Jika bisa memilih, maka Rima memilih untuk terlahir di keluarga yang berada. Tapi apa daya manusia tidak bisa memilih sesuka hati mereka. Meskipun begitu, Rima tetap bersyukur memiliki keluarga yang lengkap.
Rima Melati adalah seorang gadis cantik,rambutnya panjang dan berwarna hitam pekat. Kurang 1 hari lagi usianya genap 21 tahun,dia dan keluarganya merencanakan sebuah pesta di halaman depan rumah mereka.
"Rimaaa..." Terdengar suara melengking yang memanggil nama Rima. Rima menoleh kebelakang,rambutnya yang tersibak oleh terpaan angin membuat Rima semakin terlihat cantik.
"Ada apa kakak?" Rima memiringkan kepalanya.
Kakaknya berjalan mendekat dengan membawa sebuah kotak makan ditangannya. "Kirimkan ini kepada Dika? Ayah dan ibu yang menyuruhnya."
"Aku mengerti kak Bella." Seulas senyum terlukis indah di wajah Rima. Rima beranjak pergi dari kursi bambu hasil anyaman ayahnya. Mengantarkan makan siang kepada Dika pacar Rima.
Kakaknya melihat kepergian Rima,dia adalah kakak yang selalu bersikap baik kepada Rima. Bahkan juga sangat perduli pada Dika kekasih Rima.
Ya, Bella tidak kuliah. Ia bekerja sebagai karyawan di sebuah toko swalayan didekat rumahnya,dan hanya Rima yang melanjutkan kuliah. Itu karena kondisi keluarga mereka yang kekurangan,tidak bisa menyekolahkan kedua anak mereka sekaligus.
"Neng Rima mau kemana? Akang anterin ya neng?"
"Eh kang Dani. Nuhun kang tidak usah, Rima mau pergi ke kantornya mas Dika."
"Eh si eneng. Padahal kita searah atuh neng."
"Tidak usah kang, Rima bisa pergi sendiri. Sekalian mau mampir kerumah Tika."
"Yaudah kalau begitu,akang duluan ya."
"Iya kang."
Dani pergi dengan motor bututnya, Rima menghembuskan nafas lega. Memang setiap bertemu Rima Dani selalu begitu,padahal sudah tau kalau Rima punya pacar tapi Dani selalu mendekati dirinya.
Rima melanjutkan perjalanannya,dijalan ia selalu disapa dan disapa oleh penduduk di kampungnya. Selain cantik Rima terkenal akan keramahan dan kesopanannya,membuat dirinya dinobatkan menjadi kembang desa.
"Mas Dika..." Seru Rima ketika sampai di balai desa. Dika memang merupakan seorang pegawai di balai desa. Usianya terpaut 5 tahun lebih tua dibandingkan Rima. Tetapi Dika masih terlihat seumuran dengan Rima.
"Rima? Bawain mas bekal ya? Terimakasih ya. Memangnya neng tidak kuliah." Dika menyambut bekal yang diberikan oleh Rima.
"Tidak mas, Rima tidak ada matkul hari ini."
"Begitu ya. Neng mau mampir dulu sama mas?"
"Nuhun mas, Rima mau segera pulang saja. Masih banyak pekerjaan yang belum Rima kerjakan."
"Padahal mas kangen sama Rima. Yaudah kalau neng nggak bisa, hati-hati dijalan ya neng." Dika merapikan surai rambut Rima yang berantakan.
"Iya mas, Rima duluan ya."
Rima tersenyum manis kearah Dika,membuat Dika urung meninggalkan Rima. 'Memang pantas menyandang status sebagai kembang desa' Gumam Dika dalam hatinya.
***
"Rima sudah pulang? Ibu pikir mau nemeni mas Dika disana." Ibu Rima, menyambut Rima di depan pintu. Rima mencium tangan ibunya yang sudah berkeriput.
"Tidak bu, Rima masih ada banyak tugas yang harus rima kerjakan."
"Yasudah, Rima kerjakan tugasnya ya. Ibu akan membuatkan kripik sampeu*¹ untuk Rima."
"Nuhun ibu."
Rima memandang ibunya yang sudah mulai termakan usia,terlihat sudah berkeriput namun tetap terlihat cantik bagi Rima. Rima memutuskan pergi ke kamarnya untuk mengerjakan tugas.
