Sudah 6 tahun lamanya Briana Micella dan Nevan Xaquil memutuskan hubungan.
6 tahun lalu..
“Kita putus aja, Van.”
Sayup-sayup langkah Nevan terhenti karena ucapan Briana. Cowok itu sangat murka. Ia berbalik lalu mencengkeram lengan Briana kencang.
“Apa lo bilang, bilang sekali lagi!”
Briana meringis sakit karena lengannya dicengkram kuat oleh Nevan. “Sa-sakit, Van.”
Nevan semakin erat mencengkeram lengan Briana. Wajahnya ia dekatkan ke arah wajah Briana yang masih memakai make-up yang membuat wajahnya terlihat cantik paripurna. Pertengkaran mereka sebenarnya telah terjadi berkali-kali. Hubungan yang dijalani mereka benar-benar penuh drama. Apa lagi sekarang, gara-gara Briana perform dalam acara perpisahan murid kelas XII Nevan marah besar. Awalnya Briana menolak, namun karena desakan para guru mau tidak mau Briana akhirnya bisa perform.
“Gue punya video lo kalo lo berani putusin gue. Lo tu nggak akan bisa lepas dari gue, dasar cewek sialan!” ujar Nevan penuh amarah.
“Erghhh.. Ta-tapi gue udah nyerah, Van. Nggak papa lo sebarin. Gu-gue udah pasrah,” sahut Briana sambil terisak.
“Gue pasrah, hubungan kita udah sangat toxic! Gue udah capek, gue nahan selama setahunan ini. Lo boleh hancurin gue sehancur-hancurnya. Gak papa, serius nggak papa. Gue udah kehilangan kesempatan, tapi nggak papa. Gue bisa mulai dari awal lagi. Lo boleh hancurin gue. Silahkan, gue nggak akan cegah lo.”
Pegangan tangan Nevan melemah seiring tangisan Briana yang makin lama makin terisak. Jujur sekali, dia sendiri sudah capek. Dipermainkan oleh Nevan yang seenaknya sendiri. Bisa-bisa Briana jadi gila.
“Cewek sialan, inget ya lo nggak akan pernah ketemu sama gue lagi setelah ngomong hal-hal aneh kayak gini!”
Cowok itu lalu pergi meninggalkan Briana sendirian di pojok belakang bangunan kelas. Sedari tadi, Nevan sudah menatap tajam performance Briana dari bawah panggung. Dia sudah mengumpat dalam hatinya, setelah ini dia akan membuat perhitungan kepada cewek bandel itu.
Satu jam sebelum pertengkaran terjadi..
“Bisa gitu ya si Briana cakep banget, lo bener-bener beruntung Van dapetin cewek secakep itu,” ujar Reno sahabatnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Lagi-lagi salah satu temannya berkata, “Mana suaranya bagus. Paket combo lah!” sahut Mario.
“Lo nggak pengen gitu ngasih hadiah kek,” sahut Eric.
Nevan mengusap wajahnya kasar, dan menggeram murka. “Ada ntar, gue mau putusin dia abis ini. Puas lo semua ?!”
Mereka bertiga melotot ke arah sahabatnya itu. Mulut mereka bertiga langsung diam. Lalu Nevan bangkit menghampiri Briana yang masih hanyut dalam euforia massa yang masih mengelu-elukan namanya.
“Sobat lo udah ga waras kayaknya.” Mario mengernyitkan dahinya sambil menikmati pemandangan indah di atas panggung. Cewek-cewek cantik sedang dance.
“Nevan juga sobat ambyar lo semua, taruhan ntar dia putus beneran apa kagak ?” Eric tertawa kecil sembari memperhatikan drama kumbara yang sebentar lagi akan dimulai.
“Paling besok juga balikan lagi kayak yang udah-udah,” sahut Reno cepat.
Di satu tempat Briana dan Nevan sudah memulai pertengkarannya. Dengan raut wajah kesal Nevan melangkah pergi meninggalkan Briana terisak sendirian. Tubuh Briana meluruh ke bawah. Sakit terasa sesak di dadanya. Tapi, anehnya dia sudah lega telah mengungkapkan isi hatinya sejak lama.
Nevan mendengus kesal dan mengambil tas yang ada di samping Mario.
“Mo kemana lo ?”
“Cabut, bosen!”
Eric lalu menimpali, “Ikut, gue juga bosen!”
