**************
"Mau pulang bareng ga Fas?"
"Gak Na, mau ngedate sama Dimas, dia bilang mau ajak aku ke suatu tempat buat rayain ulang tahun aku yang ke 21, nanti dia jemput katanya."
Namanya Thafasya Lamier, tepat hari ini dia berusia 21 tahun. Dia gadis yang cantik, baik, aktif dan periang, tapi tentu dibalik senyumnya itu tetap ada kesedihan layaknya manusia biasa.
Thafasya yang akrab dipanggil Fasya itu nyatanya hanya gadis muda yang sebatang kara, ayahnya sudah tiada sejak satu tahun yang lalu, membuat gadis yang sangat pintar itu harus putus kuliah demi menyambung hidup. Dan akhirnya dia bekerja disini, di sebuah toko kue yang sederhana.
"Ya udah, gue balik duluan ya, hati-hati, sekali lagi selamat ulang tahun yang ke 21, panjang umur sehat selalu, semoga yang disemogakan tersemogakan." Sena, nama salah satu rekan kerja Fasya, dia mengedipkan matanya sembari menepuk pundak Fasya.
"Doanya amat sangat menjelaskan kepribadian mu, btw thanks, kamu juga hati-hati." Fasya tersenyum tipis menatap rekannya itu yang perlahan menjauh.
Benar.
Untuk Fasya, Sena hanya sekedar rekan kerja, bukan teman akrab, bukan pula sahabat dekat. Hanya rekan kerja biasa, karna Fasya tidak punya teman.
Dia hanya menjalani hidup seadanya saja, dia tidak terlalu terobsesi dengan hubungan pertemanan. Fasya sudah pernah kecewa sekali dalam sebuah hubungan, makanya dia tidak ingin lagi memeorbanyak hubungan, karna itu akan menambah kekecewaannya.
Karna Fasya, mungkin adalah salah satu dari korban anak broken home. Perceraian kedua orangtuanya saat dia masih berumur 7 tahun memberikan trauma sendiri untuk Fasya, dia selalu ragu untuk memulai hubungan baru. Karna dia takut sakit jika hubungan itu rusak.
Perceraian itu bukan hanya membuat Fasya kehilangan sosok ibu, melainkan sosok kakaknya juga. Kakak kandungnya ikut bersama sang ibu, keduanya pergi tanpa kabar selama 14 tahun terakhir. Tidak terdengar berita apapun dari mereka.
Sedangkan Fasya, hanya menetap dengan sang ayah yang sudah tua dan sakit-sakitan, merawatnya sepenuh hati, karna hanya sang ayah yang Fasya punya.
Hingga akhirnya sang ayah pergi, dan Fasya pun sendiri.
"Dimas?"
Panggil Fasya saat dia sudah melihat motor sang kekasih yang berjalan mendekat. Benar, yang Fasya tunggu sejak tadi adalah Dimas, kekasihnya yang katanya ingin memberikan kejutan.
Fasya punya trauma pada sebuah hubungan.
Tapi mungkin Dimas adalah pengecualian.
Karna, sejak saat ayahnya pergi, Fasya pikir dia sendiri di dunia ini, tapi tidak begitu, sejak dia mulai mengenal Dimas, semuanya berbeda.
Fasya merasa tidak pernah sendiri lagi, Fasya selalu bahagia ada di dekat pria ini, pria yang paling suka warna hitam itu memberikan warna untuk kehidupan Fasya yang abu-abu.
Dimas berhasil masuk menerobos pintu hati Fasya yang sudah terkunci rapat akurat, membangun istana di dalam hati gadis muda itu.
"Duh, maaf ya sayang, aku gak maksud buat kamu nunggu. Lama ya?"
Dimas memakaikan helm untuk Fasya.
Pria yang berpenampilan seperti preman geng motor itu, nyatanya sangat lembut terhadap Fasya. Dia penuh perhatian, suaranya lembut, dan sangat menghangatkan, nyaman sekali ada di sisi Dimas.
"Enggak kok, barusan aja selesai, Sena juga baru pulang." Pernah dengar jika seseorang gagal dalam hubungan keluarga, mungkin dia akan lebih beruntung dalam hubungan asmara?
Fasya rasa, dia percaya kata-kata itu, karna dia menemukan Dimas disela-sela keterpurukannya.
