NovelToon NovelToon

Retak Akad Cinta

Lipstik di Kemeja Suamiku

Suamiku telah bermain gila dibelakangku dengan atasannya, hancur hati ini, ikrar yang dia ucapkan tercoreng sudah. Aku tidak menyangka pasangan yang menghancurkan rumah tanggaku adalah ibu, iya ibu itu tetanggaku yang baik selama ini, sangat baik, manis tapi dari sikap baiknya ada niatan terselubung. 

Ini kisahku 

Namaku Kaila, aku ibu dari 3 anak, aku hanya ibu rumah tangga. Sejak aku menikah, aku memutuskan tidak bekerja agar aku mempunyai waktu luang untuk anak-anakku. Anak-anakku butuh perhatian karena mereka masih kecil Cia 7 tahun, Caca 5 tahun dan Adam 3 tahun.

Setiap hari aku bercengkrama dengan ketiga Anak-anakku. Aku bersyukur mempunyai anak yang begitu menggemaskan. Bagaimana aku mengingkari rasa syukurku? Tuhan mengirimkan 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki, lengkap bukan? mereka anak yang sangat lucu, tanpa mereka rumah tidak akan ramai setiap harinya.

Apalagi suamiku itu seorang PNS di departemen pendidikan, betapa aku bangga dengan suamiku. Aku menemani dia dari nol, awal menikah dia bukan siapa-siapa jabatan tertingginya hanyalah sebagai suami tercintaku. Kini dia sudah menjadi PNS dan meneruskan pendidikannya untuk mendapatkan gelar master pendidikan, agar jabatannya meningkat.

Suamiku dulu adalah teman kampusku, kami kuliah di salah satu kampus yang ada di Jakarta. 

“Mamah, aku keluar kota selama 2 minggu yah. Jika kamu mau main ke rumah orang tuamu silahkan,” ucap suamiku.

“Iya Ayah, mungkin 2 minggu ini aku mengunjungi kedua orang tuaku bersama anak-anak, sudah lama juga aku tidak ke sana,” jawabku.

Suamiku pamit kepadaku, memang aku terbiasa ditinggal suamiku bertugas ke luar kota. Aku juga tidak mencurigai suamiku. Karena aku selalu berpikir positif, suamiku banting tulang untuk keluarga kecil kami.

Semenjak suamiku diangkat menjadi PNS, aku pindah ke Bandung. Di bandung disediakan rumah dinas. Udara Bandung sangat sejuk beda dengan hiruk pikuk kota tangerang perbatasan dengan Jakarta Barat tempat asalku.

Setelah suamiku berangkat, akupun mengajak ketiga buah hatiku untuk mengunjungi rumah kedua orang tuaku di tangerang. Betapa antusiasnya mereka untuk menemui kakek dan nenek mereka. Apalagi di rumah kakek nenek ada es cream, mereka sangat betah ketika disajikan es cream. Anak kecil mana yang tidak suka es cream.

“Assalamu'alaikum.” Aku mengucapkan salam.

“Wa'alaikumsalam, oh Kaila sudah sampai?” ucap Bundaku.

“Iya Bunda, aku berangkat pagi hari jadi sampai sini sore Bun, agar tiba di sini gak malam, kasian anak-anak jika sampai malam.”

“Nenek…kakek…” pekikan anak-anakku yang merasa senang bertemu dengan kakek nenek nya, mereka memeluk Bunda dan Abahku dengan erat.

Biasanya aku akan pulang sehari sebelum suamiku sampai rumah atau suamiku akan datang ke rumah orang tuaku lalu kami pulang bersama-sama ke Bandung.

Dua hari aku sudah di tangerang, suamiku belum mengirimi aku pesan melalui pesan singkat. Anak-anakku bertanya kepada ku. 

“Mah, ayah gak wa Mamah? Kakak kangen ayah, mau minta oleh-oleh pulangnya,” ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

“Hmm ayah sibuk kali kakak, Mamah coba kirim wa ke Ayah yah.”

Aku mengirim pesan singkat ke nomor suamiku. Karena anakku yang pertama menanyai ayahnya.

[“Assalamu'alaikum Ayah, anak-anak kangen Ayah. Jika ada waktu longgar kabarin yah Ayah… kita video call.”]

Aku mengatakan kepada anak pertama ku, “Nanti kita video call setelah ayah balas wa Mamah.”