“Gue juga, ikut!” Reno segera meraih tasnya dan mengekori Nevan dan Eric. Sementara Mario merasa cengo ditinggal sendirian oleh ketiga sahabatnya. Dengan cepat dia segera meraih tasnya dan..
Dug!
Ia menabrak pundak Briana sedikit kencang, hingga Briana agak terpelanting ke samping.
“Ma-maaf, Kak Mario aku nggak sengaja,” ujar Briana sembari mengusap air matanya. Wajahnya sembab memerah dan pergi terhuyung masuk ke dalam kelasnya.
Mario menghembuskan nafas dalam-dalam lalu segera menyusul ketiga sahabatnya ke arah parkiran.
...****...
“Lo apain tuh cewek sampe nangis sesenggukan gitu, Van ?!” tanya Mario sambil rebahan di ranjang empuk milik Nevan.
Nevan tak menjawab, ia sibuk memainkan game di ponselnya.
“Lo bener-bener putus ?” tanya Mario sekali lagi.
Nevan tak menggubris.
“Diem semua, jangan bahas itu,” potong Eric cepat sambil mengingatkan jika besok ada acara pertemuan club motor sport di Gedung Cakrawala.
“Oh iya sih ya, gue aja hampir lupa Ric. Lo emang alarm setia gue,” cerocos Mario sambil menowel lengan kekar Nevan.
“Paan sih lo, Mar. Gue lagi konsentrasi,”
“Lo ngajak cewe nggak besok, Van ?” jawab Mario santai.
“Lo nggak usah pikirin gue, pikirin tuh perut lo yang bentar lagi meledak gara-gara lemak menumpuk!”
Mereka berempat lalu tertawa cekikikan dan mencubit perut Mario yang sedikit buncit dengan kasar.
...****...
Pagi itu, ketiga cowok tampan itu sudah berkumpul di halaman Gedung Cakrawala. Disana sudah banyak berjejer motor-motor sport yang mewah. Selain itu, banyak juga cewek-cewek cantik yang berdiri di samping motor sport itu.
“Nevan mana nih udah jam segini juga,” Lagi-lagi Mario sangat cerewet.
“Lo banyak bacot banget sih, Mar.. Eh wait bukannya itu si Briana sama gengnya ya ?”
Eric menunjuk tangannya ke arah tiga cewek cantik yang menuju ke arah gerombolan cowok-cowok ganteng tepat di depan geng Nevan.
Reno menopang dagunya dan memicingkan matanya, “Eh iya, ta-tapi wajah Briana kek kanebo kering gitu napa ya ?”
Pletak!
“Itu karena kemaren dia nangis gara-gara Nevan!” Mario membuka plastik permennya dan langsung mengunyah permen rasa jahe itu.
Kedua cowok itu mengangguk pelan, “Sudah pasti putus!” timpal Eric cepat.
“Hi, Kak Eric !” sapa Caca cewek cantik itu langsung melayangkan tangannya ke udara menyapa Eric si tampan dari kelas XII Ipa 3 yang bentar lagi akan meninggalkan SMA elit William High Schools.
Eric membalas sapaan Caca dengan senyum manisnya yang khas. Wajahnya kemudian merona.
Dari kejauhan tampak Nevan datang dan membonceng seorang cewek seksi dan cantik berkaki jenjang. Keduanya menjadi pusat perhatian di acara mewah tersebut.
“Sialan, Nevan gercep banget kalo soal beginian.” sahut gerombolan yang lain menatap iri Nevan dan cewek seksi itu.
Briana yang melihat Nevan dari kejauhan menggeram kesal dan mengepalkan tangannya kencang. “Lo nggak papa beneran, An ?” tanya Syeila salah satu teman Briana.
Briana menggeleng tapi matanya tetap tertuju pada Nevan yang memeluk pinggang cewek itu posesif.
“Cewek baru, Van ?” tanya Mario malas.
“Kenalin, namanya Adriella. Dia model terkenal, hebatnya lagi Adriella ini sudah masuk agensi ternama di Indonesia!” cerocos Nevan dengan nada tinggi bangga.
“Trus yang kemaren dilupain gitu aja ?” Timpal Eric sama kesalnya dengan Mario.
Adriella mengernyitkan dahinya penasaran, “Kemarin ? Emang ada yang lain ya, sayang ?”
Nevan mencium pipi Adriella lembut seraya berkata, “No, kamu yang terakhir.”
Sepasang mata penuh amarah mengawasi gelagat Nevan dan cewek seksi itu penuh dendam.