"Ya udah kalo gitu ayo naik, aku bakal bawa kamu ke tempat yang aku janji'in, ke tempat dimana kamu bakal merasa bahagia banget di hari ulang tahun kamu yang ke-21." Dimas yang kasar pada orang lain, tapi sangat lembut pada Fasya. Dimas yang jarang senyum, tapi selalu tersenyum jika ada di depan Fasya.
"Oke, ayo jalan." Fasya mencoba tetap tenang, ditengah hatinya yang sedang gedubrakan. Dia sedang baper tingkat tinggi sekarang, tempat yang akan membuatnya bahagia di hari ulang tahunnya. Tempat seperti apa itu? Fasya sudah berkhayal tinggi.
Mungkin restauran romantis?
Atau danau indah?
Atau dimanapun itu aku bakal senang karna bareng Dimas hehe.
Bagaimana hatinya tidak luluh, jika setiap hari dia diperlakukan bagai ratu?
Dimas selalu menuruti keinginannya, memanjakannya, perhatian dan memberikan cinta yang begitu besar.
Dimas mungkin adalah jawaban dari trauma masa lalu Fasya. Fasya bangkit dari kesepian dan kesendirian karna Dimas. Dia mulai percaya pada hubungan juga karna Dimas.
................
"Ini kita mau kemana sih? Kapan boleh dibuka, dari tadi ditutup terus." Tanya Fasya, sejak dijalan tadi Dimas sudah menutup matanya, dengan alasan ingin memberikan kejutan yang hebat.
Fasya menurut saja, karena dia sangat mempercayai Dimas, saat dia diminta menutup mata, Fasya menurutinya.
"Sebentar sayang." Ujar Dimas lembut, dia yang seorang ketua gang motor itu berkata lembut pada Fasya, padahal biasanya dia berteriak kasar.
"Lama lagi?"
"Iya ini udah sampe. Aku buka ya."
1
2
3
Ikatan mata Fasya terbuka, dia tidak sabar ingin melihat kejutan seperti apa yang Dimas persiapkan khusus untuk ulang tahunnya yang ke-21.
Kejutan manis macam apa yang dia rencanakan sampai seserius ini.
Jantung Fasya berdebar setiap memikirkan itu, tapi kali ini dia tidak ingin hanya menduganya saja.
Fasya membuka matanya perlahan.
Romantis?
Harusnya itu yang Fasya bayangkan, harusnya begitu yang ada di kepalanya.
Tapi apa ini?
Sebuah kamar yang dihias dengan indah, ada handuk berbentuk cinta, banyak bunga mawar merah bertebaran kesana kemari.
Fasya mencoba berpikir positif bahwa Dimas membawanya kesini hanya untuk makan malam kan?
Tapi dimana mejanya?
Dimana makanan yang ada diatas meja yang harusnya indah dengan lilin putih yang tersusun indah?
"A-apa ini Dimas?" Fasya tidak ingin takut, tapi suaranya sudah menjelaskan sedikit, bahwa dia gugup sekarang.
"Apanya yang apa sayang? Kau sudah 21 tahun kan? Sudah saatnya menjelajahi hal-hal yang mendewasakan diri. Selamat ulang tahun yang ke-21, malam ini aku akan memberitahu mu apa arti dewasa yang sesungguhnya." Bisik Dimas tepat ditelinga Fasya, terdengar seperti bisikan kematian yang datang mendekat.
Hembusan nafas Dimas menjadi mengerikan, membuat leher Fasya merinding, tubuhnya agak bergetar, suara Dimas yang hangat dan penuh kenyamanan, berubah menjadi suara liar yang penuh nafsu.
Dan sialnya, Fasya jadi tau apa maksud Dimas sesungguhnya.
"A-aku gak mau! Aku gak mau lakuin itu sayang, aku belum siap. Aku gak mau lakuin itu sebelum menikah." Fasya mundur agak menjauh dari Dimas, dia berjalan perlahan.
"Mau kemana sayang? Kenapa? Kamu takut hamil? Aku udah siapin banyak alat pengaman kok, jadi tenang aja." Dimas tersenyum smirk, sialnya senyuman itu menjadi sangat menakutkan untuk Fasya.