Anakku menganggukan kepala tanda dia paham akan kesibukan ayahnya. Aku menunggu balasan dari suamiku. Sampai jam malam waktu anak-anakku tidur suamiku belum juga membalasnya.

Aku terlelap dengan ketiga anakku. Suara azan subuh bersahutan membangunkanku, kubuka mataku, jam menunjukan pukul 4.35. Mengambil benda pipih teman setiaku, ku mengusap nya tapi mataku tak melihat pesan singkat dari suamiku.

“Kenapa kamu tidak membalas pesan singkatku ayah, hanya di read saja," gumam kata hatiku.

Sehabis menyelesaikan salat subuh, aku membangunkan ketiga anakku untuk menunaikan salat subuh. Aku mendidik mereka dengan agama.

“Mamah, kok gak bangunin aku semalam. Ayah video call kan?” ucap Cia.

Anakku yang pertama menanyai tentang ayahnya, yang sampai sekarang suamiku itu belum membalas pesan singkatku. Ku hanya memberikan senyuman kepada anakku dan menghibur hatinya.

“Kakak, ayah lagi cari uang untuk kita. Semalam ayah belum balas pesan Mamah. Mungkin pagi ini kali kak, sabar yah. Ayah hanya 2 minggu aja kok,” kataku.

Aku peluk anak pertamaku, sambil mentepuk-tepuk punggungnya.

“Sabar yah kak, ayah pasti video call kok,” bujukku kepada anakku.

Aku mengecek handphone ku, kulihat wa suamiku. Aku melihat jam kapan dia online ternyata 3 menit lalu dia online. Aku mencoba mentelepon suamiku. Dedd…dedd… teleponku tidak diangkat. Hanya suara panggilan notifikasi saja.

Pukul 7 pagi benda pipihku berbunyi. Aku ambil lalu kubuka, betapa bahagianya aku ternyata suamiku telepon.

Rangga \= [“Assalamu'alaikum.”]

Kaila \=[“Waalaikumsalam Ayah, kakak Cia dari semalam tanyain Ayah terus.”]

Rangga \=[“Maaf, aku sejak 3 hari ini sibuk sekali, harus memantau sekolah-sekolah. Mah, tolong panggil Cia aku mau bicara dengan dia.”]

Aku memanggil anak ku Cia, wajahnya terlihat sangat bahagia ketika ayahnya mentelepon saat itu. Anakku bercerita tentang banyak hal yang dia alami sejak tinggal dengan kakek dan nenek.

Kaila \=[“Ayah pulang langsung atau jemput ke sini nantinya, jadi pulangnya bareng,"] tanyaku dibalik telepon.

Ketika aku masih mentelepon, samar-samar aku mendengar suara perempuan dengan nada manja.

“Sayang, mau makan ini?” ucap perempuan yang aku dengar ketika aku masih mentelepon suamiku.

Kaila \= ["Ayah Itu suara siapa?”], tanyaku dibalik telepon.

Rangga \= ["Oh itu temanku, suaminya nyusul ke sini. Nanti aku jemput pulangnya, jadi kita ke Bandung bersama-sama. Sudah dulu yah, Assalamu'alaikum."]

Kaila \= ["Ayah…ayah…hallo. Wa'alaikumsalam.”]

Suamiku menutup telepon dengan terburu-buru seperti ada sesuatu hal yang dia lakukan. 

'Suara perempuan itu seperti aku mengenalnya, jika suami nya menyusul kenapa ketika memanggil sayang suaranya sangatlah dekat seperti memanggil ayah,' batinku berkata.

💔💔💔

2 minggu berlalu, aku menunggu suamiku untuk menjemput aku dan anak-anak di rumah kedua orang tuaku. Senyum mengembang diwajah anak-anakku ketika mereka berlari dan memeluk ayahnya yang baru sampai.

“Ayah….” Teriak anak-anak berlari menghampiri tubuh ayahnya.

“Ayah kangen kalian, udah makan belum? Ayah bawa makanan nih," ucap suamiku.

Aku tersenyum melihat pemandangan yang sangat manis bagi penglihatan ku. Aku tersenyum menatap mata suamiku, kuambil tangannya lalu kucium punggung tangannya.

“Assalamu'alaikum.” Ucapnya.

“Wa'alaikumsalam Ayah.” jawabku.