“Udah lah ayo balik aja kalo gitu, kita tuh kesini niatnya seneng-seneng malah lihat pemandangan menjijikkan, cuih!” Caca melayangkan jari tengahnya kepada Eric yang tak tahu apa-apa. Kebetulan Eric menoleh kepada Caca berharap Caca akan menghampirinya. Tapi, yang ada Caca melayangkan tatapan tajam dan jari tengah untuknya.
Sontak Eric pun berteriak, “Lo bener-bener dah, tadi lo nyapa gue senyum-senyum sekarang maki-maki gue. Awas ya lo, Ca!”
Kemudian Nevan menengok ke belakang, ke arah dimana Eric berteriak. Dan benar saja, dia sudah menyangka akan ada Briana dan teman-temannya disana. Cewek itu menatap sadis Nevan dengan penuh amarah.
Nevan tersenyum menyeringai, dan mendekatkan pinggang Adriella mendekat kepadanya. Dan mulai mencium lagi pipi Adriella mesra.
Briana sudah tak tahan lagi, dan mengayunkan langkah seribu untuk melabrak Nevan!
“Lo napa nggak tahan Briana ?!” sentak Caca kepada Syeila yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Biarin lah, Ca! Gue mau lihat tu cewek mampus di tangan Briana kita!” jawab Syeila tegas.
“Van, gue mo bicara penting sama lo!”
Nevan menghentikan aktivitas memalukannya kini dan menatap jengah Briana yang matanya sudah berkaca-kaca.
“Nggak ada yang perlu dibicarain. Lo enyah dari gue!”
“Ini terakhir, gue janji.”
“Nggak, kalo mau disini aja ngomongnya.”
“Gue maunya cuma empat mata, Van!”
Adriella mulai panas, ia lalu menarik rambut Briana yang tergerai indah itu keatas, “Lo nggak denger Nevan atau lo pura-pura tuli sih sebenernya ?!”
Briana meringis kesakitan, sementara ketiga teman Nevan mengusap mukanya dan berusaha melerai tapi ditahan oleh Nevan.
Dengan cepat, tangan Briana menjambak rambut Nevan dan Adriella. Mereka berdua lalu terpekik tak tertahan.
“Lo gila ?!” Nevan berteriak sambil melepas tangan Briana darinya.
“Bakal gue lepasin kalo lo nurutin gue!”
“Adriella, lepasin Briana!” titah Nevan.
Adriella menggeleng, “Nggak! Gue nggak mau, cewek ini cewek laknat nggak tahu diuntung, Van!”
Tangan Nevan mengepal, lalu berbisik di telinga Adriella. “She is mine, huh ?!”
Adriella melotot tak percaya, tangannya melemah dan merelakan Nevan berjalan berdua dengan Briana ke suatu tempat. Tepatnya di dekat taman gedung Cakrawala.
Disanalah tragedi itu segera dimulai.
“Lo mau ngomong apa buruan!” Nafas Nevan memburu.
“Gue cuma mau bilang, gue masih sayang sama lo, Van.”
Nevan tersenyum penuh kemenangan, Briana tak mungkin bisa lepas dari genggamannya. Tetapi, rasanya tak cukup menghukum Briana secepat ini.
“Bagus, itu brati lo nrima dong kalo gue deket sama Adriella kayak tadi ?”
Briana menghela nafasnya dalam-dalam. “Gue nggak terima lo udah deket sama cewek manapun! Gue maunya kita balikan!” tak sadar air mata Briana kini kembali membanjiri pipinya. Ia memohon di hadapan Nevan tanpa malu.
“Amnesia, lo ? Siapa yang kemarin mohon minta putus. Mulut lo bener-bener gak bisa dipercaya, Bri.”
Nevan menepis tangan Briana. “Gue mau pergi, minggir lo!”
“Sekali lo melangkah, gue bakal mati!”
Nevan memutar tubuhnya malas, memandangi raut wajah Briana yang benar-benar kusut tak seperti biasa. Mau iba, tapi Nevan sudah sangat malas.
“Gue nggak peduli!”
Nevan melangkah agak menjauh, dan.
Brug!
Briana sengaja menabrakkan diri ke arah pemotor di tepi jalan yang kebetulan berlalu lalang. Jalan raya di depan Gedung Cakrawala bisa lumayan sangat ramai. Sehinga memudahkan Briana menabrakkan dirinya kesana. Tubuhnya ambruk bersimbah darah. Benturan motor tadi lumayan kencang hingga tubuh Briana terpental beberapa meter dari bahu jalan. Benar-benar nekat.