"Mau kemana sayang? Kenapa? Kamu takut hamil? Aku udah siapin banyak alat pengaman kok, jadi tenang aja." Dimas tersenyum smirk, sialnya senyuman itu menjadi sangat menakutkan untuk Fasya.
"Enggak sayang, kamu pasti bercanda kan? Kamu tau aku gak mau lakuin ini selama belum ada hubungan yang sah menurut hukum dan agama." Fasya menolaknya, tapi dia masih bisa tersenyum memaksa, dia terus menjauh dari Dimas.
Fasya mundur secara perlahan-lahan.
Tapi sialnya!
Siapa yang meletakkan dinding disana?!
Fasya tidak lagi bisa mundur karna tubuhnya sudah terpojok di tembok, ia terhimpit diantara Dimas yang mendekat dan tembok yang kuat.
"Gak apa-apa sayang, ini gak sakit kok oke? Dibanding sakit, ini malah akan terasa sangat nikmat. Percaya sama aku kalau kamu juga bakal suka." Dimas masih tersenyum smirk, jari telunjuknya menguasai wajah Fasya, setelah dia puas memegang dagu Fasya, dia tarik jari jemarinya dari pelipis hingga dagu.
Apa itu romantis? Tidak untuk Fasya! Itu menakutkan, sangat menjanjikan, Fasya ingin lari sekarang juga.
"Aku gak mau, aku mohon aku gak mau lakuin itu Dimas." Fasya sudah menangis, bulir hangat itu sudah memenuhi wajahnya, dia menatap penuh belas kasih di wajah Dimas, dia berharap Dimas melepaskannya.
Bukan.
Bukan seperti ini Dimas yang Fasya kenal, bukan seperti ini Dimas yang dia tau, bukan seperti ini Dimas yang dia cintai.
Dimas yang Fasya cintai adalah Dimas yang baik perilakunya, hangat perkataannya, sopan perilakunya, penuh cinta murni yang tidak di dasari nafsu.
Lantas siapa pria ini? Siapa binatang buas yang kini menatapnya bagai mangsa?
"Katanya kamu cinta kan sama aku? Katanya cinta, buktiin dong. Katanya aku yang paling kamu sayang di Dunia ini, mana buktinya? Ayolah sayang ini romantis tau." Dimas masih mencoba merayu, agar hubungan ini terjalin atas dasar suka sama suka, bukan paksaan.
Tapi tidak, ini bukan hal romantis yang Fasya bayangkan sejak tadi, ini menakutkan, Dimas yang sekarang terlihat mengerikan.
Saat seorang pria sedang dalam pengaruh nafsu yang besar, dia jadi sangat mengerikan, mungkin itu benar.
"Katanya kamu juga cinta sama aku kan? Kalau gitu buktiin, jangan sakiti aku, jangan paksa aku kalau aku gak mau. Kamu sayang kan, kalau gitu jaga aku bukan malah melukai aku dengan cara kamu bertingkah kayak gini." Fasya masih berharap bahwa Dimas-nya bisa kembali normal, dan dia bisa melepaskan Fasya. Fasya bahkan sampai gemetar ketakutan sekarang.
"Kamu gemetar? Gugup ya? Gak usah malu, aku akan mengajari mu banyak hal, Fasya-ku ini kan sudah 21 tahun, sudah dewasa, karna kau masih perawan kau tidak tau apa-apa, kau masih pemula, kau tidak tau nikmatnya bagaimana kan? Kalau begitu, biarkan aku yang sudah profesional ini membimbing mu."
Professional?
Fasya tidak tau, dia yang naif dan bodoh atau Dimas yang licik? Tapi yang jelas, entah bagaimana akhirnya nanti, Fasya akan memikirkannya dengan kepala dingin jika akal sehatnya sudah terkumpul sempurna.
Yang sekarang ingin Fasya lakukan adalah lari dari sini, lari dari pria yang haus akan nafsu.
"Walau aku cinta, bukan berarti aku akan kasih kamu segalanya! termasuk kehormatan yang udah aku jaga!"
Prankk!!
Fasya mengambil vas bunga yang ada di meja dekat dirinya, dia langsung memukulkan vas bunga itu ke kepala Dimas.
"Akhh sakit! Dasar perempuan sialan!" Dimas memegangi kepalanya yang mungkin sudah sedikit berdarah akibat pukulan keras dari Fasya.