Rima mengosongkan buku dirak buku bagian tengah, Rima melihat buku yang ia pegang saat ini. Seulas senyum tipis menghiasi parasnya,ia membaca tulisan pada sampul buku yang kini ia pegang 'Komputer Science/IT' .Rima memberanikan diri mengambil jurusan di bidang teknologi ini.
Rima berjanji pada dirinya sendiri akan mengangkat derajat keluarganya suatu saat nanti. Ketika dirinya sudah mendapatkan pekerjaan.
Pintu kamar Rima berderit perlahan,Rima menoleh, memperlihatkan sosok kakaknya yang ada didepan pintu.
"Rima,belum belajar?" Bella duduk di dipan yang sudah mulai rapuh.
"Kak? Iya Rima akan belajar." Rima duduk dikursi kayu dekat rak buku miliknya.
"Pandailah Rima,besok usiamu bertambah maka kau harus lebih pandai." Ucap kakaknya dengan nada yang lembut.
"Rima akan berusaha kak,kakak tenang saja." Rima tersenyum manis kearah Bella,dan akhirnya Bella mendekat. Di elusnya pelan kepala Rima "Bahagia lah,kakak tidak bisa kuliah sepertimu,tidak pandai. Tapi kakak punya hadiah untuk Rima besok."
"Kakak,jangan begitu." Rima berdiri menyamakan dirinya dengan Bella.
"Hahaha, Rima ini kembang desa yang disayangi seluruh desa. Juga pasti kalau Rima sukses semua akan bangga pada Rima." Bella melihat kearah jendela kamar Rima yang terbuka, memperlihatkan suasana kebun sayur kecil mereka.
Rima memegang tangan Bella "Kak,kakak juga cantik,dan kakak baik. Rima tidak suka kakak bilang seperti itu." Rima memeluk Bella dengan erat,memeluk saudara yang paling ia sayangi.
"Baiklah. Rima belajarlah,kakak akan pergi bekerja." Bella keluar dari kamar Rima dan menutup kembali pintu kamar Rima.
Rima meneteskan air mata,tidak pernah ia mendengar kakaknya berkata hal seperti ini sebelumnya. Jantung Rima berdetak lebih cepat tiba-tiba Rima mempunyai firasat tidak enak.
***
"Rima,ini kripiknya dimakan ya." Ibu Rima menaruh toples kripik itu dimeja belajar Rima.
"Iya ibu,apakah ayah belum pulang dari widang?*²
"Belum,mungkin sebentar lagi pulang."
Ibunya segera pergi dari kamar Rima setelah mengatakan hal itu.
Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Namun ayahnya belum juga pulang, sebenarnya itu hal yang biasa namun Rima ingin melihat ayahnya sebelum ia kembali ke kota besok sore. Rima selama ini tinggal di kost karena jarak kampus dengan rumahnya yang terbilang cukup jauh.
***
"Neng Rima,bangun neng udah sore." Suara berat dari seorang laki-laki itu membangunkan Rima.Rima tertidur diatas mejanya karena terlalu lelah.
"Eh ayah,iya Rima bangun." Rima segera mencium tangan ayahnya.
"Hahaha neng kalau udah capek ya istirahat. Mandi ya neng,terus kita makan." Ucap ayahnya sambil mengelus kepala Rima.
"Iya yah."
Rima bergegas mandi dan setelah itu mereka makan bersama di lantai yang terasa dingin. Mereka makan hanya dengan lauk tempe goreng dan juga sayur bayam. Meskipun begitu tapi Rima sangat bersyukur bisa berkumpul dengan keluarga yang sangat menyayangi dirinya.
Larut malam seluruh keluarga tidur,termasuk Rima. Ia tidak sabar merayakan ulang tahunnya yang ke 21 besok bersama keluarganya.
*¹ Keripik singkong
*² Sawah
Cahaya matahari mengusik tidur nyenyak Rima,masuk melalui celah-celah dinding kayu dikamarnya saat ini. Rima menggeliat,ia segera bangkit dari tidurnya.
Rima keluar dari kamarnya,terlihat kakaknya yang sedang sibuk mondar-mandir menyiapkan keperluan pesta hari ini.