Hari ini suamiku berbeda, biasa dia mengecup keningku tapi saat ini suamiku tidak melakukannya. Aku berpikir positif saja, mungkin suamiku lelah baru sampai dari tugasnya di luar kota.

Aku membawakan tasnya masuk ke dalam dan membuat teh hangat untuk suamiku. Untuk hari ini suamiku akan bermalam di rumah orang tuaku. Keesok pagi baru kami akan pulang ke Bandung.

Aku langsung mencuci baju milik suamiku yang kotor agar ketika besok pulang pakaiannya sudah kering. Aku melihat ada lipstik dikemeja suamiku. Aku berpikir keras kenapa lipstik ini bisa ada di kemeja suamiku? Bagian pundak lengan kemejanya.

'Lipstik punya siapa ini? bibir siapa ini?' tanyaku dalam hati.

pikiranku menjadi tercampur aduk, apa yang dilakukan suamiku selama dia bertugas. Apakah dia menduakanku? Aku tidak bisa berpikir jernih semakin dipikirkan, semakin hati ini banyak pertanyaan yang muncul.

Suamiku punya perempuan idaman? istri simpanan? kelu rasanya lidah ini ketika aku ingin bertanya kepada suamiku, apalagi ini masih di rumah kedua orang tuaku. Aku takut orang tuaku memikirkan aku. Aku akan bertanya kepada suamiku ketika kami sampai di Bandung. Walaupun rasa dihati ini ada sesuatu tekanan untuk ditanyakan.

 

Bersambung

***

Bantu like, komen, vote dan follow aku yah.

Baca Novel ku yang lain

5 tahun menikah tanpa cinta

Salah lamar

 

 

Bentakkan Suamiku

Keesokan paginya aku berpamitan kepada bunda dan abahku. Anak-anakku terlihat, 2 minggu tinggal di rumah kakek dan nenek membuat mereka sangatlah merasa kehilangan karena 2 minggu ini mereka sangatlah dekat.

"Bunda, aku pamit. Doakan aku Bun," kalimat itu yang aku ucapkan ketika aku meninggalkan kediaman orang tuaku.

"Insha Allah, Bunda dan Abah akan selalu mendoakanmu." Kecupan hangat dari bundaku membuat hatiku tidak rela melangkah untuk pulang ke Bandung, karena aku tidak tahu kapan aku akan mengunjungi mereka lagi. Karena suamiku selalu bertugas ke luar kota. 

Kini aku berada di dalam mobil, Cia dan Caca duduk di jok bagian belakang. Sedangkan Adam dipangkuanku, sesekali aku melirik ke arah suamiku. Rasanya aku mau bertanya mengenai lipstik yang ada di baju suamiku. Aku mengurungkan niatku karena aku tak mau anak-anakku mendengarkan hal ini dan  suamiku sedang menyetir takut konsentrasinya terganggu.

Sekitar pukul 3 sore kami tiba di Bandung, rumah dinas suamiku. Aku meletakan Adam anak ketigaku diranjang karena ia tertidur ketika dalam perjalanan pulang, Cia dan Caca juga terlihat lelah, merekapun naik ke atas ranjang tidur bersama Adam.

"Ayah, aku mau tanya." ucapku.

"Tanya apa?" ucap suamiku.

"Kemarin aku mencuci bajumu, ada lipstik. Itu milik siapa? Tidak mungkin lipstik itu bisa ada begitu saja. Jujur sama aku, siapa wanita yang bersamamu?" tanyaku.

"Apa-apaan sih kamu, suami capek tanya yang enggak-enggak." Suamiku marah terhadapku.

"Aku ngomong bukan yang enggak-enggak, lipstik bisa nempel dibahu baju kamu, itu artinya seseorang memeluk kamu. Gak mungkin cowo pakai lipstik lalu berpelukan nempel dibaju kamu. Itu lipstik pasti milik bibir seorang wanita," ucapku sedikit emosi.

"Ah...ngaco kamu, jangan ngomong sembarangan atau mulutmu aku tampar." Dia membentakku dengan suara yang tinggi penuh emosi membuat anakku Adam terbangun dan menangis. Kugendong anakku tak terasa air mata ini keluar dari kelopak mataku. Aku bertanya secara baik-baik tapi dia malah membentakku.

Dari kejadian itu, aku merasa suamiku sudah berubah. Sering membentakku dikarenakan aku hanya membuat kesalahan kecil saja. 