Fasya mendorong tubuh Dimas yang sudah melemah, dia lari dari kamar itu, lari dengan cepat menyusuri koridor hotel yang tampak sangat sepi.
Dan sialnya
Saat Fasya kembali menoleh ke belakang, dia melihat bahwa Dimas sudah mengejarnya. Fasya menguatkan tumpuan di kakinya, dia berlari lebih kencang lagi.
"Akhhh!!"
Namun pada akhirnya sia-sia, karna Dimas berhasil menangkap rambut Fasya, dia menjambak kasar rambut gadis itu.
"Mau kemana Hah? Berani-beraninya kamu lari dari aku!" Dimas menarik rambut Fasya kuat, sampai Fasy menjerit dan kepalanya terhentak.
"A-aku mohon, aku gak mau, jangan lakuin itu." Fasya menangis dengan pilu, suaranya menyakitkan hati, wajahnya benar-benar sangat memelas, dia memohon, amat sangat memohon agar Dimas melepaskannya, Fasya gak mau lakuin itu.
"Aku bilang aku mau lakuin itu, ikut aku, aku bakal hukum kamu!" Dimas menarik paks rambut dan tubuh Fasya.
Sakit sekali,
takut,
Semua perasaan itu menjadi satu.
Tidak ada lagi Dimas yang hangat dan penuh cinta, yang ada hanyalah Dimas yang kasar dan penuh gairah nafsu menyeramkan.
"Aku enggak mau, aku mohon, kamu cinta aku kan? Kalau gitu tolong jangan sakiti aku." Fasya masih memohon dengan amat sangat memelas. Suaranya memyesakkan.
"Cinta? Hahah? Apanya yang cinta, kamu makan tuh cinta! Sejak awal aku deketin kamu cuma pengen tidur sama kamu, karna kamu cantik dan tubuh mu bagus, apanya yang cinta! Sekarang setelah akting ku yang susah payah jadi orang baik dan perhatian masa aku ga dapetin apa-apa, kan gak lucu. Makanya, malam ini aku bakal puas-puasin pake kamu, anggap aja ini hadiah khusus dari aku buat kamu di hari ulang tahun kamu yang ke-21." Dimas tertawa kasar, sepertinya dia sangat menikmati saat-saat itu.
Fasya menatap Dimas tidak percaya, dia benar-benar mengatakan itu di depan Fasya? Sejak awal niat pria itu mendekatinya hanya untuk menikmati tubuhnya?
Fasya tidak salah dengar kan?
"Bajingan kamu! Beraninya ka--"
"Sena, dia pacar asli ku tau. Dan aku cuma kepikiran buat menikahinya, gak ada niatan buat nikahin kamu, tapi malam ini sebagai hadiah ulang tahun, kamu tetep aku tidurin." Dimas tersenyum tanpa tau malu, seolah ucapannya adalah hal yang wajar, seolah-olah dia tidak melakukan dosa apapun.
Satu fakta mengejutkan belum bisa Fasya terima, tapi fakta lain kini mulai menyerangnya dengan begitu menyakitkan.
"Ka--akhh!!"
Belum sempat Fasya menyelesaikan apa yang dia katakan. Tiba-tiba dari belakang sudah ada seseorang yang menutup mulutnya dengan sapu tangan yang diberi bius agar Fasya pingsan.
Fasya jatuh dalam pelukan pria itu.
"Hey dia punya ku, kalau mau pake dia habis aku, aku yang pertama, keperawanannya harus aku yang merasakan." Dimas melirik sinis ke arah pria itu, pria berjas hitam yang berpakaian normal.
"Kau yang paling sampah diantara sampah yang pernah aku kenal." Pria itu mengucapkan kalimat dengan dingin dan datar.
Itu benar kan? Dimas adalah jenis manusia paling menjijikan, mengucapkan kata-kata tidak bermoral sesuka hatinya, membicarakan kehormatan seseorang dengan gampangnya.
"Jadi apa? Mau jadi pahlawan?"
"1 Miliyar, aku akan membeli gadis ini seharga 1 Miliyar, lepaskan dia dan kesuciannya."
Kalau Dimas sampah yang memainkan harga diri wanita, lantas pria berjas formal ini apa, yang ikut memperjual-belikan tubuh Fasya?
......................
"Ehm ...!"