Nevan menyadari jika Briana telah berbuat nekat menabrakkan dirinya sendiri. Lalu ia berlari kencang dan memegangi tubuh Briana yang sudah tak sadarkan diri.
“Cewek bodoh! Lo nggak harus kayak gini, Bri. Sadar Bri!” Nevan menepuk nepuk pipi Briana yang pucat pasi. Rasa bersalahnya kini menumpuk di kepalanya.
****
Nevan cemas mondar-mandir di depan ruang operasi. Disana sudah ada Caca, Syeila, dan ketiga sahabat Nevan yang lain yang juga turut cemas sambil menangis berpelukan.
“Lo apain Briana sih jahat banget lo, Kak!” Caca terisak di pelukan Syeila yang juga ikut menangis.
Nevan masih membatu, tangannya memijit kepalanya yang sedari tadi pusing dan pening.
Eric menghampiri Caca dan mencoba menenangkan cewek itu supaya tidak menyumpahi Nevan yang keadaannya juga sedang sangat kacau.
“Bro, lo makan dulu gih. Gue beliin ya di warung depan ?” Mario mencoba menetralkan suasana.
“Ngga lo aja sama anak-anak tuh, gue ga laper.”
Mario memandangi wajah Reno yang juga kusut. Ia lalu keluar bersama ketiga sahabatnya dan juga Caca dan Syeila.
Terdengar derap langkah dari arah berlawanan, nampak mama Briana dan papanya sudah tiba disana.
“Nak Nevan, gimana Briana ?” tanya Mama Briana gemetaran.
“Masih di ruang operasi, tante, om.”
Mama dan papanya kini tertunduk lesu. Anak satu-satunya yang ia kasihi kini sedang berjuang di dalam sana.
“Maafin Nevan, om, tante. Ini semua salah Nevan.” ujar Nevan dengan suara bergetar.
Aisha dan Steven bergeming di ruang tunggu, mengamati wajah Nevan yang sepertinya tidak seperti biasanya.
“Memang kecelakaan ini ada hubungannya sama kamu, nak Nevan ?” tanya Aisha dengan suara parau.
Ia buru-buru menuju kerumah sakit, setelah dikabari asistennya jika Briana masuk rumah sakit karena kecelakaan. Padahal, hari ini dia sudah ada 3 job. Terpaksa ia cancel semua demi putri semata wayangnya yang pasti sangat membutuhkannya saat ini. Sementara ayahnya, Steven baru saja tiba di kantor. Lalu bergegas ke rumah sakit bersama istrinya.
“I-itu—”
Klek!
Bunyi suara pintu ruang operasi telah dibuka, dokter beserta perawat muncul dari dalam. Sontak Nevan dan kedua orang tua Briana buru-buru menghampiri dokter.
“Gimana dok keadaan Briana ?” tanya Nevan antusias.
“Syukurlah, operasinya berjalan dengan lancar. Namun, karena nona Briana mempunyai luka benturan yang sangat keras di bagian kepala. Jadi, mungkin dia bisa sadar agak terlalu lama. 2-4 harian bisa jadi. Tetapi, keadaan semua organ vital stabil dan baik.”
****
Sudah 5 hari Nevan berada di rumah sakit menemani Briana yang masih belum juga sadar. Beruntungnya lagi, Nevan tak perlu memikirkan tentang sekolah karena sebentar lagi ia akan lulus dan melanjutkan studinya di Inggris.
“Nak Nevan, lebih baik pulang duluan aja. Biar tante sama om yang jaga Briana. Tante nggak enak juga sama mama kamu,”
“Nggak papa kok Te, saya tunggu Briana sampe sadar.”
“Kalau begitu gimana kalo kita cari makan dulu, Nak Nevan ?” ajak papa Briana semangat. Karena dari tadi siang papanya langsung menuju rumah sakit. Ijin setengah hari kepada bosnya.
“Boleh, Om.”
Mereka berdua lalu pergi meninggalkan kamar Briana. Sehingga tinggal mama Briana, Aisha.
“Na, bangun. Mama rindu banget sama kamu!” ujar Aisha parau, tak terasa matanya sudah sembab. Ia memegang jari-jari lentik putrinya yang masih memejamkan matanya. Ini sudah lewat dari 4 hari tetapi, Briana masih belum menunjukkan kesadarannya.
