhlas menerima kepergian istrinya.

Chika pulang lebih dulu dan akan membereskan semua bajunya dan akan tinggal dirumah orang tuanya.

Dia tidak bisa lagi tinggal dirumah itu setelah kakaknya tiada. Selain akan menjadi fitnah, dia tidak bisa jika harus melihat bayangan kakaknya Aishah disetiap sudut rumah itu.

Tinggal bersama kakak iparnya menjadi hal yang mustahil dia lakukan. Begitu sampai dirumah. Chika masuk kekamar dan memasukkan semua barangnya ke dalam koper.

Adam lalu berjalan perlahan mendekatinya.

"Tentu mau kemana?" tanya Adam masuk kedalam koper yang belum tertutup itu. Dan menindih semua lipatan baju didalamnya.

"Tante akan tinggal bersama kakek dan nenek. Kamu disini bersama ayah dan suster ya?"

Adam menggelengkan kepalanya dan memegang tangan Chika dengan erat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!