Tok tok tok suara pintu di ketuk

Aku membuka pintu karena seseorang datang ke rumahku, ternyata yang datang atasan suamiku, rumahnya disebelah rumah kami. Dengan kata lain dia adalah tetanggaku. Dia sangat baik karena sering memberi makanan kepada keluargaku, ketika dia masak pasti dia datang ke rumah ku untuk sekedar membagi masakannya kepada keluargaku.

"Aku tadi masak, takut tidak habis. Mumbazir jika terbuang," ucap Bu Sukma.

"Bu Sukma repot-repot. Terima kasih loh Bu," ucapku.

"Iya sama-sama, dimakan selagi masih hangat," ucap Bu Sukma.

Bu Sukma tinggal sendirian, suaminya ada di Sumedang. Dia pulang setiap sebulan sekali, jika tidak suaminya akan berkunjung ke Bandung sekedar melepas rindu. Aku sangat menghormati bu Sukma, karena usianya jauh lebih tua dari aku. Sejak kecil orang tuaku mengajari diriku agar bersikap sopan kepada orang yang lebih tua dari aku. 

Aku meletakkan sayur pemberian Bu Sukma di dapur dan aku mendengar suara Bu Sukma menyapa suamiku.

“Eh Pak Rangga, habis dari mana?” tanya Bu Sukma.

“Habis keluar sebentar Bu, ada keperluan Bu?”  jawab suamiku.

“Ah tidak, saya baru bawain sayur Pak, masak banyak tadi daripada gak habis mumbazir jadi saya bawakan separuhnya untuk keluarga Bapak,” kata Bu Sukma.

“Terima kasih banyak Bu,” ucap suamiku.

Aku berjalan menuju pintu masuk, mereka masih berbicara, setelah suamiku melihat aku, dia langsung masuk ke dalam rumah. Entah apa yang mereka bicarakan.

Tatapan suamiku masih sama, seperti mengintimidasi aku. Tatapan tajam penuh amarah. Aku mencoba mencairkan suasana.

“Ayah mau makan?” tanyaku kepada suamiku.

“hmm" dia hanya menjawabku dengan singkat tapi aku sangat memahami jawabannya tersebut.

Aku siapkan lauk yang kumasak tidak lupa aku memberikan sayur pemberian bu Sukma, suamiku makan begitu lahap terutama masakan bu Sukma yang dia habiskan.

“Anak-anak sudah tidur?” tanya suamiku.

“Sudah, mereka terlihat lelah. Jadi mereka di ranjang tidur bertiga,” jawabku.

💔💔💔

Semenjak suamiku meneruskan pendidikan S2 nya, aku merasa hubunganku dengan suamiku menjadi semakin merenggang dan juga ditambah suamiku sering mendapat tugas keluar kota.

Aku berusaha menjadi istri yang baik, menjalankan kewajiban sebagai seorang istri. Merawat 3 anak di rumah dengan tanganku sendiri tanpa saudara, tanpa orang tua di Bandung ini. 

Aku sering mendengar dari teman-teman kantor suamiku akan kelakuan suamiku dengan bu Sukma. Tambah lagi ada bekas lipstik dibaju suamiku kemarin Membuat pikiranku semakin kacau. Suamiku telah main gila di belakangku?

Mereka mulai dekat semenjak  melanjutkan pendidikan untuk master (S2) dalam universitas yang sama. Pulang dan pergi kuliah mereka berangkat bersama-sama. Apalagi bu Sukma itu tinggal sendirian tanpa suami dan anak di Bandung ini. Mungkin dia sepi belaian dari seorang pria dewasa atau mungkin dia membutuhkan kehangatan dari seorang laki-laki, atau mungkin butuh pelukan dalam tidurnya. Kenapa suamiku yang dipilih? Umur mereka jauh, cocoknya menjadi tante dan keponakan.

Kesan awal ku melihat bu Sukma itu wanita yang baik, sering memberikan makanan kepada keluargaku. Aku menghormatinya karena umurnya lebih tua dari aku. Sungguh aku tidak pernah berpikir bahwa dia wanita pelakor. Kalian tahukan pelakor singkatan dari apa? Pelakor (perebut laki orang).

“Bu Kaila…” Seseorang memanggilku dari kejauhan, aku tidak mengenalnya tapi dia berlari menghampiriku dan aku baru sadar dia itu teman kantor suamiku.