Sebenarnya pesta ini hanya dihadiri oleh keluarganya dan Dika saja,tapi acara kali ini sedikit istimewa karena sebulan lagi Rima akan menjalani wisuda,itu bisa disebut sebagai perayaan acara wisuda lebih awal untuk Rima.
"Neng mandi sana,sebentar lagi mas Dika datang,biar kamunya terlihat seger gitu, sana-sana."
"Iya ayah, Rima akan mandi." Rima menyampirkan handuk ke tangannya dan pergi ke kamar mandi. Terlihat senyuman aneh dari wajah ayahnya sebelum pintu kamar mandi tertutup sempurna, Rima sendiri tidak tau maksud senyuman itu.
Rima keluar dari kamar mandi dan bersamaan dengan datangnya Dika,kekasihnya. Rima merasa senang Dika selalu datang kerumahnya setiap hari ulang tahunnya. Dika dan Rima menjalin hubungan kurang lebih sekitar 3 tahun,dan sebelum itu mereka juga merupakan teman baik.
"Neng Rima meuni geulis pisan." Puji Dika pada Rima yang mengenakan atasan berwarna mint dan rok panjang berwarna senada.
"Biasa aja padahal ini." Pipi Rima merona mendengar pujian itu.
"Udah-udah ini dipotong dulu neng tumpengnya." Ucap ibunya kepada Rima, Rima menurut dan memotong pucuk tumpeng nasi kuning itu.
Semuanya bersorak gembira setelah tumpeng dipotong.
"Ibu,Rima suapi ya." Rima mendekatkan sesendok penuh nasi kuning kepada ibunya.
"Ehh tidak neng,itu buat rima. Suapan pertama harus buat Rima."
Rima menuruti perintah ibunya,Rima menyuapkan nasi kemulutnya tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
Rima mulai mengunyah dan menelan nasi itu,tapi setelah beberapa saat Rima merasakan pusing, perut dan tenggorokannya yang sakit, Rima merasa kakinya lemas tidak berdaya menahan berat badannya saat ini. Rima mencoba meraih ayah,ibu, kakak dan pacarnya,tapi mereka malah menjauh dari Rima.
"Kenapa? Apa yang kalian lakukan pada Rima?" Ucap Rima terbata, Rima meneteskan air mata melihat perlakuan dari orang-orang yang ia sayangi.
"Apa kau lupa? Kakak sudah menasehati dirimu untuk menjadi pandai hari ini,tapi kau tidak menggubrisku. Inilah balasan untuk adik yang durhaka kepada kakaknya karena tidak menuruti nasehatku untuk menjadi pandai." Ucap Bella dengan nada sinis, Rima menggeleng kuat,ia tidak merasa mempunyai kakak yang sangat kejam seperti itu. Yang Rima ketahui kakaknya sangat baik padanya.
"Neng kakakmu benar,kalau kau cukup pandai kamu tidak akan memakan nasi itu lebih dulu bukan? Utamakan adab anakku." Rima semakin tidak percaya,bahkan ayahnya yang terlihat sangat baik berubah menjadi seperti orang lain saat ini.
"Ib Ibuu?" Panggil Rima dengan suara tercekat.
"Iya sayang? Ini hadiah ulang tahun kami untukmu, selamat ulang tahun. Neng Rima tau? Kami sangat terbebani denganmu saat ini,biaya kuliah yang sangat mahal membuat kami sangat merasa susah. Ditambah kau adalah kembang desa,membuat kami menjadi segan kepadamu. Jadi hanya dengan cara ini kami bisa membuatmu berhenti bermimpi cukup tinggi. Dengan membuatmu seolah-olah bunuh diri karena beban yang kamu tanggung sangat berat,dengan begitu mereka akan percaya kepada kami." Rima dapat melihat dengan jelas tatapan mata ibunya yang sepertinya sangat menantikan kematian dirinya.
"Rima aku minta maaf padamu,aku tidak bisa melakukan apapun." Ucap Dika terdengar putus asa,bahkan tanpa merasa bersalah ia hanya memandangi Rima yang merasakan sakit yang luar biasa saat ini.
"Ak aku,tidak menyangka... Orang yang ak aku sayangi begitu.. Uhukk naif padaku. Te terima kasih atas hadiah me menakjubkan kalian."