Gadis yang terbaring lesu diatas kasur itu mulai membuka matanya, dia Fasya, hanya mata yang bisa dia buka karna mulutnya sedang tersumpal oleh kain, diikat sangat ketat.
Membuka ikatan itu juga tidak mungkin, karna tangan dan kaki Fasya juga terikat kuat, dia disandera di sebuah ruangan yang besar, tampilannya mirip sebuah hotel?
Hotel?!
Fasya membesarkan matanya saat dia mengingat hal lainnya, saat dia ingat satu hal dengan pasti bahwa hal yang terakhir kali dia ingat adalah Dimas kekasihnya membawanya ke sebuah hotel demi menodainya.
Tak cukup hanya mencoba menodai tubuh Fasya, Dimas juga menghancurkan kepercayaannya, mengkhianati cinta gadis lugu ini, padahal ternyata Dimas sudah berpacaran dengan Sena.
Fasya takut, air mata langsung jatuh dari ekor matanya, jika diingat kembali itu teras menyakitkan.
Fasya kemudian merinding, saat dia mengingat bagaimana Dimas mencoba memaksanya, Dimas hanya ingin tubuh Fasya, pria itu sama sekali tidak mencintai gadis ini.
Tubuh Fasya gemetar saat dia kembali teringat wajah dan sentuhan yang mengerikan dari Dimas.
Dia sudah cukup terluka dengan hatinya yang dikhianati, kepercayaannya yang rusak. Traumanya tentang hubungan bukan hanya sembuh, melainkan semakin buruk.
Apa aku masih perawan?
Fasya memikirkan hal itu, dia tidak sadarkan diri berapa lama, apa dia masih baik-baik saja?
mungkin iya.
Karna Fasya tidak merasakan apa-apa di tubuhnya, tidak ada nyeri di area sensitifnya, tidak ada pinggang yang sakit atau otot yang pegal, mungkin hanya tangan dan kaki saja yang agak perih karna ikatan kuat itu, atau karna kain yang disumpal membuat Fasya menjadi sedikit sesak nafas.
Fasya mencoba tetap tenang, jika dia panik, dia yang mungkin akan terluka.
Dan
Jalan keluar, Fasya ingin mencoba mencari jalan keluar.
Fasya mengedarkan pandangannya, melihat apakah ada celah agar dirinya bisa minta tolong atau kabur?
Brak!
Tapi sepertinya tidak, takdir dan dewi keberuntungan tidak dipihak Fasya sekarang, belum sempat dia memikirkan rencana kabur, tapi pintu itu sudah terbuka.
Fasya bisa melihat seorang pria berjas hitam, rambut hitam berjalan mendekat dengan langkah yang penuh aura dan tekanan.
Pria itu berjalan terus mendekat, dengan mata setajam elang, bibir yang mengatup, terlihat dingin dan menyeramkan.
Melihat pria itu, Fasya jadi mengingat-ingat saat dia pingsan, sebelum dia pingsan karna bius, samar-samar dia mengingat percakapan jual beli antara Dimas dan seseorang.
Apakah Fasya benar-benar dijual? Apakah Fasya sungguh dijual kepada orang ini?
Pria itu berjalan mendekat.
Semakin dekat, hingga dia duduk dihadapan Fasya dengan raut wajah tak berubah, pandangan datar tanpa nafsu seperti Dimas.
Tapi meski dia tampak tak bernafsu, Fasya tetap merasa ketakutan, dadanya sesak, matanya tak berhenti mengeluarkan bulir hangat, bahkan air mata keluar semakin deras dari dasarnya.
Fasya takut.
Dia takut pada pria di depannya.
Fasya sudah dijual, dan pria ini sudah membelinya, lantas bagaimana sekarang? Bukankah akhirnya Fasya sudah tau, mungkin kehormatan yang selama ini dia jaga dengan susah payah malah terbuang sia-sia ditangan pria asing yang tidak dikenalnya.
Harusnya tubuh Fasya miliknya sendiri, tapi bagaimana Dimas bisa segila itu menjual Fasya dengan gampangnya merasa tak berdosa? Padahal di tidak berhak atas satu inci pun bagian tubuh Fasya.
Dimas memang bajingan yang gila, mengingat itu Fasya jadi murka. Nama Dimas bukan lagi melambangkan kebahagiaan, melainkan penderitaan.