“Iya Bu Sinta, ada apa yah?” dia terlihat ngos-ngosan karena berlari menghampiriku dan dia mengambil nafas untuk mengisi oksigen didadanya.

“Bu maaf, Ibu yang kuat yah.. jika nanti Ibu mendengar sesuatu hal tentang suami Bu Kaila,” ucap Bu Sinta.

“Loh memang ada apa dengan suami saya Bu?” tanyaku kepada Bu Sinta.

“Maaf yah Bu…maaf sekali lagi, bukan saya bergosip tentang suami Ibu nih, tapi saya melihat sendiri. Tadi pagi suami Ibu kuliah kan dan berangkatnya pakai mobil Bu Sukma?” tanya Bu Sinta.

“Iya, pulang pergi jika kuliah bareng dengan Bu Sukma, karena katanya 1 kampus,” jawabku.

“Saya lihat suami Ibu itu duduk disamping Bu Sukma, mereka terlihat mesra. Bu Sukma membelai-belai pipi Pak Rangga. Seperti sepasang kekasih Bu. Aduh saya gak enak nih ngomong sama Bu Kaila. Tapi saya gak bisa pendam ini, sesuatu apa yang saya lihat, terus kejadian itu seharusnya gak diperbuat mereka,” ucap Bu Sinta

Deg

Jantungku seperti berhenti berdetak, suhu tubuhku terasa dingin seketika, kenapa? kenapa? Aku menikah sudah 8 tahun dengannya. Aku mengenal suamiku sejak kami kuliah dahulu, 1 kampus, 1 kelas, dia pria yang baik waktu aku pertama kali mengenal dia. Kenapa dia berubah?

Aku masuk ke rumahku dengan perasaan berkecamuk di dalam hatiku. 

"Saya permisi dulu Bu, maaf saya menceritakan kepada Ibu," ucap Bu Sinta.

"Iya Bu Sinta, terima kasih." Aku memaksakan senyum mengembang di bibirku, padahal hati ini sakit.

“Bunda…apa yang harus aku lakukan?” aku mengingat bundaku, dulu sebelum aku menikah bundakulah yang memeluk aku ketika aku menghadapi masalah. Bundaku selalu bilang, ‘tidak apa-apa, kamu bisa melewati ini. Kamu anak perempuan bunda yang kuat.’ Ah bunda aku rindu belaianmu saat ini.

Aku melihat ketiga anakku yang sedang tidur, damai mereka kulihat dengan mata mereka yang tertutup tidur terlelap. Tak tahan hati ini kuluapkan kesesihanku dengan menangis sambil menatap wajah ketiga anakku.

Bersambung.

***

Terima kasih reader sudah mampir

Bantu like, komen, vote dan follow aku yah.

Baca Novel ku yang lain

5 tahun menikah tanpa cinta

Salah lamar

 

 

 

 

Struk Belanja di Saku

Suamiku menghianati janjinya, ia berjanji akan membahagiakanku, wanita satu-satunya dari anak-anaknya kelak, itu ucapan ketika ia melamarku. Tapi ternyata setelah 8 tahun pernikahanku, dia begitu mudahnya melupakan janjinya itu.

Pagi ini seperti biasa aku membuatkan sarapan untuk keluargaku, mengantar Cia untuk pergi ke sekolah. Aku membawa Caca dan Adam, ketika aku mengantarkan Cia. Aku gendong Adam, gandeng tangan Caca dengan tangan kiriku, Cia berjalan di depanku.

"Hati-hati Cia, jalannya pinggir saja," aku selalu mengingatkan Cia ketika ia berjalan di depanku.

"Iya Mamah," jawab Cia kepadaku.

Setelah sampai di sekolah Cia, aku langsung pulang. Cia bukan anak yang manja, seperti kebanyakan anak lain yang harus ditunggu oleh ibu mereka sampai selesai pembelajaran. Aku langsung bersih-bersih rumah dan mencuci baju-baju yang kotor. Sebelum aku memasukan baju kotor ke mesin cuci, aku selalu memeriksa setiap kantong celana ataupun baju, terkadang anak-anakku meletakkan mainan mereka dikantong baju ataupun celana.

Aku menemukan secarik kertas dicelana panjang suamiku, "Struk belanja? Apa 5 juta!" terbelalak mataku mengetahui nominalnya. Suamiku tidak memberikan apa-apa kepadaku atau anak-anakku. Aku melihat tanggal di struk belanjaan tersebut. Di struk tertulis tanggal 15 oktober itu artinya kemarin. 