Rima tersenyum sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan mereka semua,terlihat cairan kental berwarna merah keluar dari dalam mulut Rima.
Mereka yang melihatnya merasa menyesal,benar. Mereka menangis dan merasa bahwa mereka telah dihasut oleh hawa nafsu mereka sendiri,tapi itu sudah terlanjur,hal selanjutnya hanya perlu melakukan sesuai rencana awal.
***
Seorang gadis terbaring lemah diatas tempat tidur besarnya. Matanya tidak mau terbuka bahkan denyut nadinya mulai melemah, terlihat seorang laki-laki yang sudah mulai menua hilir mudik berjalan tidak tentu arah,ia merasa sangat khawatir akan kondisi putrinya.
"Bagaimana kondisinya apakah dia baik?" Tanyanya dengan suara gemetar tidak bisa menyembunyikan rasa takut yang dari tadi menggerogoti tubuhnya.
"Ma maaf tuan,saya tidak yakin kondisi nona baik,detak jantungnya mulai melemah." Jawab laki-laki yang mengenakan pakaian dokter tersebut.
"Apa? Tidak mungkin!" Derai air mata mulai mengalir,membasahi pipinya dan terus mengalir kebawah. Ia menangis meraung-raung melihat kondisi putrinya yang saat ini ada diambang kematian.
Sore hari,sebelum insiden terjadi.
Seorang gadis berusia 21 tahun berjalan dengan anggun di taman bunga belakang mansion. Ia mengenakan dress pendek dengan warna kuning gading kesukaannya, rambut panjangnya yang tergerai ditambah terpaan angin dan cahaya matahari sore membuat dirinya tampak semakin cantik.
"Nona Enlfleda,saya minta maaf mengganggu nona. Saya menyampaikan pesan dari tuan Levent, beliau saat ini sedang menunggu Anda di paviliun depan." Ucap maid itu sedikit takut.
"Oh,temani aku kesana." Ucapnya dingin.
Namanya adalah Enlfleda Yildiz Beyza memiliki darah keturunan Turki, meskipun cantik tapi ia sangat angkuh,dan memiliki tempramen yang sangat buruk,serta kasar kepada para maid yang bekerja dirumahnya.
Ia adalah putri dari pasangan suami istri bernama Erdan Jebran Arash dan Beyza Akasma Caira. Ia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Zeki Mukerren Arash,dan tunangannya yang bernama Levent Murat Khan.
Keduanya sudah berteman sejak mereka masih kecil, keluarga mereka yang sama-sama berada dari Turki menjodohkan keduanya sejak mereka masih berusia 8 dan 10 tahun. Hingga saat ini mereka masih memegang janji pertunangan mereka berdua.
Enlfleda berjalan menuju paviliun depan sendirian, tanpa ditemani oleh siapapun. Letak paviliun ini memang berada di depan, tempat ini dikhususkan untuk menerima tamu,letaknya dekat dengan kolam ikan yang cukup besar,dan juga beberapa patung yang membuat suasana tempat ini seperti di Turki.
"Levent,seninle tekrar tanıştığıma memnun oldum" (Levent,senang bertemu denganmu lagi) Enlfleda berlari dan memeluk tunangannya dari belakang,ia sangat merindukan sosoknya.
"Hayır Enlfleda, buraya aramızdaki nişanı bozmaya geldim. Seni görmekten bıktım, zaten senden daha iyi birine sahibim." (Tidak Enlfleda, aku datang ke sini untuk membatalkan pertunangan kita. Aku muak melihatmu, aku sudah memiliki seseorang yang lebih baik darimu.)
Enlfleda melepaskan pelukannya,ia terperanjat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut tunangannya itu. Seakan kedatangannya kali ini untuk menikamnya dan Enlfleda dengan sukarela memeluk hunusan pedang itu,yang kini tepat menusuk hatinya. Tidak terlihat namun rasanya sangat sakit seakan tubuhnya tidak kuat menahan sakitnya, Enlfleda terduduk. Air matanya jatuh tidak dapat dibendung lagi.
"Ne? Şaka yaptığını bir kez daha söyle!" (Apa? Katakan lagi bahwa kau bercanda!) Levent mendekat,ia memegang dagu Enlfleda dan mengangkatnya,membuat Enlfleda mendongak menatap dirinya.