Tidak ada lagi cinta untuk Dimas, yang ada hanya kebencian yang berapi-api dan begitu membara di hati Fasya.
"Siapa nama mu?"
Pria itu membuka ikatan kain yang menyumpal mulut Fasya.
Bukannya menjawab, Fasya hanya diam, dia terus menatap lantang mata pria itu, walau dia takut, dia tidak ingin menunjukkannya.
"Jangan buat aku mengulangi pertanyaan yang sama." Pria itu menatap Fasya sinis, alisnya yang tebal, mata sayu dengan bulu mata yang lentik membuat tatapan matanya semakin tajam.
"Fasya. Lepas, aku mohon lepaskan aku, aku tidak ingin menjadi budak pemuas nafsu siapapun."
Pria itu menatap Fasya dari atas sampai bawah, dia terus memperhatikan sang gadis dengan seksama.
Fasya sebagai objek tatapan tajam dan dingin itu merasa gemetar, dia takut, rasanya dia dikunci hanya dengan tatapan itu.
"Aku sudah mendapatkan mu, aku tidak tertarik menyentuh mu. Selain jelek, kau juga rata." Dia perlahan membuka ikatan ditangan Fasya. Pelan-pelan dengan hembusan nafas itu.
Mungkin karna masih trauma pada Dimas sebelumnya, Fasya jadi gemetar hanya dengan sentuhan-sentuhan kecil.
Haruskah Fasya bahagia? Dia baru dihina terang-terangan dengan wajah yang katanya jelek, dan tubuh yang buruk? Tapi karna alasan itu saat ini Fasya berhasil menjaga kecusiannya kan? Sepertinya untuk kali ini Fasya harus mengakui dia bahagia menjadi jelek dimata pria ini.
"Tapi aku membutuhkan seorang pengasuh untuk anak ku. Jika kau bekerja dengan ku, aku akan memberi mu tempat tinggal, gaji yang cukup, dan menjamin keamanan mu. Kau bersedia?" Lanjut pria itu lagi.
Dia menatap Fasya lekat, setelah dia membuka ikatan itu.
"Aku? Jadi pengasuh?" Fasya menunjuk dirinya sendiri, dia yang tidak tau apa-apa soal anak-anak, atau pengalaman dengan anak-anak malah diminta menjadi seorang pengasuh? Dia hanya gadis 21 tahun yang jangankan akrab dengan anak-anak, umumnya anak-anak menjauh darinya.
"Ya, mengasuh anak ku yang berusia enam tahun. Untuk pengasuhnya, 20 juta adalah gaji yang aku janjikan setiap bulannya, dengan tempat tinggal dan makanan yang terjamin."
Fasya diam sebentar, dia sedang berpikir serius. Kalaupun dia kembali ke rumahnya saat ini, mungkin saja Dimas akan mengganggunya lagi, melaporkan Dimas tanpa barang bukti juga sebuah kebodohan, bisa-bisa nanti malah Fasya yang akan dituduh menggoda Dimas. Dimas ahlinya berakting dan melakukan playing victim.
Untuk sekarang, sampai suasana hati Fasya tenang, atau sampai dia lebih santai, Fasya harus menjauh dari Dimas.
Tapi, apa ikut dengan pria ini adalah jalan keluarnya?
Tapi sepertinya pria ini cukup meyakinkan, sepertinya dia orang hebat, kan? Apalagi gajinya sangat besar, hanya dengan bekerja satu tahun Fasya bisa membuat sebuah usaha sendiri. Dia bisa membuat tokonya sendiri, dan hidup mandiri tanpa satu pria dalam hidupnya.
"Baiklah, saya setuju! Saya akan bekerja sebagai pengasuh anak anda."
"Liam, urus segalanya. Barang-barang dan surat kontrak dengan perempuan ini." Pria itu berbalik, berjalan pergi begitu saja meninggalkan Fasya.
Tapi, saat itu juga ada seorang pria berambut coklat gelap masuk. "Baik Tuan, siap laksanakan." Dia menunduk patuh.
"Nona, silahkan ikuti saya." Pria itu, Liam namanya, untuk sementara Fasya menduga Liam adalah bawahannya pria itu yang bahkan sampai sekarang tidak Fasya ketahui namanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!