"Ayah belanja untuk siapa? ini toko tas terkenal di Bandung," ucapku dalam hati,  muncul pertanyaan diotakku, apakah suamiku pergi belanja dengan perempuan itu? 

Pikiran negatif mulai masuk keotakku, seolah mulai berlari-lari lalu turun ke hatiku. Suamiku telah jatuh ke tangan wanita tua itu, dikasih apa suamiku sampai matanya seakan buta, jelas-jelas aku lebih muda usianya kenapa pilih wanita tua itu. Dimana akal sehat mereka? mereka sama-sama sudah menikah, punya pasangan dan anak.

Tidakkah mereka takut akan dosa. Aku mengutuk wanita tua itu di dalam hatiku. 

Memerah mataku, butiran air tak kuasa kutahan akhirnya keluar  dari kelopak mataku. Tangisan Adam sontak menyadarkan lamunan dalam tangisku.

"Sayang...cep...cep... Mamah di sini. Jangan nangis sayang." Kugendong Adam buah hatiku agar dia tenang dan kembali tertidur.

💔💔💔

“Ayah…ini apa? kamu belanja untuk siapa? kenapa bisa sebanyak ini?” tanyaku, kepada suamiku.

“Jangan mencampuri urusan aku, yang terpenting aku sudah mencukupi kebutuhanmu dan anak-anak,” jawab suamiku.

“Aku istrimu, aku berhak tahu. 5 juta bukan uang yang sedikit. Uang ini setengah dari gajimu,” ucapku penuh emosi.

“Aku yang mencari uang, terserah aku, itu uangku. Aku sudah memberikan uang kepadamu lebih dari cukup, jadi mulai sekarang jangan kamu tanya-tanya tentang persoalan uang," ucap suamiku dengan nada tinggi.

“Ayah, aku rela berpakaian tidak bagus. Hanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anak dan mencukupi keseharian. Kamu malah memberikan 5 juta itu untuk seseorang. Katakan siapa dia? sehingga kamu tidak mengingat kami, istrimu dan anak-anakmu,” ucapku mulai tersulut marah di dada.

“Diam kamu….” Suamiku ingin menamparku akan tetapi Cia melihat pertengkaran kami dan memeluk aku. Sehingga suamiku menghentikan gerakan tangannya.

Baru kali ini aku bertengkar dengan suamiku dan disaksikan oleh Cia. Cia memelukku dengan erat. Suara tangisannya aku dengar walaupun isak tangisnya dia redam dengan cara menenggelamkan wajahnya didekapanku.

Mungkin Cia paham kedua orang tuanya sedang ada masalah. Dan ia sengaja mengecilkan suara tangisannya karena takut kedua adiknya terbangun.

Setelah pertengkaran itu, suamiku melangkahkan kaki untuk keluar rumah. Setiap bertengkar denganku, ia akan menjauh. Entah dia pergi kemana.

Aku memeluk Cia dan mengelus-elus rambutnya.

“Anak Mamah jangan nangis yah, nanti cantiknya hilang,” ucapku, sambil mengelus rambut Cia.

“Ayah jahat, kenapa ayah marah-marah sama Mamah,” ucap Cia, sambil memeluk aku dengan erat.

“Ayah gak marah sama Mamah, mungkin ayah lelah,  terus Mamah cerewet di rumah, jadi buat ayah gak suka. Udah ah jangan nangis malu nanti Caca dan Adam bangun terus lihat Kakak nangis dicengin lagi, ‘Kakak Cia nangis…Kak Cia nangis.’ nanti gitu,” rayuku, kepada Cia.

Aku menenangkan anakku dengan mengajak dia untuk membuat kue bersama-sama. Aku menyembunyikan kesedihan dan kegusaranku hatiku di depan anak-anakku.

Aku tidak pernah menceritakan hal ini, apakah aku punya teman? tentu teman-teman kuliahku sangat baik, bahkan mereka sangat solid ketika salah satu diantara kami ada masalah, teman-temanku masih saling membantu walaupun mereka sudah berumah tangga. Aku hanya memendam perasaan ini. Sungguh berat aku rasakan, aku telan ini seorang diri. Bagiku, ini masalah pribadi tidak usah menceritakan kepada keluarga atau teman-temanku.