Aisha meletakkan tangan Briana ke dalam dekapan nya. Aisha memejamkan mata.
“Mama.”
“Ma.”
Aisha berusaha mengucek-ngucek matanya. Mengerjapkan kedua kelopak matanya menatap Briana yang sudah tersenyum lemah memandanginya.
“Alhamdulillah, Briana!” pekik Aisha seraya memeluk tubuh ringkih Briana.
“Iya ma, Briana nggak bi-bisa nafashh.”
Aisha kaget lalu melepas pelukannya yang erat. “Maksud kamu nggak bisa nafas gimana ?!”
“Mama tadi peluk Briana kenceng.”
Aisha tertawa dalam tangisnya. Ia lalu memencet tombol merah memanggil perawat.
Setelah diperiksa dokter, Briana dinyatakan sembuh dan besok mungkin sudah bisa pulang. Karena keadaannya sudah membaik.
Setelah 1 jam makan siang bersama papa Briana, Nevan pun kembali. Wajahnya berbinar melihat kekasihnya sudah kembali siuman.
“Bri!!”
Tiba-tiba Briana berteriak histeris mebdapati Nevan yang juga ada disana.
“Ma, aku nggak mau ketemu Nevan. Nevan nggak boleh ada disini, aku nggak mau!!” Briana berteriak histeris mengusir Nevan dari kamarnya.
Aisha dan Steven mencoba menenangkan Briana yang berteriak kesetanan karena melihat wajah Nevan di depannya. “Pergi!!!!!”
“Nak Nevan, lebih baik pergi dulu ya.”
“Bri..,” panggil Nevan lemah dan dengan pasrah ia pergi dari kamar Briana.
...****...
Nevan membuka pintu rumahnya dengan kasar.
“Nevan, kenapa sayang ?”
Nevan tak peduli dengan sapaan mamanya, ia langsung membanting pintu kamarnya kencang. Sontak mamanya pun kaget.
“Kak Nevan kenapa, Ma ?” tanya Andreas adik dari Nevan yang juga berteman dengan Briana di sekolah.
“Nggak tahu, Ndre. Nggak usah dipikirin ya, kakakmu mesti gitu kalau lagi marah.”
Sementara di tempat lain, Nevan sudah mengamuk menghancurkan benda-benda yang ada di dalam kamarnya. Kamarnya kini sudah seperti kapal pecah. Nevan mengacak rambutnya frustasi dan terduduk bersandar di tepi ranjang.
“Dasar cewek sialan! Liat aja gue bersumpah nggak akan pernah muncul di depan lo walaupun lo nangis darah lagi di depan gue buat balikan.”
...****...
1 bulan kemudian.
“Semua udah siap nggak ada yang ketinggalan kan, Van ?” tanya papa Nevan.
Nevan lalu mengecek barang bawaannya kembali supaya dia tak mencari-cari lagi ketika dia sampai di Inggris.
“Udah ngga ada.”
Suasana airport kini penuh dengan lalu lalang para manusia. Mereka sibuk menyeret koper, ada juga yang mengecek tiketnya dan lain-lain.
“Dek, gue bakal kangen berdebat sama lo!” seru kak Vivian sambil memeluk adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
“Gue juga kak, gue juga bakalan kangen sama si cupu satu itu.” katanya sambil menujuk ke arah Andreas yang sibuk memainkan ponselnya.
“Ndre, lo nggak mau peluk gue ?!” panggil Nevan kasar.
Andreas mendongak ke arah kakaknya yang galak itu, lalu dengan cepat ia meraih tubuh kekar Nevan dan memeluknya kencang. “Kak, lo nggak pamitan sama Briana ?” tanya Andreas tiba-tiba membuat mood Nevan berubah drastis. Mendengar kata Briana saja dia sudah pusing. Wajahnya dengan cepat berubah drastis menjadi gelap gulita.
Vivian mengernyitkan dahinya. Briana ? Bukannya mereka berdua lagi berpacaran ?
“Lo mau gue sobek mulut lo !”
Andreas beringsut berlindung di balik punggung Vivian. “Atau kakak aja yang telfon Briana, Van ?”
Nevan menghembuskan nafas panjang, lalu memandang ke arah kedua orang tuanya. Orang tuanya lebih penting saat ini ketimbang Briana. “Gue mau masuk. Pa, Ma Nevan masuk dulu.”