"Hayır, doğru duydun. Ve yanlış demedim, bu doğru ve bundan sonra hiçbir ilişkimiz yok." (Tidak,kau tidak salah dengar. Dan aku tidak salah berkata.Itu benar adanya,dan mulai sekarang kita tidak memiliki hubungan apapun.)
Levent meninggalkan Enlfleda dalam kondisi yang sangat tragis, Enlfleda menjambak rambutnya dan berkali-kali menggeleng,ia tidak percaya akan kepergian tunangan yang sangat ia cintai.
Dengan langkah gontai Enlfleda berjalan menuju kolam didekat paviliun,dan membenturkan kepalanya berulang kali hingga dirinya berlumuran darah,ia tersenyum getir dibalik tetesan darah yang sudah menutupi wajah cantiknya. Enlfleda terjatuh kedalam kolam dengan darah yang menyelimuti seluruh tubuhnya.
Hari semakin larut,dan kondisi Enlfleda semakin memburuk. Pengawal pribadi Enlfleda sejak tadi berdiri disamping tempat tidurnya melihat perkembangan Enlfleda jikalau terdapat mukjizat yang dapat membangunkan sang majikan.
Erdan sang ayah sudah diantarkan ke dalam kamar bersama sang istri,mereka sama-sama berkabung karena anaknya belum sadarkan diri.
"Enlfleda, apa yang terjadi? Kenapa kau begini?" Kakak Enlfleda,Zeki datang dengan air mata yang sudah mengalir deras.
"Tuan muda tenanglah, Anda baru saja melewati perjalanan jauh, sebaiknya Anda istirahat. Kami akan menjaga nona disini." Ucap salah satu maid.
Zeki memegang tangan Enlfleda dengan gemetar,ia mengecupnya dan pergi meninggalkan Enlfleda yang terbaring lemah.
Zeki meluruh kelantai tepat setelah ia menutup kembali pintu itu,ia menangis tanpa suara,ditemani terpaan angin malam yang sangat dingin menembus tulang.
Dong.. Dong... Dong...
Jarum jam tepat menunjuk jam 12 malam,dan maid serta pengawal pribadi Enlfleda masih terjaga,mereka tanpa lelah melihat perkembangan Enlfleda.
Hembusan angin sangat dingin dan kencang merasuk kedalam tubuh mereka hingga mereka menggigil kedinginan suasana kamar menjadi sangat dingin dan aneh. Pengawal pribadi Enlfleda tercekat, ketika memegang pergelangan tangan Enlfleda yang sudah tidak berdenyut. Rahangnya mengeras,ia terduduk begitu keras kelantai.
Melihat respon itu, para maid sudah dapat menebak apa yang terjadi pada nona mereka. Meskipun sang nona sangat keras pada mereka,namun tetap saja mereka sangat menyayangi nona mereka.
"Uhukk"
Suara batuk itu membuat mereka spontan melihat kearah Enlfleda, terlihat Enlfleda mulai bernafas dan perlahan-lahan mulai membuka matanya.
"Sshh,aku dimana? Bukannya aku sudah mati?" Ucap Rima sambil memegang kepalanya yang terasa sangat sakit.
"Nona Enlfleda." Rima tercengang, belum sepenuhnya kesadarannya kembali ia sudah dikejutkan dengan pemandangan orang-orang yang bersujud padanya.
Rima bingung,ia melihat pantulan dirinya di cermin yang sangat besar. 'Ini? Ini bukan tubuhku! Aku dimana? Bagaimana bisa aku menjadi dirinya?' Gumam Rima dengan ketakutan,ia menormalkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia cukup faham jika kini mereka semua adalah bawahan Rima. Dan Rima mengalami Time Travel?
"Kalian semua tinggalkan aku sendiri." Titah Rima pada semua orang.
"Ta tapi nona."
"Aku bilang, tinggalkan aku!" Rima berteriak dengan penuh tekanan pada kata-katanya.
Semua orang yang ada disana saling pandang,mereka membungkuk lalu pergi meninggalkan Enlfleda sendiri.
"Tunggu dulu." Sergah Enlfleda "Jangan memberitahu siapapun tentang kondisiku saat ini,setelah pukul 8 pagi kalian kembalilah kemari dan kalian baru katakan kepada orang lain."