Dett dett bunyi benda pipih milikku. Aku melihat ada pesan yang masuk.

Tina \= ["Assalamu'alaikum de, apa kabar?"] pesan singkat mba Tina, seniorku sewaktu aku kuliah dahulu.

Kaila \= ["Wa'alaikumsalam Mba. Aku baik. Mba Tina apa kabar?"]

Tina \= ["Alhamdulilah baik Syifa. Anak-anak sehat?"]

Kaila \= ["Alhamdulilah mereka sehat, semoga Mba sekeluarga juga sehat-sehat yah."]

Aku baru memikirkan teman-temanku, mendadak ada pesan singkat di whats app aku. Andai aku bisa bercerita akan aku ceritakan keluh kesah ini. Tapi aku memilih untuk diam, menutup rapat-rapat masalah rumah tanggaku.

💔💔💔

Ketika suamiku berpapasan denganku, diriku bagaikan musuh bagi suamiku, bedanya jika musuh tidak tinggal 1 atap, ini aku tinggal 1 atap dengannya. Betapa tidak enaknya hati ini. Hari-hariku bagaikan dineraka kujalani. Aku tidak mendapatkan belaiannya lagi, aku tidak merasakan pelukannya lagi, aku lihat dimatanya hanya kebencian ketika melihatku. Bagaimana aku bisa melewati hari-hariku?

Allahu...apakah ini ujian atau azab atas dosa-dosaku yang terdahulu?

“Kaila…Kaila…” suamiku berteriak memanggil namaku, aku berjalan menghampirinya.

“Ada apa Ayah?” tanyaku.

“Jalan lambat banget, dipanggil dari tadi. Kamu tuli?” suamiku mulai membentak dan berkata kasar.

“Maaf Ayah, tadi aku sedang mencuci piring, jadi aku kurang dengar Ayah memanggil aku,” ucapku

“Banyak alasan kamu sekarang, beresin baju-baju aku, besok aku ada tugas ke luar kota,” perintahnya.

“Kok Ayah bilang ke aku mendadak? Biasanya 2 hari sebelum keberangkatan bilang sama aku. Aku sudah janji sama anak-anak untuk jalan-jalan, sepertinya sudah lama kita tidak jalan-jalan bersama Ayah,” ucapku.

“Siapa suruh kamu janji dengan mereka, memangnya kantor punya bapak moyangmu main seenak jidat aja ngatur-ngatur jadwal. Sudah beresin baju-baju aku untuk 1 minggu,” katanya.

“Ayah tugasnya bareng bu Sukma?” tanyaku.

"Kenapa kamu tanya-tanya? bukan urusanmu!" jawabnya.

Suamiku tidak tahu bahwa aku sudah mengetahui perselingkuhannya dengan bu Sukma. Aku mengetahui  itu berawal dari teman-teman kantor suamiku yang menceritakan kelakuan mereka jika sedang berduaan. Niat melanjutkan pendidikan master (S2) agar jabatan meningkat dan untuk kesejahteraan keluarga kami tercukupi ternyata itu awal bumerang rumah tangga kami yang kini entah nasibnya seperti apa kedepannya.

Aku masih teramat ingat, senyum rasa senang ketika Cia lahir. Suamiku menggendong Cia penuh kasih sayang, matanya berbinar-binar memandang Cia buah hati pertama kami. Tapi kini tatapan mata dari suamiku terhadap buah hati kami telah berubah. Seakan dia tidak mau bersama anak-anaknya. Anakku adalah anakmu juga. Buah cinta kita berdua, darah dagingmu, yang akan mendoakan kamu kelak jika kamu meninggal. Tabungan kita kelak diakhirat nanti.

Hari ini dia memanggil namaku, kami sudah sepakat ketika Cia lahir agar tidak memanggil nama. Kamu memanggil aku mamah dan aku memanggil kamu ayah. Aku sempat tersedak dengan salivaku sendiri ketika kamu berteriak memanggil namaku. Dan kamu membentak-bentak aku. Dimana cintamu yang dulu untukku? dimana janji manismu yang dulu? sesak kurasa, hatiku ini bagaikan kau pukul sampai remuk berceceran.

Bersambung 

***

Terima kasih reader sudah mampir

Bantu like, komen, vote dan follow aku yah.

Baca Novel ku yang lain

5 tahun menikah tanpa cinta

Salah lamar

 

 

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!