Mama Papanya lalu memeluk erat putra kesayangannya itu. Menciumi pipi dan kening Nevan bertubi-tubi. Tibalah kini saatnya Nevan meninggalkan Indonesia.
“Gue harap kita nggak akan pernah ketemu lagi, Briana.” ucap Nevan lirih di atas pesawat sambil tersenyum miris menatap gambar dirinya di galeri fotonya. Briana memeluk mesra Nevan dengan berpose imut.
...****...
“Bri! Lo nggak tahu kalo Kak Nevan—”
Briana memutar bola matanya, “Ke Inggris hari ini ?” potong Briana cepat lalu memeluk Caca dengan erat.
“Lo nggak papa kan ?”
Briana menggeleng, baginya percuma saja dia dan Nevan kembali bersama. Apa lagi harus LDR, apa makin tidak memperumit hubungan toxic nya ? Jadi, memang lebih baik mereka itu berpisah.
“Gue udah nggak mau lagi berhubungan sama dia.”
“Yakin ? Apapun itu ?” tanya Caca sekali lagi.
Briana mengangguk tersenyum lebar. “Gue harus lanjutin hidup gue yang sempet terhenti gara-gara dia.”
Sudah 6 tahun berlalu..
Setelah resmi putus dengan Nevan, Briana memulai kehidupan sekolahnya dengan lancar. Eitss... Tetapi, ia memutuskan kontrak di agensi yang telah menaunginya. Briana ingin fokus dengan kelulusannya. Dan, sedikit-sedikit dia mulai belajar make up bersama Aisha—ibu Briana—. Briana ikut Aisha saat weekend.
Setelah lulus Sma, Briana masuk kuliah jurusan kecantikan. Diikuti oleh Caca dan Syeila, namun berbeda jurusan. Kehidupan kuliah Briana ia lalui dengan cukup lancar. Selain sibuk kuliah, Briana juga nyambi untuk membantu Aisha bekerja. Usaha MUA Aisha pun sudah terkenal seantero Indonesia. Kini, Aisha sudah mendirikan sebuah kantor MUA. Tepatnya di depan rumahnya sendiri. Usaha tidak pernah mengkhianati sebuah hasil, bukan ?
Aisha sampai kewalahan menangani 3 klien seharian. Namun untungnya Aisha selalu sigap membantu mama tersayangnya itu bekerja. Hasil make up Briana tak kalah bagus dari Aisha. Aishapun menjadi salah satu MUA dengan bayaran fantastis dengan sekali make up. Makanya, banyak artis atau model-model yang selalu ingin di makeup i oleh tangan ajaib Aisha.
“Na, mama boleh bicara ?” tanya Aisha sembari merapikan perlengkapan makeupnya ke dalam kotak khusus.
Briana tersenyum manis menoleh ke arah mamanya, “Ada apa, Ma ?”
Aisha berdiri dan ikutan duduk di sebelah putrinya yang asyik nonton tv. “Kamu kan sudah lulus kuliah, mama harap kamu bisa meneruskan usaha mama ini.”
Briana tertawa. “Ya pasti lah, tujuan Briana kuliah kecantikan itu kan emang dasarannya gitu kan ?”
Aisha menowel pipi Briana gemas. “Kamu nggak punya pacar. Udah lama banget jomblo lo kamu, Na.”
“Banyak yang deketin, tapi nggak tahu lagi males aja. Lagian Briana nyaman kok sama status jomblo ini.”
Aisha mengelus rambut Briana yang tergerai rapi, “Atau kamu masih nungguin Nevan ?”
Deg!
Briana melirik Aisha yang matanya membulat, menunggu jawaban sang puteri. “Apaan sih, Ma. Bukan brati Briana jomblo gara-gara cowok itu. Briana udah move on ya, move on itu bukan brati kita kudu cepet-cepet dapetin cowok. Nggak gitu konsepnya.” jelas Briana panjang lebar.
Aisha mencibir, “Ya iya Mama cuman nanya doang, kamu jawabnya panjang banget! Udah, ah mama mau masak buat makan malem.”
Briana memandangi punggung Aisha yang sudah menjauh. Ia menggerutu sedikit, menepis perasaan dalam hatinya. Jelas-jelas dirinya sudah move on.
...****...
Brak bruk! Dug!
“Aduhhhh, Paaaaah, Anaaaa! Tolongin mama.”