"Mengerti nona."
Ruang kamar Enlfleda kini sunyi hanya ada dirinya sendiri disana. Rima merasa kepalanya sangat sakit dan terasa seperti berputar-putar. Ia menerima ingatan pemilik asli sebelum meninggal,dan juga informasi tentang siapa pemilik asli tubuh yang kini Rima tempati.
"Celaka,aku adalah bangsawan sekarang? Bagaimana aku bisa menjadi seorang bangsawan secara spontan. Enlfleda ya? Namamu sangat sulit untuk dilafalkan,tapi karena aku yang menempati tubuhmu saat ini,aku akan membalaskan dendammu. Dan aku Rima,mulai sekarang tidak mudah dibohongi lagi." Ucapnya sembari melihat foto Enlfleda yang berada dimeja samping tempat tidur.
Kini Rima hidup menggunakan identitas Enlfleda,dan akan menjalani kehidupan yang berbanding terbalik dengan kehidupannya.
Rima memejamkan matanya,ia harus menyiapkan mental dan stamina untuk menghadapi banyak hal besok pagi dan seterusnya. Mungkin sampai ia meninggal untuk yang kedua kalinya?
***
Enlfleda membuka matanya, sayup-sayup terdengar suara burung berkicau dengan nyaring di samping jendela kamarnya. Ia bangun dan membuka jendela,namun.
DOR
Suara tembakan yang memekakkan telinga Enlfleda,dan itu terjadi tepat didepan matanya. Enlfleda meringsut mundur beberapa langkah karena terkejut.
Zafer pengawal pribadi Enlfleda yang melihat nonanya terkejut segera naik kelantai 2 menuju kamar Enlfleda, meskipun ia tau saat ini arloji belum menunjukkan pukul 8 tapi ia benar-benar harus masuk untuk memastikan kondisi Enlfleda.
"Nona Anda baik-baik saja?" Tanyanya gelisah. Enlfleda melihat Zafer dari bawah keatas, menurut ingatan pemilik tubuh asli Zafer ini merupakan orang kepercayaan Enlfleda,ia adalah bodyguard,teman curhat dan juga penasehat Enlfleda.
"Apa yang kau lakukan tadi?"
"Saya menembak burung,biasanya Anda tidak suka dengan suara kicauan burung atau sesuatu yang bisa membuat Anda terganggu saat tidur."
Jujur Rima tercengang mendengar ini, Enlfleda benar-benar seorang yang sangat kejam,bahkan hanya burung yang berbunyi pun harus dilenyapkan.
"Hayir,lain kali jangan dilakukan lagi."
Kali ini giliran Zafer yang tercengang,nonanya kini memberikan larangan pada perintah yang ia berikan sebelumnya.
"Kau tidak dengar?"
"Oh iya baik saya dengar."
"Kalau begitu keluarlah,aku akan mandi." Enlfleda berjalan menuju kamar mandi tapi dihadang oleh Zafer.
"Nona saya panggilkan maid untuk melayani Anda?" Mata Enlfleda terbelalak sempurna mendengar itu.
"Tidak! Aku akan mandi sendiri,sana pergi." Enlfleda segera melenggang pergi menuju kamar mandinya, sedang Zafer masih terpaku ditempatnya. Merasa sedikit aneh dengan sifat nonanya.
Zafer kembali ke samping kamar Enlfleda ia melihat burung tadi ia tembak tidak terkena tembakannya,itu artinya,nona akan mendengar kicauannya setiap saat,gumamnya. Zafer tersenyum simpul,jika dengan adanya insiden itu Enlfleda bisa berubah lebih baik,maka Zafer akan sangat bersyukur.
Enlfleda menyelesaikan ritual mandinya,ia berjalan menuju tempat tidurnya. Rasa pusingnya masih belum hilang, apalagi luka akibat benturan yang sangat keras ini membuatnya semakin merasa kesakitan.
Sebentar lagi pukul 8,itu artinya para maid akan segera datang. Dan juga entah siapa saja yang akan mengunjungi dirinya, Enlfleda harus siap.
Enlfleda naik keatas ranjang dan kembali memejamkan matanya,karena merasakan pusing tidak kunjung sembuh.
***
Beberapa maid datang bersama dengan ayah,ibu,dan kakak dari Enlfleda. Mereka yang diberitahu tentang kondisi Enlfleda segera pergi menuju kamar Enlfleda.
Terutama orang tua dan kakak Enlfleda,mereka setengah berlari mendekati kesayangan mereka.
"Enlfleda, iyi misin tatlım? Durumun nasıl?" (Enlfleda,kau baik-baik saja sayang? Bagaimana kondisimu?) Caira menciumi pipi anaknya dengan lembut.
Enlfleda membuka mata perlahan,ia sedikit terkejut dengan kehadiran anggota keluarganya yang baru.
Enlfleda tersenyum lembut kearah seorang wanita yang menurut ingatan pemilik tubuh asli adalah ibunya. "İyiyim, sadece hala başım dönüyor." (Aku baik-baik saja,aku hanya masih merasa pusing.)
Rima baru menyadari,ketika ia pindah ketubuh ini. Dirinya bisa menguasai bahasa Turki,bahkan mengucapkannya dengan sangat fasih.
"Kakak sangat mengkhawatirkanmu. Jangan meninggalkan kakak Enlfleda." Zeki meraih tangan Enlfleda dan mengecupnya. Terlihat Zeki meneteskan air mata.
"Aku baik-baik saja,jangan menangis."
"Levent kepar*t itulah yang menyebabkan anakku jadi begini. Aku akan membuat perhitungan padanya." Ucap ayahnya dengan wajah penuh dendam dan emosi.
"Hayir! Aku akan membalasnya dengan caraku sendiri. Jangan mengotori tangan ayah ini." Sergah Enlfleda sembari memegang tangan sang ayah yang berada tak jauh darinya.
Semua yang ada dikamar itu sedikit terkejut, pasalnya Enlfleda tidak pernah berkata seperti itu,biasanya ia hanya mengandalkan kekuatan ayah atau kakaknya untuk mengatasi orang luar.
"Ada apa? Kenapa semuanya diam? Apakah Enlfleda ada salah?"
"Tidak ada anakku. Memangnya kamu ada cara apa untuk membalas Levent?" Ibunya mengelus kepala Enlfleda lembut.
"Ibu tidak usah khawatir,aku ada cara." Seringai Enlfleda kali ini terlihat lebih mematikan membuat maid yang melihatnya menjadi gemetar.
"Heh,baiklah kalau begitu. Kau harus tetap berbaring sampai sakitnya sembuh. Kami akan keluar dan membiarkanmu beristirahat." Ayahnya mengecup kening Enlfleda dan meninggalkan Enlfleda,begitu pula dengan ibunya. Mereka berdua meninggalkan Enlfleda.
"Enlfleda apa kau yakin akan membalas Levent sendiri? Apa kau tidak butuh batuan kakak?" Zeki terlihat sangat peduli dengan Enlfleda,dengan kontan Enlfleda tersenyum. Tapi tidak bertahan lama, Enlfleda teringat kepada sifat kakaknya Bella di kehidupannya yang lalu, mengenaskan.
"Enlfleda bisa sendiri kak." Air muka Enlfleda yang awalnya berseri-seri berubah menjadi sangat acuh pada Zeki. Itu membuat Zeki takut jika Enlfleda membencinya karena ia tidak ada dirumah disaat Enlfleda disakiti oleh Levent, tunangannya.
"Enlfleda,maafkan kakak! Jangan marah dengan kakak karena kakak sedang tidak ada dirumah saat Levent datang. Aku mohon Enlfleda."
Enlfleda tercengang ketika melihat Zeki menangis hanya karena perubahan mimik wajahnya. Terlihat sekali jika Zeki sangat menyayangi Enlfleda. Tangan lembut Enlfleda terulur mengelap air mata sang kakak.
"Aku tidak marah kak,aku... tolong tinggalkan aku sendiri, Enlfleda ingin istirahat dulu." Ucap Enlfleda sembari mengecup pipi Zeki.
Zeki tersenyum,ia mengangguk dan segera pergi dari kamar Enlfleda.
Enlfleda menatap bayangannya dicermin, berfikir apakah keluarganya yang sekarang menyayangi dirinya dengan tulus.
"Nona Enlfleda,saya minta maaf!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!