Tak ada yang menyaut, Aisha jatuh setelah mengambil kopernya yang berada di atas lemari dan kakinya tergelincir. Sementara tubuhnya kejatuhan koper berukuran jumbo itu.
“Paaaahhhh!” teriakan Aisha menggema sampai ke halaman depan garasi mobilnya.
“Pah, mama manggil tuh.”
“Kamu aja deh kesana, Papa lagi manasin mobil, Na.”
Briana memutar bola matanya malas. Dengan langkah berat, Briana membuka kamar mamanya dengan malas.
“Hahhhh! Mamah! Kenapa bisa begini sih, ya ampun!” Briana teriak-teriak di depan pintu.
“Kok kamu malah bengong disitu, tolongin Mama dong! Pada kemana sih dari tadi teriakin juga!” geram Aisha sambil meringis memegangi mata kakinya yang nyeri.
Briana memapah tubuh Aisha ke ranjang, dan menyentuh pergelangan kakinya.
“Duh, jangan dipegangin sakit, Na!”
Bibir Briana mengerucut maju, “Ya Briana nggak tahu, Mah. Jangan marah-marah aja napa, makin sakit loh.”
“Rapihin tuh kopernya, mama tadi jatuh gara-gara koper sialan itu!” mata Aisha melotot ke arah koper jumbo itu.
Steven tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar. “Ada apa sih berisik banget kedengeran dari luar.”
Steven lalu mendelik melihat istrinya yang meringis kesakitan. “Mana mah yang sakit!”
“Tuh kaki kiri, ceklek gitu bunyinya pah. Kayaknya patah tulang deh.”
“Dih lebay ih mamah, palingan juga terkilir biasa. Bawa aja ke dokter Pah.” sahut Briana kesal sambil beberes.
Steven memijit pelipisnya pening, dan mengelus-elus kaki istrinya yang terkilir.
Aisha menggeram kesal, “Nggak bisa hari ini mama ada job makeup in model internasional besutan William Entertainment.”
Briana terperangah dari bawah lantai. William Entertainment ? Sudah lama sekali Briana tak mendengar nama itu. Sudah jelas sekali teman-teman dan seniornya makin sukses.
“Cancel aja udah, Mah. Papa anterin ke dokter sekarang.” sahut Steven yang berniat akan menggendong Aisha keluar kamar.
Aisha mengangkat kelima jarinya ke udara. “Job ini penting banget. Si model ini kalo bukan mama yang pegang, nangis dia nggak mau jalan.”
Briana berdecak menyilangkan kedua tangannya ke dada. “Mama ke dokter, biar aku yang handle job mama. Tinggal bawa Kak Nabila aja kan ?”
Aisha mengernyitkan dahinya. Bukannya tak percaya kepada puterinya itu. Bagaimana jika model itu tak puas dengan hasil tangan Briana ? Ya meskipun Briana juga sudah pro. Tapi, tetap saja Aisha khawatir. “Kamu yakin ?”
“Yakin!” jawab Steven dan Briana kompak.
Aisha terkekeh pelan, tiba-tiba tubuhnya sudah melayang diudara. Steven sudah menggendong mesra istrinya keluar kamar.
“Naaaaa, jangan lupa ntar mama video call kamu. Ntar mama pandu ya. Mama takut dia nggak percaya sama kamu.”
Briana menggeram kesal. “Ck, ribet banget. Belagu banget pake sok-sok an ngga percaya.”
Setengah jam berlalu, Nabila—Asisten Makeup Mama Aisha— dan Briana sudah siap. Ia memesan taksi online dan membawa koper dan perlengkapan yang lain.
“Parah nggak kak kakinya, Na?”
Briana mengerjapkan matanya dibalik kacamata tebalnya itu. Dimulai semenjak kuliah, gadis itu ternyata mempunyai mata minus yang cukup parah.
“Siapa ?”
“Nyokap lo, Na. Lo nggak fokus napa ?”
“Oh, nggak tahu.” Briana tertawa lebar.
“Gue aduin ke nyokap lo ntar.”
“Aduin aja, gue nggak takut kak.” sahut Briana tertawa renyah.
Ya begitulah Nabila dan Briana. Nabila sudah menganggap Briana sebagai adiknya sendiri. Begitupun sebaliknya Briana.
...****...
“Selamat pagi Mbak, kami berdua sebagai Mua model Adreilla Floreta. Kira-kira ada di lantai berapa ya ?” tanya Nabila kepada recepsionist hotel.
Sementara Briana masih sibuk dengan ponsel yang menghubungkan dirinya dengan mamanya.
“Gimana Mah ? Dia nggak mau menor-menor ? Mama kirimin aja deh foto hasil jadinya sekarang ya Briana tungguin nggak pake lama,” ujar Briana kepada mamanya lewat telpon.
Nabila menepuk pundak Briana yang terlihat sangat sibuk dengan ponselnya. “Lantai 3, Na. Yuk jalan.”
“Oke-oke bentar kak, ini lagi nungguin balesan dari Mama.”
Nabila mendengus kesal. Ia sudah sangat hafal dengan tabiat Adriella. Bisa-bisa dia kena damprat jika terlambat sedikit. Apa lagi Aisha bukan MUAnya pagi ini. Tak bisa Nabila bayangkan betapa murkanya Adriella.
“Ish, gue nggak mau kita kena damprat Adriella, Na.” ucap lirih Nabila di telinga Briana samar-samar.
“Hah ? Oke deh kak.”
Namanya seperti tidak asing di telinga Briana. Sambil terus memegangi ponselnya. Briana sedikit gusar lalu menghubungi mamanya lagi.
Ting!
Mereka sudah sampai di lantai 3. Sementara Briana masih sibuk bertelpon ria dengan mamanya.
“Mah buruan kirimin fotonya.“
“Udah mama kirimin, buruan cek. Udah ya mama lagi mau masuk ke dalam.”
Klik!
Briana dan Nabila sudah berada tepat di depan pintu hotel bernomorkan 120.
Tok.. Tok.. Tok..
Ceklek!
Senyum indah merekah asisten Adriella menyambut kedatangan kedua manusia tersebut. “Oh.. siapa ya ?”
Nabila menggigit bibir bawahnya, “Saya asisten MUA dari Nyonya Aisha. Nabila, dan ini Briana MUA pengganti.” jawab Nabila menyengir ketakutan.
Sementara Briana terpekik ketika membuka foto wa dari mamanya. “What the—” teriakannya membuat Nabila dan juga asisten Adriella menatap tajam Briana.
Briana berdecak kesal, ingin sekali dia menghilang dari hotel ini.
“Ehmm, jadi Nyonya Aisha nggak bisa datang ? Diganti sama mbak ini ya.” asisten itu menatap tampilan Briana dari atas sampai ke bawah. Hari itu Briana memakai blazer dan rok selutut dan sepatu bermerk keds berwarna putih tulang. Rambutnya ia gerai, tak lupa kacamata tebalnya itu setia menemaninya. Tapi, tunggu. Bukan image culun yang Briana tunjukkan sebagai MUA. Tapi, entah mengapa wajahnya itu mirip artis. Tak kalah cantik dari Adriella.
“Kenapa ? Takut kalo modelmu kalah saingan sama aku ?” tiba-tiba nada bicara Briana menjadi ketus.
Nabila seraya mencubit lengan Briana kencang. “Shh.. tolong disampaikan dulu ke Adriella ya.”
Briana memekik pelan.
Setelah itu, asistennya muncul kembali dan menyilahkan Nabila dan Briana masuk.
Langkah kaki Briana mendadak lemas, ketika kedua bola matanya menangkap bayangan seseorang yang 6 tahun lalu yang ia jambak rambutnya hanya demi Nevan si cowok brengsek itu. Sampai membuat dirinya hampir mati.
Terlihat dari pantulan kaca Adriella sudah duduk berwibawa di depan meja rias. Dan melirik sekilas dua gadis yang sudah hadir di belakangnya.
“Pagi, Mbak. Maaf Nyonya Aisha tidak bisa datang, karena terjatuh. Sebagai gantinya, saya membawa putrinya yang tidak kalah jauh pro dengan beliau.” jelas Nabila panjang lebar.
Ekspresi Adriella datar. Melirik ke arah Briana yang nampak gugup di belakangnya.
“Its Ok. Buru makeup in gue sekarang.” titah Adriella tak sabar.
Nabila memberi kode agar Briana cepat melaksanakan tugasnya. Briana mulai membongkar peralatan make up yang akan ia gunakan nanti.
“Lo nggak inget sama gue ?!” tanya Adriella sudah berdiri di depannya sambil melipat kedua tangan di dada secara tiba-tiba.
Briana mencoba tetap tenang. “Ah, iya. Gimana kabarnya ?” balas Briana sambil menyodorkan tangannya mencoba bersikap ramah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!